perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengembangan Media a. Desain Pengembangan Desain pembelajaran adalah proses sistematis, efektif, dan efisien dalam menciptakan sistem pembelajaran untuk memecahkan masalah belajar atau peningkatan kinerja peserta didik melalui serangkaian kegiatan identifikasi masalah, pengembangan, dan evaluasi. Pengembangan desain tersebut dapat menggunakan berbagai macam model-model desain pembelajaran. Dalam hal ini peneliti memaparkan empat jenis model pengembangan, yakni ADDIE, ASSURE, Dick & Carey, dan SAFE. 1) Model ADDIE ADDIE
merupakan
singkatan
dari
Analyze,
Design,
Development, Implementation dan Evaluation. ADDIE merupakan model yang bersifat sistematis dengan kerangka kerja yang jelas menghasilkan produk yang efektif, kreatif, dan efisien (ANGEL Learning, 2008: 5). Salah satu fungsinya ADDIE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja. ADDIE membantu menyelesaikan permasalahan pembelajaran yang kompleks dan juga mengembangkan produk-produk pendidikan dan pembelajaran (Branch, 2009: 2). Model ADDIE menggunakan lima user (Analisis), Design (Desain), tahap pengembangan commit yakni to Analysis
14
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Development
(Pengembangan),
Implementation
(Implementasi),
Evaluation (Evaluasi) (Molenda, 2008: 107). Masing-masing langkah dideskripsikan sebagai berikut: a) Analysis (Analisis) Tahap analisis merupakan proses mendefinisikan apa yang dipelajari oleh peserta didik, yaitu melakukan analisis kebutuhan, mengidentifikasi kebutuhan, dan melakukan analisis tugas. Oleh karena itu, yang dihasilkan adalah karakteristik peserta didik, identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas. b) Design (Desain) Tahap
ini
dikenal
dengan
membuat
rancangan
yaitu
merumuskan tujuan pembelajaran yang Spesific, Measurable, Applicable, Realistic, dan Times (SMART). Langkah selanjutnya menyusun tes yang didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Kemudian menentukan strategi pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan. Dalam tahap ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media yang dapat dipilih. Peneliti harus mampu menentukan yang paling sesuai dengan kebutuhannya. c) Development (Pengembangan) Pengembangan adalah proses mewujudkan rancangan menjadi nyata. Lingkungan belajar yang mendukung proses pembelajaran harus disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diterapkan (implementasi). commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tahap uji coba merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih tepatnya evaluasi formatif, karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang sedang dikembangkan. d) Implementation (Implementasi) Implementasi merupakan langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang dibuat. Pada tahap ini semua yang telah dikembangkan dipersiapkan sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Misal, jika diperlukan penataan lingkungan, maka lingkungan harus ditata sedemikian rupa. e) Evaluation (Evaluasi) Evaluasi adalah proses untuk melihat hasil dari sistem pembelajaran yang sedang dibangun. Evaluasi yang terjadi pada setiap tahap di atas dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Misal, pada tahap rancangan, mungkin kita memerlukan salah satu bentuk evaluasi formatif seperti evaluasi ahli untuk memberikan masukan terhadap rancangan yang sedang dibuat. 2) Model ASSURE ASSURE merupakan singkatan dari Analize learners, State objectives, Select methods, Utilize media and materials, Require learned and participation, Evaluate and revision. Model ASSURE memberikan
pendekatan
yang
sistematis
untuk
menganalisis
karakteristik siswa yang mempengaruhi kemampuan untuk belajar. commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Analisis
tersebut
menyediakan
informasi
untuk
merancang
pembelajaran yang disesuaikan agar memenuhi kebutuhan siswa. Langkah model ASSURE menurut Smaldino, (2012: 110) sebagai berikut: a) Analyse learners (menganalis pembelajar). b) State learning objectives (menyatakan standar dan tujuan). c) Select methods, media, and materials (memilih strategi, teknologi, media dan materi). d) Utilise media and materials (gunakan media dan bahan). e) Require learner participation (partisipasi siswa dalam pembelajaran) f) Evaluate/review (mengevaluasi dan merevisi). 3) Model Dick & Carey Model Dick & Carey merupakan model desain pembelajaran yang dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini adalah model prosedural, yaitu model yang penerapan desain pembelajaran disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan. Model Dick & Carey harus dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Menurut model ini, sebelum merumuskan tujuan khusus yaitu performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan
kemampuan
awal
siswa
terlebih
dahulu.
Setelah
dirumuskan tujuan khusus yang harus dicapai selanjutnya dirumuskan tes dalam bentuk Criterion Reference Test, yang artinya tes tersebut commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bertujuan untuk mengukur kemampuan. Setelah itu dikembangkan strategi
pembelajaran
untuk
mencapai
tujuan,
yakni
skenario
pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan secara optimal. Langkah akhir dari model Dick & Carey adalah evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Berdasarkan hasil evaluasi, selanjutnya dilakukan umpan balik dalam merevisi program pembelajaran (Sanjaya, 2013: 75). 4) Model SAFE SAFE merupakan singkatan dari System Approach For Education. Langkah-langkah dari SAFE dibagi menjadi dua tahapan. Tahapan tersebut dipaparkan sebagai berikut (Suparman, 2012: 93-94): a) Tahap I, Analisis Sistem: i. Menilai kebutuhan ii. Menentukan tujuan misi iii. Menentukan persyaratan misi iv. Menentukan hambatan v. Menentukan profil misi, persyaratan, dan hambatan vi. Melakukan analisis fungsional persyaratan dan hambatan vii. Melakukan analisis tugas, persyaratan, dan hambatan viii. Melakukan analisis metode, alat, persyaratan dan hambatan ix. Membuat keputusan final tentang meneruskan atau berhenti b) Tahap II, Sintesis Sistem: i. Mengidentifikasi strategi perencanaan masalah; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
ii. Mendesain rencana pelaksanaan untuk setiap alternatif iii. Menganalisis alternatif dari segi keefektifan dan efisiensi biaya iv. Memilih rencana pengelolaan dan pelaksanaan v. Menyusun rencana validasi atau tes lapangan sesuai kebutuhan vi. Implementasi penggunaan rencana pelaksanaan vii. Mengevaluasi proses dan produk viii. Merevisi untuk mencapai prestasi yang dipersyaratkan 2. Media Pembelajaran a. Definisi Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar (Sadiman, dkk., 2006: 6). Menurut Gerlach dan Ely, pengertian media adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap (Arsyad, 2011: 3). Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis atau elektronis untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual dan verbal. Menurut Daryanto (2013: 6) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang pikiran, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Sedangkan Rayandra Asyhar (2012: 8) menjelaskan bahwa media commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari sumber secara terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif. b. Ciri-ciri Media Pembelajaran Gerlach dan Ely memaparkan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu melakukannya (Arsyad, 2011: 12). Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut: 1) Ciri fiksatif Ciri fiksatif adalah menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi peristiwa atau objek. Dengan kemampuan ini, objek atau kejadian dapat digambar, dipotret, direkam, kemudian dapat disimpan dan pada saat diperlukan dapat ditunjukkan dan diamati kembali seperti kejadian aslinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
2) Ciri manipulatif Ciri manipulatif adalah media yang dapat menampilkan kembali objek atau kejadian dengan berbagai macam perubahan sesuai keperluan. Misalnya diubah ukurannya, kecepatannya, dan dapat pula diulangulang penyajiannya. 3) Ciri distributif Ciri distributif adalah media yang mampu menjangkau audiens yang besar jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serempak, misalnya siaran TV atau radio. c. Nilai, Manfaat dan Fungsi Media Pembelajaran Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan, mengapa media dapat mempertinggi proses belajar siswa (Sudjana dan Rivai, 2011: 2). Dalam buku ini disebutkan empat manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa: 1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. 2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. 3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran. 4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain. Taraf berpikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir konkret menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pengajaran erat kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut sebab melalui media pengajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan. Supaya hasil yang diperoleh sesuai harapan, dalam menggunakan media harus memperhatikan kondisi lingkungan. Hal ini sesuai dengan pemikiran Wilson bahwa, "Observation of media use in the natural habitat may be a key to designing better learning environments" (Glenn F. Wilson, ProQuest, Vol.52, No.10, April 1992: 114). Media pembelajaran memiliki fungsi yang sangat penting untuk membantu kelancaran proses pembelajaran dan efektivitas pencapaian hasil belajar. Salah satunya fungsi media pembelajaran yang dikemukakan oleh Levie dan Lentz (Arsyad, 2005: 16), bahwa media pendidikan memiliki empat fungsi yaitu: 1) Fungsi Atensi, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian peserta didik untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pembelajaran. 2) Fungsi Afektif, media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan peserta didik ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. 3) Fungsi Kognitif, media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang
mengungkapkan
bahwa
lambang
visual
atau
gambar
memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami atau mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. 4) Fungsi Kompensatoris, yaitu membantu peserta didik yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan secara umum kegunaan media dalam pembelajaran sebagai berikut: 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat visual. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera seperti: objek benda yang terlalu besar atau kecil, kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali, objek atau proses yang amat rumit, kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan, peristiwa alam. 2) Penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal media berguna untuk meningkatkan kegairahan belajar; memungkinkan siswa belajar sendiri berdasarkan minat dan kemampuannya; dan memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungan. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Memberikan rangsangan yang sama, dapat menyamakan pengalaman dan persepsi siswa terhadap isi pelajaran. 4) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada peserta didik tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka. d. Klasifikasi Media Pembelajaran Berdasarkan
perkembangan
teknologi
(Arsyad,
2011:
29),
mengklasifikasikan media menjadi empat kelompok: 1) Media hasil teknologi cetak 2) Media hasil teknologi visual 3) Media hasil teknologi berbasis komputer 4) Media hasil gabungan cetak dan komuter Klasifikasi lain dari media pembelajaran adalah sebagai berikut (Sudjana dan Rivai, 2001: 3): 1) Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan, poster, dan komik. 2) Media tiga dimensi seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama. 3) Media proyeksi seperti slide, film strip, film, penggunaan OHP. 4) Penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran. 3. Media Pembelajaran Komik Digital a. Definisi Komik Komik dalam etimologi bahasa Indonesia berasal dari kata comic yang kurang lebih secara semantik berarti lucu, lelucon (MS Gumelar, 2011: 2). Dalam buku Understanding Comics (2005: 9), Scott McCloud commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendefinisikan seni sequential dan komik sebagai, "Juxtaposed pictorial and other images in deliberate sequence, intended to convey information and/or to produce an aesthetic response in the viewer". Sudjana dan Rivai (2011: 64) memberikan definisi komik sebagai suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca. Yudi Munadi (2013: 100) mendefinisikan komik sebagai gambar yang berbentuk kartun, mempunyai sifat yang sederhana dalam penyajiannya dan memiliki unsur urutan cerita yang memuat pesan yang besar tetapi disajikan secara ringkas dan mudah dicerna. Maka dapat disimpulkan bahwa komik adalah bentuk cerita dengan gambar lucu. b. Fungsi dan Keunggulan Komik Menurut Yudi Munadi (2013: 36) fungsi komik dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Komik Sebagai Sumber Belajar Sumber belajar dapat dipahami sebagai segala macam sumber yang ada di luar diri peserta didik dan memungkinkan terjadinya proses belajar secara lebih mudah. 2) Komik Memiliki Fungsi Manipulatif Media komik memiliki dua kemampuan yakni mengatasi batasan-batasan ruang dan waktu dan mengatasi keterbatasan indera. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pertama, kemampuan sebagai media bimbingan mengatasi batasanbatasan ruang dan waktu yaitu: a) Kemampuan untuk menghadirkan objek atau peristiwa yang sulit dihadirkan dalam bentuk aslinya. b) Kemampuan menjadikan objek atau peristiwa yang menyita waktu panjang menjadi singkat. c) Kemampuan menghadirkan kembali objek atau peristiwa yang telah terjadi, seperti komik tentang jaman prasejarah. Kedua, kemampuan mengatasi keterbatasan indera manusia, yaitu: a) Membantu siswa memahami penjelasan yang sulit dipahami. b) Membantu siswa dalam memahami objek yang terlalu kompleks. 3) Komik Memiliki Fungsi Atensi Media bimbingan dapat meningkatkan perhatian (attention) siswa terhadap materi ajar. Setiap orang memiliki sel saraf penghambat, yakni sel khusus dalam sistem saraf yang berfungsi membuang sejumlah sensasi yang datang. Dengan adanya saraf penghambat ini siswa dapat memfokuskan perhatiannya pada rangsangan gambar dan alur yang dianggap menarik dan membuang rangsangan-rangsangan lainnya. 4) Komik Memiliki Fungsi Afektif Media komik yang tepat guna dapat meningkatkan sambutan atau penerimaan siswa terhadap stimulus tertentu. Sambutan atau penerimaan tersebut berupa kemauan. Dengan adanya komik sebagai commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
media bimbingan, akan terlihat pada diri siswa kesediaan untuk menerima materi dan untuk itu perhatiannya akan tertuju kepada materi yang diikutinya. Hal lain dari penerimaan adalah munculnya tanggapan yakni berupa partisipasi siswa dalam keseluruhan proses bimbingan secara suka rela yang merupakan reaksi siswa terhadap rangsangan yang diterimanya. 5) Komik Memiliki Fungsi Imajinatif Media komik dapat meningkatkan dan mengembangkan imajinasi siswa. Imajinasi ini mencakup penimbulan atau kreasi objek-objek baru sebagai rencana bagi masa mendatang, atau dapat juga mengambil bentuk fantasi yang didominasi kuat oleh pikiran. 6) Komik Memiliki Fungsi Motivasi Motivasi merupakan seni mendorong siswa untuk terdorong melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan bimbingan tercapai. Dengan demikian motivasi merupakan usaha dari pihak luar dalam hal ini adalah guru untuk mendorong, mengaktifkan, dan menggerakkan siswa secara sadar untuk terlibat secara aktif dalam proses bimbingan. Sedangkan keunggulan media komik menurut Kosasih (2007: 30) yaitu: 1) Sifat media komik adalah konkret. Artinya gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal. 2) Media komik dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas. Selain itu siswa commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak selalu bisa dibawa ke tempat objek tersebut berada. Untuk itu media komik mengatasi batasan ruang dan waktu. 3) Media komik dapat memperjelas masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja. Alur cerita dapat menarik dan mempertahankan perhatian pembaca serta membuat mengerti pesanpesan yang ada dalam alur ceritanya. 4) Media komik dapat menghibur dan menyenangkan pembaca. Komik dapat menceritakan hal-hal yang paling melalui komedi dan humor. c. Komik Digital sebagai Media Pembelajaran Menurut Yudi Munadi (2013: 100) komik dapat dijadikan media bimbingan, gambar dalam komik biasanya berbentuk atau berkarakter gambar kartun. Komik mempunyai sifat sederhana dalam penyajiannya, dan memiliki unsur urutan cerita yang memuat pesan yang besar tetapi disajikan secara ringkas dan mudah dicerna, terlebih lagi dilengkapi dengan bahasa verbal yang dialogis. Dengan adanya perpaduan antara bahasa verbal dan non-verbal mempercepat pembaca paham terhadap isi pesan dimaksud, karena pembaca terbantu untuk tetap fokus. Muchlish (2009: 139) memaparkan tujuan penggunaan komik digital
sebagai
media
pembelajaran
sebagai
berikut;
(1)
untuk
menerjemahkan sumber verbal (tulisan) dan memperjelas pengertian murid, (2) untuk memudahkan siswa berimajinasi (membayangkan) kejadian-kejadian yang terdalam gambar, (3) untuk membantu siswa commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengungkapkan ide berdasar gambar narasi yang menyertainya, (4) memperbaiki kesan-kesan yang salah dari ilustrasi secara lisan. Berdasar pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komik digital dapat menjadi alat pengajaran yang efektif untuk meningkatkan sikap patriotisme siswa melalui alur cerita dan penokohan yang ada dalam cerita. Cerita dalam komik digital harus disesuaikan dengan kondisi pemahaman diri siswa. Gambar-gambar memuat esensi pesan yang disampaikan dan dituangkan dalam gambar sederhana dan menggunakan simbol serta karakter yang mudah dikenal. Selain itu, pemilihan media komik digital didasarkan pada alasan bahwa tujuan mengajar di kelas bukan hanya mentransformasikan pengetahuan saja, tetapi menumbuhkan sikap patriotisme ke dalam diri siswa. 4. Sikap Patriotisme a. Definisi Sikap Menurut Thurstone, (dalam Busonowiwoho Sumotirto, 1959: 43) sikap merupakan "the law of comparative jugmen" yang berarti tingkatan efek yang terdiri dari efek positif maupun efek negatif yang berkaitan dengan objek-objek psikologis. Sedangkan Bimo Walgito (2002: 110) menyatakan bahwa sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif tetap yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau perilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sikap merupakan pernyataan penilaian mengenai objek, orang atau peristiwa yang bernilai baik atau buruk. Sikap tidak sama dengan nilai, akan tetapi keduanya saling berhubungan. Struktur sikap dapat dilihat dari tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan konatif. Pengertian sikap ini sejalan dengan pemikiran Robbins sebagai berikut: "Attitudes are evaluative statements – either favorable or unfavorable – concerning objects, people, or events. Attitudes are not the same as values, but the two are interrelated. You can see this by looking at the three components of an attitude: cognition, affect, and behaviour" (Robbins, 2001: 68). Uraian tiga komponen sikap menurut Robbins juga dipaparkan oleh Abu Ahmadi (1999: 162) sebagai berikut: 1) Komponen Cognitive (Komponen Perseptual) Komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, atau persepsi pendapat, kepercayaan. Komponen ini mengacu kepada proses berpikir, dengan penekanan pada rasionalitas dan logika. Elemen penting dari kognisi adalah kepercayaan yang bersifat penilaian yang dilakukan seseorang. Kepercayaan evaluatif yang dimanifestasikan sebagai kesan yang baik atau tidak baik yang dilakukan seseorang terhadap objek. 2) Komponen Affective (Komponen Emosional) Komponen yang berhubungan dengan dimensi emosional dari rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal positif, sedangkan rasa tidak senang adalah hal negatif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
3) Komponen Behaviour atau Conative (Komponen Perilaku) Komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap objek sikap. Misalnya ramah, hangat, agresif, tidak ramah (apatis). Pada dasarnya sikap lebih menunjuk pada bagian afektif dari ketiga komponen tersebut. Lebih mudah untuk mengubah sikap seseorang jika komitmen pada sikap itu tidak kuat. Sebaliknya, semakin kuat keyakinan mengenai sikap itu, semakin sukar untuk mengubahnya, tambahan pula, sikap yang telah diungkapkan secara publik akan lebih sukar diubah karena perubahan itu menuntut seseorang untuk mengakui bahwa ia melakukan kekeliruan (Robbins, 2001: 148). Berdasar berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli dapat disimpulkan bahwa sikap adalah hasil perpaduan dari tiga komponen yang berupa kognitif, afektif dan konatif. Akan tetapi sikap lebih dipandang sebagai hasil dari afektif di mana afektif merupakan kesiapan atau kondisi mental psikologis yang dipengaruhi oleh keyakinan atau niat seseorang untuk bereaksi secara positif ataupun negatif terhadap suatu objek yang nantinya akan melahirkan sebuah pendapat, nilai dan perilaku. b. Definisi Patriotisme Patriotisme berasal dari kata “Patriot” dan “isme” yang berarti sifat kepahlawanan atau jiwa kepahlawanan. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia patriotisme adalah sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya (KBBI, commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2007: 837). Pengertian tersebut senada dengan pemikiran Furqon Hidayatullah (2010: 45) bahwa patriotisme adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Magill (2000: 951) menjelaskan patriotisme sebagai perasaan akut yang dimiliki oleh setiap warga negara baik dalam keadaan perang dan damai, patriotisme adalah kebaikan (budi luhur) yang mendorong kesiapsiagaan dan keinginan kuat untuk berkorban bagi kesejahteraan negara dan tanah tumpah darah seseorang. Patriotisme diwujudkan sebagai kewajiban moral terhadap negara karena sikap patriotisme bersumber dari perasaan cinta tanah air, semangat kebangsaan atau nasionalisme, sehingga menimbulkan kerelaan berkorban untuk bangsa dan negaranya. Zdenko Kodelja menjelaskan bahwa, "The prevalent interpretation of patriotism as a feeling leads to the conclusion that patriotism cannot be a moral duty. But this conclusion, while it appears to be logical, is false" (Zdenko Kodelja, ProQuest, Vol.30, No.2, Maret 2011: 131). Berdasarkan hal tersebut, patriotisme merupakan perwujudan dari kewajiban moral warga negara terhadap bangsa, yang bertumpu pada rasa cinta tanah air, tanah tumpah darah, cinta bangsa dan negara, cinta terhadap budaya bangsa dan kerelaan membela tanah airnya. E. Staub (1997: 214) membagi patriotisme dalam dua bagian yaitu blind
patriotisme
(patriotisme
(patriotisme
buta)
to user konstruktif).commit Patriotisme
dan buta
constructive didefinisikan
patriotism sebagai
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keterikatan
seseorang
kepada
negara
dengan
ciri
khas
tidak
mempertanyakan segala sesuatu, loyal, dan tidak toleran terhadap kritik sehingga benar atau salah, apapun yang dilakukan bangsa harus didukung secara penuh. Patriotisme konstruktif didefinisikan sebagai sebuah keterikatan pada bangsa dan negara dengan ciri khas mendukung adanya pertanyaan dan kritik dari anggotanya terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan sehingga diperoleh perubahan positif untuk mencapai kesejahteraan (E. Staub, 1997: 214). Patriotisme konstruktif membawa perubahan positif bagi kesejahteraan bersama karena patriotisme konstruktif memiliki dua faktor penting yaitu mencintai dan menjunjung tinggi sikap toleran terhadap kritik tanpa meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan. Syafrial mendefinisikan bahwa patriotisme merupakan sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara (Syafrial, Lentera, Vol.2, No.04, 2011: 99). Berdasarkan definisi tersebut dapat dirumuskan indikator sikap patriotisme sebagai berikut: 1) Sikap yang Berani Menurut Irons (2003: 5) keberanian merupakan suatu tindakan memperjuangkan sesuatu yang dianggap penting dan mampu menghadapi segala sesuatu yang dapat menghalanginya meskipun terdapat halangan karena percaya kebenarannya. Pemikiran tersebut sejalan
dengan
mendefinisikan
Peterson
dan
Seligman
keberanian sebagai commit to user
(2004:
kekuatan
199)
yang
emosional
yang
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melibatkan keinginan untuk mencapai tujuan pribadi walaupun terdapat halangan baik yang bersifat internal maupun eksternal dalam pencapaiannya. Adapun pengertian keberanian menurut Paul Findley (1995: 10) adalah sifat mempertahankan dan memperjuangkan sesuatu yang dianggap benar dengan menghadapi segala bentuk bahaya, kesulitan, kesakitan, dan lain-lain. Seseorang yang berjiwa patriotisme mampu mengendalikan ketakutan dan bertindak selaras dengan rasa kewajiban atau putusan rasional. Sikap yang berani ditunjukkan dengan tingginya rasa percaya diri. Percaya diri merupakan keyakinan dalam diri seseorang untuk dapat menangani segala sesuatu dengan tenang (Thursan Hakim, 2002: 4). 2) Pantang Menyerah Pantang menyerah adalah sebuah wujud kepribadian seseorang yang gigih, tanpa bosan bangkit dari satu kegagalan ke kegagalan yang lain dan akhirnya mencapai keberhasilan (Anis Matta, 2004: 61). Euis Sunarti (2005: 70) mendefinisikan pantang menyerah adalah memperjuangkan tujuan hingga berhasil dan keadaan yang diinginkan menjadi kenyataan. Patriot yang pantang menyerah tidak mudah mengeluh, bekerja keras, gigih, tekun, dan bersungguh-sungguh. Sikap pantang menyerah berkaitan erat dengan kemampuan menjaga motivasi diri. Hal tersebut sesuai dengan fungsi dari motivasi sebagai pendorong manusia untuk berbuat, penentu arah perbuatan, commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan tujuan-tujuan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut (Sardiman, 2006:85). Sedangkan definisi dari motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsang untuk melakukan tindakan (Winardi, 2000: 312). 3) Rela Berkorban demi Bangsa dan Negara Rela berkorban adalah kesediaan dengan ikhlas untuk memberikan segala sesuatu yang dimilikinya sekalipun menimbulkan penderitaan bagi dirinya sendiri demi kepentingan bangsa dan negara (Simanjuntak: 2007: 30). Sesuatu yang dimiliki tersebut dapat berupa waktu, tenaga, pikiran, bahkan badan dan nyawanya sendiri. Rela berkorban artinya kesediaan untuk mengalami penderitaan atau siksaan demi kepentingan atau kebahagiaan orang lain maupun orang banyak (Anis Matta, 2004: 61). Seorang patriot akan mengorbankan semua yang dimilikinya tersebut demi orang lain, demi rakyat, demi kesejahteraan negaranya. Setia kawan merupakan salah satu bentuk dari rela berkorban karena mengandung aspek-aspek solidaritas, empati dan bukan sebaliknya tak acuh, masa bodoh dengan orang lain atau egois. Solidaritas adalah kata lain dari kasih, yang menggerakkan kaki, tangan, hati dan seluruh kepribadian manusia. Tujuan dari solidaritas adalah berbagi kehidupan dengan sesama yang menderita, dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
menolong kebangkitannya untuk memperoleh kebebasan, keadilan, dan hak serta martabatnya (I. Sandyawan Sumardi, 2005: 87). Patriotisme tidak sama dengan nasionalisme. Blank & Schmidt menjelaskan bahwa nasionalisme lebih bernuansa dominasi, superioritas atas kelompok bangsa lain (T. Blank & P. Schmidt, Journal of Political Psychology, Vol.24, No.2, 2003: 259-288). Nasionalisme merupakan paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia (Muhammad Takdir Illahi, 2012: 5). Sartono Kartodirjo (1999: 60) menjelaskan bahwa nasionalisme memuat tentang kesatuan (unity), kebebasan (liberty), kesamaan (equality), demokrasi, kepribadian nasional serta prestasi kolektif. Jadi nasionalisme merupakan paham kesadaran hidup bersama sebagai bangsa karena adanya kebersamaan kepentingan, rasa senasib sepenanggungan dalam menghadapi masa lalu dan masa kini. Sikap patriotisme terbentuk bukan karena keturunan tetapi terbentuk melalui pembelajaran sejarah perjuangan bangsa dalam membentuk sikap serta perilaku (Soedijarto, 1998: 11). Pembentukan sikap patriotisme di sekolah dapat memakai strategi langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, seorang siswa percaya bahwa korupsi yang dilakukan pejabat saat ini telah merugikan negara, maka siswa merasa tidak suka dan akan memberikan kritik dan saran terhadap pejabat korup. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap patriotisme adalah kecenderungan bertingkah laku dari seseorang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
siswa yang merupakan perwujudan akan cinta, kesetiaan, dan sikap loyal warga negara terhadap bangsa. 5. Pembelajaran Sejarah a.
Definisi Pembelajaran Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dari alam diri siswa itu sendiri (minat, bakat, kemampuan dasar yang dimiliki siswa, gaya belajar) maupun potensi yang ada di luar diri siswa, seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran (Sanjaya, 2013: 27). Sebagai proses kerja sama, pembelajaran tidak hanya menitikberatkan pada kegiatan guru atau kegiatan siswa saja, tetapi guru dan siswa secara bersama-sama berusaha mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dari pembelajaran pada hakikatnya adalah perubahan perilaku siswa, baik perubahan perilaku dalam bidang kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pembelajaran adalah terjemahan dari instruction yang banyak digunakan dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-holistik yang menyiratkan adanya interaksi dan komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sudrajat, dalam Agung dan Wahyuni, 2013: 4). Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu melalui berbagai macam media, seperti media cetak, televisi, gambar, dan audio, sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator. Pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan lama dalam perilaku, atau dalam kapasitas berperilaku dengan cara tertentu, yang dihasilkan dari praktek atau bentuk-bentuk pengalaman lainnya. Kriteriakriteria dari pembelajaran itu sendiri adalah pembelajaran melibatkan perilaku, pembelajaran bertahan lama dengan waktu, dan pembelajaran terjadi melalui pengalaman (Schunk, 2012: 5). Pembelajaran merupakan proses menciptakan kondisi yang kondusif agar terjadi interaksi komunikasi belajar mengajar antara guru, peserta didik, dan komponen pembelajaran lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Latham menjelaskan tujuan belajar sebagai berikut, “Learning goals are typically set in terms of a specific number of taskrelevant strategies to be learned for successful completion of a task” (Gary P. Latham, ProQuest, Vol.40, No.4, Oktober 2008: 220-229). Pembelajaran merupakan sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan. Komponen tersebut meliputi, tujuan, materi, metode, dan evaluasi (Hosnan, 2014: 18). Penyataan tersebut senada dengan Sudjana (2004: 28) yang menyatakan bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan. Mengacu pada pandangan para ahli pendidikan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi komunikasi antara sumber belajar, guru, dan peserta didik. Pembelajaran adalah proses yang bertujuan, proses kerja sama, proses yang kompleks, dan proses pembelajaran akan lebih efektif apabila memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, termasuk memanfaatkan sumber belajar. Guru sebagai salah satu dari sumber belajar harus memperhatikan perencanaan pembelajaran yang matang agar tercapainya tujuan dari pembelajaran. Guru tidak boleh lagi menganggap bahwa siswa adalah objek belajar yang tidak tahu apa-apa. Guru harus sebisa mungkin memahami bahwa peserta didik mempunyai latar belakang, minat, dan kebutuhan, serta kemampuan yang berbeda. Peranan guru tidak hanya terbatas pada pengajar (transfer of knowlegde), tetapi juga sebagai pembimbing, pelatih, pengembang,
dan
pengelola
kegiatan
pembelajaran
yang
dapat
memfasilitasi kegiatan belajar dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Guru adalah desainer pembelajaran yang mempunyai tugas pokok yaitu: (1) sebagai perencana, yakni mengorganisasikan semua unsur yang ada dengan baik, sebab, manakala salah satu unsur tidak bekerja dengan baik maka akan merusak sistem itu sendiri; (2) sebagai pengelola implementasi sesuai dengan prosedur dan jadwal yang direncanakan; (3) commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengevaluasi keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan untuk menentukan efektivitas dan efisiensi sistem pembelajaran. Dengan demikian, kesadaran dan pemahaman guru dan siswa akan tujuan yang harus dicapai dalam proses pembelajaran merupakan syarat mutlak yang tidak bisa ditawar lagi, sehingga dalam prosesnya, guru dan siswa mengarah pada tujuan yang sama. b.
Definisi Sejarah Sejarah terdiri dari kumpulan fakta yang telah dipastikan (E.H. Carr, 2014: 5). Fakta-fakta yang tersedia bagi sejarawan ada di dalam dokumen, prasasti, dan lainnya. Sejarawan mengumpulkan fakta-fakta tersebut untuk diolah dan menyajikannya dengan gaya yang menarik. Dalam membuat sajian tersebut, sejarawan harus mampu menggunakan kebijaksanaan paripurna yaitu menggunakan pemikiran sejarah yang masuk akal dan empiris. Definisi sejarah telah banyak dikemukakan oleh para ahli sebagai salah satu disiplin ilmu. Sejarah berasal dari bahasa Yunani, “kistoris” yang berarti pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dengan cara melihat dan mendengar. Dalam bahasa Prancis disebut “historie”, bahasa Jerman “geschihte”, dalam bahasa Belanda disebut “geschiedenis”, dalam bahasa Ingris “history”. Selain itu berasal dari bahasa Arab, “syajarah” atau “syajaratun” yang artinya pohon kehidupan, silsilah, asal-usul, atau keturunan (Isjoni, 2007: 17). commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada dasarnya sejarah adalah ilmu pengetahuan (science). Sejarah berarti ilmu masa lampau (the past) terkait dengan kejadian masa lampau dan aktualitas masa lampau yang dilakukan manusia. dengan kata lain, sejarah mencakup aktivitas kelampauan manusia di masyarakat dan bersifat unik (Suhartono, 2010: 2). Menurut Kartodirdjo (2014: 16) pengertian sejarah dapat dibagi menjadi dua yaitu pengertian sejarah secara subjektif dan objektif. Dalam arti subjektif yaitu sebagian orang memaknai sejarah sebagai cerita sejarah, pengetahuan sejarah, dan gambaran sejarah. Dengan kata lain sejarah dalam arti subjektif yaitu sebagai konstruksi yang disusun oleh penulis sebagai uraian atau cerita. Sedangkan dalam arti objektif menunjuk kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri, yaitu proses sejarah dalam aktualitasnya. Menurut pandangan Kuntowijoyo (2013: 13) bahwa sejarah adalah cara untuk memandang masa lampau. Terdapat dua sikap terhadap sejarah setelah orang mengetahui masa lampaunya yaitu melestarikan masa lampaunya
atau
menolaknya.
Melestarikan
masa
lampau
berarti
menganggap masa lampau itu penuh makna. Hal ini serupa dengan pendapat dari Sidi Gazalba (1966: 11) yang memaparkan bahwa sejarah adalah gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsir dan penjelasan, yang memberi pengertian dan kepahaman tentang apa yang sudah berlalu itu. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sejarah adalah ilmu tentang manusia. Sejarah berkaitan dengan ilmu hanya apabila sejarah mengkaji tentang kerja keras manusia dan pencapaian yang diperolehnya. Sejarah mengkaji perjuangan manusia sepanjang zaman alam ruang lingkup dan waktu tertentu (Kochhar, 2008: 3). Sedangkan Moh. Ali (1965: 7-8), menjelaskan bahwa sejarah mengandung arti yang mengacu pada hal-hal sebagai berikut: (1) perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam kenyataan sekitar; (2) cerita tentang perubahan-perubahan, kejadiankejadian, dan peristiwa-peristiwa realitas tersebut; (3) ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa yang merupakan realitas tersebut. Salah satu manfaat utama sejarah dalam pendidikan adalah ilmu ini berkembang dari tahap sangat dasar hingga mencapai tahap perbaikan terakhir berupa kematangan berpikir dan kebijakan untuk bersikap skeptis (A.L. Rowse, 2015: 153). Hal ini disebabkan karena sejarah merupakan ilmu yang paling umum dan mampu menyatukan semua ilmu dengan pendidikan. A.L Rowse menyebut ini sebagai proses ganda. c.
Pembelajaran Sejarah Mengacu pada Permendikanas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dikemukakan bahwa materi sejarah sebagai berikut: (1) mengandung nilai-nilai
kepahlawanan,
keteladanan,
kepeloporan,
patriotisme,
nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik; (2) membuat khazanah commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengenai
peradaban
bangsa-bangsa,
termasuk
peradaban
bangsa
Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan; (3) menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa; (4) sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi kritis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari;
mengembangkan
sikap
(5)
berguna
bertanggung
untuk jawab
menanamkan dalam
dan
memelihara
keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. Adapun tujuan pembelajaran sejarah di tingkat SMA yang tercantum dalam Permendikanas No. 22 Tahun 2006, agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan; (2) melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan; (3) menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau; (4) menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang; (5) Menumbuhkan kesadaran dalam arti peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan bahwa mata pelajaran sejarah di SMA meliputi aspek sebagai berikut: (1) Prinsip dasar ilmu sejarah; (2) peradaban awal masyarakat dunia dan Indonesia; (3) perkembangan negara-negara tradisional di Indonesia; (4) Indonesia pada masa penjajahan; (5) pergerakan kebangsaan; (6) proklamasi dan perkembangan negara kebangsaan Indonesia. Realitas yang selama ini terjadi adalah para pendidik hanya berkonsentrasi
pada
disseminasi
materi tanpa mempertimbangkan
bagaimana proses tersebut mempengaruhi peserta didik dan membentuk lingkungan pembelajaran yang diinginkan. Menurut Wiriaatmadja (1992: 66) menyatakan bahwa variabel guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan pembelajaran sejarah. Guru sejarah yang tidak memiliki kinerja baik seperti tidak mampu mengaktifkan siswanya menyebabkan pembelajaran sejarah kurang berhasil untuk penghayatan nilai-nilai secara mendalam. Hal serupa juga disampaikan oleh Taufik Abdullah (dalam Supardan, 2001: 67), bahwa pada umumnya guru sejarah belum menunjukkan kinerja yang baik, terbukti dengan masih banyaknya guru sejarah
SMA
yang
dalam
proses
pembelajarannya
masih
suka
menyampaikan tumpukan informasi tentang nama-nama tokoh, tanggal suatu peristiwa, dan isi perjanjian sebanyak mungkin, bukan bagaimana commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semua itu diartikan bagi peserta didiknya. Tentunya dalam konsepsi ini sebenarnya kualitas pembelajaran sejarah harus didukung kinerja guru. Mata pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan,
sikap,
dan
nilai
mengenai
proses
perubahan
dan
perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini (Agung dan Wahyuni, 2013: 55). Mata pelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pembelajaran sejarah berfungsi untuk menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan masa depan. Pembelajaran sejarah selain bertugas memberikan pengetahuan sejarah (kognitif), tetapi juga untuk memperkenalkan nilai-nilai luhur bangsanya (afektif). Kedua hal tersebut tidak akan memiliki arti bagi kehidupan peserta didik pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang, apabila peserta didik tidak mampu memahami maknanya. Hal senada juga diutarakan oleh Kartodirdjo (dalam Aman, 2011: 100) tentang fungsi pembelajaran sejarah, yaitu (1) untuk membangkitkan minat kepada sejarah tanah airnya; (2) untuk mendapatkan inspirasi dari sejarah, baik dari kisah-kisah kepahlawanan baik peristiwa-peristiwa yang merupakan tragedi nasional; (3) memberi pola berpikir ke arah berpikir secara commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nasional, kritis, dan empiris; (4) mengembangkan sikap mau menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Menurut Widja (1989: 38), menjelaskan bahwa materi atau isi pelajaran sejarah harus menjadi bagian penting yang harus diperhatikan guru sejarah. Materi pelajaran sejarah harus menekankan aspek waktu, ruang, dan tempat. Menurut
Kardisaputra
(dalam
Isjoni,
2007:
89-90),
bahwa
pembelajaran sejarah yang sesuai dengan karakteristik ilmu sejarah adalah: (1) mengajak siswa berpikir sejarah dengan cara berpikir imajinatif dengan membayangkan sesuatu yang nyata-nyata pernah ada dan atau pernah terjadi; (2) intelektual siswa dilatih dalam bentuk kegiatan belajar dengan menarik generalisasi-generalisasi dalam sejarah dengan menggunakan belajar inkuiri; (3) siswa diajak belajar konsep secara induktif maupun deduktif,
konsep
merupakan
wahana
berpikir
keilmuan;
(4)
mengembangkan keterampilan berpikir intelektual dalam pembelajaran yang bercirikan rote learning dan reception learning; dan (5) menunjukkan realita-realita yang hidup dalam masyarakat dengan menanamkan kesadaran sejarah dan perspektif sejarah. Moh. Ali (dalam Susanto, 2014: 57-62), menjelaskan bahwa pembelajaran sejarah nasional mempunyai tujuan sebagai berikut: 1) Membangkitkan,
mengembangkan
serta
memelihara
semangat
kebangsaan; 2) Membangkitkan hasrat mewujudkan cita-cita kebangsaan alam segala lapangan;
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Membangkitkan
hasrat
mempelajari
sejarah
kebangsaan
dan
mempelajarinya sebagai bagian dari sejarah dunia; 4) Menyadarkan anak tentang cita-cita Nasional (Pancasila dan UndangUndang Pendidikan), serta perjuangan tersebut untuk mewujudkan citacita itu sepanjang masa. Sementara itu dalam standar isi tujuan pembelajaran sejarah ditetapkan sebagai berikut: 1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. 2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan. 3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau. 4) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga kini dan masa yang akan datang. 5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik rasional maupun internasional (Susanto, 2014: 58). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan tujuan di atas, bahwa dapat diketahui aspek penting yang menjadi tujuan pembelajaran sejarah adalah aspek sikap. Aspek sikap tersebut adalah sebagai berikut: 1) Kesadaran waktu yang berimplikasi pada penghargaan terhadap waktu yang dimulai dengan mengembangkan pemahaman tentang hubungan kausalitas antara penyebab sebuah keadaan dengan akibat pada masa kini dan bagaimana menghadapi masa depan. 2) Sikap kritis sebagai sintesis dari pemahaman terhadap peristiwa masa lalu yang membentuk kepribadian budaya bangsa. 3) Sikap menghargai peninggalan sejarah sebagai hasil perjuangan manusia di masa lalu. 4) Bangga sebagai bangsa Indonesia yang dapat diimplementasikan pada setiap bidang kehidupan. 5) Historical empati, puncak dari kesadaran bersikap dalam pembelajaran sejarah adalah lahirnya empati. Mampu menghayati dan merasakan bagaimana situasi batin dari pelaku sejarah adalah kesadaran tertinggi yang dapat dicapai dari pembelajaran sejarah terutama pada materi sejarah perjuangan (Susanto, 2014: 58-59). Aspek kognitif terpenting dari tujuan pembelajaran sejarah menurut Standar Isi adalah pemahaman terhadap proses perkembangan bangsa. Lebih jauh lagi perkembangan bangsa Indonesia dari masa awal kehidupan masa pra aksara sampai dengan era kekinian dan masih terus berproses. Perkembangan inilah yang pada akhirnya membentuk jati diri bangsa dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
mempengaruhi bagaimana cara kita bertindak pada masa sekarang dan akan datang. Pembelajaran sejarah tidak dapat dilepaskan pada penguasaan materi. Materi pembelajaran sejarah dalam pelajaran di sekolah mencakup, sebagai berikut: 1) Pengantar ilmu sejarah. 2) Kehidupan awal masyarakat di Nusantara. 3) Perkembangan tradisi dan kepercayaan Hindu-Budha dalam bidang politik, sosial, maupun ekonomi di Nusantara. 4) Perkembangan agama dan tradisi Islam di Nusantara dalam bidang politik, sosial, maupun ekonomi. 5) Masuk dan berkembangnya pengaruh Barat dan perubahan masyarakat pada masa kolonial di Nusantara. 6) Lahir dan berkembangnya kesadaran berbangsa, serta perkembangan gerakan kebangsaan Indonesia. 7) Masuknya kekuasaan Jepang ke Nusantara dan perkembangan Nusantara pada masa pendudukan Jepang. 8) Lahirnya negara Kesatuan Republik Indonesia dan perkembangan awal pasca proklamasi kemerdekaan. 9) Dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa awal Indonesia. 10) Perkembangan kehidupan pada masa Orde Baru. 11) Berakhirnya era Orde Baru dan lahirnya era Reformasi. commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Materi sejarah dunia yang berkorelasi terhadap perkembangan Indonesia meliputi: (1) Perkembangan dunia internasional setelah Perang Dunia II dan pengaruhnya bagi Indonesia; (2) Perkembangan mutakhir dunia
dan
berkembangnya
globalisasi;
(3)
Perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi di dunia (Susanto, 2014: 62-63). Pembelajaran sejarah merupakan cara untuk membentuk sikap sosial. Mempelajari sejarah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berarti berusaha memahami bahwa negara ialah terbentuk karena adanya sikap sosial yang baik dari para pendiri bangsa. Sikap sosial tersebut antara lain, saling menghormati, menghargai perbedaan, gotongroyong, toleransi, dan kesediaan untuk hidup berdampingan dalam nuansa multikultural. Kesatuan yang dibentuk di atas perbedaan proses kebangkitan nasional yang merupakan sikap sosial yang patut diteladani. Penguatan kesadaran peserta didik dalam belajar sejarah merupakan hal penting dalam upaya membangkitkan minat dan motivasi belajar di kelas. Menurut Kartodirdjo (2014: 39-40), ada dua manfaat yang dapat diperoleh dari belajar sejarah. Pertama, dari masa dan situasi sekarang kita dapat mengekstrapolasikan fakta-fakta atau kekuatan-kekuatan yang berperan di masa lampau. Dengan belajar sejarah, banyak dari situasi sekarang dapat diterangkan. Kedua, dengan menganalisis situasi masa kini kita dapat membuat proyeksi ke masa depan. Tentunya analisis itu didasarkan pada fakta sejarah. Dengan demikian, pembelajaran sejarah commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak hanya membantu mendiagnosis masa kini, tetapi juga prognosinya, ini berarti memproyeksi masa depan. Widja (1989: 27-29), lebih lanjut menerangkan tujuan pembelajaran sejarah berdasar pada taksonomi Bloom, sebagai berikut: a. Aspek Kognitif 1) Menguasai pengetahuan tentang aktivitas manusia di waktu yang lampau, baik dalam aspek eksternal maupun internalnya. 2) Menguasai pengetahuan tentang fakta-fakta khusus (unik) dari peristiwa masa lampau sesuai dengan waktu, tempat, serta kondisi pada waktu terjadinya peristiwa tersebut. 3) Menguasai pengetahuan tentang unsur-unsur umum (generalisasi) yang terlihat pada sejumlah peristiwa masa lampau. 4) Menguasai
pengetahuan
tentang
unsur
perkembangan
dari
peristiwa masa lampau yang berlanjut dari satu periode ke periode berikutnya, yang menyambungkan peristiwa masa lampau dengan masa kini. 5) Menumbuhkan pengertian tentang hubungan antara satu fakta dengan fakta lain yang berangkai secara koligatif (berkait-kaitan secara intrinsik). 6) Menumbuhkan keawasan bahwa keterkaitan fakta-fakta lebih penting daripada fakta yang berdiri sendiri. 7) Menumbuhkan keawasan tentang pengaruh-pengaruh sosial dan kultural terhadap peristiwa sejarah. commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Menumbuhkan keawasan tentang pengaruh sejarah terhadap perkembangan sosial dan kultural masyarakat. 9) Menumbuhkan pengertian tentang arti serta hubungan peristiwa masa lampau bagi situasi masa kini dan dalam perspektifnya dengan situasi yang akan datang. b. Aspek Afektif 1) Menumbuhkan kesadaran sejarah (historical consciousness) pada peserta didik dalam berpikir dan bertindak sesuai dengan tuntutan zamannya. 2) Menumbuhkan
sikap
menghargai
kepentingan/
kegunaan
pengalaman masa lampau bagi kehidupan masa kini suatu bangsa. 3) Menumbuhkan sikap menghargai berbagai aspek kehidupan masa kini, yang tak lain merupakan hasil dari pertumbuhan masa lampau. 4) Menumbuhkan kesadaran akan perubahan-perubahan yang telah dan sedang berlangsung di suatu bangsa yang diharapkan menuju pada kehidupan yang lebih baik di waktu yang akan datang. c. Aspek Psikomotorik 1) Mengembangkan kemampuan dasar bagi peserta didik (mahasiswa) dalam menyusun sejarah sesuai metode ilmiah sejarah (metodologi sejarah). 2) Keterampilan mengajukan argumentasi dalam mendiskusikan masalah-masalah kesejarahan. commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Keterampilan menelaah secara elementer buku-buku sejarah terutama yang menyangkut sejarah bangsanya. 4) Keterampilan mengajukan pertanyaan-pertanyaan produktif seputar masalah sejarah. 5) Keterampilan mengembangkan cara-cara berpikir analisis tentang masalah-masalah sosial historis di lingkungan masyarakat. 6. Pengembangan Media Pembelajaran Sejarah Berbasis Komik Digital Perang Gerilya Jenderal Soedirman untuk Meningkatkan Sikap Patriotisme Pengembangan media adalah proses atau langkah-langkah dalam mengembangkan media pembelajaran menjadi sesuatu yang lebih mutakhir sehingga menciptakan produk baru yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam pengembangan media, perlu menentukan desain pengembangan supaya prosesnya dapat berjalan secara sistematis, efektif, dan efisien. Serangkaian kegiatan identifikasi masalah, pengembangan, dan evaluasi yang terdapat pada desain pengembangan digunakan dalam menciptakan sistem pembelajaran yang berfungsi untuk memecahkan masalah belajar atau peningkatan sikap peserta didik. Desain pengembangan Model ADDIE yang merupakan singkatan dari Analyze, Design, Develop, Implement dan Evaluation paling sesuai untuk digunakan dalam pengembangan media pembelajaran karena bersifat sistematis dengan kerangka kerja yang jelas sehingga dapat menghasilkan produk yang efektif, kreatif, dan efisien (ANGEL Learning, 2008: 5). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
Media pembelajaran diperlukan karena dapat meningkatkan proses belajar siswa yang diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap hasil belajar yang dicapainya. Sudjana dan Rivai (2011: 2) menyebutkan empat manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu pengajaran akan lebih menarik, bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, metode mengajar akan lebih bervariasi, dan siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar. Media pembelajaran dapat diklasifikasi sebagai media grafis, media tiga dimensi, media proyeksi, dan penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran (Sudjana dan Rivai, 2001: 3). Penggunaan media komik digital termasuk ke dalam klasifikasi media proyeksi karena komik dibuat dalam bentuk digital dan disajikan dengan menggunakan proyektor di depan kelas. komik digital dapat menjadi alat pengajaran Sejarah yang efektif untuk meningkatkan sikap patriotisme siswa melalui alur cerita perang gerilya dan penokohan Jenderal Soedirman. Isi komik digital harus disesuaikan dengan kondisi pemahaman diri siswa yaitu untuk siswa kelas XII. Esensi pesan yang disampaikan, dituangkan dalam gambar menggunakan simbol serta karakter yang mudah dikenal yaitu Jenderal Soedirman. Selain itu, pemilihan media komik digital didasarkan pada tujuan mengajar di kelas bukan hanya mentransformasikan pengetahuan saja, tetapi menumbuhkan sikap ke dalam diri siswa yaitu sikap patriotisme. Sikap patriotisme merupakan kecenderungan bertingkah laku dari seseorang yang merupakan hasil evaluasi atau reaksi terhadap objek tertentu commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang ditujukan sebagai perwujudan akan cinta, kesetiaan, dan sikap loyal warga negara terhadap bangsa, serta perasaan bangga terhadap tanah airnya di dalam segala aspek. Indikator dari sikap patriotisme antara lain adanya sikap berani, rela berkorban, pantang menyerah, setia kawan, dan percaya diri di dalam diri siswa B. Penelitian Yang Relevan Penelitian relevan yang pertama berupa jurnal yang ditulis oleh Zdenko Kodelja dengan judul, "Is Education for Patriotism Morally Required, Permitted or Unacceptable?". Jurnal yang dipublikasikan di ProQuest pada tanggal 2 Maret 2011 berisi mengenai patriotisme. Apabila patriotisme secara moral tidak dapat diterima, maka para ahli berpendapat bahwa pendidikan patriotisme tidak dapat dilakukan. Patriotisme dipahami sebagai kewajiban moral, kewajiban untuk menunjukkan perhatian khusus kepada negara. Jenis patriotisme yang dapat diajarkan di sekolah yaitu patriotisme moderat, patriotisme konstitusional, patriotisme republik dan patriotisme kosmopolitan. Sedangkan patriotisme ekstrim yang mengarah ke permusuhan terhadap negara-negara lain, ketegangan internasional dan konflik tidak boleh diajarkan di sekolah-sekolah. Oleh karena itu, pendidikan patriotisme secara moral diperlukan, diizinkan atau tidak dapat diterima tergantung pada jenis patriotisme. Penelitian relevan yang kedua berupa jurnal berikutnya disusun oleh Eka Nada Shofa Alkhajar dengan judul, "Menguak Relasi Patriotisme, Revolusi dan Negara dalam Film Indonesia". Jurnal ini dipublikasikan oleh Humaniora pada bulan April 2011. Jurnal ini berisi tentang film terbukti ampuh sebagai sarana commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyampaian pesan-pesan dari komunikator (sutradara) kepada komunikan (penonton). Dalam level mikro, dari hasil analisis dapat diketahui bahwa film Pagar Kawat Berduri secara kental membawa pesan-pesan patriotisme dalam adegan, sikap dan dialog. Film Pagar Kawat Berduri dapat dikatakan turut mendukung
ideologi
pemerintahan
pada
masa
tersebut
dengan
cara
menerjemahkan dan mengobarkan kembali semangat revolusi. Penggunaan metode analisis wacana kritis mengungkap bahwa wacana dalam hal ini film tidak menjadi sebuah entitas yang bebas di mana film sendiri akan tetapi telah mengalami pemasukan nilai-nilai ideologi. Penelitian relevan yang ketiga disusun oleh Noriyuki Katagiri dengan judul "Evolving to win: Sequencing theory of extra-systemic warfare". Jurnal ini di terbitkan oleh ProQuest pada tahun 2010. Isi jurnal ini adalah perjuangan gerilyawan mengalahkan negara asing dalam perang dengan melakukan kombinasi dari beberapa faktor bangunan pemerintah, dukungan rakyat dalam perang gerilya, dan modernisasi angkatan bersenjata. Melalui urutan benar, gerilyawan memiliki kesempatan yang luas untuk menang. Model perang telah berubah dari waktu ke waktu. Peneliti menyebutnya dengan model konvensional, model primitif, model degeneratif, model dini, model Maois, dan model progresif. Masing-masing pola memiliki probabilitas kemenangan di 15%, 13%, 0%, 0%, 80%, dan 100%. Empat model pertama berkaitan dengan kekalahan, sedangkan kemenangan dikaitkan dengan dua model terakhir. Penelitian relevan yang keempat berupa jurnal yang disusun Tabligh Setiawan. Jurnal yang diterbitkan PESAGI pada tahun 2015 ini berjudul commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
"Pengaruh Pembelajaran Sejarah Terhadap Patriotisme Siswa Kelas XII SMAN 2 Buay Bahuga". Isi jurnal tersebut mengenai pembelajaran sejarah tentang peristiwa sekitar proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan pemerintahan bangsa Indonesia berpengaruh yang signifikan terhadap patriotisme siswa kelas XII IPS di SMA Negeri 2 Buay Bahuga. Taraf signifikansi pengaruh pembelajaran sejarah tentang peristiwa sekitar proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan pemerintahan bangsa Indonesia terhadap patriotisme siswa adalah moderat. Hal ini ditunjukkan pada hasil determinasi sebesar 0,327. Penelitian relevan yang kelima disusun oleh Herlina Avrilliyanti pada tahun 2013. Jurnal ini di susun dengan judul "Penerapan Media Komik untuk Pembelajaran Fisika Model Kooperatif dengan Metode Diskusi pada Siswa SMP Negeri 5 Surakarta Kelas VII Tahun Ajaran 2011/2012 Materi Gerak". Jurnal karya Herlina Avrilliyanti diterbitkan oleh Jurnal Pendidikan Fisika berisi tentang penggunaan media komik pada pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran kooperatif melalui metode diskusi lebih baik daripada penggunaan media buku teks pada pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran kooperatif melalui metode diskusi, dapat diketahui bahwa t hitung = 0,025 sehingga − t tabel = -,697 < t hitung = 0,025 < t tabel = 1,697 pada 0,05 maka H0 : μ1 ≤ μ2 ditolak. Penelitian relevan yang keenam berupa jurnal yang disusun Rahmasari Dwimarta. Jurnal ini berjudul “Pengaruh Media Pembelajaran Komik terhadap Pemahaman Konsep Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Membahas Pendidikan Karakter Secara Dini dan Berkelanjutan Menggunakan Komik”. Jurnal ini di publikasikan oleh Didaktika Dwija Indria pada tahun 2014. commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Isi jurnal karya Rahmasari Dwimarta yaitu berupa analisis data hasil penelitian diperoleh t hit >(0,025;46) (2,37 > 2,013), sehingga Ho ditolak. Simpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengaruh antara media pembelajaran komik dan media pembelajaran gambar terhadap pemahaman konsep matematika materi penjumlahan dan pengurangan pecahan. Penelitian relevan yang ketujuh berupa jurnal yang disusun oleh Unty Bany Purnama pada tahun 2015. Jurnal ini diterbitkan oleh Teknodika dengan judul “Penggunaan Media Komik Digital dan Gambar Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar IPA Ditinjau dari Minat Belajar Siswa”. Jurnal ini berisi tentang perbedaan pengaruh antara media komik digital dan gambar terhadap prestasi belajar IPA siswa. Perbedaan ini terlihat pada rata-rata untuk media komik digital 80,67 dan rata-rata untuk media gambar 66,56. Penelitian relevan yang kedelapan berupa jurnal yang disusun oleh Kurnia Indah Cahyani. Jurnal ini berjudul “Penggunaan Media Komik untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Narasi”. Pada tahun 2014, jurnal ini diterbitkan oleh Didaktika Dwija Indria. Penelitian yang dilakukan Kurnia Indah Cahyani berupaya untuk menguji penggunaan media komik dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi pada siswa. Peningkatan tersebut dibuktikan dengan peningkatan nilai dari siklus ke siklus. Pada pra siklus nilai rata-rata keterampilan menulis narasi siswa adalah 64,59 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 25%, pada siklus I nilai rata-rata keterampilan menulis narasi siswa adalah 68,36 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 39,13%, dan pada siklus II nilai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
rata-rata keterampilan menulis narasi siswa adalah 74,29 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 86,96%. Penelitian relevan yang kesembilan berupa jurnal karya Badriyatul Munawaroh. Jurnal yang telah disusun ini berjudul, “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Akuntansi Melalui Media Komik dalam Strategi Pembelajaran Preview Question Read Reflect Recite Review (PQ4R) Siswa Kelas XI IPS 5 SMA XYZ”. Jurnal ini diterbitkan oleh Jupe UNS pada 2014. Jurnal ini berisi tentang strategi pembelajaran Preview Question Read Reflect Recite Review (PQ4R) dapat meningkatkan prestasi belajar pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Simpulan yang dapat diambil melalui media komik dalam strategi pembelajaran PQ4R dapat meningkatkan prestasi belajar Akuntansi siswa kelas XI IPS 5 SMA XYZ. Penelitian yang relevan yang kesepuluh ini disusun oleh Amine Harbi dengan judul "Using the comic book to teach human values as bedrock for good governance". Jurnal ini diterbitkan ProQuest tahun 2014 berisi tentang efektivitas buku komik sebagai media pendidikan. Menggunakan kelompok fokus anak, peneliti mengevaluasi reaksi dari penonton mengenai narasi, corak grafis, dan jenis karakter. Peneliti menciptakan buku komik berfokus pada nilai-nilai kebaikan manusia sebagai landasan untuk pemerintahan yang baik. Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung, transkripsi dan esai. Empat tema kelompok fokus: (a) Belajar tentang perlindungan lingkungan, (b) Pengalaman pribadi dengan buku komik, (c) Isi pendidikan dalam komik, (d) Identitas, perbedaan dan keragaman. Buku komik terbukti menjadi media yang efektif untuk anak-anak untuk memenuhi kebutuhan tertentu. commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Kerangka Berpikir Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian teoritik bahwa proses pembelajaran sejarah di MAN Yogyakarta III masih berjalan konvensional. Guru menggunakan metode ceramah dengan memanfaatkan buku paket dan papan tulis. Guru dalam kegiatan belajar mengajar belum menerapkan variasi model pembelajaran dengan menggunakan media belajar. Model pembelajaran konvensional cenderung menjadikan siswa cepat bosan dan tidak fokus mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan situasi tersebut, perlu dilakukan pemecahan masalah melalui penerapan pembelajaran yang lebih menarik. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan media pembelajaran yang menarik. Media pembelajaran digunakan untuk menyampaikan materi berupa bahan pembelajaran, sehingga dapat merangsang minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar. Media pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan belajar dapat berupa komik digital. Secara konsep media pembelajaran komik digital dapat meningkatkan sikap patriotisme siswa. Konsep tersebut berdasar pada fungsi dari komik bahwa komik sebagai gambar yang mempunyai sifat sederhana dalam penyajiannya dan memuat pesan yang besar tetapi disajikan secara ringkas dan mudah dicerna. Berikut ini merupakan kerangka berpikir dalam penelitian ini yaitu mengembangkan media pembelajaran sejarah berbasis komik digital Perang Gerilya Jenderal Soedirman untuk meningkatkan sikap Patriotisme siswa MAN Yogyakarta III: commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Permasalahan di lapangan Sikap patriotisme siswa rendah Minat belajar siswa rendah Guru kurang variatif dalam mengajar Materi sulit dipelajari siswa Kurangnya pemanfaatan fasilitas pembelajaran di kelas
Studi Lapangan
Analisis Kebutuhan
Studi Pustaka
Kajian Teori
Media Pembelajaran Sejarah Berbasis Komik Digital
Tidak Valid
Evaluasi (Validasi & Revisi)
Produk Media Pembelajaran Sejarah Berbasis Komik Digital Perang Gerilya Jenderal Soedirman
Meningkatnya Sikap Patriotisme Bagan 1. Alur Kerangka Berpikir commit to user
Valid
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Model Hipotetik Berdasarkan kajian teori dan pengamatan di lapangan, diajukan hipotetik berupa media komik digital Perang Gerilya Jenderal Soedirman dalam pembelajaran sejarah untuk meningkatkan sikap patriotisme siswa MAN Yogyakarta III dengan menggunakan model prosedural yang di adaptasi dari model ADDIE. Model ADDIE pertama kali dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda pada tahun 1990-an (Molenda, 2008: 107). Model ADDIE merupakan model yang mudah diterapkan di mana proses yang digunakan bersifat sistematis dengan kerangka kerja yang jelas menghasilkan produk yang efektif, kreatif, dan efisien (Angel Learning, 2008: 5). model ADDIE merupakan salah satu model desain sistem pembelajaran yang memperlihatkan tahapan-tahapan dasar sistem pembelajaran yang sederhana dan mudah dipelajari, terdiri dari 5 fase yaitu analysis (analisis), design (desain), development (pengembangan), implementation (implementasi), evaluation (evaluasi) (Molenda, 2008: 107). Masing-masing langkah tersebut dideskripsikan sebagai berikut: 1. Analysis (Analisis) Analisis merupakan langkah pertama dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah analisis melalui dua tahap yaitu: 1) Analisis Kinerja. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan program pembelajaran atau perbaikan manajemen. 2) Analisis kebutuhan. analisis ini merupakan langkah yang diperlukan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu di pelajai oleh siswa untuk meningkatkan kinerja atau prestasi belajar. Hal ini dapat dilakukan apabila program pembelajaran dianggap sebagai solusi dari masalah pembelajaran yang sedang dihadapi. Berdasarkan hasil studi lapangan yang peneliti lakukan, diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran sejarah di MAN Yogyakarta III cenderung monoton, kurang menarik, dan guru kurang memanfaatkan fasilitas pembelajaran di kelas. Peneliti dalam hal ini mengembangkan media komik digital Perang Gerilya Jenderal Soedirman. Komik ini disajikan dalam bentuk digital melalui Prezi dengan memasukkan sikap patriotisme di dalam materi pelajaran. 2. Design (Desain) Langkah ini merupakan inti dari langkah analisis kerja yaitu mempelajari masalah kemudian menemukan alternatif solusi yang berhasil diidentifikasi melalui langkah analisis kebutuhan. Dalam desain media, langkah yang dilakukan adalah menentukan materi pelajaran sejarah untuk kelas XII. Kompetensi Inti yang diambil adalah “Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru”. Sedangkan untuk Kompetensi Dasar yaitu “Menganalisis Perkembangan EkonomiKeuangan dan Politik pada Masa Awal Kemerdekaan sampai Tahun 1950”, dengan Tema yang digunakan adalah “Perang Gerilya Jenderal Soedirman”. Setelah materi tersusun, selanjutnya menyusun perangkat media. Media yang digunakan berupa komik digital, yang disajikan melalui aplikasi Prezi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
3. Development (Pengembangan) Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam model desain sistem ADDIE. Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar. Dengan kata lain mencakup kegiatan memilih, menentukan metode, media serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau substansi program. Dalam melakukan langkah pengembangan ada dua tujuan penting yang perlu dicapai, antara lain adalah memproduksi, merevisi bahan ajar yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah di rumuskan sebelumnya. Langkah kedua adalah memilih media atau mengombinasikan media terbaik yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada tahap ini, draf media yang telah dibuat dan direvisi dilakukan validasi oleh tim ahli. Tim ahli yang terkait dalam validasi tersebut adalah ahli media dengan ahli pembelajaran. Setelah dilakukannya validasi maka layak untuk diimplementasikan pada tahap berikutnya. Kondisi kelas harus dapat dipastikan telah siap, sehingga guru dan peserta didik dipersiapkan juga untuk melaksanakan pembelajaran sejarah dengan menggunakan media komik digital. 4. Implementation (Implementasi) Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah keempat dalam model desain sistem pembelajaran ADDIE. Tujuan utama dari langkah ini adalah membimbing siswa untuk mencapai tujuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
atau kompetensi, menjamin terjadinya pemecahan masalah untuk mengatasi kesenjangan hasil belajar yang dihadapi oleh siswa, dan memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran, siswa perlu memiliki kompetensi berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap patriotisme. Pada tahapan implementasi media yang telah dirancang dilakukan dengan cara uji satu-satu, uji kelompok kecil, uji kelompok besar, dan uji guru. Uji satu-satu, uji kelompok kecil, dan uji kelompok besar untuk mendapat masukan dari peserta didik. Uji guru untuk mendapat masukan dari guru kelas yang mengajarkan mata pelajaran Sejarah. Pada uji satu-satu dipilih 3 anak, uji kelompok kecil dipilih 5 anak, dan uji kelompok besar dipilih 27 anak, pemilihan peserta didik tersebut bersifat acak. 5. Evaluation (Evaluasi) Evaluasi adalah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap program pembelajaran. Evaluasi terhadap program pembelajaran bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan, mengetahui peningkatan kompetensi dalam diri siswa yang merupakan dampak dari keikutsertaan dalam program pembelajaran, dan memperoleh keuntungan yang dirasakan oleh sekolah akibat adanya peningkatan kompetensi siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada tahap ini, dilakukan uji efektivitas yang ditentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberi perlakuan yang telah peneliti setting dengan menggunakan komik digital, sedangkan kelompok kontrol menggunakan media lain. Tahap evaluasi dan revisi commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merupakan tahap yang terakhir. Pada tahap revisi dilakukan terhadap semua komponen yang telah dipilih. Komponen revisi yang paling penting adalah dari siswa, karena siswa tersebut sebagai pengguna dari media. Model hipotetik Pengembangan Media Komik Digital: E- Learning
Web-Based Learning Teks Virtual Education Komik Digital
Computer-Based Learning Digital Collaboration
Studi Kepustakaan
Suara
Pengembangan Media
1. Pemb. Sejarah 2. Komik Digital 3. Sikap Patriotisme
Uji Coba Terbatas
Pra survey: 1. PBM Sejarah 2. Guru 3. Siswa
Uji Coba Luas
Draf Media
Gambar
Validasi Media
Revisi
Revisi
Media Final: Komik Digital Perang Gerilya Jenderal Soedirman untuk meningkatkan sikap patriotisme
Media
Bagan 2. Alur Model Hipotetik Pengembangan Media Komik Digital
commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian Pendahuluan
Studi Pustaka dan Observasi Lapangan Analisis Pembelajaran
Analisis Kebutuhan Guru
Analisis Kebutuhan Siswa
Identifikasi Proses Pembelajaran Sejarah di Lapangan
Desain Menghimpun Materi, SK, KD, Indikator
Membuat Draf Komik Digital
Mengumpulkan Sumber-sumber Berkaitan dengan Perang Gerilya Jenderal Soedirman
Proses Produksi Media Pembelajaran Sejarah Merangkai Materi ke dalam Draf Komik Digital
Pengetesan Produk Secara Internal
Membuat Komik Digital
Validasi Produk Uji Coba Satu-satu Media Pembelajaran Sejarah Komik Digital Perang Gerilya Jenderal Soedirman
Revisi I Uji Coba Kelompok Kecil
Validasi Ahli Materi
Validasi Ahli Media
Revisi II
Revisi
Uji Coba Lapangan
Mampu diterima Guru dan Siswa
Revisi III
Evaluasi Produk
Kelas Eksperimen Uji Efektivitas
Kelas Kontrol
Media Komik Digital Perang Gerilya Jenderal Soedirman untuk Meningkatkan Sikap Patriotisme Siswa MAN Yogyakarta III
Bagan 3. Hipotesis Prosedur Pengembangan Media Komik Digital Perang Gerilya Jenderal Soedirman untuk Meningkatkan commit to user Sikap Patriotisme