48
4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR dan MOE serta pengembangan tebal yang masih sangat jauh berada di atas standar JIS A 5908:2003. Tingginya pengembangan tebal tersebut dapat diperkecil dengan penggunaan parafin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar parafin yang dibutuhkan untuk meminimalkan pengembangan tebal dan tidak berpengaruh terhadap kekuatan papan tergantung pada sifat bahan baku yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar parafin yang optimal untuk menahan pengembangan tebal papan. Selain itu, pengembangan tebal juga diakibatkan karena kurang kompaknya papan yang dihasilkan. Hal ini diduga diakibatkan penggunaan kadar air partikel yang tinggi (kadar air kering udara, 13-14%). Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan perekat berbahan dasar isocyanate yaitu MDI lebih optimal diaplikasikan pada kadar air yang tinggi yaitu 15% (Chelak dan Newman, 1991), untuk perekat pMDI pada kadar air tidak melebihi 12% (Papadopaulus, 2006), pada saline jose tall kadar air 8% (Zheng et al., 2007). Hal tersebut mengindikasikan bahwa kadar air yang optimal berbeda untuk berbagai type perekat berbahan dasar isocyanate tersebut, maka dilakukan penelitian pengaruh kadar air partikel untuk mengetahui kadar air yang optimal untuk perekat PU pada kayu sengon. Penggunaan kayu sengon sebagai bahan baku pada penelitian tahap lanjut ini karena dari hasil penelitian sebelumnya papan yang terbuat dari kayu sengon yang menunjukkan hasil yang paling baik dibandingkan papan yang terbuat dari kayu akasia dan gmelina.
49
4. 2 Bahan dan Metode 4.2.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah partikel dari kayu sengon (Paraserianthes falcataria) dengan KA 4%, anyaman bambu tali (Giganthocloa apus) tanpa kulit (pola anyaman miring, lebar dan tebal bilah 1 cm), perekat PU produksi Polyoshika, aseton dan parafin. Alat utama yang digunakan adalah disk flaker, blender dan spray gun, mesin kempa panas, gergaji dan Universal Testing Machine (UTM). Metodologi Tahap penelitian ini merupakan dua penelitian terpisah yaitu : 1. Penelitian pengaruh kadar air partikel dengan perlakuan kadar air 4%, 7%, 10% dan 13%. 2. Penelitian pengaruh kadar parafin dengan perlakuan kadar parafin 0%, 1%, 3% dan 5%. Metode yang dilakukan untuk kedua penelitian tersebut pada umumnya sama, hanya berbeda pada perlakuan. Cara pembuatan papan adalah sebanyak 6% perekat berdasarkan berat kering bahan berlignoselulosa diencerkan sampai kekentalan 20% dengan aseton. Penambahan parafin dalam bentuk serbuk dilakukan secara manual setelah pencampuran perekat dengan partikel kayu dengan kadar sesuai perlakuan. Penyemprotan perekat ke partikel dan anyaman bambu dilakukan dengan menggunakan sprayer. Pembuatan lembaran dilakukan dengan penamban lapisan anyaman bambu sebagai face dan back. Kerapatan sasaran 0,7 g/cm3 dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm. Pengempaan papan dilakukan selama 15 menit pada suhu 160oC dengan tekanan
25 kg/cm2. Masing-masing perlakuan sebanyak 3 kali.
Analisis data menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, model linier aditif dalam Mattjik dan Sumertajaya (2002) sebagai berikut :
50
Y ij = μ + τ i + ε ij dimana : i
= perlakuan dan j = ulangan
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = rataan umum τ i = pengaruh perlakuan ke-i ε ij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j 4.3 Hasil dan Pembahasan 4.3.1 Sifat Fisis Papan Komposit pada Berbagai Kadar Air Partikel Hasil pengujian sifat fisis papan komposit yang dihasilkan terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Nilai rata-rata sifat fisis papan komposit Kadar air Partikel (%) 4
Kerapatan (g/cm3) 0,56
Kadar Air (%) 6,22
DS 24 jam (%) 99,95
PT 24 jam (%) 28,87
7
0,52
6,74
88,61
23,35
10
0,58
6,64
83,48
27,39
13
0,64
7,02
103,34
54,95
Ket : DS = daya serap air PT = pengembangan tebal Kerapatan papan yang dihasilkan berkisar dari 0,52–0,64 g/cm3, masih berada di bawah kerapatan sasaran yaitu 0,7 g/cm3, hasil tersebut memperlihatkan kecenderungan
ada
kerapatan papan meningkat dengan bertambahnya kadar air partikel
yang digunakan sampai pada batas tertentu. Kerapatan papan tertinggi pada papan dengan kadar air partikel 13% dan terendah pada papan dengan kadar air partikel 4%. Hasil sidik ragam pada Lampiran 17, memperlihatkan bahwa kadar air berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan pada taraf α 5%. Hal ini disebabkan air yang berada di
51
dalam kayu dapat bereaksi dengan perekat PU menghasilkan ikatan urea (Petrie, 2004). Dengan demikian, semakin banyak ikatan yang terjadi pada papan, semakin banyak tempat terjadinya kontak antar partikel dan hal ini berimplikasi pada semakin tingginya kerapatan papan. Walaupun kerapatan sasaran dan ukuran papan telah ditentukan sama, tetapi ketebalan yang tercapai berbeda antara papan, mengakibatkan kerapatan papan yang tercapai berbeda. Tetapi perbedaan kerapatan ini tidak berpengaruh pada sifat papan yang lain karena seluruh nilai hasil pengujian telah dikonversi pada kerapatan yang sama. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, dimana pada standar tersebut persyaratan nilai kerapatan papan berkisar dari 0,4–0,9 g/cm3, maka kerapatan papan yang dihasilkan dapat memenuhi standar tersebut. Nilai kadar air papan yang dihasilkan berkisar dari 6-7%. Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 18, menunjukkan kadar air partikel tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air papan pada taraf α 5%. Hal ini disebabkan pada saat pengempaan panas berlangsung, sebagian air dari dalam partikel kayu dikeluarkan. Selain itu, reaksi antara perekat PU dengan kayu tidak menghasilkan air sebagai produk samping (Petrie, 2004). Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, produk papan yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan kadar air yang ditetapkan yaitu 4-13%. Setelah perendaman 24 jam, hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 20 memperlihatkan bahwa kadar air partikel tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air papan. Walaupun tidak berbeda nyata, histogram di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar air partikel yang digunakan, daya serap air semakin kecil sampai batas tertentu, jika kadar air lebih tinggi lagi (dalam hal ini 13%), daya serap air semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan pada kadar air partikel yang lebih rendah, rongga sel pada partikel tidak terisi air sehingga pada saat perendaman, air akan mengisi rongga-rongga sel ini sampai mendekati keadaan titik jenuh (Tsoumis, 1991). Selain itu, air pada kayu berfungsi sebagai plasticizer. Hal ini mengakibatkan struktur selulosa lebih plastis sehingga kontak antar partikel lebih mudah terjadi (Chelak dan Newman, 1991; Carll, 1996). Banyaknya kontak antar partikel menyebabkan partikel yang dapat menyerap air semakin berkurang sehingga daya serap air juga semakin
52
kecil. Sementara pada kadar air yang tinggi (dalam hal ini 13%), isocyanate grup yang ada di dalam perekat PU akan lebih banyak bereaksi dengan air membentuk ikatan urea dibandingkan yang bereaksi dengan hydroxyl grup yang ada di partikel kayu, diduga partikel kayu yang tidak bereaksi ini akan menyerap air pada saat perendaman mengakibatkan tingginya daya serap air. Hasil sidik ragam pada Lampiran 22, memperlihatkan kadar air partikel berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan, di mana papan yang dibuat dari partikel berkadar air 13% yang memiliki pengembangan tebal terbesar dan berbeda nyata dengan papan lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh daya serap air papan, di mana daya serap air tertinggi setelah perendaman 24 jam adalah papan dari partikel berkadar air 13% dan daya serap air terendah pada papan dengan kadar air partikel 7%. Hal ini menunjukkan pengembangan tebal papan semakin menurun dengan bertambanya kadar air partikel sampai batas tertentu, jika kadar air partikel lebih besar lagi, pengembangan tebal papan akan lebih besar. Berbeda dengan hasil penelitian oleh Chelak dan Newman (1991), pada pembuatan papan partikel dengan perekat MDI menunjukkan bahwa bertambahnya kadar air furnish dari 9% sampai 15%, pengembangan tebal papan setelah perendaman 24 jam juga semakin berkurang. Hal ini diduga karena perbedaan kadar MDI yang terdapat dalam perekat yang digunakan. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908 (JSA 2003) yang mensyaratkan pengembangan tebal setelah perendaman 24 jam maksimal 12%, maka pengembangan tebal papan komposit yang dihasilkan belum memenuhi standar tersebut. 4.3.2 Sifat Mekanis Papan Komposit pada Berbagai Kadar Air Partikel Nilai hasil pengujian sifat mekanis papan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Nilainilai tersebut memperlihatkan bahwa baik niali MOR, MOE, IB dan KPS papan cenderung meningkat dengan bertambahnya kadar air partikel yang digunakan, tetapi jika kadar air lebih besar lagi (dalam hal ini 13%), kekuatan papan akan menurun.
53
Tabel 4.2 Nilai rata-rata sifat mekanis papan komposit Kadar air Partikel (%)
MOR (kgf/cm2)
MOE (104kgf/cm2)
IB (kgf/cm2)
KPS (kgf/cm2)
4
179
1,39
2,99
55,49
7
224
1,50
4,30
69,95
10
199
1,89
4,22
74,32
13
155
1,83
3,54
40,28
Ket : MOR = keteguhan patah MOE = modulus elastisitas IB = internal bond KPS = kuat pegang sekrup
Dari keseluruhan parameter yang diuji,
hasil analisis sidik ragam pada
Lampiran 23, 24 dan 25 memperlihatkan bahwa kadar air partikel berpengaruh nyata terhadap nilai MOR, MOE dan IB papan, tertinggi pada papan dengan kadar air partikel 7% dan terendah pada papan dengan kadar air partikel 13%, dimana kedua papan tersebut berbeda nyata dengan papan lainnya, antara papan yang terbuat dari kadar air partikel 4 dan 10% tidak berbeda nyata. Hal tersebut disebabkan pada papan dengan kadar air yang sangat tinggi yaitu 13%, jumlah air yang banyak menghambat terjadinya proses perekatan sehingga menghasilkan papan yang mempunyai kekuatan rekat yang lebih rendah
yang lebih rendah dan berimplikasi pada rendahnya
keteguhan patah. Sementara pada papan dengan kadar air yang paling rendah yaitu 4%, jumlah air yang sedikit mengakibatkan ikatan hidrogen antara kayu dengan perekat kurang dan terbentuknya ikatan urea antara N-C-O pada perekat dengan air yang terdapat pada kayu juga berkurang. Menurut Chelak dan Newman (1991), hal ini disebabkan karena perekat berbasis MDI dapat bereaksi dengan air yang terdapat di dalam kayu menghasilkan ikatan polyurea, terjadi ikatan secara fisik dipermukaan kayu sehingga memberikan kekuatan ikatan secara mekanis (mechanical bonding). Selain itu, kekuatan papan juga diakibatkan karena terjadinya ikatan kimia antara NC-O grup dengan kayu.
54
Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003 untuk tipe papan partikel berlapis venir yang mensyaratkan nilai MOR pada arah tegak lurus papan minimal 150 kgf/cm2 dan 300 kgf/cm2 untuk searah panjang papan, maka nilai MOR untuk papan dengan kadar air partikel 7% dan 10% yang dapat memenuhi standar tersebut, walaupun hanya nilai standar pada arah tegak lurus papan yang dapat terpenuhi. Sedangkan papan dengan kadar air partikel 4% dan 13% tidak memenuhi standar tersebut, tetapi dapat memenuhi standar untuk base particleboard tipe 17,5-10,5. Standar tersebut mensyaratkan nilai MOE papan untuk arah tegak lurus panjang papan minimum 2.800 kgf/cm2 dan nilai searah panjang papan minimal 4.500 kgf/cm2, maka nilai MOE papan tidak ada yang memenuhi standar papan partikel berlapis venir, hanya dapat memenuhi standar base particleboard type 24-10. Standar nilai keteguhan rekat sebesar 3,1 kgf/cm2 dapat terpenuhi kecuali pada papan dengan kadar air partikel 4%, hanya dapat memenuhi base particleboard tipe 13. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 26, menunjukkan bahwa kadar air berpengaruh tidak nyata terhadap kuat pegang sekrup papan. Hal ini disebabkan kuat pegang sekrup lebih dipengaruhi oleh keadaan permukaan dan kerapatan papan dekat permukaan, karena sekrup yang ditancapkan kedalamannya hanya sekitar 1/2 bagian papan. Dimana pada papan dengan kadar air partikel 4, 7, 10 dan 13% tidak ada perbedaan perlakuan permukaan karena semua papan dilapisi dengan anyaman bambu yang relatif sama ukuran dan ketebalannya. Meskipun demikian, dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai kuat pegang sekrup minimal untuk standar veneered particleboard sebesar 51 kgf, maka kuat pegang sekrup papan memenuhi standar kecuali pada papan dengan kadar partikel yang tinggi (13%) hanya dapat memenuhi standar base particleboard type 13. Perbedaan yang sangat jauh ini diduga karena kondisi perekatan yang kurang baik pada papan dengan kadar air partikel yang tinggi seperti yang telah dijelaskan di atas.
55
4.3.3 Sifat Fisis Papan Komposit pada Berbagai Kadar Parafin Tabel 4.3 Nilai rata-rata sifat fisis papan komposit Kadar Parafin (%) 0
Kerapatan (g/cm3) 0,56
Kadar Air (%) 6,40
DS 24 jam (%) 99,96
PT 24 jam (%) 28,87
1
0,53
5,61
62,63
18,69
3
0,55
5,01
37,39
11,73
5
0,56
5,50
36,12
12,88
Ket : DS = daya serap air PT = pengembangan tebal Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 27, penambahan parafin pada kadar 1%, 3% dan 5% tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan bahwa pemadatan partikel yang terjadi pada saat pengempaan tidak dipengaruhi oleh adanya parafin. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hermawan (2005), menunjukkan bahwa penambahan parafin dengan kadar yang bervariasi dari 1-10% pada papan partikel kenaf mengasilkan kerapatan papan yang relatif seragam berkisar dari 0,61-0,75 g/cm3. Berdasarkan standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan nilai kerapatan 0,4-0,9 g/cm3, maka kerapatan papan yang dihasilkan memenuhi standar tersebut. Nilai kadar air tersebut telah memenuhi JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan kadar air 5%-13%. Rendahnya nilai kadar air ini disebabkan karena rendahnya nilai kadar air partikel yang digunakan yaitu 4%. Kadar air papan yang dihasilkan lebih besar dibandingkan kadar air partikel yang digunakan, ini terjadi karena adanya penyerapan uap air selama proses pengkondisian berlangsung. Hasil sidik ragam pada Lampiran 28, menunjukkan bahwa kadar parafin berpengaruh nyata terhadap kadar air papan yang dihasilkan pada taraf α 5%, dimana kadar air papan komposit tanpa parafin berbeda nyata dengan papan lainnya. Hal ini disebabkan karena parafin membuat papan lebih tahan terhadap air sehingga pada saat pengkondisian, papan
56
yang mengandung parafin menyerap uap air lebih sedikit. Menurut Haygreen dan Bowyer (1993), menyatakan bahwa penambahan parafin berkisar 0,25-2% berat ditambahkan untuk memberikan satu sifat tahan air pada papan. Hasil sidik ragam pada Lampiran 31 dan 32, menunjukkan bahwa kandungan parafin berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan komposit dan kenderungannya sama dengan daya serap air papan. Dimana pengembangan papan dengan 3% parafin tidak berbeda dengan papan 5% parafin tapi berbeda nyata dengan papan lainnya. Hal ini berarti penambahan parafin lebih dari 3% tidak efektif lagi menahan pengembangan tebal papan. Menurut Maloney (1993), pengembangan tebal dapat diperkecil dengan penambahan parafin 0,2% – 1,0% berdasarkan berat kering partikel, tetapi pada penelitian ini dibutuhkan parafin sekitar 3% untuk menahan pengembangan tebal papan agar dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003. Walaupun nilai pengembangan tebal papan yang dihasilkan masih berada pada titik kritis yaitu 11,72%, sementara nilai maksimum yang dipersyaratkan dalam standar JIS A 5908:2003 sebesar 12%. Hal ini berarti papan yang dibuat dengan 3% parafin dengan bahan dan metode yang sama berpeluang besar akan mempunyai nilai pengembangan tebal yang lebih besar dari 12% sehingga tidak memenuhi standar. Tetapi jika kadar parafin ditambahkan sampai 5%, pengembangan tebal papan tidak semakin kecil. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penambahan kadar parafin lebih dari 3%, tidak efektif lagi menurunkan pengembangan tebal papan. 4.3.4 Sifat Mekanis Papan Komposit pada Berbagai Kadar Parafin Nilai hasil pengujian sifat mekanis papan dapat dilihat pada Tabel 4.4. Nilai-nilai tersebut memperlihatkan bahwa baik niali MOR, MOE, IB dan KPS papan cenderung meningkat dengan pemakaian parafin pada kadar 1%, jika kadar parafin ditambahkan lagi kekuatan papan akan menurun. Hal ini menindikasikan bahwa pemakaian parafin diduga dapat menutupi pori-pori kayu mengakibatkan perekat tidak habis terserap ke dalam kayu sehingga tidak terjadi miskin rekatan pada
57
garis rekatan, tetapi jika parafin ditambahkan lagi, dapat menghalangi ikatan antara partikel dengan perekat. Tabel 4.4 Nilai rata-rata sifat mekanis papan komposit Kadar Parafin (%) 0
MOR (kgf/cm2) 179
MOE (104kgf/cm2) 1,39
IB (kgf/cm2) 2,99
KPS (kgf/cm2) 55,49
1
212
1,53
3,56
65,60
3
224
1,59
3,20
63,53
5
206
1,18
3,12
62,23
Ket : MOR = keteguhan patah MOE = modulus elastisitas IB = internal bond KPS = kuat pegang sekrup Hasil sidik ragam pada Lampiran 33 dan 34, memperlihatkan bahwa kadar parafin tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MOR dan MOE papan komposit. Maloney (1993) menyatakan bahwa penambahan parafin lebih besar dari pada 1% akan menurunkan sifat kekuatan papan. Haygreen dan Bowyer (1993) menyebutkan bahwa penambahan parafin sebesar 2% atau kurang berdasarkan berat kering partikel mempunyai pengaruh yang kecil atau tidak mempengaruhi sifat kekuatan papan partikel. Hasil penelitian Hermawan (2005) dengan menggunakan bahan baku bukan kayu berupa inti kenaf, hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan parafin hingga 8% tidak mempengaruhi sifat keteguhan patah papan. Hal ini menunjukkan bahwa kadar parafin yang dibutuhkan untuk meminimalkan pengembangan tebal dan tidak berpengaruh terhadap kekuatan papan tergantung pada sifat bahan baku yang digunakan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Maloney (1993), papan yang terbuat dari douglas fir umumnya menggunakan wax sebanyak 0,25 - 0,5%, papan dari kayu aspen menggunakan 0,75 – 1,25%. Hsu et al. (1990) diacu dalam Muehl dan Krzysik (1997), menyatakan bahwa penambahan parafin akan menurunkan pengembangan tebal dan cenderung meningkatkan sifat mekanis papan, tetapi efeknya tidak secara
58
proporsional dengan penambahan kandungan parafin. Sementara penelitian oleh Youngquist et al. (1990) dalam Muehl dan Krzysik (1997), melaporkan bahwa hasil pengujian perendaman 24 jam, dengan adanya peningkatan kandungan resin dan parafin umumnya menurunkan daya serap air dan pengembangan tebal, tetapi menurunkan sifat mekanis papan (bending properties). Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai MOR papan komposit yang dihasilkan hanya dapat memenuhi standar papan partikel berlapis venir pada searah lebar papan yang mensyaratkan nilai 153 kgf/cm2, tetapi belum dapat memenuhi standar searah panjang papan yang mensyaratkan nilai MOR sebesar 306 kgf/cm2. Nilai MOE papan yang dihasilkan hanya memenuhi type 24-10 tetapi tidak memenuhi standar papan berlapis venir. Keteguhan rekat tertinggi pada papan dengan penambahan parafin 1% dan menurun dengan penambahan parafin dengan kadar yang lebih tinggi dari 1%. Hal ini disebabkan parafin dapat menghambat masuknya perekat ke dalam partikel kayu karena mengandung minyak yang dapat melapisi permukaan partikel (Carll,1996). Hasil sidik ragam pada Lampiran 35, memperlihatkan bahwa keteguhan rekat papan tidak dipengaruhi oleh penambahan parafin. Penelitian oleh Winistorfer et al. (1992) yang diacu dalam Muehl dan Krzysik (1997) dengan pemakaian parafin pada berbagai kadar yaitu 0,5%, 1% dan 1,5% berdasarkan BKT, memperlihatkan bahwa pemakaian parafin menurunkan kualitas rekatan, tetapi semakin tinggi kadar parafin yang digunakan, penurunan daya serap air, penurunan pengembangan tebal dan penurunan pengembangan linier juga semakin tinggi pula. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, keteguhan rekat papan yang dihasilkan dapat memenuhi standar papan partikel berlapis venir. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 36, nilai kuat pegang sekrup papan tidak dipengaruhi oleh penambahan parafin pada kadar yang berbeda. Hal ini disebabkan karena tidak adanya perbedaan perlakuan pengempaan dan perbedaan perlakuan pada permukaan papan, memungkinkan papan yang dihasilkan cenderung seragam sehingga kuat pegang sekrup papan juga cenderung seragam.
59
Berdasarkan standar JIS A 5908:2003 untuk standar veneered particleboard yang mensyaratkan nilai kuat pegang sekrup minimal 51 kgf, maka kuat pegang sekrup papan yang dihasilkan memenuhi standar tersebut. 4.4 Kesimpulan Hasil pengujian sifat fisis dan mekanis papan komposit menunjukkan bahwa : 1. Berdasarkan standar JIS A5908:2003, papan yang memenuhi standar kualitas adalah papan yang dibuat dengan kadar air partikel 7% dan 10%, sehingga partikel dengan KA 7-10% merupakan KA yang optimal. 2. Kadar air partikel yang terlalu rendah (4%) dan terlalu tinggi
(13%) akan
menurunkan kekuatan papan yang dihasilkan. 3. Penambahan parafin dengan kadar 3% yang dapat memenuhi standar pengembangan tebal JIS A 5908:2003. Walaupun nilainya relatif besar yaitu 11,71%, masih mendekati nilai maksimum yang dipersyaratkan yaitu 12%. 4. Penambahan parafin tidak berpengaruh nyata terhadap kekuatan mekanis papan, tetapi secara umum menurunkan kualitas rekatan pada papan. 4.5 Saran Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan parafin dapat memperbaiki sifat fisis papan dalam hal ini stabilitas dimensi papan, tetapi belum mampu memperbaiki sifat mekanis, utamanya nilai keteguhan patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) papan yang belum dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003. Untuk mengatasi hal tersebut, disarankan penelitian lanjutan mengenai pemakaian berbagai lapisan face dan back untuk meningkatkan MOR dan MOE papan.