BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PAPAN PARTIKEL SEBAGAI KOMPOSIT Papan partikel adalah lembaran hasil pengempaan panas campuran partikel kayu atau bahan berligno-selulosa lainnya dengan perekat organik dan bahan lainnya (Iskandar, 2009). Papan partikel merupakan lembaran bahan yang terbuat dari serpihan kayu atau bahan yang berligno-selulosa seperti keping, serpih, untai yang disatukan dengan pengikat organik dengan memberikan perlakuan panas, tekanan, katalis dan sebagainya (FAO, 1997). Penggunaan papan partikel sangat luas, pada sejumlah pemakaian papan partikel digunakan
sebagai pilihan lain terhadap kayu lapis (Haygreen dan
Buwyer, 1996). Papan partikel yang umum diproduksi adalah papan partikel dengan kerapatan sedang sebab memberikan hasil yang optimal ditinjau dari segi mekanik, pemakaian perekat dan aspek ekonominya (Djalal, 1984) 2.2 POLIETILENA SEBAGAI POLIMER Polietilena (Polyetylene) merupakan suatu polimer yang terbentuk dari banyak unit yang berulang dari monomer etilena.
Etilena (monomer )
Polietilena (Polimer )
Gambar 2.1 Etilena suatu monomer dan unit berulang polietilena
Universitas Sumatera Utara
7
Polietilena disebut juga polietena atau politena merupakan etena homopolimer memiliki berat molekul 1500 – 100.000 dengan perbandingan C (85,7%) dan H (14,3%), dapat dibuat melalui proses polimerisasi etilena cair pada suhu dan tekanan tinggi atau rendah. Polietilena adalah bahan termoplastik yang transparan berwana putih mempunyai titik leleh bervariasi antara 110oC – 137oC. Umumnya polietilena bersifat resisten terhadap zat kimia. Pada suhu kamar, polietilena tidak larut dalam pelarut organik dan anorganik (Bilmeyer, 1994). Beberapa jenis polietilena antara lain : Low Density Polyethylene (LDPE) dengan massa jenis (0,910 - 0,926)gr/cm3, Medium Density Polyethylene (MDPE) dengan massa jenis (0,926 – 0,940) gr/cm3 dan High Density Polyethylene (HDPE) dengan massa jenis (0,941 – 0,965) gr/cm3 (Surdia, T. 1999). LDPE memiliki struktur rantai percabangan yang tinggi dengan cabang yang panjang dan pendek. Sedangkan HDPE mempunyai struktur rantai lurus. Sedikitnya cabang-cabang pada rantai terutama akan memperkuat gaya ikatan antar molekul. Dengan berdekatannya rantai-rantai utama akan menaikkan kristalinitas, kerapatan atau rapat massa dan kekuatannya. Adanya beberapa struktur dari polietilena akan memberikan sifat fisik yang berbeda dari bahan polimer. Struktur rantai bercabang mempunyai kekuatan yang lebih rendah karena cabang-cabang akan mengurangi gaya-gaya ikatan antar molekul. Proses pembuatan rantai dari polimer termoplastik polietilena secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : a. Proses dengan kondisi pada tekanan tinggi yang menghasilkan LDPE. b. Proses dengan kondisi pada tekanan rendah yang menghasilkan HDPE. Jenis polietilena yang banyak adalah LDPE yang mepunyai rantai cabang, yang banyak digunakan sebagai kemasan yaitu sekitar 44,5% dari plastik kemasan, kemudian HDPE yang tidak mempunyai rantai cabang, tapi merupakan rantai utama yang lurus sekitar 25,4% (Cowd, 1991).
Universitas Sumatera Utara
8 Sifat-sifat dari polietilena sangat dipengaruhi oleh struktur rantai dan kerapatannya. LDPE lebih bersifat elastis dibanding HDPE. Hal ini karena sifat kristalinitasnya rendah disebabkan adanya cabang-cabang dari rantai polimer itu, sedangkan HDPE mempunyai sifat kristalinitas lebih tinggi dan lebih kaku, karena HDPE merupakan polimer linier. Dengan adanya perbedaan bentuk rantai dan kerapatan ini dapat menyebabkan perbedaan sifat kedua
jenis polietilen
tersebut. Sedangkan LLDPE merupakan suatu jenis polietilena yang paling prospektif karena kemudahan proses pembuatan dan diproduksi dalam berbagai pembuatan yaitu proses polimerisasi menggunakan berbagai jenis katalis Ziger Natta. Sifat-sifat LLDPE sangat dipengaruhi oleh kromomer yang ditambahkan. LLDPE dapat digunakan dalam berbagai produk dan aplikasi sebagai kemasan berbentuk film, botol tabung dan penutup (Cowd, 1991). HDPE sangat banyak digunakan untuk peralatan laboratorium, alat medis, insulator listrik, pelapis kertas, peralatan pada industri tekstil, untuk kemasan oli dan sebagainya.
Gambar 2.2 Botol dan Jerigen dari Bahan HDPE
Universitas Sumatera Utara
2.3 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT Sisa Olahan berbentuk padatan dari pabrik kelapa sawit umumnya berbentuk tandan kosong, cangkang dan serat buah. Dari berbagai jenis komponen sisa olahan pabrik kelapa sawit yang dihasilkan itu, TKKS merupakan komponen 9 yang paling banyak dihasilkan , jika dibandingkan dengan sisa olahan yang lainnya.
Gambar 2.3 TKKS Sisa Olahan Pabik Kelapa Sawit
TKKS banyak mengandung serat disamping zat-zat lainnya. Bagian dari tandanan yang banyak mengandung serat atau selulosa adalah
bagian
pangkal dan
ujungnya yang runcing dan keras. Secara umum sifat fisik dan morfologi serat TKKS diperlihatkan pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Morfologi TKKS
Bagian-bagian TKKS Parameter Bagian Pangkal
Bagian ujung
Panjang Serat (mm)
1,20
0,76
Diameter Serat (µm)
15,00
114,34
Tebal dinding (µm)
3,49
3,68
Kadar serat (%)
72,67
62,47
Kadar non serat (%)
27,33
37,53
( Darnoko, dkk., 1995)
Selain data-data sifat fisik dan morfologi TKKS diatas, bahan-bahan penyusun TKKS dalam bentuk komposisi dan sifat kimia yang terkandung didalamnya 10
seperti diperlihatkan tabel berikut.
Tabel 2.2 Komposisi dan Sifat Kimia TKKS
Komponen Kimia
Komposisi ( % )
Lignin
22,23
Ekstraktif
6,37
Pentosan
26,69
α- selulosa
37,76
Holoselulosa
68,88
Universitas Sumatera Utara
Abu
6,59
Kelarutan dalam: 1% Na OH
29,96
Air dingin
13,89
Air panas
16,17
( Darnoko, dkk., 1995)
2.4 KOMPOSIT Komposit adalah penggabungan dari dua atau lebih material yang berbeda sebagai suatu kombinasi yang menyatu. Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat tersebut yang disebut matrik. Didalam komposit unsur utamanya adalah serat, sedangkan bahan pengikatnya menggunakan bahan polimer yang mudah dibentuk dan mempunyai daya pengikat yang tinggi. Penggunaan serat sendiri yang utama adalah untuk menentukan karakteristik bahan komposit seperti : kekakuan, kekuatan dan sifatsifat mekanik lainnya. Sebagai bahan pengisi serat digunakan untuk menahan sebagian besar gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik sendiri mempunyai fungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matrik dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia.
Universitas Sumatera Utara
11
2.4.1 Klasifikasi Bahan Komposit Klasifikasi komposit dapat dibentuk dari sifat dan strukturnya. Bahan komposit dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis. Secara umum klasifikasi komposit yang sering digunakan antara lain : 1. Klasifikasi menurut kombinasi material utama, seperti metal-organic atau metal anorganic. 2. Klasifikasi menurut karakteristik bulk-form, seperti sistem matrik atau laminate. 3. Klasifikasi menurut distribusi unsur pokok, seperti continous dan discontinous. 4. Klasifikasi menurut fungsinya, seperti elektrikal atau struktural (Schwartz, 1984). Sedangkan klasifikasi untuk komposit serat (fiber-matrik composites) dibedakan menjadi beberapa macam antara lain : 1. Fiber composites (komposit serat) adalah gabungan serat dengan matrik. 2. Flake composites adalah gabungan serpih rata dengan matrik. 3. Particulate composites adalah gabungan partikel dengan matrik. 4. Filled composites adalah gabungan matrik continous skeletal dengan matrik yang kedua. 5. Laminar composites adalah gabungan lapisan atau unsur pokok lamina (Schwartz, 1984). Secara umum bahan komposit terdiri dari dua macam, yaitu bahan komposit partikel (particulate composite) dan bahan komposit serat (fiber composite). Bahan komposit partikel terdiri dari partikel-partikel yang di ikat oleh matrik. Bahan komposit serat terdiri dari serat-serat yang diikat oleh matrik yang saling berhubungan.
Universitas Sumatera Utara
12
2.4.2 Tipe Komposit Serat Untuk memperoleh komposit yang kuat harus dapat menempatkan serat dengan benar. Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit yaitu : a. Continuous Fiber Composite Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriknya. Jenis komposit ini paling sering digunakan. Tipe ini mempunyai kelemahan pada pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriknya. b. Woven Fiber Composite (bi-directional) Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan akan melemah. c. Discontinuous Fiber Composite Discontinuous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 jenis (Gibson, 1994)
Gambar 2.4 Tipe Discontinuous fiber
d. Hybrid Fiber Composite Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan
sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan
kelebihannya.
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 2.5 Tipe Komposit Serat
Dalam Penelitian ini tipe komposit yang digunakan adalah Discontinuous Fiber Composite yakni tipe komposit berserat pendek dengan bentuk susunan serat acak ( randomly) dengan ukuran ± 0,5 cm. 2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Performa Komposit Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi performa Fiber-Matrik Composites antara lain : a. Faktor Serat Serat adalah bahan pengisi matrik yang digunakan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matrik yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matrik pada komposit untuk menahan gaya yang terjadi. 1). Letak Serat Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matrik yang akan menentukan kekuatan mekanik komposit, dimana letak dan arah dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut. Menurut tata letak dan arah serat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu:
Universitas Sumatera Utara
14
One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan dan modulus maksimum pada arah axis serat.
Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua arah atau masing-masing orientasi serat.
Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic .
2). Panjang Serat Panjang serat dalam pembuatan komposit serat pada matrik sangat berpengaruh terhadap kekuatan. Ada dua penggunaan serat dalam campuran komposit yaitu serat pendek dan serat panjang. Ada serat alami dan ada juga serat sintetis. Serat alami jika dibandingkan dengan serat sintetis mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada setiap jenisnya. Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit. Panjang serat berbanding diameter serat sering disebut dengan istilah aspect ratio. Serat pendek lebih mudah peletakannya dibanding serat panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses dari komposit serat. Pada umumnya, serat panjang lebih mudah penanganannya jika dibandingkan dengan serat pendek. Sedangkan komposit serat pendek, dengan orientasi yang benar, akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan continous fiber. b. Faktor Matrik Matrik dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi sebuah unit struktur, yang melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matrik, sehingga matrik dan serat saling berhubungan. Bahan polimer yang sering digunakan sebagai material matrik dalam komposit ada dua macam adalah termoplastik dan termoset. Termoplastik dan termoset ada banyak jenisnya yaitu:
Universitas Sumatera Utara
15 1). Termoplastik, bahan-bahan yang tergolong diantaranya Polyamide (PI), Polysulfone (PS), Poluetheretherketone (PEEK), Polyhenylene Sulfide (PPS) Polypropylene (PP), Polyethylene (PE) dll. 2). Termoset, bahan-bahan yang tergolong diantaranya Epoksi, Polyester. Phenolic, Plenol, Resin Amino, Resin Furan dll. c. Faktor Ikatan Fiber-Matrik Komposit serat yang baik harus mampu menyerap matrik yang memudahkan terjadi antara dua fase (Schwartz, 1984). Selain itu komposit serat juga harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat dan matrik berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matrik dan serat. Hal yang mempengaruhi ikatan antara serat dan matrik adalah void, yaitu adanya celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matrik tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut (Schwartz, 1984). 2.5 ANHIDRIDA MALEAT SEBAGAI ADITIF Anhidrida Maleat (2-5-furandion; cis-butenedioik anhidrat) dengan rumus umum C 4 H 2 O 3 dengan berat molekul 98,06 dapat dibuat dengan mensublimasi asam maleat dan P 2 O 5 dengan menurunkan tekanan.
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 2.6 Anhidrida Maleat
Secara tradisional anhidrida maleat dibuat dengan mengoksidasi benzena atau senyawa aromatik. Karena harga benzena yang tinggi, sekarang pembuatan anhidrida
maleat dilakukan dengan menggunakan
n-Butana
dengan reaksi
seperti berikut:
CH 3 CH 2 CH 2 CH 3 +
3,5 O 2
CH 2 (CO) 2 O + 4 H 2 O
Anhidrida maleat larut dalam 100 gr pelarut pada suhu 25oC. Anhidrida maleat digunakan pada proses sintesa diena (sintesa Diehls Alder), reaksi kopolimerisasi, pembuatan resin-alkil dan bidang farmasi, bersifat sangat iritatif dan umumnya senyawa dengan dua karbon ikatan rangkap dan karbon oksigen. Anhidrida maleat dengan berat molekul 98,06 larut dalam air, meleleh pada temperatur 57oC sampai 60oC, mendidih pada temperatur 202oC dan specific grafity 1,5 (Gaylord, 1981). 2.6 BENZOIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR Benzoil peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi
sebagai
inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang dari berbagai material polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas. Peroksida organik seperti benzoil peroksida diuraikan dengan mudah untuk menghasilkan radikal bebas benzoil. Benzoil peroksida memiliki waktu paruh 0,37 jam pada suhu 100oC. Penambahan sejumlah zat pembentuk radikal akan memberikan ikatan polimer (Al-Malaika, 1997). 2.7 PENCAMPURAN POLIMER Proses
pencampuran
dalam
pembuatan
polimer
secara
umum
dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Proses fisika, terjadi pencampuran secara fisik antara dua jenis polimer atau lebih yang memiliki struktur yang berbeda, tidak membentuk ikatan ekivalen antara komponen-komponennya.
17
b. Proses kimia, menghasilkan kopolimer yang ditandai dengan terjadinya ikatan-ikatan kovalen antar polimer penyusunnya. Interaksi yang terjadi didalam campuran ini berupa ikatan vander walls, ikatan hidrogen atau interaksi dipol-dipol. Pencampuran polimer komersial dapat dihasilkan dari polimer sintetik dengan polimer alam. Pencampuran yang dihasilkan dapat berupa campuran homogen dan campuran heterogen (Nurjana, 2007). 2.7.1 Pencampuran Polietilena dengan Serat Proses pencampuran antar matrik dengan filler mencakup dua jenis pencampuran yaitu pencampuran distributif dan pencampuran dispersif. Contoh pencampuran distributif diantaranya pencampuran bahan aditif seperti antioksidan, pengisi, pigmen atau penguat kedalam matriks polimer. Proses pencampuran ini memerlukan bahan pendispersi dan bahan penghubung untuk mendapatkan hasil campuran yang homogen. Bahan pengisi kayu dan serat (selulosa) yang ringan, murah, dan tersedia dalam jumlah besar dapat diolah secara distributif dengan matrik polimer.
2.7.2 Kompatibilitas Pencampuran Polietilena dengan Serat Polietilena dan serat tandan kosong kelapa sawit merupakan dua bahan polimer yang sukar bercampur homogen, karena sifat kopolarannya berbeda. Karena itu proses pencampurannya adalah distributif. Untuk mendapatkan campuran yang homogen, prosesnya tidak dapat dilakukan dengan cara konvensional, yang hanya melibatkan interaksi fisik antar komponen polimer. Campuran polimer yang dihasilkan dengan metode campuran lelehan (melt- mixing ) lebih baik dari pada pencampuran dalam larutan. Buruknya interaksi antara bagian-bagian molekul
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan tingginya tegangan antar muka pada lelehan yang mengakibatkan sulitnya mendispersikan komponen penyusun sebagaimana mestinya
selama
pencampuran dan rendahnya adhesi antar muka dari komponen-komponen tersebut. Gejala ini berakibat dininya kegagalan mekanik dan kerapuhan polimer. Cara untuk mengatasi permasalahan seperti ini sering disebut kompatibilisasi 18 (Al-Malaika, 1997).
2.8 KARAKTERISASI PAPAN PARTIKEL KOMPOSIT Karakterisasi dari papan partikel
komposit dilakukan untuk mengetahui dan
menganalisis campuran polimer dengan serat. Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan
standar SNI 03-2105-2006 yang meliputi sifat fisik seperti
kerapatan, kadar air dan pengembangan tebal serta sifat mekanis seperti kuat lentur, modulus elastisitas, kuat rekat internal dan kuat impak. Karakteristik papan partikel komposit dalam penelitian ini digunakan SNI 03-2105-2006 sebagai acuan untuk menentukan kwalitas papan partikel tersebut
diperlihatkan tabel berikut.
Tabel 2.3 Sifat Fisik dan Mekanik dari Papan Partikel No.
Sifat Fisik dan Mekanik
SNI 03-2105-2006
1.
Kerapatan (gr/cm3)
0,40 - 0,90
2.
Kadar Air (%)
< 14
3.
Pengembangan Tebal (%)
Maks 12
4.
Kuat Lentur (kgf/cm2)
Min 82
5.
Modulus Elastisitas (kgf/cm2)
Min 20.400
6.
Kuat Rekat Internal (kgf/cm2)
Min 1,5
7.
Kuat Impak
-
(Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2006)
Universitas Sumatera Utara
2.8.1 Pengujian Sifat Fisik Untuk mengetahui sifat-sifat fisik papan partikel komposit dilakukan pengujian kerapatan (ρ), kadar air (KA) dan pengembangan tebal (PT) seperti berikut : a. Kerapatan Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volome kering udara, sampel uji berukuran 10cm x 10cm x 1cm ditimbang 19 massanya, lalu diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volumenya. Kerapatan sampel uji papan partikel komposit dihitung dengan rumus :
ρ =
( 2.1
)
Dimana : ρ
: kerapatan (gr/cm3)
m
: massa sampel uji (gr)
v
: volume sampel uji (cm3)
b. Kadar Air Kadar air dihitung dari massa sampel uji sebelum dan sesudah di oven dari sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 1cm dengan rumus :
KA
=
(
2.2 )
Universitas Sumatera Utara
Dimana : KA
: kadar air (%)
m1
: massa awal sampel uji (gr)
m2
: massa akhir sampel uji (gr)
c. Pengembangan Tebal Pengembangan tebal dihitung
atas
tebal sebelum dan sesudah
perendaman dalam air selama 24 jam pada sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 1cm, dengan rumus :
PT =
(
2.3 )
Dimana : PT
: pengembangan tebal (%) 20
T1
: tebal sampel uji sebelum perendaman (cm)
T2
: tebal sampel uji sesudah perendaman (cm)
2.8.2 Pengujian Sifat Mekanik Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu bahan dilakukan beberapa pengujian dengan mengacu pada standar yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
a. Pengujian Kuat Lentur. Pengujian kuat lentur
dilakukan dengan Universal Testing Machine
(Electric System) Type : CS – 2 DE, MFG. No.: 6079 Cap.: 2000 kgf, Tokyo Testing Machine MFG. Co. Ltd. Dengan menggunakan jarak antara batang penyangga (jarak sangga) 15 kali tebal sampel uji yaitu 15 cm, karena ketebalan sampel uji adalah 1 cm. Nilai kuat lentur ( σ ) dihitung dengan rumus :
σ =
(
2.4 ) Dimana :
σ
: kuat lentur (kgf/cm2)
b
: lebar sampel uji (cm)
P
: berat beban maksimum (kgf)
d
: tebal sampel uji (cm)
L
: jarak sangga (cm)
21 Gambar 2.7 Alat Universal Testing Machine
b. Pengujian Modulus Elastisitas (MOE).
Universitas Sumatera Utara
Pengujian kuat lentur (Modulus of Elasticity) disebut juga Modulus Young pada lenturan ( E f ) dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan atau kuat patah, dengan menggunakan sampel uji yang sama. Besarnya defleksi atau lenturan yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu, nilai MOE dihitung dengan rumus: Ef =
( 2.5 )
Dimana :
Ef P L
: Modulus of Elasticity (kgf/cm2) : berat beban (kgf) : jarak sangga (cm)
b
: lebar sampel uji (cm)
d
: tebal sampel uji (cm) : lenturan pada beban (cm)
Beban Sampel
d b L
Gambar 2.8 Pemasangan Sampel Uji Kuat Lentur
c. Pengujian Kuat Rekat Internal Kuat rekat internal dilakukan untuk sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 1cm direkatkan pada dua buah blok aluminium dengan perekat besi atau logam dan dibiarkan sampai mengering. Kedua blok ditarik tegak lurus terhadap permukaan sampel sampai beban maksimum, pengujian kuat rekat internal dihitung dengan rumus :
Universitas Sumatera Utara
KRI =
( 2.6 )
Dimana : KRI
: kuat rekat internal ( kgf /cm2)
P maks
: berat beban maksimum (kgf)
A
: luas permukaan sampel uji (cm2)
Penyiapan sampel atau contoh uji diperlihatkan seperti gambar berikut :
Gambar 2.9 Pemasangan Sampel Uji Kuat Rekat Internal
d. Pengujian Kuat Impak Untuk pengujian kuat impak sampel uji berukuran 5cm x 10cm x 1cm. Pengujian kuat impak dapat dilakukan dengan menggunakan alat model WOLPERT Type : CPSA Com. No. : 8803104/0000, Cap. max: 4 Joule , West Germany.
Gambar 2.10 Alat Uji Kuat Impak
Universitas Sumatera Utara