II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ubi Jalar Taksonomi tanaman ubi jalar diklasifikasikan sebagai berikut: (Anonim 2011). Kingdom: Plantae Sub Kingdom: Tracheobionta Super Divisi: Spermatophyta Divisi: Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida Sub Kelas: Asteridae Ordo: Solanales Famili: Convolvulaceae Genus: Ipomoea Spesies: Ipomoea batatas (L.) Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian Tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov adalah seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika bagian tengah. Ubi jalar menyebar keseluruh dunia diperkirakan pada abad ke-16. Pada tahun 1960 penanaman ubi jalar sudah meluas hampir di semua propinsi Indonesia (Rukmana 1997). Ubi jalar merupakan tanaman ubi–ubian dan tergolong tanaman semusim (berumur pendek) dengan susunan utama terdiri dari batang, ubi, daun, buah dan biji. Tanaman ubi jalar tumbuh menjalar pada permukaan tanah dengan
panjang tanaman
dapat
mencapai
3
meter,
tergantung pada
kultivarnya. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, tidak berbukubuku dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat. Daun berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi rata atau berlekuk dangkal sampai berlekuk dalam, sedangkan bagian ujungnya meruncing (Rukmana 1997).
3
Umbi dari tanaman ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori (energi) yang cukup tinggi, dan menduduki peringkat keempat setelah padi, jagung, dan ubi kayu. Umbi juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan gizi dan kesehatan masyarakat. Keunggulan umbi tanaman ubi jalar dalam hal kandungan gizi terletak pada kandungan beta karoten yang cukup tinggi dibanding dengan jenis tanaman pangan lainnya (Juanda dan Cahyono 2000). Tanaman ubi jalar yang sudah berumur kurang lebih 3 minggu setelah tanam biasanya sudah membentuk umbi. Bentuk dan ukuran umbi merupakan salah satu kriteria untuk menentukan harga jual di pasaran. Bentuk umbi yang ideal dan bermutu baik adalah bulat lonjong agak panjang dan tidak banyak lekukan dengan bobot antara 200 gram - 250 gram perumbi (Rukmana 1997). Ubi jalar pada umumnya ditanam di lahan sawah irigasi dan non irigasi pada musim kemarau setelah panen padi dan lahan tegalan. Penanaman ubi jalar di lahan tegalan umumnya dilakukan pada awal atau pertengahan musim hujan. Ubi jalar dipanen pada umur 4 bulan di dataran rendah dan 6 bulan di dataran tinggi (Zuraida dan Supriyati 2001). B. Tanah Alfisol Tanah di Jumantono termasuk jenis tanah Alfisol menurut Soil Taxonomy USDA, atau Luvisol menurut Soil Clasification FAO atau Mediteran menurut PPT 1978 dan 1982. Alfisol terbentuk di daerah semiarid sampai humid, mengandung lempung dan miskin unsur hara pada subsoil. Karena aktivitas dan jumlah Fe dan Al yang tinggi mengakibatkan tanah ini miskin salah satu atau beberapa unsur hara yang penting misalnya N, P, dan K (Anonim 2007). Sifat-sifat Alfisol yang lain: pH tanah umumnya berkisar dari masam sampai netral dengan kandungan C organik rendah. P tersedia dari sangat rendah sampai sedang, K tersedia rendah sampai tinggi, Ca sedang sampai sangat tinggi, Mg sedang hingga tinggi serta Fe dan Zn tinggi dan tekstur lempung liat sampai pasir liat. Pemanfaatan tanah dalam jangka waktu yang lama tanpa teknik pengawetan
dapat
menyebabkan
penurunan
produktivitas rendah (Wijanarko et al. 2006). 4
kesuburan
tanah
sehingga
Alfisol merupakan tanah yang relatif muda masih banyak mengandung mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin dan kaya unsur hara. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, KTK dan cadangan unsur hara tinggi. Alfisol merupakan tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horison bawah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasaldari horison diatasnya dan tercuci kebawah bersama gerakan air perkolasi (Foth, H. D. 1998). Tanah Alfisol sering didapat pada daerah beriklim sedang, tetapi dapat pula ditemukan di daerah tropika dan subtropika terutama di tempat-tempat dengan tingkat pelapukan sedang (Hardjowigeno 1993) . Alfisol adalah tanah dengan horizon B dari akumulasi liat kristalin dengan kejenuhan basa rendah. Biasanya lembab atau tidak lembab selama 90 hari berturut-turut (Pairunan 1985). Alfisol mempunyai horizon argilik dan terjadi dimana tanah hanya sekitar lembab pada paling sedikit sebagian dalam tahun tersebut. Kebutuhan kejenuhan basa 35% lebih padan horizon alfisol terbawah, berarti bahwa basa yang dilepaskan dalam tanah karena pelapukan kurang lebih sama dengan cepatnya pencucian. Tanah alfisol memiliki tekstur tanah yang didominasi klei. Klei tertimbun di horizon bawah yang berasal dari horizon diatasnya dan tercuci dibawah bersama dengan gerakan air. Dalam banyak pola Alfisol digambarkan adanya perubahan tekstur yang sangat pendek di kenal dalam taksonomi tanah sebagai Ablup Tekstural Change atau perubahan tekstur yang sangat ekstrim (Foth 1998). Partikel tanah liat pada lapisan Alfisol digerakkan oleh air yang meresap dari horizon A dan disimpan pada horizon B. Alfisol memiliki ciri penting: (a) perpindahan dan akumulasi liat di horison B membentuk horison argilik pada kedalaman 23-74 cm. (b) kemampuan memasok kation basa sedang hingga tinggi yang memberikan bukti hanya terjadi pelindian/pencucian sedang. (c) tersedianya air cukup untuk pertumbuhan tanaman selama tiga bulan atau lebih (Soil Survei Staff 1975). Alfisol atau tanah Mediteran merupakan kelompok tanah merah yang disebabkan oleh kadar besi yang tinggi disertai kadar humus yang rendah. Warna tanah Alfisol pada lapisan atas sangat bervariasi dari coklat abu-abu sampai coklat kemerahan (Tan 2000).
5
Sumber unsur K di dalam tanah sebagian besar berasal dari mineral primer seperti biotit, muskovit, hiperstain dan kalium feldspar. Tanaman menyerap kalium tanah dalam bentuk ion K+ yang berasal dari larutan tanah dan permukaan koloid tanah. Ion K tersebut akan segera diikat kompleks adsorpsi tanah. Tidak semua tanaman memerlukan kalium dalam jumlah yang banyak. Tanaman yang membutuhkan K dalam jumlah yang banyak adalah tanaman yang menghasilkan banyak karbohidrat seperti umbi-umbian dan beberapa tanaman serealia. Unsur hara Kalium merupakan salah satu unsur hara esensial yang sangat di perlukan oleh tanaman, namun kebutuhan kalium pada setiap tanaman berbeda. Peranan utama kalium (K) dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim. K merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi tanaman. K terlibat dalam semua reaksi biokimia yang berlangsung dengan tanaman dan merupakan batasan yang paling banyak diperlukan tanaman. K bukan penyusun bagian integral komponen tanaman, melainkan fungsinya sebagai katalis berbagai fungsi fisiologis esensial. Adanya K tersedia yang cukup dalam tanah menjamin ketegaran tanaman. Selanjutnya membuat tanaman lebih tahan terhadap berbagai penyakit dan merangsang pertumbuhan akar. K dikenal sebagai hara penentu mutu produksi tanaman (Soepardi dan Ismunadji 2007). Nilai K di dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain suhu, kelembaban tanah, kandungan bahan organik, mikrobia pengikat unsur tersebut dari udara, pupuk kandang maupun pupuk buatan, hasil fiksasi dan limbah industri. Namun, keberadaan unsur tersebut juga dipengaruhi oleh banyak hal yang membuat unsur tersebut sedikit atau bahkan menjadi tidak tersedia untuk tanaman, misalnya karna pencucian atau pelindian dan terikat oleh unsur lain yang menyebabkan tanah masam tau tidak dapat diserap oleh akar tanaman. Tanah Alfisol telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan lanjut, sehingga terjadi pencucian basa-basa, bahan organik, silika dengan meninggalkan sesquioksida sebagai sisa berwarna merah mempunyai pH 4,5-6,5 dan umumnya kahat Ca, Mg dan K (Munir 1996). Unsur hara K merupakan unsur hara esensial yang relatif mobil didalam tanah, sehingga kehilangan unsur ini akibat pencucian dan erosi relatif cukup tinggi. Selain itu kehilangan 6
unsur K dalam tanah juga disebabkan terangkutnya pada saat panen (Tan 2000). Untuk
mengatasi
khususnya rendahnya
kendala
kandungan
keterbatasan hara
K
tanah
adalah
Alfisol
dengan
tersebut,
pemupukan
berimbang. Lahan kering tanah Alfisol sangat potensial untuk pengembangan budidaya ubi jalar. Tanah Alfisol mempunyai keunggulan sifat fisika yang relatif bagus, tetapi tanah Alfisol umumnya miskin hara tanaman baik yang makro maupun mikro dan hanya kaya akan hara Ca dan Mg. Produktivitas lahan umumnya relatif rendah sebagai akibat kandungan humus yang sudah sangat rendah, terutama yang sudah cukup lama dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pangan. Tanah Alfisol di Indonesia sekitar 7 juta hektar tersebar di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara. Namun demikian berapa luas lahan kering Alfisol yang sudah dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pangan belum diperoleh data yang jelas (Ispandi 2004). C. Proses Pembentukan Umbi Untuk mendapatkan hasil umbi dengan ukuran besar, perlu dilakukan usaha pemilihan bibit unggul, perbaikan teknik budidaya, dan pemupukan. Pemberian
pupuk
dapat
meningkatkan
pembentukan
umbi.
Ubi
jalar
membutuhkan banyak unsur K daripada unsur N dan P untuk produksi umbi. Zat hara kalium (K) meningkatkan pembentukan bunga dan klorofil, meningkatkan pembentukan karbohidrat (C6H12O6), meningkatkan daya serap air, meningkatkan kekuatan tanaman yaitu mengenai daya tahan terhadap hama serta penyakit, meningkatkan pelebaran daun, meningkatkan besarnya umbi, dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit (Juanda dan Bambang 2000). Selain itu, usaha lain untuk meningkatkan hasil ubi jalar dapat dilakukan dengan pemangkasan pucuk daun. Hal ini disebabkan karena berkurangnya dominasi pucuk dan meningkatnya pertumbuhan lateral. Auksin dan sitokinin yang banyak dihasilkan di pucuk dapat memacu pertumbuhan tunas-tunas samping, sehingga terjadi keseimbangan pertumbuhan kanopi dan umbi yang akan meningkatkan alokasi asimilat ke bagian umbi (Resiani 2009). 7
Tanaman ubi jalar merupakan tanaman yang tergolong tanman C3. Tanaman C3 merupakan tanaman yang produk awal dari fiksasi CO merupakan senyawa berkarbon tiga. Terdiri atas sekumpulan reaksi kimia yang berlangsung di dalam stroma kloroplas yang tidak membutuhkan energi dari cahaya mataharai secara langsung. Sumber energi yang diperlukan berasal dari fase terang fotosintesis. Sekumpulan reaksi tersebut terjadi secara simultan dan berkelanjutan. Memerlukan energi sebanyak 3 ATP. PGAL yang dihasilkan dapat digunakan dalam peristiwa yaitu sebagai bahan membangun komponen struktural sel, untuk pemeliharaan sel dan disimpan dalam bentuk pati. Secara umum tanaman C3 dapat berfotosintesis lebih baik daripada C4 pada suhu di bawah 250C (Prawiranata et al. 1981). Ubi jalar membutuhkan banyak unsur K daripada unsur N dan P untuk produksi umbi. Zat hara kalium (K) meningkatkan pembentukan bunga dan klorofil, meningkatkan pembentukan zat gula, meningkatkan pembentukan karbohidrat, meningkatkan daya serap air, meningkatkan kekuatan daun, meningkatkan pembesaran daun, meningkatkan besarnya umbi, dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit (Juanda dan Bambang 2000). D. Produksi Ubi Jalar Tanaman ubi jalar merupakan tanaman yang berpotensi sebagai penghasil karbohidrat pengganti padi. Akan tetapi sampai saat ini produksi persatuan luas di tingkat petani dalam skala nasional masih rendah, yaitu sekitar 8 ton per hektar ubi segar (Widodo 1990). Di Indonesia, status ubi jalar sebagai komoditas pangan belum sebanding dengan Padi atau Jagung. Penggunaan ubi jalar sebagai “Makanan Pokok” sepanjang tahun terbatas dikonsumsi oleh penduduk di Irian Jaya dan Maluku. Selama ini masyarakat menganggap bahwa ubi jalar merupakan bahan pangan dalam situasi darurat. Padahal potensi ekonomi dan sosial dari tanaman ubi jalar cukup tinggi, antara lain sebagai bahan pangan yang efisien pada masa mendatang dan bahan baku industri. Sentral-sentral produksi tanaman ubi jalar yang paling luas adalah propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Irian Jaya, dan Nusa Tenggara Timur (Rukmana 1997). 8
Dalam peta produksi ubi jalar dunia, Indonesia merupakan negara pengekspor ubi jalar ke tiga di dunia setelah RRC dan Vietnam (Woolfe 1992 dalam Van de Fliert et al. 2000). Produksi ubi jalar Indonesia tersebar di seluruh provinsi dengan wilayah sentra produksi utama adalah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, Bali, NTT, dan Papua (BPS 2008). Menurut Sarwono (2005), produksi ubi jalar di Indonesia belum memuaskan. Karena produksi cenderung stabil bahkan menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 1985 data BPS mencatat luas areal panen tanaman ubi jalar adalah 265.000 hektar dengan produksi 2,16 juta ton, tahun 1886 turun menjadi 213.000 hektar dengan produksi 2,0 juta ton. Tahun 2001 luas panen semakin susut menjadi 181.026 hektar dengan produksi sebesar 1.749.070 ton. Produktivitas tanaman ubi jalar masih dapat ditingkatkan tiga sampai empat kali lipat dari rata-rata produksi tahun 1992 (9.4 ton/hektar). Menurut Balitkabi penyebab produktivitas tanaman ubi jalar yang rendah antara lain : petani masih banyak menggunakan varietas lokal karena kesulitan dalam mendapat bibit varietas unggul, input yang diberi ke dalam pertanaman masih rendah, petani umumnya menggunakan bibit perbanyakan secara setek dengan bahan tanam diambil dari pertanaman produksi sehingga hasilnya kurang bagus, adanya gangguan hama dan penyakit tertentu seperti hama boleng dan penyakit kudis dan sebagainya, adanya hambatan non biologis seperti kekeringan dan naungan (Sarwono 2005). Menurut Wargiono (2007) untuk memenuhi kebutuhan ubi jalar, perlu peningkatan produksi yang tumbuh secara berkelanjutan 5-7%/tahun. Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas 3-5%/tahun dan perluasan areal 10-20 %/tahun. Daerah yang paling ideal untuk mengembangkan ubi jalar adalah daerah bersuhu antara 210C-270C, yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari, berkelembaban udara (RH) 50% - 60%, dengan curah hujan 750 mm-1500 mm pertahun. Pertumbuhan dan produksi optimal untuk usaha ubi jalar pada musim kering/kemarau (Rukmana 1997).
9
Pada umumnya ubijalar ditanam pada tanah-tanah pertanian lahan kering mempunyai kandungan pupuk organik yang rendah. Keadaan ini akan berakibat dengan menurunnya produktivitas tanah. Hal ini disebabkan petani tidak atau jarang mengembalikan sisa panennya ke lahan. Komposisi dan penyerapan unsur hara oleh tanaman ubijalar selama pertumbuhan berhubungan erat dengan produksi ubijalar. Hara yang hilang terangkut oleh panen ubijalar cukup tinggi, yaitu 105 kg N, 41 kg P2O5 dan 210 kg K2O/ha (Fathan dan Rahardjo 1994). Fortuno, Cartanay dan Vilamayor (1996) mengemukakan bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi hara tanaman ubijalar adalah dengan penggunaan pupuk organik. Harapannya antara lain agar hasilnya lebih tinggi. E. BAHAN TANAM (STEK) Tanaman ubi jalar dapat diperbanyak secara generatif yaitu melalui biji dan secara vegetatif melalui setek batang atau setek pucuk. Perbanyakan tanaman secara generatif hanya dilakukan pada penelitian untuk menghasilkan varietas baru (Anonim 2010). Pada umumnya ubi jalar diperbanyak dengan stek yaitu bagian batangnya. Stek yang diperoleh dari ujung batang merupakan bibit tanaman yang paling baik (Lingga 1989). Menurut Juanda dan Cahyono (2004) menyatakan bahwa bahan stek untuk tanaman ubi jalar dilakukan penyimpanan selama 1-7 hari ditempat yang teduh atau terhindar dari sinar matahari langsung. Penyimpanan bahan stek pada tempat yang lembab bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan akar, jika akar semakin cepat muncul akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman atau munculnya tunas. Akar dari tanaman ubi jalar berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil fotosintesis. Semakin cepat terbentuknya akar akan menentukan jumlah akar umbi. Menurut literatur Goldsworthy and Fisher (2004) mengatakan bahwa jumlah akar umbi ditentukan pada 30 hari pertama setelah penanaman. Dalam penyimpanan perlu diperhatikan temperatur dan kelembaban, temperatur yang tinggi pada saat penyimpanan akan mengakibatkan kerusakan pada bahan tanam, karena akan memperbesar terjadinya penguapan. Umumnya temperatur penyimpanan dipengaruhi langsung oleh temperatur udara pada tempat 10
penyimpanan. Temperatur dan kandungan air yang tinggi akan meningkatkan kegiatan respirasi stek dan menghasilkan panas serta CO2. Selain terjadi akumulasi panas didalam tempat penyimpanan akibat hasil respirasi tersebut, terjadi pula kondensasi pada permukaan bahan tanaman sehingga titik-titik air akan diserap oleh bahan stek. Kandungan air yang tinggi akan meningkatkan kegiatan enzim-enzim yang mana akan mempercepat terjadinya respirasi, sehingga perombakan cadangan makanan semakin besar (Sutopo 1988). Kehilangan air dari daun bisa mengurangi kandungan air stek sehingga akan mempersulit pertumbuhan dan perkembangan stek. Untuk mengurangi kehilangan air dari bahan stek dilakukan dengan memelihara keadaan lingkungan stek (Hartmann dan Kester 2003). Stek yang akan menghasilkan produksi tinggi menurut petani adalah stek dari keturunan kedua dan ketiga sejak pembibitan asal umbi. Selama ini dinyatakan oleh sebagian besar petani ubi jalar bahwa
generasi bibit
akan mempengaruhi produktivitas, namun berhubung tidak ada kebun khusus yang menghasilkan bibit, pada akhirnya petani menggunakan bibit dari pertanaman sebelumnya yang diusahakan oleh petani lain yang sering kali tidak lagi diketahui sudah memasuki generasi keberapa, ada yang telah mencapai generasi keempat, kelima, bahkan keenam. Salah satu upaya untuk meningkatan produktivitas ubi jalar adalah dengan menggunakan sarana produksi pupuk dan bibit yang baik dengan potensi produksi yang tinggi (Sulistyowati dan Suwarto 2008). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek, yaitu asal stek (posisi stek pada tanaman induk), panjang stek, dan lingkungan (media pengakaran, suhu, kelembaban, cahaya) (Harjadi 1996). Panjang stek berpengaruh terhadap pembentukan akar dan tunas. Semakin panjang stek semakin besar kandungan karbohidrat, sehingga akar yang dihasilkan semakin banyak (Hartmann dan Kester 2003). Selain faktor tersebut posisi penanaman bahan stek berpengaruh terhadap pertumbuhan stek. Stek batang yang ditanam secara vertikal akan menghasilkan
11
pertumbuhan (tinggi) yang baik, sedangkan stek yang ditanam horizontal akan menghasilkan tunas yang lebih banyak. F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah tanah, suhu, air, cahaya, dan komposisi udara. Pada suhu yang tinggi maka laju respirasi akan meningkat, akibatnya jaringan tanaman mengalami hidrasi. Pertumbuhan tanaman sangat tergantung pada jumlah air yang tersedia didalam tanah. Pertumbuhan akan dibatasi oleh kandungan air sangat rendah maupun kandungan air sangat tinggi. Air dibutuhkan tanaman untuk membuat karbohidrat didaun, untuk menjaga hidrasi protoplasma, dan sebagai pengangkutan dan mentranslokasi makanan-makanan dan unsur-unsur mineral. Tegangan air internal (didalam sel) mengakibatkan reduksi pembelahan dan perpanjangan sel. Peningkatan suplai air kedalam tanah menghasilkan serapan hara cenderung meningkat oleh tanaman. Jika penyediaan air cukup didalam tanah, maka pupuk yang diberi terpakai secara optimal (Nyakpa 1988). Rendahnya produksi terjadi disebabkan karena faktor tanaman itu sendiri yaitu, fase pertumbuhan ubi jalar didominasi oleh fase pertumbuhan vegetatif yang
mengakibatkan pertumbuhan bagian atas yaitu daun dan batang yang
berlebihan, bersamaan dengan kurangnya pembentukan umbi. Akibatnya sedikit sekali karbohidrat yang tersisa untuk perkembangan umbi. Kalau fase vegetatif dan reproduktif seimbang, penggunaan dan penumpukan seimbang juga, secara praktis karbohidrat yang dipakai dan disimpan sama banyaknya. Tanaman yang mempunyai pertumbuhan vegetatif yang sedang akan berumbi banyak (Harjadi 1996). Cahaya mempengaruhi pembentukan akar umbi, intensitas cahaya rendah menurunkan baik aktivitas kambium maupun pembentukan lignin dan menunda perkembangan. Sitokinin memegang peranan penting dalam perkembangan umbi melalui percepatan pembelahan dan pembesaran sel. Sementara akar berkembang kandungan
sitokininnya
meningkat
sebanding
(Goldsworthy dan Fisher 2004). 12
dengan
kenaikan
umbi