BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Sektor Pertanian 2.1.1 Klasifikasi Sektor Pertanian Sektor pertanian Sumatera Utara diklasifikasikan menjadi lima subsektor, yaitu: a. Subsektor Tanaman Bahan Makanan 1) Kelompok padi dan palawija, terdiri dari padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang, kedelai, dan kacang hijau. 2) Kelompok sayur-sayuran, terdiri dari bawang merah, bawang putih, bawang daun, kentang, kubis, sawi, wortel, lobak, kacang merah, kacang panjang, cabe, tomat, terung, buncis, ketimun, labu siam, kangkung, bayam, ercis, dan kol bunga. 3) Kelompok buah-buahan, terdiri dari alpukat, jeruk , mangga, rambutan, duku/langsat, durian, sawo, jambu biji, pepaya, pisang, nenas, salak, manggis, nangka, sirsak, dan belimbing. b. Subsektor Perikanan 1) Kelompok perikanan laut a) Subkelompok ikan, terdiri dari ikan manyung, kerapu, kakap, ekor kuning, cucut, bawal hitam, bawal putih, selar, teri, kembung, tuna, dan tongkol.
Universitas Sumatera Utara
b) Subkelompok binatang berkulit keras, terdiri dari udang windu, udang dogol, udang putih, dan udang lainnya serta kepiting. c) Subkelompok binatang berkulit lunak, terdiri dari cumi-cumi, kerang, dan remis. d) Subkelompok binatang air lainnya, terdiri dari ubur-ubur, penyu, dan teripang. e) Subkelompok tanaman air, terdiri dari rumput laut. 2) Kelompok perikanan darat a) Subkelompok ikan, terdiri dari ikan mas, tawes, mujair, gabus, lele, sepat siam, bandeng, dan gurami. b) Subkelompok binatang berkulit keras, terdiri dari udang galah, udang putih, udang api-api, dan udang windu. c. Subsektor Peternakan 1) Kelompok ternak besar, terdiri dari sapi, sapi perah, kerbau, dan kuda. 2) Kelompok ternak kecil, terdiri dari kambing, domba, dan babi. 3) Kelompok unggas terdiri dari ayam ras petelur, ayam ras pedaging, ayam kampung, dan itik manila. d. Subsektor Kehutanan 1) Hasil utama, terdiri dari log rimba, log pinus, kayu gergajian, kayu lapis, PULP, block board, dan moulding. 2) Hasil ikutan, terdiri dari rotan, arang, dan getah tusam.
Universitas Sumatera Utara
e. Subsektor Perkebunan 1) Perkebunan rakyat, terdiri dari kelapa sawit, karet, kopi arabika, kopi arabusta, kelapa, coklat, cengkeh, kemenyan, kulit manis, nilam, tembakau, kemiri, tebu, pala, lada, kapuk, gambir, teh, aren, pinang, vanili, jahe, kapulaga, jambu mente, dan sereh wangi. 2) Perkebunan negara, terdiri dari kelapa sawit, karet, coklat, teh, tembakau, kopi, dan tebu (SHS dan tetes).
2.1.2 Pembangunan Pertanian dan Pembangunan Ekonomi Pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi tidak hanya di Sumatera Utara, tetapi juga di Indonesia. Apabila pembangunan pertanian berhasil, maka pembangunan ekonomi juga akan merasakan imbasnya. Pembangunan pertanian, menurut Apriyantono (2005:2), pada hakekatnya adalah pendayagunaan secara optimal sumberdaya pertanian dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan, yaitu membangun SDM aparatur profesional, petani mandiri dan kelembagaan pertanian yang kokoh, meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan, memantapkan ketahanan dan keamanan pangan,
meningkatkan
daya
saing
dan
nilai
tambah
produk
pertanian,
menumbuhkembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi perdesaan, serta membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani.
Universitas Sumatera Utara
Tambunan (dalam Hidayat, 2004:3) menyatakan bahwa setidaknya ada beberapa faktor yang bisa diungkapkan mengapa sektor pertanian menjadi penting dalam proses pembangunan, yaitu: a. Sektor pertanian menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai input sektor lain, terutama sektor industri, seperti industri tekstil, industri makanan dan minuman. b. Sebagai negara agraris (kondisi historis), maka sektor pertanian menjadi sektor yang sangat kuat dalam perekonomian dalam tahap awal proses pembangunan. Populasi di sektor pertanian (pedesaan) membentuk suatu proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi produk-produk dalam negeri baik untuk barang produksi maupun barang konsumsi, terutama produk pangan. c. Karena terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian ke sektor industri, maka sektor pertanian menjadi sektor penyedia faktor produksi (terutama tenaga kerja) yang besar bagi sektor non-pertanian (industri). d. Sektor pertanian merupakan sumber daya alam yang memiliki keunggulan komparatif dibanding bangsa lain. Sejalan dengan pemikiran Tambunan, Jhingan (2007:362) menyatakan bahwa peranan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal: a. Menyediakan surplus pangan yang semakin besar pada penduduk yang semakin meningkat.
Universitas Sumatera Utara
b. Meningkatkan permintaan akan produk industri, dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan sektor tersier. c. Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian secara terus-menerus. d. Meningkatkan penghasilan masyarakat untuk dimobilisasi pemerintah. e. Memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja, pemantapan ketahanan pangan, dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha. Walaupun demikian, pembangunan pertanian masih dihadapkan kepada sejumlah kendala dan masalah yang harus segera dipecahkan (Pemprovsu Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, 2005:4), antara lain: a. Lahan tanaman pangan, seperti lahan sawah, cenderung berkurang karena beralih fungsi menjadi areal perkebunan, industri, dan perumahan. b. Masih terbatasnya akses petani dan nelayan terhadap sumber daya dan infrastruktur. c. Keterbatasan modal membatasi peningkatan pengelolaan hasil dan penerapan teknologi. d. Masih rendahnya peran lembaga petani untuk mendukung sektor pertanian. e. Nilai tambah dan upaya-upaya untuk meningkatkan posisi tawar petani dalam meningkatkan daya saing komoditas pertanian.
Universitas Sumatera Utara
f. Rendahnya kemampuan penanganan dan pengolahan hasil perikanan. g. Masih meningkatnya pencurian ikan atau illegal fishing oleh nelayan dan kapal asing. h. Meningkatnya illegal logging sehingga mengakibatkan kerusakan hutan. i.
Belum terpenuhinya kebutuhan daging di Sumatera Utara sehingga Sumatera Utara mengimpor dari luar negeri.
j.
Masih terdapatnya penyakit hewan menular di Sumatera Utara. Disamping permasalahan di atas, pembangunan pertanian juga dihadapkan
paling tidak pada delapan tantangan yang paling mendesak untuk segera ditangani, yaitu: a. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian. b. Peningkatan ketahanan pangan dan penyediaan bahan baku industri. c. Penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan. d. Operasionalisasi pembangunan berkelanjutan. e. Globalisasi perdagangan dan investasi. f. Terbangunnya industri hasil pertanian sampai tingkat desa. g. Sinkronisasi program pusat dan daerah sejalan era otonomi daerah, dan h. Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance). Dengan memandang pentingnya dan besarnya peranan yang dapat diambil maka pemerintah Sumatera Utara berusaha untuk mengoptimalkan sektor pertanian tersebut dengan membuat program pembangunan yaitu: a. Peningkatan Ketahanan Pangan. b. Program Pengembangan Agribisnis.
Universitas Sumatera Utara
c. Pengembangan Kesejahteraan Petani. d. Program Pemanfaatan Sumber Daya Hutan. e. Program Pengembangan Sumber Daya Perikanan. Program pembangunan di atas diwujudkan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut: a. Meningkatkan ketersediaan bahan pangan dengan cara intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi bahan pangan, dan pengembangan agribisnis didukung oleh sektor agropolitan (seperti pengembangan KSP/Koperasi Simpan Pinjam, pengembangan Kawasan Agropolitan Sumatera Utara). b. Meningkatkan peremajaan atau rehabilitasi kebun-kebun yang tua serta mengembangkan teknologi pascapanen. c. Melaksanakan pengawasan dan operasi pemberantasan illegal logging. d. Pemberdayaan nelayan kecil melalui bantuan kapal dan alat tangkap yang modern. e. Melaksanakan pengawasan dan operasi pemberantasan illegal fishing di laut. f. Mewujudkan swasembada protein hewani dengan kegiatan inseminasi buatan. g. Mengembangkan penggemukan ternak dan mencegah berjangkitnya wabah penyakit hewan menular. Dalam kurun waktu yang sangat panjang pembangunan pertanian selalu diidentikkan dengan kegiatan produksi usahatani semata (proses budidaya atau agronomi). Kondisi ini menyebabkan pada masa lalu kegiatan pertanian lebih berorientasi kepada peningkatan produksi dan citra yang kurang menguntungkan bagi
Universitas Sumatera Utara
pembangunan sektor pertanian. Hal ini memberikan pandangan seakan-akan pembangunan pertanian terlepas dengan pembangunan sektor-sektor lainnya dan juga bukan merupakan bagian dari pembangunan wilayah. Dengan orientasi kepada produksi, memang kita telah relatif mampu menyediakan pangan dan bahan baku industri domestik. Namun keberhasilan peningkatan produksi pertanian tersebut ternyata belum diikuti oleh peningkatan kesejahteraan petaninya. Hal ini antara lain karena kebijakan di bidang produksi tidak diikuti oleh kebijakan pendukung lain secara sinergis. Kondisi pembangunan pertanian seperti itu antara lain berkaitan dengan pembinaan pembangunan pertanian yang masih tersekat-sekat oleh banyak departemen, sehingga kebijakan pengembangan pertanian seringkali tidak sinkron antar lembaga terkait akibat perbedaan kepentingan dari masing-masing departemen (Apriyantono, 2005:2). Belajar dari kelemahan tersebut, sejak Pelita (Pembangunan Lima Tahun) VI pembangunan pertanian dilakukan melalui pendekatan pembangunan agribisnis. Pembangunan agribisnis, yang pada hakekatnya menekankan kepada tiga hal, yaitu a. Melalui pembangunan agribisnis, pembangunan pertanian ditingkatkan dari pendekatan produksi ke pendekatan yang berdasarkan bisnis. Dengan orientasi kepada bisnis maka aspek usaha dan pendapatan menjadi dasar pertimbangan utama. b. Dalam pembangunan agribisnis pembangunan pertanian bukan semata pembangunan sektoral namun juga terkait dengan lintas/inter-sektoral. Pembangunan pertanian sangat terkait/ditentukan oleh agroindustri hilir, agroindustri hulu dan lembaga jasa penunjang.
Universitas Sumatera Utara
c. Pembangunan pertanian bukan sebagai pembangunan pengembangan komoditas secara parsial, melainkan sangat terkait dengan pembangunan wilayah, khususnya perdesaan yang berkaitan erat dengan upaya-upaya peningkatan pendapatan masyarakat pertanian. Pada dasarnya pelaku pembangunan pertanian adalah masyarakat dan sektor swasta. Pemerintah berperan memfasilitasi bagi peningkatan sebesar-besarnya partisipasi masyarakat tersebut, serta mengatur agar pelaksanaan pembangunan berjalan secara adil. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Departemen Pertanian telah menetapkan perlunya jiwa (spirit) dan nilai (value) yang merupakan ruh pembangunan yang melandasi penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan, khususnya sektor pertanian, tanpa dilandasi ruh yang menjadi dasar pijakan akan kehilangan arah dan semangat yang akhirnya dapat menyimpang dari tujuan dan sasaran
pembangunan.
Apalagi
kegiatan
sektor
pertanian
yang
obyek
pembangunannya adalah benda hidup, yakni manusia, hewan, tanaman dan lingkungannya, maka ruh pembangunan sangat diperlukan, agar pembangunan tidak bersifat eksploitatif dan merusak kelestarian dari obyek pembangunan. Ruh pembangunan pertanian dimaksud adalah bersih dan peduli. Bersih berarti bebas dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), amanah, transparan dan akuntabel. Peduli berarti memberikan fasilitasi, pelayanan, perlindungan, pembelaan, pemberdayaan, dan keberpihakan terhadap kepentingan umum (masyarakat pertanian) di atas kepentingan pribadi dan golongan (demokratis) dan aspiratif.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Visi dan Kebijakan Sektor Pertanian Indonesia Visi pembangunan pertanian sampai tahun 2025 adalah: “Terwujudnya sistem pertanian industrial berkelanjutan yang berdayasaing dan mampu menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan petani”. Secara lebih spesifik sasaran jangka panjang yang perlu ditempuh adalah: a. Terwujudnya sistem pertanian industrial yang berdayasaing. b. Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri. c. Terciptanya kesempatan kerja penuh bagi masyarakat pertanian, dan d. Hapusnya masyarakat petani miskin dan meningkatnya pendapatan petani. Untuk mencapai sasaran-sasaran besar di atas, maka arah kebijakan yang perlu dilakukan adalah: a. Meningkatkan potensi basis produksi dan skala usaha pertanian; b. Mewujudkan sumberdaya insani pertanian yang berkualitas; c. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur pertanian; d. Mewujudkan sistem inovasi pertanian; e. Mewujudkan system pembiayaan pertanian tepat guna; f. Mewujudkan kelembagaan pertanian yang kokoh; g. Menyediakan sistem insentif dan perlindungan bagi petani; h. Mewujudkan pewilayahan pengembangan komoditas unggulan; i.
Menerapkan praktek pertanian yang baik; dan
j.
Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani dan pertanian.
Universitas Sumatera Utara
Dalam periode 2005-2009, pembangunan pertanian diarahkan untuk mencapai visi: “terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan dayasaing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani”. Pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah pendayagunaan secara optimal sumberdaya pertanian dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan, yaitu: a. Membangun SDM (Sumber Daya Manusia) aparatur profesional, petani mandiri dan kelembagaan pertanian yang kokoh; b. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan; c. Memantapkan ketahanan dan keamanan pangan; d. Meningkatkan dayasaing dan nilai tambah produk pertanian; e. Menumbuhkembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi perdesaan; dan f. Membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sejalan dengan visi pembangunan pertanian seperti dikemukakan di atas, maka misi yang akan dilaksanakan oleh Departemen Pertanian adalah: a. Mewujudkan birokrasi pertanian yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi; b. Mendorong pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan; c. Mewujudkan
ketahanan
pangan
melalui
peningkatan
produksi
dan
penganekaragaman konsumsi;
Universitas Sumatera Utara
d. Mendorong peningkatan peran sektor pertanian terhadap perekonomian nasional; e. Meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumberdaya dan pelayanan; f. Memperjuangkan kepentingan dan perlindungan terhadap petani dan pertanian dalam sistem perdagangan domestik dan global. Dalam rangka mewujudkan berbagai tujuan pembangunan di atas, paling tidak ada tujuh strategi umum yang akan ditempuh, yaitu: a. Melaksanakan manajemen pembangunan yang bersih, transparan dan bebas KKN, b. Meningkatkan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen pembangunan pertanian, c. Memperluas dan memanfaatkan basis produksi secara berkelanjutan, d. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan memberdayakan SDM pertanian, e. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian, f. Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna, dan.. g. Mempromosikan dan memproteksi komoditas pertanian. Dalam lima tahun mendatang, program pembangunan pertanian akan difokuskan pada: a. Peningkatan ketahanan pangan, b. Peningkatan nilai tambah dan dayasaing produk pertanian, dan c. Peningkatan kesejahteraan petani.
Universitas Sumatera Utara
Ketiga program tersebut secara bertahap diharapkan mampu meningkatkan kinerja sektor pertanian yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan petani. Disamping itu, pembangunan pertanian juga sangat memerlukan dukungan kebijakan dari sektor lain. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan makro, kebijakan pengembangan
industri,
kebijakan
perdagangan,
kebijakan
pengembangan
infrastruktur, kebijakan pengembangan kelembagaan, serta kebijakan pendayagunaan dan rehabilitasi sumberdaya alam dan lingkungan.
2.2 Produk Domestik Regional Buto (PDRB) 2.2.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam satu periode tertentu adalah PDRB. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Nilai akhir dari PDRB akan sama dengan total nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta ekspor bersih. Konsumsi (consumption) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok: barang tidak tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. Barang tidak tahan lama (nonderable goods) adalah barangbarang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Barang tahan lama (durable goods) adalah barang-barang yang memiliki usia panjang, seperti mobil dan televisi. Jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan, seperti potong rambut dan berobat ke dokter.
Universitas Sumatera Utara
Investasi (investment) terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga subkelompok: investasi tetap bisnis, investasi tetap residensi, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi tetap residensi adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Sedangkan investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (jika investasi gagal, maka investasi persediaan negatif). Pengeluaran pemerintah (government expenditure) adalah barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Kelompok ini meliputi peralatan militer, jalan layang, dan jasa yang diberikan pegawai pemerintah. Ini tidak termasuk pembayaran transfer kepada individu, seperti jaminan sosial dan kesejahteraan, karena merealokasi pendapatan yang ada dan tidak membuat perubahan dalam barang dan jasa. Ekspor bersih (nett export) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurang nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain. Ekspor bersih menunjukkan pengeluaran bersih dari luar negeri pada barang dan jasa kita, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik. Umumnya PDRB dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDRB atas harga berlaku (nominal) dan PDRB atas harga konstan (riil). PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada PDRB atas harga berlaku sudah termasuk unsur inflasi. Sedangkan PDRB atas harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu, misalnya 1983, 1993,
Universitas Sumatera Utara
atau 2000. PDRB atas harga konstan meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat, sedangkan PDRB atas harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik atau harga turun. Setelah PDRB atas harga berlaku dan PDRB atas harga konstan diketahui, maka dapat dihitung deflator PDRB. Deflator PDRB, juga disebut dengan deflator harga implisit untuk PDRB, didefenisikan sebagai rasio PDRB atas harga berlaku terhadap PDRB atas harga konstan. Deflator PDRB =
PDRB atas harga berlaku PDRB atas harga konstan
Deflator PDRB mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga dalam perekonomian.
2.2.2 Metode Penghitungan PDRB a. Metode Langsung 1) Pendekatan Produksi (Production Approach) PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah Nilai Produksi Bruto (NPB) dari barang dan jasa tersebtu dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi. Y = P 1 Q1 + P 2 Q2 + … + P nQ n Di mana : Y
= PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
Universitas Sumatera Utara
P 1 , P 2,…, P n
= Harga satuan produk pada satuan masing-masing sektor ekonomi
Q 1 , Q 2 ,…,Q n = Jumlah produk pada satuan masing-masing sektor ekonomi Yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari adanya perhitungan ganda. 2) Pendekatan Pendapatan (Income Approach) PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka
waktu tertentu, biasanya satu tahun.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan (laba); semuanya belum dipotong pajak pengahasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pola komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Y = Yw + Yr + Yi + Yp Di mana : Y
= Pendapatan nasional atau PDB
Yw
= Pendapatan upah / gaji
Yr
= Pendapatan sewa
Yi
= Pendapatan bunga
Yp
= Pendapatan laba atau profit
Universitas Sumatera Utara
3) Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor bersih di dalam suatu wilayah tertentu,
biasanya satu
tahun.
Dengan
metode
ini,
penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi. Y = C + I + G + (X – M) Di mana : Y
= PDB (Pendapatan Domestik Bruto)
C
= Pengeluaran Rumah Tangga Konsumen untuk konsumsi
I
= Pengeluaran Rumah Tangga Perusahaan untuk investasi
G
= Pengeluarana Rumah Tangga Pemerintah
(X-M) = Ekspor netto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri Yang dihitung hanya nilai transaksi-transaksi barang jadi saja, untuk menghindari adanya perhitungan ganda. b. Metode Tidak Langsung (Alokasi) Menghitung
nilai
tambah
suatu
kelompok
ekonomi
dengan
mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok kegiatan pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang
Universitas Sumatera Utara
paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.
2.2.3 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional Data statistik pendapatan regional memberikan informasi yang berguna mengenai berbagai aspek dari kegiatan ekonomi (Sukirno, 2004:55), yaitu: a. Menilai prestasi kegiatan ekonomi. Semakin tinggi pendapatan regional, semakin besar jumlah output yang diciptakan dalam suatu wilayah dan semakin tinggi kapasitas barangbarang modal yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan. Kenaikan pendapatan regional juga berkaitan erat dengan kenaikan kesempatan kerja. Apabila tingkat pengangguran masih tinggi, keadaan itu menggambarkan bahwa pendapatan regional yang dicapai masih di bawah potensi maksimal. b. Menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Dengan membandingkan statistik pendapatan riil pada suatu tahun tertentu dengan pendapatan riil pada tahun-tahun sebelumnya akan dapat ditentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. c. Memberi informasi mengenai struktur kegiatan ekonomi. Data pendapatan regional yang dihitung dengan cara pengeluaran menunjukkan nilai dan komposisi pengeluaran agregat, seperti konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi, ekspor, dan impor. Data pendapatan yang dihitung dangan cara produk neto memberikan gambaran tentang peranan berbagia sektor dalam perekonomian – yaitu
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan nilai output yang mereka menciptakan dan persentase sumbangan berbagai sektor terhadap pendapatan regional. d. Memberi gambaran mengenai taraf kemakmuran. Tingkat kemakmuran penduduk suatu regional dapat diketahui melalui pendapatan per kapita yang diperoleh penduduk tersebut. e. Sebagai dasar untuk membuat ramalan dan perencanaan. Data pendapatan regional pada masa kini dan masa lalu dapat memberi informasi penting mengenai ciri-ciri dari kegiatan ekonomi, seperti dapat menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai dan sektorsektor yang mewujudkan pertumbuhan tersebut, perkembangan ekspor dan investasi, dan berbagai informasi penting lainnya. Berdasarkan data tersebut, pemerintah dapat merumuskan kebijakan ekonomi untuk mewujudkan pembangunan di masa mendatang, seperti meramalkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai, perkembangan investasi dan ekspor, dan sebagainya.
2.3 Tenaga Kerja 2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15 tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi: angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar
Universitas Sumatera Utara
kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja). Angkatan kerja dibedakan lagi ke dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang bekerja (sering disebut pekerja), dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. PENDUDUK
TENAGA KERJA
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
BUKAN TENAGA KERJA
BUKAN ANGKATAN KERJA
TIDAK BEKERJA DAN MENCARI PEKERJAAN
Gambar 2.1 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO) Dengan demikian angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan tenaga kerja. Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefenisikan sebagai penduduk yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Menurut UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.
2.3.2 Teori Tentang Tenaga Kerja Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho dalam Subri, 2006:56). Keseimbangan tersebut dapat berupa lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for labor). W
S
We
E
D 0
Ne
N
Gambar 2.2 Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Universitas Sumatera Utara
W
W Excess Supply
SL
SL
W1 W1 Excess Demand
DL
DL 0
N1
N2
N
0
N1
N2
N
Gambar 2.3 Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja Keterangan gambar: SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor) DL = Permintaan tenaga kerja (demand for labor) W = Upah (wage) L = Jumlah tenaga kerja (labor) Penjelasan gambar: (1).Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar L e pada tingkat upah keseimbangan W e. titik keseimbangan dengan demikian adalah titik E. Pada tingkat upah keseimbangan W e, semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah W e. (2).Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah W 1 , penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N 2 ,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan yang diminta hanya N 1. Dengan demikian, ada orang yang menganggur pada tingkat upah W 1 sebanyak N 1 N 2. (3).Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat upah W 1 , permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W1 adalah sebanyak N 1 , sedangkan yang diminta adalah sebanyak N 2 .
Terdapat beberapa tokoh yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya: a. Adam Smith (1729 – 1790) Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang menetukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada SDM yang mengolahnya, sehinngga bermanfaat bagi kehidupan. Smith juga melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi. b. Lewis (1959) Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja di sektor lain.
Ada dua struktur di dalam perekonomian, yaitu subsisten
Universitas Sumatera Utara
terbelakang dan kapitalis modern. Pada sektor subsisten terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja di sektor subsisten terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsisten terbelakang memiliki kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah daripada sektor kapitalis modern. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaan akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan dalam pengembangan industri modern perkotaan.
Selama
berlangsungnya
proses
industrialisasi,
kelebihan
penawaran pekerja di sektor subsisten terbelakang akan diserap. Bersamaan dengan terserapnya kelebiham pekerja di sektor industri modern, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan. Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaliknya kelbihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor subsisten terbelakang ke sektor kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”. c. Fei-Ranis (1961) Teori
Fei-Ranis
berkaitan
dengan
negara
berkembang
yang
mempunyai ciri-ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat
Universitas Sumatera Utara
diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkta pertumbuhan penduduk yang tinggi. Menurut Fei-Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh yakni: 1) Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian) dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama. 2) Tahap di mana pekerja pertanian menambah produksi, tetapi memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri. 3) Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan produksi lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dan dalam hal ini, kelebihan pekerja terserap ke sektor jasa dan industri yang terus-menerus sejalan dengan pertambahan produksi dan perluasan usahanya.
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja a. Tingkat Upah Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan
Universitas Sumatera Utara
tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi (scale effect). Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek substitusi (substitution effect). b. Teknologi Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi kecanggihan teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada kemampuan manusia. Misalnya, mesin huller (penggilingan padi) akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja untuk menumbuk padi.
Universitas Sumatera Utara
c. Produktivitas tenaga kerja Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh seberapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu dibutuhkan 30 karyawan dengan produktivitas standar yang bekerja selama 6 bulan. Namun dengan karyawan yang produktivitasnya melebihi standar, proyek tersebut dapat diselesaikan oleh 20 karyawan dengan waktu 6 bulan. Arsyad Anwar (dalam Kasnawi, 1999:3) mengemukakan bahwa produktivitas
tenaga
kerja
dipengaruhi
oleh
enam
hal,
yaitu
perkembangan barang modal per pekerja, perbaikan tingkat keterampilan, pendidikan,
dan
kesehatan pekerja,
meningkatkan skala
usaha,
perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi output dari tiap sektor atau subsektor, serta perubahan teknik produksi. Di lain pihak, Basri (dalam Kasnawi, 1999:3) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya produk-tivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah. d. Kualitas Tenaga Kerja Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Mengapa demikian. karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan menyebabkan produktivitasnya
Universitas Sumatera Utara
meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, ketrampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja. e. Fasilitas Modal Dalam prakteknya faktor-faktor produksi baik sumber daya manusia maupun yang non sumber daya manusia seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu industri, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri rokok, dengan asumsi faktorfaktor lain konstan, maka apabila perusahaan menambah modalnya, maka jumlah tenaga keja yang diminta juga bertambah.
2.4 Ekspor 2.4.1 Pengertian Ekspor Menurut Undang-undang Perdagangan Tahun 1996 Tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan dari Daerah Pabean. Keluar dari daerah pabean berarti keluar dari wilayah yuridiksi Indonesia . Defenisi lain menyebutkan bahwa ekspor merupakan upaya mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing (Amir, 2004:100).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Teori Tentang Ekspor (Perdagangan Internasional) Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktorfaktor keunggulan komparatif, tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif. Inti dari paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah, bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahan-perubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001). Berikut ini adalah beberapa tokoh yang membahas tentang ekspor (perdagangan internasional), yaitu: a. Adam Smith (1729 – 1790) Buah pemikiran dari Adam Smith adalah teori “keunggulan absolut (absolute advantage)”. Teori ini sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu, di mana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain yang tidak memiliki keunggulan absolut. Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor suatu jenis barang jika negara tersebut dapat membuatnya lebih
Universitas Sumatera Utara
efisien atau lebih murah daripada negara lain. Jadi, teori ini menekankan pada efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, di dalam proses produksi yang sangat menetukan keunggulan atau tingkat daya saing. b. David Ricardo David Ricardo dikenal melalui teorinya “keunggulan komparatif (comparative adavantage)”. Teori ini muncul sebagai kritik terhadap teori keunggulan absolut milik Adam Smith. Menurut Ricardo, perdagangan internasional dapat saja terjadi, meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut terhadap kedua barang yang diciptakan. Misalnya, Indonesia unggul secara absolut atas Vietnam dalam memproduksi beras dan buah-buahan. Walaupun begitu, Vietnam bisa saja memiliki keunggulan komparatif paling besar dibandingkan Indonesia dalam memproduksi salah satu dari kedua komoditi tersebut. Dengan kata lain, Vietnam akan berspesialisasi pada dan mengekspor suatu komoditi tertentu, di mana Vietnam memiliki keunggulan komparatif. Menurut Ricardo, perdagangan antara dua negara tersebut akan timbul bila masing-masing negara memilki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda. Oleh karena itu, teori Ricardo sering disebut teori biaya relatif. Titik pangkal dari teori ini adalah nilai atau harga suatu suatu barang ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan tiap pekerja dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, dalam model Ricardo, penilaian terhadap keunggulan suatu negara atas negara lain dalam membuat suatu jenis barang didasarkan pada tingkat efisiensi atau
Universitas Sumatera Utara
produktivitas tenaga kerja. Teori ini merupakan yang sering digunakan di dalam banyak penelitian empiris mengenai kinerja ekspor. c. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin Teori Heckscher dan Ohlin (H-O) termasuk dalam kelompok teori modern. Teori H-O disebut juga sebagai factor proportion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perdagangan internasional, misalnya antara Indonesia dan Jepang, terjadi karena biaya alternatif (opportunity cost) berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan tanah) yang dimilki oleh kedua negara tersebut. Indonesia memliki tanah yang lebih luas dan tenaga kerja yang jauh lebih banyak, namun memiliki modal yang lebih kecil daripada Jepang. Maka sesuai hukum pasar (permintaan dan penawaran), harga faktorfaktor produksi tersebut juga berbeda antara Indonesia dan Jepang. Upah tenaga kerja dan harga tanah di Indonesia lebih murah, sebaliknya harga modal di Indonesia lebih mahal dibandingkan di Jepang. Namun, bukan berarti Indonesia lebih unggul daripada Jepang. Hal ini tergantung pada tingkat intensitas pemakaian tenaga kerja, tanah, dan modal dalam memproduksi barang tersebut. Intensiata pmakaian faktor produksi dapat diukur dengan rasio antara nilai faktor produksi dengan nilai output. Jelas bahwa pertanian adalah jenis sektor yang proses produksinya lebih padat tenaga kerja dan tanah daripada sektor industri manufaktur. Oleh sebab itu,
Universitas Sumatera Utara
paling tidak secara teori, Indonesia memiliki keunggulan atas Jepang dalam menghasilkan komoditi pertanian. Jadi menurut teori H-O, struktur perdagangan luar negeri dari suatu negara tergantung pada ketersediaan dan intensitas pemakaian faktor-faktor produksi dan yang terakhir ini ditentukan oleh teknologi. Suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor barang-barang yang input (faktor produksi) utamanya lebih banyak di negara tersebut dan sebaliknya. d. Cho dan Moon Cho dan Moon menggunakan model sembilan faktor untuk menerangkan siklus hidup daya saing internasional dari suatu negara, yang pada dasarnya sama dengan model pembangunan bertahap dari Rostow. Menurut mereka status perekonomian sebuah negara ditentukan oleh daya saing internasionalnya dan kesembilan faktor memiliki bobot yang bervariasi sejalan dengan sebuah negara beralih dari tahapan keterbelakangan menuju tahapan sedang berkembang, selanjutnya menuju tahapan semimaju dan akhirnya menuju tahapan maju.
Universitas Sumatera Utara
Politisi dan Birokrat
Pekerja Lingkungan Bisnis
Sumber Daya yang Dianugerahkan
Daya Saing Internasional
Permintaan Domestik
Industri Terkait dan Pendukung
Para Wirausahawan
Manajer dan Insinyur
Peristiwa Penting Gambar 2.4 Model Sembilan Faktor Penentuan Daya Saing Internasional
Menurut Sukirno (dalam Hanjaswara, 2006:5), faktor-faktor yang menentukan ekspor sebagai berikut : a. Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain Dalam
suatu
sistem
perdagangan
internasional
yang
bebas,
kemampuan suatu negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain. Kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara.
Universitas Sumatera Utara
b. Proteksi di negara-negara lain Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara. c. Kurs Valuta Asing Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat.
2.4.2 Strategi, Tata Cara Pelaksanaan, dan Prosedur Ekspor a. Strategi Memasuki Pasar Ekspor Tujuan setiap usaha bisnis adalah mencari laba. Dengan laba, perusahaan dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya, dapat melakukan rehabilitasi dan restrukturisasi aset perusahaan serta mampu melakukan perluasan dan diversifikasi usaha. Agar perusahaan dapat memperoleh laba, maka perusahaan harus menjual produknya di atas biaya produksi. Penjualan suatu komoditi akan terjadi setelah melalui suatu proses kegiatan pemasaran. Bila suatu perusahaan ingin memasarkan produknya ke luar negeri, maka manajemen perusahaan itu harus menentukan langkah-langkah yang strategis guna menyukseskan kegiatan ekspornya. Berikut ini adalah beberapa langkah strategis memasuki pasar ekspor menurut Amir (2004:11), yaitu: 1) Keputusan manajemen untuk melakukan ekspor Pola pikir pengusaha nasional yang cenderung bertahan di pasar domestik, kiranya perlu diubah menjadi pola pikir yang positid
Universitas Sumatera Utara
dan agresif. Dengan pola pikir yang positif seperti ini, mereka akan melihat globalisasi dan liberalisasi sebagai sebagai suatu kesempatan untuk melakukan penetrasi pasar di luar Indonesia, disamping tetap memperkuat kedudukan di pasar domestik. Dengan pola pikir semacam ini, dapat diharapkan semua pengusaha di semua tingkatan, baik pengusaha kecil, menengah, maupun besar, akan mengambil keputusan untuk melaksanakan bisnis ekspor. Tanpa keputusan itu, perusahaan tidak akan pernah memasuki pasar ekspor. 2) Menentukan komoditi yang akan di ekspor Komoditi yang laku di pasar internasional adalah komoditi yang mempunyai daya saing tinggi. Komoditi dengan daya saing tinggi pada dasarnya adalah komoditi yang mutu (quality), kegunaan (function), daya tahan (durability), harga (price), waktu penyerahan (shipment-date), dan pelayanan purnajualnya (after sales sevices) sesuai dengan “selera dan daya beli” pembeli di negara tujuan ekspor. Sebagai suatu negara dengan ciri khas terletak di daerah tropis, Indonesia memiliki tenaga kerja yang melimpah dan murah, maka komoditi yang memiliki daya saing tinggi adalah komoditi yang bersumber dari kekayaan alam tropika. Komoditi tersebut antara lain hasil hutan, hasil perkebunan, hasil tambang, hasil petro kimia, dan hasil wilayah tropis lainnya. Selain itu, termasuk juga komoditi hasil kerajinan rakyat dan industri padat karya seperti garmen, sepatu, tas, dan hasil kerajinan kulit lainnya.
Universitas Sumatera Utara
3) Menganalisis kondisi negara tujuan Sebelum menentukan pilihan tentang negara mana yang akan dijadikan tujuan ekspor, perlu sekali dilakukan penelitian awal tentang populasi suatu negara termasuk agama, tradisi, kondisi ekonomi, politik, sosial, iklim, peraturan ekspor-impor, perpajakan, perbankan, keuangan, transportasi, dan sebagainya. 4) Menentukan pasar potensial dan segmen pasar Contoh dari kegiatan tersebut adalah ketika kita ingin mengekspor cornet beef, Arab Saudi adalah pilihan yang paling tepat dibandingkan India. Selain faktor pendapatan per kapita masyarakat Arab Saudi yang jauh lebih tinggi daripada India, faktor budaya juga menetukan. India secara budaya adalah “anti sapi” karena menurut mereka sapi merupakan hewan suci sehingga haram untuk dimakan. 5) Menentukan strategi operasional bersama mitra usaha Strategi operasional yang akan diterapkan harus sesuai dengan pola dasar bauran pemasaran (marketing mix), yang sudah dikenal oleh ahli pemasaran dengan istilah 6P (Product, Price, Promotion, Place of Distribution, Government Power, and Power of Parliament). 6) Menentukan sistem promosi dan pemilihan media massa Pilihan media promosi yang dapat dipakai antara lain pameran dagang internasional, brosur, iklan melalui media cetak (seperti koran, majalah, tabloid, dan lain-lain), media elektronik (TV dan internet),
Universitas Sumatera Utara
melalui atase perdagangan (Kadin, Badan Pengembangan Ekspor Indonesia, Lembaga Penunjang Ekspor), dan media promosi lainnya. 7) Mempelajari peta pemasaran komoditi tertentu Cara ini dapat ditempuh dengan mengumpulkan data impor dari komoditi yang rencananya akan diekspor. 8) Mempelajari nama dan alamat lengkap badan-badan promosi Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan promosi dari komoditi yang akan diekspor. 9) Menyiapkan brosur dan price list Supaya calon pembeli mengenal komoditi yang akan diekspor, bila memungkinkan calon pembeli dikirimkan contoh komoditi yang dimaksud
dalam bentuk brosur berikut dengan daftar harganya.
Tujuannya agar calon pembeli mendapat gambaran mengenai bentuk visual dari komoditi yang ditawarkan dan dapat membandingkan harganya dengan komoditi serupa dari negara lain. 10) Menyiapkan surat perkenalan usaha dan komoditi Promosi dapat juga dilakukan dengan membuat surat perkenalan yang dikirimkan kepada asosiasi importir di negara tujuan ekspor atau atase perdagangan asing atau calon pembeli lainnya. Surat perkenalan itu sebaiknya dilengkapi dengan brosur dan daftar harga.
Universitas Sumatera Utara
b. Aneka Cara Pelaksanaan Ekspor Menurut Amir (1999:49), dalam melaksanakan ekspor ke luar negeri dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu: 1) Ekspor Biasa Dalam hal ini barang-barang dikirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri. 2) Barter Barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang-barang yang dubutuhkan di dalam negeri. Hal ini berarti bahwa yang mengirimkan barang tidak menerima pembayaran dalam uang asing, tetapi dalam bentuk barang yang dapat dijual di dalam negeri untuk mendapatkan kembali pembayaran dalam mata uang rupiah. 3) Konsinyasi (consignment) Konsinyasi adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk dijual, sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Dalam hal ini barang-barang akan dikirim ke luar negeri bukan untuk ditukarkan dengan barang atau untuk memenuhi transaksi, melainkan dijual di pasar bebas atau diikutsertakan dalam lelang (comodities exchange).
Universitas Sumatera Utara
4) Package Deal Package deal merupakan suatu bentuk perjanjian antara dua negara. Pada perjanjian tersebut ditetapkan sejumlah barang yang akan diekspor ke negara tertentu dan sebaliknya dari negara tujuan itu akan diimpor sejumlah barang yang yang dihasilkan di negara tersebut. Pada prinsipnya semacam barter, namun terdiri dari beragam komoditi. Ekspor
sebagai
bagian
dari
perdagangan
internasional
bisa
dimungkinkan oleh berbagai kondisi, antara lain: 1) Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan produksi tersebut dapat dijual ke luar negeri. 2) Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun untuk dalam negeri masih kekurangan. 3) Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri dari pada penjualan di dalam negeri karena harga di pasaran dunia lebih menguntungkan. 4) Adanya barter dengan produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri. 5) Adanya kebijakan ekspor yang bersifat politik.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Manfaat Ekspor Secara umum, ada beberapa manfaat atau peranan yang dapat diperoleh dari kegiatan ekspor (M.S, 2004:101), antara lain: a. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan serta untuk memperoleh nilai jual yang lebih baik (optimalisasi laba). b. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor). c. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity). d. Membiasakan diri bersaing di pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat dan terhindar dari sebutan “jago kandang”.
2.5 Kredit 2.5.1 Pengertian Kredit Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka watu tertentu dengan pemberian bunga. Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan. Ketika bank memberikan pinjaman uang kepada nasabah, bank tentu saja mengharapkan uangnya kembali. Karenanya, untuk memperkecil resiko (uangnya
Universitas Sumatera Utara
tidak
kembali,
sebagai
contoh),
dalam
memberikan
kredit
bank
harus
mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya. Hal-hal tersebut terdiri dari Character (kepribadian), Capacity (kapasitas), Capital (modal), Collateral (jaminan), dan Condition of Economy (keadaan perekonomian), atau sering disebut sebagai 5C (panca C). a. Character (Kepribadian) Watak, sifat, kebiasaan debitur (pihak yang berutang) sangat berpengaruh pada pemberian kredit. Kreditur (pihak pemberi utang) dapat meneliti apakah calon debitur masuk ke dalam Daftar Orang Tercela (DOT) atau tidak. Untuk itu kreditur juga dapat meneliti biodatanya dan informasi dari lingkungan usahanya. Informasi dari lingkungan usahanya dapat diperoleh dari supplier dan customer dari debitur. Selain itu dapat pula diperoleh dari Informasi Bank Sentral, namun tidak dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat umum, karena informasi tersebut hanya dapat di akses oleh pegawai Bank bidang perkreditan dengan menggunakan password dan komputer yang terhubung secara on-line dengan bank sentral. b. Capacity (Kapasitas) Kapasitas adalah berhubungan dengan kemampuan seorang debitur untuk mengembalikan pinjaman. Untuk mengurukurnya, kreditur dapat meneliti kemampuan debitur dalam bidang manajemen, keuangan, pemasaran, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
c. Capital (Modal) Dengan melihat banyaknya modal yang dimiliki debitur atau melihat berapa banyak modal yang ditanamkan debitur dalam usahanya, kreditur dapat menilai modal debitur. Semakin banyak modal yang ditanamkan, debitur akan dipandang semakin serius dalam menjalankan usahanya. d. Colateral (Jaminan) Jaminan dibutuhkan untuk berjaga-jaga seandainya debitur tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah pinjaman. e. Condition of Economy (Kondisi perekonomian) Keadaan perekonomian di sekitar tempat tinggal calon debitur juga harus diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan terjadi di masa datang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain masalah daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan teknologi, bahan baku, pasar modal, dan lain sebagainya.
2.5.2 Klasifikasi Kredit Kredit yang disalurkan sistem perbankan dapat dikelompokkan atau diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Berdasarkan Jangka Waktu Pelunasannya (Maturity) 1) Kredit Jangka Pendek (Short Term Loan) Kredit jangka pendek adalah kredit yang harus dilunasi dalam waktu setahun atau kurang. Biasanya kredit ini digunakan untuk kelancaran usaha, khususnya penyediaan dana untuk modal kerja. 2) Kredit Jangka Menengah (Medium Term Loan) Kredit ini harus dilunasi dalam jangka waktu satu sampai dengan tiga tahun. Kredit ini umumnya digunakan untuk pembiayaan modal kerja perusahaan-perusahaan besar atau kredit investasi perusahaan-perusahaan kecil. 3) Kredit Jangka Panjang (Long Term Loan) Kredit ini harus dilunasi dalam jangka waktu tiga sampai lima tahun, bahkan lebih. Umumnya kredit jangka panjang digunakan untuk membiayai investasi. Makin besar investasinya, makin panjang jangka waktu pembayarannya. Dalam kasus-kasus khusus, yakni untuk investasi yang mencapai ratusan milyar rupiah bahkan triliunan rupiah, jangka waktu kredit bisa mencapai puluhan tahun. Misalnya kredit untuk pembangunan hotel berbintang lima atau pabrik kimia raksasa.
b. Berdasarkan Ada Tidaknya Jaminan (Collateral) 1) Kredit Dengan Jaminan (Secured Loan) Kredit dengan jaminan adalah kredit yang disertai dengan jaminan atau agunan. Bentuk-bentuk jaminan dapat berupa harta berwujud seperti
Universitas Sumatera Utara
tanah dan bangunan, kendaraan bermotor, dan beberapa harta wujud lainnya yang berharga dan dapat diterima oleh perbankan. Jaminan yang diserahkan debitur dapat juga berbentuk surat-surat berharga (aset finansial), seperti surat saham, obligasi, dan deposito yang dibekukan. Barang atau aset yang dijaminkan harus lebih besar dari nilai kredit yang diberikan. 2) Kredit Tanpa Jaminan (Unsecured Loan) Kredit tanpa jaminan dapat diberikan kepada seseorang atau perusahaan tertentu dengan beberapa alasan. Pertama, orang tersebut sudah sangat dikenal, teruji, dan dipercaya oleh pihak bank. Kedua, prospek usaha debitur sangat baik dan biasanya juga terkait dengan penilaian bank tentang reputasi orang atau perusahaan tersebut. Kredit tanpa jaminan juga dapat diberikan kepada perusahaan-perusahaan kecil dan atau pengusaha lemah. Namun pemberiannya harus sangat selektif, karena pemberian kredit tanpa jaminan sangat beresiko.
c. Berdasarkan Segmen Usaha 1) Kredit Pertanian Kredit pertanian adalah kredit yang disalurkan kepada usaha sektor pertanian seperti peternakan, perkebunan, dan perikanan. Kredit-kredit tersebut dapat disalurkan kepada petani-petani kecil di pedesaan, seperti yang dilakukan oleh BRI Unit Desa atau dapat juga kepada perkebunan besar seperti kelapa sawit dan karet.
Universitas Sumatera Utara
2) Kredit Industri Kredit yang disalurkan kepada sektor industri ada yang untuk industri kecil dan rumah tangga, tetapi ada juga untuk industri besar. Di Indonesia, penyaluran kredit untuk sektor industri umumnya lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian. 3) Kredit Jasa Kredit jasa adalah kredit yang disalurkan untuk sektor jasa, baik untuk UMK maupun besar. Kredit yang disalurkan kepada UMK umumnya untuk kegiatan perdagangan kecil (took-toko) dan rumah makan. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok usaha besar adalah perdagangan besar, restoran mewah, dan hotel-hotel berbintang.
d. Berdasarkan Tujuan 1) Kredit Komersial (Commercial Loan) Kredit komersial diberikan untuk memperlancar kegiatan nasabah yang bidang usahanya adalah perdagangan seperti kredit untuk usaha pertokoan dan kredit ekspor. 2) Kredit Konsumsi (Consumption Loan) Kredit konsumsi diberikan untuk memenuhi kebutuhan dana bagi debitur yang ingin membeli barang atau kebutuhan-kebutuhan konsumsi. Contohnya adalah kredit rumah atau kredit mobil.
Universitas Sumatera Utara
e. Berdasarkan Penggunaan 1) Kredit Modal Kerja Kredit modal kerja diberikan untuk tujuan komersial, yaitu membuat perusahaan mampu menjalankan usahanya sekalipun arus kas masuk untuk sementara masih lebih kecil dari arus kas keluar. Besarnya kredit modal kerja dapat diketahui dengan menghitung selisih terbesar antara kewajiban lancar dengan aktiva lancar. Besar maksimum selisih antara kewajiban lancar dengan aktiva lancar menunjukkan jumlah dana yang harus didukung oleh perbankan. Makin besar dan modern jenis usahanya biasanya kebutuhan modal kerjanya makin besar. 2) Kredit Investasi Kredit investasi diberikan kepada debitur agar dapat membeli barang-barang modal maupun jasa yang diperlukan dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, relokasi, dan pendirian usaha baru. Dilihat dari jangka waktu pengembaliannya, kredit investasi termasuk kredit jangka menengah dan panjang.
2.5.3 Manfaat Kredit Menurut Tjoekam (1999:32), kredit memiliki beberapa manfaat, yaitu: a. Bagi debitur 1) Kredit dapat membuat kegiatan usaha semakin lancar dan baik daripada sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
2) Kredit dapat meningkatkan minat berusaha dan keuntungan sebagai jaminan kelanjutan kehidupan perusahaan. 3) Kredit dapat memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dalam perusahaan. b. Bagi kreditur 1) Kredit merupakan sumber utama pendapatan bank. 2) Pemberian kredit merupakan perangsang pemasaran produk-produk lainnya. 3) Kredit dapat dijadikan sebagai instrumen penjaga likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas bank. 4) Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan. c. Bagi masyarakat 1) Kredit dapat menimbulkan backward dan foreward linkage dalam perekonomian. 2) Kredit dapat mengurangi pengangguran karena membuka peluang berusaha, bekerja, dan pemerataan pendapatan. 3) Kredit meningkatkan fungsi pasar karena ada peningkatan daya beli.
Universitas Sumatera Utara