1. PENDAHULUAN Salah satu industri yang banyak mengeksploitasi kayu adalah industri meubel. Masyarakat sekarang ini, terutama dalam industri kerajinan yang bergerak dibidang industri kayu meubel, real estate, dan souvenir kurang menyadari bahwa eksploitasi ini dapat mengakibatkan ekosistem hutan menjadi terganggu serta dapat mengakibatkan kelangkaan kayu. Industri meubel ini menggunakan kayu sebagai bahan utama, sehingga kegiatan industri tersebut dapat menghasilkan limbah kayu seperti: limbah akar pohon, ranting kayu, hasil potongan penggergajian, serbuk gergaji, dan kulit kayu. Sisa-sisa kayu oleh masyarakat setempat biasanya sering digunakan untuk kayu bakar, bahan bakar industri untuk dapur batu bata dan keramik, bahkan ada juga yang dibuang. Padahal apabila dilakukan pemanfaatan limbah kayu tersebut akan dapat diperoleh nilai tambah secara ekonomis. Dengan memanfaatkan disiplin ilmu desain dan manufaktur, maka bahan kayu limbah tadi dapat dibuat menjadi bahan alternatif dalam rancangan aneka produk. Misalnya; produk dalam bentuk souvenir, papan partikel, dan panel dinding partisi untuk peredam kebisingan. Saat ini telah banyak usaha yang dilakukan untuk dapat mereduksi kebisingan pada suatu ruangan yaitu dengan menggunakan material peredam dan penyerap suara. Material tersebut dalam suatu bangunan biasanya berperan sebagai panel akustik yang dipasang menjadi dinding partisi dan plafon. Material yang telah diketahui dan banyak digunakan sebagai penyerap dan peredam suara antara lain glasswool, rockwool, dan bahan-bahan berlignoselulosa. Bahan berlignoselulosa yang diketahui memiliki sifat penyerapan yang baik adalah sabut kelapa, serat rami, sepah tebu, sekam padi, dan jerami. Penelitian Sabri (2005) menunjukkan bahwa material peredam suara dari serat sabut kelapa dan serat rami memiliki mutu sebaik glasswool sebagai bahan peredam suara yang telah lama digunakan masyarakat. Alternatif pembuatan kayu telah dilakukan melalui pembuatan dan pemanfaatan serbuk kayu sisa olahan, diproses kembali melalui proses kempa di dalam media panas sehingga didapatkan kayu yang memiliki kekuatan hampir menyamai kekuatan kayu yang langsung diperoleh dari sumbernya. Papan partikel yang beredar dipasaran selama ini dibuat dari hasil pencampuran perekat sintetik yaitu jenis urea formaldehyde, melamine formaldehyde dan phenol formaldehyde. Sedangkan perekat alamiah yang berasal dari tumbuh - tumbuhan yaitu pati dan soya glue, serta dari binatang, seperti yang berasal dari tulang, casein dan blood albumin yang masih jarang digunakan. Perekat sintetik cenderung tidak ramah terhadap kelestarian lingkungan, karena mengandung senyawa kimiawi yang tidak mampu terdegradasi oleh alam. Penggunaan perekat alami merupakan salah satu cara untuk melestarikan alam. Guna menciptakan papan partikel yang kuat dan memiliki karakteristik akustik yang baik, maka dalam penelitian ini, akan dilakukan pembuatan papan partikel yang berasal dari batang kayu meranti menggunakan perekat tumbuhan, yaitu getah damar. Adapun produksi getah damar, sangat banyak terdapat di pesisir barat dan selatan Provinsi Aceh. Material tersebut selama ini digunakan untuk melapisi perahu nelayan yang bocor dan juga bahan sambungan antar papan pada dinding perahu tradisional. Selain tahan terhadap air, perekat tersebut sangat mudah untuk digunakan sebagai bahan campuran dengan bahan baku yang lain. Papan Partikel Papan partikel merupakan suatu produk yang dihasilkan dari hasil pengempaan panas antara campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan suatu perekat organik serta bahan pelengkap lainnya yang dibuat dengan cara pengempaan mendatar dengan dua lempeng datar (SNI 03-2105-2006). Menurut Bowyer (2003) papan partikel
merupakan produk panel yang dihasilkan dengan memanfaatkan partikel-partikel kayu sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat. Sementara itu Maloney (1993) mendefinisikan papan partikel sebagai salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan menggunakan perekat sintetis atau perekat lainnya dan dikempa panas. Menurut ASTM D-1037-93 (1993), tipe-tipe partikel yang digunakan untuk bahan baku pembuatan papan partikel adalah chips, curls, fibers, flake, shaving, slivers, strand, dan wood wool. Sedangkan berdasarkan kerapatannya, papan partikel tersebut dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: Papan partikel berkerapatan rendah, yaitu papan yang mempunyai kerapatan < 0,4 g/cm3 Papan partikel berkerapatan sedang, yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan antara 0,4 - 0,8 g/cm3, dan Papan parikel berkerapatan tinggi, yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan > 0,8 g/cm3. Kayu Meranti Meranti adalah nama sejenis kayu pertukangan yang populer dalam perdagangan. Berbagai jenis kayu meranti dihasilkan oleh marga sorea dari suku dipterocarpaceae. Meranti tergolong kayu keras berbobot ringan sampai berat sedang. densitasnya berkisar antara 0,3 – 0,86 g/cm³ pada kandungan air 15% (berat jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni). Kayu terasnya berwarna merah muda pucat, merah muda kecoklatan, hingga merah tua atau bahkan merah tua kecoklatan. Berdasarkan berat jenisnya, kayu ini dibedakan lebih lanjut atas meranti merah muda yang lebih ringan dan meranti merah tua yang lebih berat. Namun terdapat tumpang tindih diantara kedua kelompok ini, sementara jenis-jenis shorea tertentu terkadang menghasilkan kedua macam kayu itu. Damar Bahan perekat yang digunakan untuk penelitian ini adalah perekat damar yang mempunyai sifat tidak mudah larut dalam air atau tahan air. Damar adalah hasil dari sekresi (getah) dari pohon shorea sp, vatica sp, dryobalanops sp, dan lain-lain dari suku MerantiMerantian atau Dipterocarpaceae. Di dalamnya termasuk damar mata kucing dan damar gelap. tumbuhan ini dibudidayakan untuk diambil getah atau hars-nya. Getah damar ini diolah untuk dijadikan kopal. Perekat tersebut mudah digunakan dalam proses spray-up dan hand-up serta memiliki kemampuan yang baik di lingkungan air. Bentuknya seperti tepung dan mencair pada akhir proses, sehingga pada proses pengolahannya dapat dibentuk dengan cara pengadukan, pengaliran, dan penyemprotan. 2. METODOLOGI Proses Pembuatan Papan Partikel Papan partikel dibuat melalui tiga proses tahapan, yaitu; pengadukan, pencetakan, dan penekanan. Pada tahap pengadukan, serbuk kayu dicampur dengan perekat damar dengan perbandingan 85 : 15 (persen berat). Kemudian, dilakukan pemadatan di dalam media cetakan, dan tahapan terakhir adalah pemberian tekanan serta panas yang dilakukan oleh mesin hot-press, agar didapatkan lembaran papan partikel. Ada tiga jenis partikel kayu yang digunakan yaitu; (a) partikel halus seragam (Φ 0,1 – 1,9 mm), (b) kasar seragam (Φ 1,9 – 4 mm), dan (c) partikel acak tanpa pengayakan, yang
dipadukan dengan perekat damar sebanyak 15 % berat. Tekanan yang diberikan adalah sama untuk semua sampel uji yaitu sebesar 20 ton/m2 serta ditekan dalam kondisi panas dengan temperatur 1200C. Ukuran cetakan yang digunakan adalah 100 cm x 100 cm x 3,5 cm dan akan menghasilkan papan partikel dengan ukuran 100 cm x 100 cm x 2,5 cm. Sifat Akustik Papan Partikel Akustik yang baik dalam suatu ruang tertutup dipengaruhi oleh faktor obyektif dan subyektif yang saling berkaitan. Faktor obyektif dipengaruhi oleh berbagai teori akustik dengan diawali oleh teori waktu dengung yang merupakan teori terpopuler yang diperkenalkan oleh W. C. Sabine pada abad ke-19. Waktu dengung adalah waktu yang dibutuhkan untuk meluruhkan tingkat tekanan suara sebesar 60 dB setelah sumber suara dihentikan tiba-tiba. Sabine menyatakan bahwa, waktu dengung tidak tergantung pada lokasi di dalam ruang. Dengan kata lain, waktu dengung merupakan karakter menyeluruh dari suatu ruangan. Suatu suara tidak lantas hilang begitu saja setelah sumber suara dihentikan, namun akan terus didengar untuk beberapa saat akibat refleksi oleh dinding, langit-langit atau permukaan lainnya. Secara empiris, Sabine menyatakan persamaan waktu dengung sebagai berikut:
T
0,16 V ................................................................................................... (1) A
dimana: T = waktu dengung (detik), V = volume ruangan (m3), A = Luas bidang serap (m2) Dalam suatu perencanaan akustik, baik perencanaan akustik ruangan maupun peredaman bising, data-data mengenai besarnya koefisien serapan suara () dari bahan-bahan yang digunakan sangat diperlukan. Koefisien serapan adalah perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan terhadap energi suara yang datang pada permukaan bahan. Koefisien serapan () menyatakan efektifitas bahan absorber. Bila suatu bahan dikatakan memiliki = 65 % berarti bahwa sejumlah 65 % energi suara diserap dan sisanya dipantulkan. Meski demikian suatu bahan yang sama dapat memiliki koefisien absorpsi yang berbeda tergantung dari frekuensi suara yang datang pada bahan. Sehingga suatu koefisien serapan selalu dinyatakan sebagai fungsi frekuensi dengan filter 1/1 atau 1/3 oktaf. Besarnya juga bergantung pada sudut datang suara pada permukaan bahan. Salah satu metode untuk menentukan tingkat serapan suara dari suatu bahan adalah dengan metode ruang dengung. Metode ini dilakukan di dalam suatu ruangan khusus yang didesain sehingga memiliki dinding- dinding yang reflektif dengan koefisien serapan suara bahan pembentuk dinding lebih kecil dari 0,06. Dalam ruang dengung, energi suara akan terdifusi seluruhnya ke ruangan sehingga tingkat tekanan suara pada semua titik di ruangan tersebut akan sama besar. Dengan demikian, suara akan merambat ke segala arah dengan kuantitas dan probabilitas yang sama. Dengan kondisi ini maka ruang dengung diasumsikan memiliki medan diffus. Untuk menghitung besarnya α di dalam ruang dengung, data yang diperlukan adalah; waktu dengung ruang dalam keadaan tanpa sampel uji (T1) dan waktu dengung ruang dengan kehadiran sampel uji di dalamnya (T2). Persamaan yang sering digunakan untuk menghitung waktu dengung suatu ruangan adalah persamaan (2), yaitu:
T
55,3V ....................................................................................... (2) c(4mV S a)
dimana: V = Volume ruang dengung (m3), c = Cepat rambat suara di udara (m/s), m = Koefisien atenuasi energi suara oleh udara (m-1) ,S = Luas total permukaan ruangan (m2), = Koefisien serapan rata-rata. Karena medan suara dalam ruang dengung adalah diffus, maka besaran yang terukur adalah koefisien serapan Sabine. Dari persamaan di atas, harga koefisien serapan suara dapat ditentukan menjadi:
55,3V cS b
1 1 ......................................................................... (3) T2 T1
Persamaan (3) ini, merupakan persamaan yang digunakan untuk menghitung koefisien serapan suara dari papan partikel yang dibuat. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Desain dan Manufaktur serta laboratorium Akustik Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Adapun bahan baku yang digunakan adalah serbuk kayu meranti yang telah dilakukan pengayakan untuk mendapatkan ukuran: halus seragam (Φ 0,1 – 1,9 mm), kasar seragam (Φ 1,9 – 4 mm), dan acak tanpa pengayakan. Kemudian perekat yang digunakan adalah jenis perekat yang berasal dari pohon kayu meranti yang dikenal dengan nama damar. Spesimen uji dibuat berdasarkan standar SNI 032105-2006 dan pengujian di laboratorium Akustik dilakukan berdasarkan standar ISO 354 (2003).
Gambar 1. Ruang dengung laboratorium Akustik Universitas Syiah Kuala.
Gambar 1, memperlihatkan panel papan partikel sedang diuji di dalam ruang dengung. Peralatan pengakuisisi data yang digunakan adalah real time analizer NOR-840 yang dikombinasikan dengan loudspeaker NOR-223 dan microphone NOR1236-½”. Pengujian dilakukan dengan mengukur waktu dengung tanpa adanya panel papan partikel (T0) dan dengan adanya panel papan partikel (T1) pada rentang frekuensi 125 Hz hingga 4000 Hz. Kemudian dilakukan proses perhitungan dengan menggunakan formula Sabine, sehingga didapatkan besarnya nilai penyerapan suara pada panel papan partikel tersebut. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh variasi ukuran partikel terhadap nilai serapan suara Dimensi dari papan partikel yang dibuat adalah 100 cm x 100 cm. Sedangkan ketebalannya sama untuk semua variasi ukuran serat yaitu 2,5 cm. Hal ini bertujuan untuk mengkondisikan konstanta ketebalan papan partikel terhadap variabel ukuran serat. Sebanyak 10 sampel uji untuk masing-masing variasi ukuran serat telah dibuat. Hasil pengujian koefisien serapan suara diperlihatkan pada gambar 2. 1
Koefisien Serapan Suara
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3
Partikel Halus
0,2
Partikel Kasar
0,1
Partikel Acak
0 125 160 200 250 315 400 500 630 800 1000 1250 1600 2000 2500 3150 4000 5000 Frekuensi (Hz)
Gambar 2. Kurva koefisien serapan suara untuk partikel halus (Φ 0,1 – 1,9 mm), kasar (Φ 1,9 – 4 mm), dan acak/ tanpa pengayakan. Dari hasil tersebut didapatkan, nilai koefisien serapan suara tertinggi untuk jenis partikel halus (Φ 0,1 – 1,9 mm) sebesar 0,73, yang terjadi pada frekuensi 4000 Hz (di daerah frekuensi tinggi). Sedangkan pada daerah frekuensi rendah (125 Hz – 500 Hz) dan menengah (500 Hz – 1000 Hz) terlihat besarnya nilai penyerapan suara hampir merata untuk setiap frekuensi, yaitu rata-rata sebesar 0,1. Untuk jenis partikel kasar (Φ 1,9 – 4 mm), nilai serapan suara tertinggi terjadi dalam rentang frekuensi yang lebih lebar, yaitu 1000 Hz sampai 5000 Hz dengan nilai puncak terjadi pada frekuensi 1250 Hz, 1600 Hz, dan 2500 Hz, sebesar 0,99. Sedangkan untuk jenis partikel acak/ tanpa pengayakan, puncak grafik terjadi pada frekuensi 2000 Hz dengan nilai koefisien serapan suara sebesar 94%. Dari ketiga jenis ukuran partikel, ternyata papan partikel dengan ukuran partikel kasar (Φ 1,9 – 4 mm) lebih efektif dalam menyerap suara, hal ini disebabkan oleh banyaknya porositas dari papan tersebut. Porositas dari panel akustik, terbukti memberikan kontribusi yang besar terhadap penyerapan suara pada frekuensi tinggi [3]. Tabel 2 menunjukkan nilai koefisien serapan suara minimum dari
suatu material untuk dapat dikategorikan sebagai peredam suara berdasarkan standar ISO 11654 (1997). Tabel 2. Nilai Koefisien Serapan Suara Standar berdasarkan ISO 11654 (1997) Frekuensi (Hz) Kelas 250 500 1000 2000 4000 A 0,70 0,90 0,90 0,90 0,80 B 0,60 0,80 0,80 0,80 0,70 C 0,40 0,60 0,60 0,60 0,50 D 0,10 0,30 0,30 0,30 0,20 E 0 0,17 0,17 0,17 0,05 Dari data pada tabel 2, papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar yang dibuat telah memenuhi syarat ISO 11654 (1997), sehingga layak menjadi panel akustik alternatif.
Pengaruh variasi densitas sampel terhadap penyerapan suara Perhitungan densitas dari sampel uji dilakukan dengan cara menimbang massa sampel serta mengukur volumenya, hasil perhitungannya ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3. Penentuan Densitas dari Sampel Uji Jenis partikel penyusun/ sampel uji Densitas (g/cm3) Partikel halus (Φ 0,1 – 1,9 mm) 0,35 Partikel kasar (Φ 1,9 – 4 mm) 0,75 Partikel acak 0,65 1
Koefisien Serapan Suara
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4
Partikel Halus Partikel Kasar Partikel Acak Serabut Kelapa Serat Rami
0,3 0,2 0,1 0
125 160 200 250 315 400 500 630 800 1000 1250 1600 2000 2500 3150 4000 5000
Frekuensi (Hz)
Gambar 3. Kurva koefisien serapan suara untuk partikel halus ρ = 0,75 gr/cm3, partikel kasar ρ = 0,65 gr/cm3, partikel acak/ tanpa ρ = 0,38 gr/cm3, serabut kelapa ρ = 0,57 gr/cm3, dan serat rami ρ = 0,33 gr/cm3.
Adapun pengaruh densitas sampel terhadap kemampuan serapan suaranya, ditunjukkan pada gambar 2. Dari gambar tersebut didapatkan bahwa dengan bertambahnya densitas dari sampel uji, nilai koefisien serapan suara meningkat secara signifikan hampir pada semua frekuensi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ballag (1996), “Acoustical Properties of Wool” [3]. Sebagai data pembanding, pada gambar 3 disajikan kurva perbandingan koefisien serapan suara dari papan partikel limbah kayu meranti yang berperekat damar dengan dua jenis bahan lainnya yaitu serabut kelapa dan serat rami [8]. 4. KESIMPULAN 1. Panel papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar sudah memenuhi kriteria standar ISO 11654 (1997), untuk dapat diklassifikasikan sebagai bahan penyerap suara. 2. Konfigurasi yang paling ideal sebagai bahan penyerap suara adalah papan partikel dengan partikel penyusunnya berupa partikel kasar dengan diameter 1,9 mm – 4 mm. 3. Peningkatan densitas sampel uji akan menyebabkan kenaikan koefisien serapan suaranya. 4. Nilai rata-rata koefisien serapan suara untuk masing-masing sampel uji adalah 0,3 untuk partikel halus, 0,7 untuk partikel kasar, dan 0,6 untuk ukuran partikel acak/ tanpa pengayakan. 5. Berdasarkan nilai koefisien serapan suara yang diperoleh, papan partikel limbah kayu meranti dengan perekat damar layak menjadi panel akustik alternatif.
DAFTAR PUSTAKA 1. Akram (2013), Penggunaan Serbuk Kayu Meranti sebagai Filler menggunakan matriks Damar untuk Pembuatan Papan Komposit, Prosiding SNYuBe, Vol 2, No. 4. 2. Baheramsyah Alam, dkk (2009), Studi Pemanfaatan Pencampuran Jerami dan Sabut Kelapa Sebagai Bahan Dasar Sekat Absorpsi Bunyi Antar Ruangan di Kapal. 3. Ballagh KO (1996), Acoustical Properties of Wool, Applied Acoustic Journal, Vol 48, No 2. Elsevier Science Ltd. 4. ISO 11654 (1997), Acoustical Sound Absorbers for Use in Buildings-Rating of Sound Absorption. 5. ISO 354 (2003), Acoustic – Measurement of Sound Absorption in a Reverberation Room. 6. Khairati Ainie, dkk (2006), Desain Peredam Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran Koefisien Penyerapan Bunyinya. 7. Restu Kristiani, dkk (2014), Kinerja Serapan Bunyi Komposit Ampas Tebu berdasarkan Variasi Ketebalan Quater Wavelength Resonator terhadap Kinerja Bunyi, Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol 10, No 1. 8. Sabri (2005), Evaluasi Kinerja Akustik Serat Alam sebagai Material Alternatif Pengendali Kebisingan, Tesis S2, Program Magister Teknik Penerbangan, Institut Teknologi Bandung.