BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian
2.1.1
Definisi Pajak Pengertian Pajak Secara Umum adalah iuran yang dipaksakan oleh
penguasa atau pemerintah kepada wajib pajak berdasarkan undang-undang yang digunakan untuk membiayai keperluan penguasa atau pemerintah.Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan.Beberapa pengertian pajak menurut para ahli yaitu : Pajak Menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 th (2007) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemamakmuran rakyat”. Menurut Adriani, S.H dalam Moch. Zain (2008): “Pajak adalah iuran kepada kas negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarkan menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah”. Menurut Rachmat Soemitro, S.H. : "Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintahan) dengantidak mendapat jasa timbal
12
13
(tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.Pengertian lainnya pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk membiayai public investment."
Dari pengertian-pengertian pajak tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki beberapa unsur-unsur : 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang." 2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor. 3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. 4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. 5. Selain
fungsi
budgeter
(anggaran)
yaitu
fungsi
mengisi
Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk
14
mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
2.1.2 Subjek Pajak Selain fungsinya, pajak juga memiliki pedoman untuk menentukan persyaratan dalam memutuskan subjeknya. Subjekpajaksendiri merupakanpihak – pihak
(orangmaupunbadan)
yang
akandikenakanpajakdan
dimaksuddenganobjekpajakyaitusesuatu
yang yang
dikenakanpajakataudapatdiartikansebagaisasaranpengenaanpajak. Subjek pajak terbagi menjadi dua yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Yang menjadi subjek pajak adalah : a. 1. Orang pribadi 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak b. Badan c. Bentuk usaha tetap Yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah : a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia.Termasuk
15
dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan.Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 hari tidak harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 bulan sejak kedatangannya di Indonesia. b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri mengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah:
16
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesiayang dapat berupa: a. Tempat kedudukan manajemen b. Cabang perusahaan c. Kantor perwakilan d. Gedung kantor e. Pabrik f. Bengkel g. Gudang h. Ruang untuk promosi dan penjualan i.
Pertambangan dan penggalian sumber alam
j.
Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan l.
Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
17
m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
2.1.3 Fungsi Pajak Sebagai salah satu sumber penerimaan negara pajak memiliki fungsi sebagai mana dijelaskan di bawah ini: Fungsi pajak menurut Mardiasmo (2011: 02), menuliskan bahwa fungsi pajak terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Fungsi Budgetair yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi Regulerend yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi”.
18
Dalam fungsi budgetair, pajak berfungsi sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan. Upaya pemerintah untuk mengoptimalkan pemasukan dana ke kas Negara melaui cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemumgutan pajak dengan penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak. Pajak mempunyai fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat yang digunakan pemerintah untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dibidang sosial dan ekonomi maupun tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan, serta dapat mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan dengan rencana dan keinginan pemerintah. Sedangkan fungsi pajak menurut Ilyas dan Richard (2011: 9), yaitu:
1. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana
yang diperuntukkan bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Mengatur (Regulator) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras dan barang mewah, hal ini diterapkan pemerintah dalam upaya mengatur agar tingkat konsumsi barang-barang mewah dan minuman keras dapat dikendalikan.
19
3. Fungsi Stabilitas Fungsi ini berhubungan dengan kebijakan untuk menjaga stabilitas harga (melalui dana yang diperoleh dari pajak) sehingga laju inflasi dapat dikendalikan. 4. Fungsi Redistribusi Dalam fungsi ini, lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam dalam pengenaan pajak. Contohnya dalam pajak penghasilan, semakin besar jumlah penghasilan maka akan semakin besar pula jumlah pajak yang terutang. 5. Fungsi Demokrasi Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong.Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.
2.1.4Pembagian Jenis Pajak Di Indonesia terdapat berbagai macam pajak, baik pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain maupun pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak. Berbagai macam jenis pajak tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya.
20
1. Menurut Golongannya Menurut Mardiasmo (2011:05)dalam bukunya “Perpajakan” menyebutkan bahwa menurut golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. b. Pajak tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak langsung adalah pajak harus menjadi beban sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang dapat dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. 2. Menurut Sifatnya Menurut Siti Resmi (2003:7)menyebutkan bahwa menurut sifatnya pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan
pribadi
Wajib
Pajak
atau
pengenaan
pajak
yang
memperhatikan keadaan subyeknya. b. Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan
timbulnya
kewajiban
membayar
pajak,
tanpa
21
memperhatikan kedaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal”. Dari penjelasan diatas, menurut sifatnya pajak terbagi dua yaitu pajak subjektif dan pajak objektif.Pajak subjektif adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak dengan memperhatikan keadaan pribadi atau kondisi wajib pajak.Sedangkan pajak objektif adalah pajak yang dikenakan tanpa memperhatikan keadaan atau kondisi wajib pajak, tarif pajak ditentukan berdasarkan nilai dari objek pajak tersebut. 3. Menurut Lembaga Pemungutnya Menurut Siti Resmi (2003:8)menyebutkan bahwa menurut lembaga pemungutannya, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya. b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Dari
penjelasan
diatas,
menurut
lembaga
pemungutnya
pajak
dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak daerah.Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk keperluan Negara, contoh pajak penghasilan.Sedangkan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk keperluan daerah, contoh pajak kendaraan bermotor.
22
2.1.5Sistem Pemungutan Pajak Pajak sebagai alat yang digunakan pemerintah untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dibidang sosial dan ekonomi memiliki dasar hukum pemungutan yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945. Dasar hukum pemungutan pajak berdasarkan pada pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu “Segala Pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang”. Menurut Mardiasmo (2011 : 07)sistem Pemungutan Pajak dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu sebagai berikut : 1.Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Ciri-cirinya yaitu: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak itu sendiri. b. Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 2. Official Assessment System. Sistem pemungutan pajak yang dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan, seperti karcis dan atau nota pesanan (bill).Ciri-cirinya yaitu:
23
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 3. Withholding Tax System. Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya yaitu Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang adalah pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
2.1.6 Syarat Pemungutan Pajak Pemerintah sebagai pihak yang berwenang memungut pajak pada warga negara tidak boleh sewenang-wenangnya memungut pajak tersebut. Ada beberapa syarat pemungutan pajak di Indonesia (Widyaningsih, 2011: 17), antara lain: 1. Pemungutan pajak harus adil Seperti halnya produk hukum, pajak juga mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak.Adil dalam perundangundangan maupun adil dalam pelaksanaannya.Contohnya, dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak, pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak, dan sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.
24
2. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, seperti pemungutan pajak yang dilakukan oelh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya, jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk diperlakukan secara umum, dan jaminan hukum akan terjaga kerahasiaannya bagi para wajib pajak. 3. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa.Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok paja, terutama masyarakat kecil dan menengah. 4. Pemungutan pajak harus efisien Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan.Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut.Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi perhitungan maupun dari segi waktu. 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
25
Bagaimana
sistem
pemungutan
pajak
akan
sangat
menentukan
keberhasilan dalam pengutan pajak tersebut. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus mereka bayar sehingga akan memberikan dampak yang positif bagi wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Salah satu perwujudan atas syarat ini yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah tarif bea materai disederhanakan dari 167 macam menjadi 2 macam tarif saja, tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif yaitu 10%, atau pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi).
2.1.7 Definisi Wajib Pajak (WP) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kewajiban perpajakan yang telah diatur didalam undang-undang perpajakan. Wajib Pajak sangatlah memegang peranan yang sangat penting bagi kelancaran Sistem dan peraturan perundang-undangan perpajakan Menurut Undang-undang No.28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) Tentang Tata Cara Perpajakan bahwa yang dimaksud dengan Wajib Pajak (tax payer) adalah sebagai berikut: “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan
26
kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu”.
Sedangkan dalam pasal 1 ayat 2, Undang-Undang No. 16 tahun 2009 tenteng KUP disebutkan bahwa : “Wajib Pajak adalahadalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan”.
Dengan demikian Wajib Pajak dituntut untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.Oleh karena itu pemerintah terus mengupayakan agar Wajib Pajak memahami sepenuhnya kewajibannya terhadap negara dan mau melaksanakannya dengan itikad baik kewajiban perpajakannya.
2.1.8 Definisi Surat Pemberitahuan Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Undang-Undang No.16 tahun 2009 mengenai KUP Pasal 1 angka 11 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009 adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.
27
Adapun tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 2007. Dengan kata lain SPT merupakan sarana bagi wajib pajak, antara lain untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak dan pembayarannya. Dalam rangka keseragaman dan mempermudah pengisian serta pengadministrasiannya, bentuk dan isi SPT, keterangan, dokumen yang harus dilampirkan serta cara yang digunakan untuk menyampaikan SPT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Wajib pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar. Pengisian SPT yang benar, lengkap dan jelas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Benar artinya benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Lengkap artinya memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lainnya yang harus dilaporkan dalam SPT, dan 3. Jelas artinya melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsurunsur lainnya yang harus dilaporkan dalam SPT. Aplikasi e-SPT merupakan aplikasi yang diberikan secara Cuma-Cuma oleh Direktorat Jendral Pajak. Dengan menggunakan aplikasi e-SPT, wajib pajak dapat merekam, memelihara dan men-generate data digital SPT serta
28
mencetak SPT beserta lampirannya. Adapun indikator dalam mengukur e-SPT menurut Liberty Pandiangan (2008:35) yaitu : 1. Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat melalui jaringan internet. 2. Penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat. 3. Data yang disampaikan Wajib Pajak selalu lengkap. 4. Penggunaan kertas lebih efisien. 5. Tidak diperlukan proses perekaman SPT beserta lampirannya di KPP.
2.1.9 Fungsi SPT Fungsi SPT dapat dilihat dari sisi Wajib Pajak, Pengusaha Kena Pajak, dan dari sisi Pemotong atau Pemungut Pajak, yaitu sebagai berikut: 1. Wajib Pajak Penghasilan a. Sarana untuk melapor dan mempertanggungjawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang. b. Melapor pembayaran/pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan/pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak/bagian tahun pajak c. Melaporkan
pembayaran
dari
pemotong/pemungut
tentang
pemotongan/pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku.
29
2. Pengusaha Kena Pajak a. Melaporkan tentang pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran b. Sarana untuk melapor dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang. c. Melaporkan
tentang
pembayaran/pelunasan
pajak
yang
telah
dilaksanakan sendiri oleh PKP dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3. Pemotong/Pemungut Pajak Sebagai sarana melapor dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong/dipungut dan disetorkannya.
2.1.10 Jenis SPT SPT dapat berbentuk formulir kertas (hardcopy) atau e-SPT. Berdasarkan waktu pelaporan, SPT dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak. 2. SPT Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.
30
2.1.11 Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Menurut Mardiasmo (2010) Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan sebagaimana dimaksud untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan SPT Tahunan. Pemberitahuan Perpanjangan SPT batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri : a. Perhitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang; b. Laporan sementara; dan c. Surat Setoran sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak.Dalam hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan ditandatangani oleh Kuasa Wajib Pajak, Pemberitahuan Perpajangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dapat disampaikan : a.Secara langsung; b.Melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau c.Dengan cara lain, yang meliputi:
Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
31
e-Filling melalui ASP Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang tidak memenuhi ketentuan bagaimana dianggap bukan merupakan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan.
2.1.12 Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Menurut Rahman (2010). SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan,dikenakan sanksi administrasi berupa denda: a.SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Rp 100.000 b.SPT Tahunan PPh Badan Rp 1.000.000 c.SPT Masa PPN Rp 500.000 d.SPT masa lainnya Rp 100.000 Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, tidak dikenakan sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar setiap orang yang karena kealpaannya: a. Tidak menyampaikan SPT; atau
32
b. Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
2.1.13 Batas Waktu Penyampaian SPT Batas penyampaian SPT dalam pasal 3 ayat 3 UU No. 16 tahun 2009 tentang KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 adalah: 1. Untuk SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak.
33
2. Untuk SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak. 3. Untuk SPT Tahunan PPh wajib pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak
2.1.14 Elektronik Surat Pemberitahuan (e-SPT) Menurut Peraturan Menteru Keuangan No. 181/PMK.03/2007 yang dimaksud dengan e-SPT adalah data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP.Sedangkan yang dimaksud aplikasi e-SPT adalah aplikasi dari DJP yang dapat digunakan Wajib Pajak untuk membuat SPT. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:132) pengertian e-SPT adalah penyampaian SPT dalam bentuk digital ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer. Yang dapat diaplikasikan menggunakan e-SPT adalah laporan : 4. SPT Masa PPh (e-SPT PPh) 5. SPT Tahunan PPh (e-SPT PPh) 6. SPT Masa PPN (e-SPT PPN). Adapun Tujuan diterapkannya e-SPT diantaranya adalahsebagai berikut : 1. Penerapan sistem administrasi modern perpajakan pada KPP dapat diukur dan dipantau, mengingat pada sistem tradisional sangat sulit dilakukan. 2. Penerapan sistem administrasi modern perpajakan yang meliputi penerapan e-SPT terhadap efisiensi pengisian SPT menurut Wajib Pajak dapat ditelaah dan dikaji untuk pencapaian tujuan bersama.
34
3. Sebagai informasi dan bahan evaluasi dan penerapan sistem administrasi modern perpajakan sehingga dapat mendorong digilirkannya reformasi administrasi perpajakan jangka menengah oleh DJP yang menjadi prioritas dalam reformasi perpajakan terutama dalam melanjutkan penerapan sistem administrasi modern perpajakan pada kantor-kantor pajak lainnya di seluruh Indonesia. 4. Sebagai informasi yang perlu diperhatikan bagi DJP dalam memahami aspek-aspek yang berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak sehingga merupakan salah satu tujuan dari modernisasi perpajakan melalui penerapan sistem administrasi modern perpajakan. 5. Sebagai informasi yang bermanfaat bagi masyarakat perpajakan di Indonesia. 6. Sebagai informasi yang bermanfaat bagi masyarakat baik secara umum maupun secara khusus sehingga dapat mendorong kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan di Indonesia. Tujuan Direkotrat Jendral Pajak (DJP) dalam melakukan perkembangan ini bukan lain untuk meningkatkan kinerja DJP khususnya dalam hal pemrosesan data perpajakan dan kemudahan masyarakat dalam mengisi SPT juga berkaitan dengan kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap niat baik pemerintah untuk menyelenggarakan penghimpunan dan pemanfaatan dana hasil pajak secara jujur, transparan dan adil. Jika menurut persepsi para wajib pajak penerapan eSPT selama ini bermanfaat dalam proses pengisian SPT maka penerapan e-SPT berpengaruh secara signifikan terhadap efesiensi pengisian SPT sehingga menjadi
35
efisien. Kelebihan aplikasi e-SPT menurut Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan http://www.pajak.go.id/e-sptadalah sebagai berikut : 1. Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman, karena lampiran dalam bentuk media CD/disket 2. Data perpajakan terorganisir dengan baik 3. Sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data perpajakan perusahaan dengan baik dan sistematis 4. Penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem komputer 5. Kemudahan dalam membuat Laporan Pajak 6. Data yang disampaikan WP selalu lengkap, karena penomoran formulir dengan menggunakan sistem komputer 7. Menghindari pemborosan penggunaan kertas 8. Berkurangnya
pekerjaan-pekerjaan
klerikal
perekaman
SPT
yang
memakan sumber daya yang cukup banyak
2.1.15 Tata Cara Pelaporan e-SPT Adapun tata cara pelaporan elektronik Surat Pemberitahuan (e-SPT)adalah sebagai berikut: 1. Wajib pajak melakukan instalasi aplikasi e-SPT pada sistem komputer yang digunakan untuk keperluan administrasi perpajakannya. 2. Wajib pajak menggunakan aplikasi e-SPT untuk merekam data-data perpajakan yang akan dilaporkan, antara lain:
36
a. Data identitas wajib pajak pemotong/pemungut dan identitas wajib pajak yang dipotong/dipungut seperti NPWP, nama, alamat, kode pos, nama KPP, pejabat penandatangan, kota, format nomor bukti potong/pungut, nomor awal bukti potong/pungut, kode kurs mata uang yang digunakan. b. Bukti pemotongan/pemungutan PPh. c. Faktur Pajak d. Data perpajakan yang terkandung dalam SPT. e. Data Surat Setoran Pajak (SSP) seperti masa pajak, tahun pajak, tanggal setor, Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), Kode Akun Pajak/Kode Jenis Setoran (KJS) dan jumlah pembayaran pajak. 3. Wajib pajak yang telah memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan sendiri dapat melakukan proses impor data dari sistem yang dimiliki wajib pajak ke dalam aplikasi e-SPT dengan mengacu kepada format data yang sesuai dengan aplikasi e-SPT. 4. Wajib pajak mencetak bukti potong/pungut dengan menggunakan aplikasi e-SPT dan menyampaikannya kepada pihak yang dipotong/dipungut. 5. Wajib Pajak menandatangani SPT Masa PPh/PPN dan/atau SPT TahunanPPh hasil cetakan aplikasi e-SPT 6. Wajib pajak menandatangani SPT Masa PPh/PPN dan/atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan aplikasi e-SPT. 7. Wajib pajak membentuk file data SPT dengan menggunakan aplikasi eSPT dan disimpan dalam media elektronik (CD, flash disk).
37
8. Wajib pajak menyampaikan e-SPT ke KPP tempat wajib terdaftar dengan cara: a. Secara langsung atau melalui pos/perusahaan jasa kurir ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat, dengan membawa atau mengirimkan formulir induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani dan file data SPT yang tersimpan dalam bentuk elektronik serta dokumen lain yang wajib dilampirkan; atau b. Melalui e-filling sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Atas penyampaian e-SPT secara langsung diberikan tanda penerimaan surat dari TPT sedangkan penyampaian e-SPT melalui pos atau jasa ekspedisi/kurir bukti pengiriman surat dianggap sebagai tanda terima SPT. d. Atas penyampaian melalui e-filling diberikan bukti penerimaan elektronik. (Sumber: http://pelayanan-pajak.blogspot.co.id/2008/08/espt.html)
2.1.16 Keunggulan e-SPT E-SPT merupakan aplikasi penyampaian SPT dengan menggunakan media komputer dimana dengan menggunakan media komputer jauh memiliki keunggulan dibandingkan dengan cara manual. e-SPT mempunyai keunggulan mempunyai keunggulan seperti: (sumber: www.pajak.go.id) Wajib Pajak:
38
Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman, karena lampiran dalam bentuk media CD/disket.
Penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem komputer.
Kemudahan dalam membuat Laporan Pajak.
Data yang disampaikan WP selalu lengkap, karena penomoran formulir dengan menggunakan sistem komputer.
Menghindari pemborosan penggunaan kertas.
Berkurangnya
pekerjaan-pekerjaan
klerikal
perekaman
SPT
yang
memakan sumber daya yang cukup banyak.
Pegawai Pajak
Data perpajakan terorganisasi dengan baik.
Memudahkan proses pencarian dan SPT Wajib Pajak.
Efisiensi dalam hal penyimpanan dokumen.
Pemerikasaan dan Penelitian SPT dapat dilakukan secara cepat dan tepat karena dilakukan dengan sistem aplikasi.
Memberikan keamanan data bagi pengguna aplikasi.
2.1.17 Jenis e-SPT Jenis e-SPT yang digunakan ada 3 jenis (sumber: www.pajak.go.id) : 1. e-SPT Tahunan PPh: SPT Tahunan PPh adalah SPT Tahunan PPh dalam bentuk program aplikasi yang merupakan fasilitas dari Direktorat Jenderal Pajak kepada
39
Wajib Pajak yang digunakan untuk merekam, memelihara data, mengeneratedata, dan mencetak SPT Tahunan PPh beserta lampirannya dan dapat dilaporkan melalui media elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak. Untuk memperoleh e-SPT Tahunan PPh, Wajib Pajak dapat memperoleh program aplikasi tersebut secara cuma-cuma dari Direktorat Jenderal Pajak.Bagi Wajib Pajak besar dapat menghubungi AR yang telah ditunjuk. 2. e-SPT Masa PPN e-SPT PPN adalah SPT dalam bentuk program aplikasi yang merupakan fasilitas dari Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak yang digunakan untuk merekam SPT beserta lampirannya, memelihara data SPT beserta lampirannya, generatedata SPT digital serta mencetak SPT dan dapat dilaporkan melalui media elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak. Untuk memperoleh e-SPT PPN, Wajib Pajak dapat memperoleh program aplikasi tersebut secara cuma-cuma dari Direktorat Jenderal Pajak.Bagi Wajib Pajak besar dapat menghubungi AR yang telah ditunjuk. 3. e-SPT Masa PPh e-SPT Masa PPh adalah SPT Masa PPh dalam bentuk program aplikasi yang merupakan fasilitas dari Direktorat Jenderal Pajak. Bagi Wajib Pajak besar dapat menghubungi AR yang telah ditunjuk.Untuk memperoleh eSPT Masa PPh, Wajib Pajak dapat memperoleh program aplikasi tersebut secara cuma-cuma dari Direktorat Jenderal Pajak.Bagi Wajib Pajak besar khususnya dapat menghubungi AR yang telah ditunjuk.
2.1.18
Tata Cara Penggunaan e-SPT
40
Menurut Keputusan Dirjen Pajak KEP-383/PJ./2002 tentang tata cara dalam penggunaan aplikasi e-SPT oleh setiap wajib pajak sebagai berikut : 1. Wajib Pajak melakukan instalasi aplikasi e-SPT pada sistem komputer Aplikasi dapat diperoleh dari Account Representative (AR) masingmasing atau dari installer e-SPT 2. Wajib Pajak menggunakan aplikasi e-SPT untuk merekam data-data antara lain identitas WP, bukti potong, faktur pajak, dan data perpajakan lain. 3. Wajib Pajak yang telah memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan masing-masing dapat melakukan proses impor data dari sistem yang dimiliki ke dalam aplikasi e-SPT dengan berpedoman kepada format data sesuai dengan aplikasi e-SPT. 4. Wajib
Pajak
mencetak
bukti
pemotongan/pemungutan
dengan
menggunakan aplikasi e-SPT dan menyampaikannya kepada pihak yang dipotong atau dipungut 5. Wajib Pajak mencetak formulir Induk SPT menggunakan aplikasi e-SPT 6. Wajib Pajak menandatangani formulir hasil cetakan aplikasi e-SPT 7. Wajib Pajak membentuk data e-SPT dengan menggunakan aplikasi e-SPT dan disimpan dalam media komputer (CD/flash disk) 8. Wajib Pajak melaporkan SPT dengan menggunakan media elektronik ke KPP dengan membawa Formulir induk SPT hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani besertafile data SPT yang tersimpan dalam media komputer.
41
Sistem aplikasi e-SPT data digunakan untuk perekaman data SPT beserta lampirannya dan pembetulan dan dapat melakukan perhitungan-perhitungansecara otomatis pada saat perekaman.Dengan adanya sistem aplikasi ini, Wajib Pajak dapat secara langsung melakukan pembetulan atau koreksi pada SPT induk maupun lampiran SPT bila terdapat kesalahan pemasukan data karena sistem sSPT memiliki fasiliras checking. Berikut disajikan diagram alur aplikasi e-SPT (elektronik Surat Pemberitahuan) :
Gambar 2.1 Diagram Alur Aplikasi e-SPT
42
2.1.19 Pengetahuan Perpajakan 2.1.19.1 Pengertian Pengetahuan Perpajakan Ongkowijoyo (2010:33) berpendapat, yang menjadi masalah utama perpajakan adalah minimnya pengetahuan wajib pajak mengenai hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak.Diperlukan pemahaman yang tinggi dari wajib pajak untuk mewujudkan self assesment system, karena dalam sistem ini wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggungjawab sepenuhnya mengisi SPT, yaitu untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri jumlah pajak terhutang. Sedangkan menurut Andriani (2000:25), menyatakan bahwa pengetahuan perpajakan adalah pengetahuan mengenai konsep ketentuan umum di bidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku di Indonesia mulai dari subyek pajak, obyek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak terutang, pencatatan pajak terutang, sampai dengan bagaimana pengisian pelaporan pajak. Pengetahuan Pajak memberi pengaruh yang positif untuk kepatuhan wajib pajak.Salah satu penyebab berpengaruhnya pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak adalah adanya sumber informasi perpajakan yang di dapat oleh setiap wajib pajak, misal dari petugas pajak, majalah pajak. Menurut Fallan (1999) yang dikutip kembali oleh Siti Kurnia Rahayu (2010) memberikan kajian pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi Wajib Pajak sangat mempengaruhi sikap Wajib Pajak terhadap system-sistem perpajakan yang adil. Dengan kualitas pengetahuan yang semakin baik akan memberikan sikap memenuhi kewajiban dengan benar melalui adanya sistem perpajakan suatu negara yang dianggap adil. Dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan
43
masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap pemahaman Wajib Pajak dalam membayar pajak. Dengan penyuluhan perpajakan secara intensif dan kontinyu akan meningkatkan pemahaman Wajib Pajak tentang membayar pajak sebagai wujud gotong royong nasional dalam menghimpun dana untuk kepentingan pembiayaan pemerintah dan pembangunan nasional (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan pengetahuan pajak adalah informasi pajak yang dapat digunakan Wajib Pajak sebagai tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Menurut Supriyati dalam Sari (2014) indikator pengetahuan adalah: 1.
Pengetahuan
peraturan
perpajakan,
Pengetahuan
peraturan
perpajakanyang dimiliki oleh wajib pajak merupakan hal yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh wajib pajak karena tanpa adanya pengetahuan tentang pearturan pajak, maka sulit bagi wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Pemerintah telah melakukan upaya untuk menambahkan pengetahuan bagi para wajib pajak, diantaranya melalui penyuluhan, iklan-iklan di media masa maupun media elektronik dengan tujuan agar para wajib pajak lebih mudah mengerti dan lebih cepat mendapatkan informasi perpajakan. 2. Pengetahuan menghitung besarnya pajak terutang, Wajib pajak harus mengetahui berapa besarnya pajak yang terutang dan wajib pajak harus dapat
menghitung,
membayar,
perpajakannya dengan benar dan jujur.
dan
melaporkan
kewajiban
44
3. Pengetahuan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT), Wajib pajak harus mengetahui bagaimana mengisi surat pemberitahuan (SPT). Wajib pajak melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.1.19.2 Konsep Pengetahuan Pajak Pengetahuan Pajak adalah informasi pajak yang dapat digunakan wajib pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya dibidang
perpajakan.Veronica
Carolina,
(2009:07).
Berdasarkan
konsep
pengetahuan atau pemahaman pajak menurut Norman D Nowak yang dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010:138), wajib pajak harus memiliki di antaranya adalah Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Sistem perpajakan di Indonesia, dan Fungsi Perpajakan. Berikut ini adalah penjelasan dari konsep pengetahuan pajak yaitu sebagai berikut: 1. Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sudah diatur dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007 yang pada prinsipnya diberlakukan bagi Undang-Undang pajak material. Tujuannya adalah untuk meningkatkan profesionalisme
aparatur
perpajakan,
meningkatkan
keterbukaan
administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak. Isi dari Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut antara lain mengenai hak dan kewajiban wajib pajak, SPT, NPWP,dan Prosedur
45
Pembayaran, Pemungutan serta Pelaporan Pajak. 2. Pengetahuan mengenai Sistem Perpajakan di Indonesia Sistem perpajakan di Indonesia yang diterapkan saat ini adalah self assessment system yaitu pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 3. Pengetahuan mengenai Fungsi Perpajakan Terdapat dua fungsi pajak yaitu sebagai berikut: a. Fungsi Penerimaan (Budgeter), pajak berfungsi sebagai sumber dana
yang
diperuntukkan
bagi
pembiayaan
pengeluaran-
pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi Mengatur (Reguler), pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah yaitu dengan adanya PPnBM (Pajak Pertambahan Barang Mewah).
2.1.20 Kepatuhan Wajib Pajak 2.1.20.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak yang dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah: “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran
46
pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana : 1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-rundangan perpajakan. 2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138), Kepatuhan berarti tunduk, taat atau patuh pada ajaran atau aturan. Jadi kepatuhan wajib pajak dapat diartikan sebagai tunduk, taat dan patuhnya wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya
sesuai
dengan
ketentuan
perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Menurut Chaizi Nasucha dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2010 :139), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari: 1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri. 2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan. 3. Kepatuhan dalam menghitung, memperhitungkan dan membayar pajak terutang. 4. Kepatuhan dalam pelaporan dan pembayaran tunggakan. Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pendahuluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Syarat-syarat Wajib Pajak Patuh diantaranya:
47
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir. 2. Dalam tahun terakhir, penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. 3. SPT masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pada masa pajak berikutnya. 4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak: a. Kecuali telah memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. b. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan SPT yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir . 5. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidanan di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir. 6. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar dengan
pengecualian
sepanjang
pengecualian
tersebut
tidak
mempengaruhi laba rugi fiskal. a. Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007.
48
b. Apabila dalam dua tahun terakhir terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10% (sepuluh persen). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007, Wajib Pajak dikatakan patuh apabila: 1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), meliputi: a. Penyampaian SPT Tahunan tepat Waktu dalam 3 (tiga) tahun terakhir b. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa Pajak Januari sampai November tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut,dan c. SPT Masa yang terlambat sebagaiman dimaksud pada (b) telah disampaikan tidak lewat batas waktu penyampaian SPT Masa Pajak berikutnya. 2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak, meliputi keadaan pada tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan. 3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, dengan ketentuan:
49
a. Laporan Keuangan yang diaudit harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang wajib menyampaikan SPT Tahunan. b. Pendapat Akuntan atas Laporan Keuangan yang diaudit ditandatangani oleh Akuntan Publik yang tidak sedang dalam pembinaan lembaga pemerintah pengawas Akuntan Publik 5. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
2.1.20.2 Macam-Macam Kepatuhan Adapun macam-macam kepatuhan pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut : 1. Kepatuhan Formal Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan 2. Kepatuhan Material Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana pajak memenuhi hakekatnya, memenuhi semua ketentuan perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal. Ketidakpatuhan timbul kalau salah satu syarat definisi tidak terpenuhi. Pendapat lain tentang kepatuhan Wajib Pajak juga dikemukakan
50
oleh Novak (1989) seperti dikutip oleh Kiryanto (2000), yang menyatakan suatu iklim kepatuhan bagi Wajib Pajak adalah : 1.
Wajib Pajak paham dan berusaha memahami UU Perpajakan.
2.
Mengisi formulir pajak dengan benar.
3.
Menghitung pajak dengan jumlah yang benar.
4.
Membayar pajak tepat pada waktunya.
Jadi, semakin tinggi tingkat kebenaran menghitung dan memperhitungkan, ketepatan menyetor, serta mengisi dan memasukkan surat pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak, maka diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya.
2.1.20.3 Syarat-syarat Wajib Pajak Patuh
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai WP Patuh yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi semua syarat sebagai berikut: a.
Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir;
b.
Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut;
c.
SPT Masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya;
51
d.
Tidak mempunyai tunggakan Pajak untuk semua jenis pajak: 1)
Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
2)
Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir;
e.
Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir; dan
f.
Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan audit harus : 1)
Disusun dalam bentuk panjang (long form report);
2)
Menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
Dalam hal laporan keuangan Wajib Pajak tidak diaudit oleh akuntan publik, maka Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulis paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku berakhir, untuk dapat ditetapkan sebagai WP Patuh sepanjang memenuhi syarat pada huruf a sampai huruf e, ditambah syarat: -
Dalam 2 tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP, dan
-
Apabila dalam 2 tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10%.
52
Adapun
beberapa
penelitian terdahulu
mengenai
Penerapan
e-SPT,
Pengetahuan Perpajakan, Kepatuhan Wajib Pajak, serta pengaruhnya pada tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
1.
Nazmel
Pengaruh Pengetahuan Pajak dan Efektifitas Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pajak Bumi dan Bangunan Pengaruh reformasi administrasi perpajakan di Indonesia terhadap kepatuhan wajib pajak Pengaruh Penerapan e-SPT Terhadap Efisiensi Pemrosesan Data Perpajakan Survey Terhadap Pengusaha Kena Pajak pada KPP Pratama X, Bandung.
Pengetahuan Pajak dan Sistem Administrasi Perpajakan berpengaruh positif dan signifikan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pajak Bumi dan Bangunan. Pengaruh Pengetahuan Pajak dan Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pajak Bumi dan Bangunan yaitu sebesar 52,2%
PengaruhPenerapa n e-SPT PPN Terhadap Efisiensi Pengisian SPT PPN Menurut
Penerapan e-SPT PPN berpengaruh terhadap efisiensi pengisian SPT menurut persepsi pengusaha kena pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado.
Nazir (2010)
2.
Nasucha (2004)
3.
Lingga (2012)
4.
Tamboto (2013)
Reformasi administrasi perpajakan di Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kepatuhn wajib pajak
Penerapan e-SPT berpengaruh terhadap efisiensi pemrosesan data 14 perpajakan. Efisiensi pemrosesan data perpajakan dipengaruhi oleh penerapan e-SPT sebesar 36,4%, sisanya 63,6% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diamati dalam penelitian ini.
53
Persepsi Pengusaha Kena Pajak pada KPP Pratama Manado.
5.
Ayu Gustiyani (2014)
2.2
Pengaruh Penerapan E-Spt Dan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Pada Kantor Pelayanan Pajak (Kpp) Pratama Karees Bandung)
Penerapan e-SPT dan Pengetahuan Perpajakan memiliki pengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Bandung Karees. Dengan demikian, Penerapan e-SPT dan Pengetahuan Perpajakan memberikan pengaruh positif terhadap kepatuhan pajak yang artinya apabila semakin baik Penerapan e-SPT maka kepatuhan pajak menjadi baik.
Kerangka Pemikiran
2.2.1 Pengaruh penerapan e-SPT terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:140) Kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu Negara, pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak yang berlaku. Selain itu, sistem perpajakan yang sederhana juga sangat penting karena semakin kompleks sistem perpajakan akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Aplikasi penerapan e-SPT sebagai salah satu bentuk reformasi dalam memberikan pelayanan yang dilakukan oleh kantor pajak di mana akan mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya yaitu membayar pajak den melaporkan SPT dalam bentuk e-SPT. Hal ini dikarenakan wajib pajak dalam melaporkan pajaknya dengan cara menghitung dan mengisi SPT secara manual yang kemudian mendatangi ke
54
kantor-kantor pajak terdekat. Jika dengan penerapan sistem e-SPT yang ada telah memberikan kepuasan terhadap wajib pajak maka wajib pajak sendiri akan lebih patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
2.2.2 Pengaruh Pengetahuan Perpajakan terhadap KepatuhanWajib Pajak Pengetahuan perpajakan digunakan oleh wajib pajak sebagai informasi pajak dalam melakukan tindakan pajak seperti menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang untuk disetorkan.Siti Kurnia Rahayu (2010:141) memberikan kajian mengenai pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak sangat mempengaruhi sikap pajak terhadap sistem perpajakan yang adil. Adanya kualitas pengetahuan yang semakin baik akanmemberikan sikap memenuhi kewajiban dengan benar melalui adanya sistem perpajakan sesuatu negara yang dianggap adil. Oleh karena itu, pengetahuan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak akan mempengaruhi patuh tidaknya wajib pajak itu sendiri dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Serta akan berdampak pula pada penerimaan pajak yang diterima oleh Negara jika masyarakatnya sudah memiliki pengetahuan perpajakan yang tinggi.
55
2.2.3 Pengaruh Penerapan e-SPT dan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan SPT Penerapan e-SPT sebagai suatu langkah dalam modernisasi sistem perpajakan diIndonesia diharapkan mampu memberikan layanan prima terhadap publik sehingga dapat meningkatkan kepuasan Wajib Pajak. Wajib Pajak yang puas akan dapat merubah perilakunya dalam membayar pajak, akhirnya kepatuhan Wajib Pajak juga dapat berubah. Dengan adanya system seperti ini diharapkan para wajib pajaktidak perlu berbondong-bong untuk mengantre di KPP saat melaporkan surat pemberitahuannya (SPT). Sebab dengan system ini wajib pajak dapat melaporkan SPT dengan mudah dan dapat dilakukan dimana aja secara online tanpa harus mengantre di KPP.Firdaus Aprian Zuhdi, Topowijono, Devi Farah Azizah menyebutkan bahwa penerapan e-SPT dan pengetahuan perpajakan berpengaruh secara simultan terhadap kepatuhan wajib pajak, artinya apabila penerapan e-SPT dan pengetahuan perpajakan dapat dilaksanakan dengan baik maka hal tersebut dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka pemikiran yang dapat digambarkan adalah sebagai berikut:
56
Perkembangan Teknologi Informasi Reformasi Perpajakan
e - Government
Modernisasi Administrasi Perpajakan
Pengetahuan Perpajakan
e - System
e -SPT
Memudahkan dalam hal pelaporan SPT
Akan berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Melaporkan SPT
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran (Muhammad Syts, 2015)
Adapunbagan model hipotesis dalam penelitian ini berdasarkan penjelasan diatas adalah sebagai berikut:
57
Penerapan e- SPT (Variabel X1) Kepatuhan Wajib Pajak (Variabel Y) Pengetahuan Perpajakan (Variabel X2)
Gambar 2.3 Model Hipotesis
2.3 Hipotesis Penelitian Dari penjelasan diatas mengenai pengaruh Penerapan e-SPT dan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Pajak perlu dilakukan hipotesis, Hipotesis menurut Sugiyono (2010:64) adalah : “Merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan.Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melaluipengumpulan data. Jadi hipotesis juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris”
58
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ha1:Peneraapan e-SPT berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT pada KPP Pratama Purwakarta. Ha2 :
Pengetahuan Perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT pada KPP Pratama Purwakarta.
Ha3 : Peneraapan e-SPT dan pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT pada KPP Pratama Purwakarta.