II . TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Papan Partikel Panil-panil kayu adalah kelompok produk yang merupakan suatu bentuk pemanfaatan kayu secara lebih efisien yang dapat menunjang usaha pelestarian sumberdaya hutan disamping mempunyai sejumlah keunggulan dalam sifat-sifat pemakaiannya (Djalal 1984). Papan partikel adalah salah satu bentuk dari panilpanil kayu. Papan partikel merupakan produk panel yang dibuat dengan pengempaan partikel-partikel kecil kayu dengan menggunakan perekat sebagai pengikatnya (Haygreen dan Bowyer 1996). Bahan baku papan komposit akan sangat bervariasi di masa mendatang. Negara-negara yang memiliki sumber daya kayu yang cukup tinggi dapat mengandalkan kayu sebagai bahan baku pembuatan papan komposit, tetapi negara-negara yang tidak atau kurang memiliki potensi kayu dapat menggunakan berbagai sumber bahan baku selain kayu yang berlignoselulosa. Penggunaan berbagai macam bahan baku sangat memungkinkan seiring dengan timbulnya berbagai desakan seperti isu lingkungan, kelangkaan sumberdaya kayu, tuntunan konsumen akan kualitas produk semakin tinggi, pengetahuan dan penguasaan ilmu yang semakin tinggi serta berbagai faktor lain yang merangsang terciptanya produk komposit yang berkualitas tinggi dari bahan baku yang berkualitas rendah (Rowell 1996). Berdasarkan kerapatannya, Maloney (1993) membagi papan partikel ke dalam tiga golongan yaitu : a) Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,59 g/cm3 b) Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particleboard), yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan antara 0,59-0,8 g/cm3 c) Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particleboard), yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3. Maloney (1993) menyatakan bahwa dibandingkan kayu asalnya, papan partikel mempunyai beberapa kelebihan seperti :
a) Papan partikel bebas mata kayu, pecah dan retak b) Ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan c) Tebal dan kerapatan papan partikel seragam serta mudah dikerjakan d) Mempunyai sifat isotropis e) Sifat dan kualitasnya dapat diatur. Papan partikel mempunyai kelemahan stabilitas dimensi yang rendah. Pengembangan tebal papan partikel sekitar 10-25% dari kondisi kering ke basah melebihi pengembangan kayu alami, serta pengembangan linearnya sampai 0,35%. Pengembangan panjang dan tebal papan partikel sangat besar pengaruhnya pada pemakaian terutama bila digunakan sebagai bahan bangunan (Haygreen & Bowyer 1996). Rowell (1996) menyebutkan, bahwa penggunaan papan komposit dibedakan menjadi dua bagian yaitu : a) Structural Composite (SC) Structural Composite (SC) yaitu bahan yang diperlukan untuk memikul beban dalam penggunaannya. Structural Composite dipergunakan untuk dinding, atap, bagian lantai, komponen kerangka, meubel, dan lain-lain. Structural Composite yang digunakan dalam ruangan (indoor use) biasanya dibuat dengan menggunakan perekat yang low cost adhesive dan bersifat tidak stabil terhadap pengaruh uap air. Exterior grade menggunakan perekat thermosetting resin yang harganya mahal akan tetapi tahan terhadap pengaruh cuaca. b) Non Structural Composite (NSC) Komposit
ini tidak dimaksudkan untuk memikul beban didalam
penggunaannya. Komposit ini dibuat dengan menggunakan perekat thermoplastic dan penggunaaan akhir produk untuk pintu, jendela, meubel, bahan pengemas, pembatas ubin, bagian interior mobil dan lain-lain. Kualitas papan partikel merupakan fungsi dari berbagai faktor yang berinteraksi dalam proses pembuatan papan partikel tersebut. Sifat fisis dan mekanis papan partikel seperti kerapatan, modulus patah, dan modulus elastisitas, keteguhan rekat internal serta pengembangan tebal merupakan parameter yang cukup baik untuk menduga kualitas papan partikel yang dihasilkan.
Japanese Industrial Standard A 5908 : 2003, menetapkan persyaratan sifat fisis dan mekanis papan partikel yang harus dipenuhi, seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Standar Nilai JIS A 5908:2003 Particleboard no 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Sifat Fisis Mekanis Kerapatan (g/cm3) Kadar air (%) Daya serap air (%) Pengembangan tebal (%) MOR (kg/cm2) MOE (kg/cm2) Internal Bond (kg/cm2) Kuat pegang sekrup (kg)
Standar JIS A 5908 (2003) 0,4 – 0,9 5 – 13 maks 12 min 82 min 20400 min 1,5 min 31
2.2 Bahan Baku Jerami Padi Padi (Oryza sativa L) merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak diusahakan oleh petani di Indonesia. Limbah panen dan olahan padi adalah katul, sekam, jerami, dan merang (Setyorini 1993). Jerami merupakan bagian yang terbuang setelah padi dipisahkan untuk diolah menjadi beras. Wahyu (1991) menyatakan jerami adalah sisa hijauan dari tanaman padi-padian dan kacang-kacangan setelah biji atau bulirnya dipetik untuk kepentingan manusia. Menurut Muchji (1982) diacu dalam Rozak (1997), jerami merupakan batang padi yang terdiri atas batang, pucuk, kelopak daun, dan daun. Menurut Syamsu (2007), produksi jerami padi di Indonesia adalah 44.229.343 ton bahan kering. Isroi (2008) menyebutkan produksi jerami padi per ha sebesar 15 ton/ha jerami padi basah habis panen. Kim and Dale (2004) diacu dalam Isroi (2008), menyebutkan bahwa rasio jerami/panen adalah 1,4 (berdasarkan pada berat kering massa). Artinya setiap produksi 1 ton padi akan menghasilkan jerami 1,4 ton. Misal produksi rata-rata padi di Jawa Barat adalah 6 ton maka jeraminya kurang lebih sebanyak 8,4 ton (berat kering). Moiorella (1985) diacu dalam Isroi (2008), menyebutkan bahwa setiap kg panen dapat menghasilkan antara 1 – 1,5 kg jerami padi. Ditinjau dari komposisi kimianya, jerami mengandung dinding sel 65% dan silika 16,5% dimana kandungan silika pada daun (15,5%) lebih tinggi daripada
batang (8,1%) (Setiarso 1987). Kandungan jerami menurut Karimi (2006) diacu dalam Isroi (2007) adalah tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Kandungan kimia jerami Komponen Hemiselulosa Selulosa Lignin Abu
Kandungan (%) 27(+/- 0.5) 39(+/- 1) 12(+/- 0.5) 11(+/- 0.5)
Pemanfaatan jerami sebagai bahan bangunan secara langsung di Indonesia juga sangat memungkinkan, namun mengingat keadaan iklim hangat lembab, nampaknya pemakaian jerami di Indonesia tidak akan memberikan nilai tambah yang signifikan. Perbedaan karakteristik jerami dari tanaman padi yang dihasilkan di negara maju dengan jerami tanaman padi yang dihasilkan di Indonesia berupa karakteristik batang, panjang, dan ketebalan batang yang memberikan pengaruh signifikan saat jerami digunakan sebagai bahan bangunan secara langsung. Namun Mediastika (2007) menambahkan secara umum karakteristik jerami kering hampir sama, maka jerami Indonesia masih dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Penggunaan jerami yang potensial untuk diaplikasikan adalah sebagai bahan pelapis elemen pembatas ruang (seperti dinding dan plafon), bukan sebagai bahan bangunan struktural. 2.2 Perekat Perekat (adhesive) adalah suatu subtansi yang dapat menyatukan dua buah benda atau lebih melalui ikatan permukaan. Dilihat dari reaksi perekat terhadap panas, maka perekat dapat dibedakan menjadi perekat thermosetting dan thermoplastic (Blomquist et al. 1983; Forest Product Society 1999 dalam Ruhendi 2007). Perekat thermosetting merupakan perekat yang dapat mengeras apabila terkena panas atau reaksi kimia dengan sebuah katalisator yang disebut hardener dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat menjadi lunak. Contoh jenis perekat yang termasuk golongan ini adalah UF, MF, PF, isocyanate, dan resolsinol formaldehide. Perekat thermoplastic adalah perekat
yang dapat melunak jika terkena panas dan menjadi mengeras kembali apabila suhunya rendah. Contoh jenis perekat yang termasuk jenis ini polyvinyl adhesive, cellulose adhesive, dan acrylic resin adhesive (Pizzi 1983). Penggunaan perekat, harus dipilih perekat yang dapat memberikan ikatan yang baik dalam jangka waktu yang panjang pada suatu struktur. Perekat yang ideal pada kayu mempunyai persyaratan tertentu yaitu harganya murah, mempunyai waktu kadaluarsa yang panjang, cepat mengeras dan cepat matang hanya dengan temperatur yang rendah, mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap kelembaban, tahan panas dan mikroorganisme, serta dapat digunakan untuk berbagai keperluan (Ruhendi 2007). Sifat-sifat papan partikel umumnya sangat dipengaruhi oleh perekat yang digunakan, sehingga perekat adalah salah satu faktor penting yang menentukan, baik dilihat dari faktor teknis maupun ekonomis (Kollman et al. 1975 diacu dalam Amalia 2009). Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa semakin banyak resin yang digunakan dalam suatu papan, semakin kuat dan semakin stabil dimensi papan tersebut, walaupun untuk alasan ekonomis tidak diinginkan. 2.4 Perekat Urea Formaldehyde (UF) Urea formaldehyde (UF) merupakan perekat hasil reaksi kondensasi dan polimerisasi antara urea dan formaldehyde. Perekat ini termasuk tipe perekat MR (moisture resistant) dalam pemakaiannya banyak digunakan untuk industri meubel dan kayu lapis tipe II. Perekat UF matang dalam kondisi asam, keasaman diperoleh dengan menggunakan hardener (NH4Cl). Kelemahan utamanya adalah mudah terhidrolisis sehingga terjadi kerusakan pada ikatan hidrogennya oleh kelembaban atau basa serta asam kuat khususnya pada suhu sedang sampai tinggi. Kelebihannya adalah sifat ketahanan yang baik terhadap air dingin, cukup tahan terhadap air panas tapi tidak tahan terhadap air mendidih (Pizzi 1983). Sifat-sifat UF yang lain adalah mengeras pada suhu relatif rendah (115oC127oC), tahan kelembaban, berwarna terang, murah, tidak tahan pada suhu serta kondisi ekstrim serta umur penyimpanan pendek. Perekat ini juga tahan terhadap pelarut organik, jamur dan rayap tetapi tidak tahan terhadap basa dan asam kuat. Karakterisitk perekat UF dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik Perekat UF (UA – 140) No Test Specification o 1 2,0 – 3,0 Viscosity (Poise/25 C) o 2 8,00 - 9,00 pH (pH meter/25 C) o 3 50 - 70 Cure Time (second./100 C) o 4 65,00 - 67,00 Resin Content (%/105 C) o 5 1,268 - 1,280 Specific Gravity (25 C) o 6 More than 2 Water Solubility (x/25 C) 7 Less than 0,8 Free Formaldehyde (%) 8 Milky White Appearance Sumber: PT. Pamolite Addhesive Industry (2009) Perekat UF mempunyai waktu pengerasan yang singkat dengan kempa panas kurang lebih 10 menit dan dalam pembuatan papan ditambahkan 10% dari berat kering oven partikel. Secara normal kandungan perekat UF untuk papan partikel bervariasi dari 6-10% berdasarkan berat perekat padat (Haygreen dan Bowyer 2003). Menurut Maloney (1993) perekat ini mempunyai karakteristik viscositas (25oC) (Cps) sebesar 30%, resin solid content 40-60%, pH sekitar 7-8, berat jenis (25oC) adalah 1,27-1,29. 2.5 Perekat Isocyanate Penggunaan diisocyanate sebagai perekat kayu baru-baru ini sangat menarik perhatian, walaupun diisocyanate telah digunakan 30 tahun yang lalu, pada pembuatan polyurethane untuk berbagai produk industri, penggunaanya sebagai perekat kayu merupakan hal yang baru. Serbuk gergaji yang berasal dari papan yang dibuat dengan MDI aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan (Structural Board Association 2004). Isocyanate merupakan bahan kimia industri yang penting yang digunakan dalam pemasukan molding dan untuk produksi polyurethane foam. Seluruh isocyanate pada industri berisi dua atau lebih kelompok isocyanate (-N=C=O) per molekul. MDI (methan di-isocyanate) menjadi perekat yang cukup penting dalam industri produk kayu, khususnya untuk pengikatan pada OSB. Isocyanate dibuat dari phosgenation yang berasal dari amino. Perekat diisocyanate murni PMDI (polymeric isocyanate), merupakan bahan yang digunakan industri produk kayu sebagai perekat. Pada suhu ruangan, PMDI merupakan cairan berwarna cokelat
bersih dengan viscositas sekitar 0,5 Pas dan low vapor pressure. Isocyanate juga memiliki umur yang lebih lama. Sifat perekat dari PMDI dari reaktifitas pada kelompok isocyanate. Grup ini bereaksi dengan zat yang memiliki hidrogen aktif, seperti air, alkohol, dan amino. Pemanasan dapat meningkatkan rata-rata pada reaksinya, dan pada temperatur tinggi reaksi dapat meningkat dengan cepat. Tambahan, untuk mereaksikan dengan KA dalam kayu untuk membentuk poliurea, secara teori ini mungkin bahwa terbentuk ikatan kovalen antara kelompok hidroksil pada kayu (contoh pada selulosa) dan isocyanate (Anonim 2001) Keuntungan menggunakan perekat isocyanate dibandingkan perekat berbahan dasar resin adalah (Marra 1992): 1. Dibutuhkan dalam jumlah sedikit untuk memproduksi papan dengan kekuatan yang sama. 2. Dapat menggunakan suhu kempa yang lebih rendah. 3. Memungkinkan penggunaan kempa yang lebih cepat. 4. Lebih toleran pada partikel yang berkadar air tinggi. 5. Energi untuk pengeringan lebih sedikit dibutuhkan. 6. Stabilitas dimensi papan yang dihasilkan lebih stabil. 7. Tidak ada emisi formaldehyde. Selain kelebihan perekat isocyanate juga memiliki kekurangan, yaitu: 1. Harganya lebih mahal dibanding PF dan UF. 2. Isocyanate merupakan perekat yang baik untuk logam dengan kayu, sehingga pada pembuatan papan menyebabkan papan melekat pada plat press. 3. Isocyanate, seperti perekat lain, merupakan bahan kimia beracun. Isocyanate dapat menyebabkan iritasi pada pernafasan yang menyebabkan asma.