II. TINJAUAN PUSTAKA
A. ES PUTER Produk-produk ”edible ice” intinya adalah campuran dari air, gula, flavor, dan komponen lain yang dibekukan dan diaduk agar terbentuk busa yang membeku (Walstra et al., 1994). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3713-1995) es krim merupakan makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran dari susu, lemak hewani, maupun nabati, gula dengan atau tanpa bahan makanan lain dan bahan makanan yang diizinkan (Departemen Perindustrian, 1995). Es puter merupakan salah satu jenis dari ”edible ice”. Meskipun bentuknya menyerupai es krim, es puter tidak dapat dikatakan sebagai es krim, karena tidak adanya susu dalam es puter dan rendahnya kadar lemak. Akan tetapi bahan baku pembuatan es puter pada prinsipnya sama dengan es krim (Susanti, 2005). 1. Bahan Penyusun Es Puter Bahan penyususn es puter terdiri dari pasta ubi jalar, santan sebagai sumber lemak, gula, garam, bahan penstabil, dan bahan pengemulsi. a. Pasta Ubi Jalar Menurut Rimbawan (1976), produk makanan dan minuman yang dapat dibuat dari pasta ubi jalar antara lain saus, selai, minuman, dan makanan pelengkap bayi. Umumnya pada pembuatan produk tersebut, pembuatan pasta merupakan rangkaian proses yang tidak terpisahkan. Pada produksi minuman asam laktat bervitamin B12, pasta ubi jalar dibuat melalui proses pemanasan awal (63 oC) selama 8 menit, sortasi dan pencucian, pengupasan, pemotongan, blansir (77 oC) selama 1-3 menit, pemblenderan, dan penambahan air dengan perbandingan 1:1. Selanjutnya pasta disaring dan didekantasi untuk memperoleh ekstrak yang akan difermentasi (Airanthi, 1997). Pasta pengukusan
dibuat selama
melalui 15
proses
menit,
pengupasan,
penirisan,
pemotongan,
penggilingan,
dan
penambahan air dengan perbandingan 2:1. Selanjutnya pasta
3
dikeringkan, digiling, dan diayak untuk menghasilkan tepung (Lianawati, 1997). Teknologi proses produksi pasta ubi jalar yang telah diterapkan pada skala industri meliputi penyortiran, pencucian dengan brusher, penirisan (seasoning), pemasakan 1-2 jam dalam oven, pengupasan kulit, penggilingan serta pemadatan (Rambonang et al., 1999). Pembuatan pasta pada es puter ubi jalar ungu menggunakan ubi ungu segar yang dikukus. Ubi jalar ungu segar dikupas dan dicuci. Kemudian di potong setebal ± 0.65 cm dan dikukus selama 20 menit. Lalu digiling dengan penambahan air sebanyak 2:1 (dua bagian ubi, satu bagian air). Pasta yang dihasilkan merupakan pasta ubi jalar ungu (Steed dan Truong, 2008). b. Santan Santan merupakan salah satu produk berkadar lemak tinggi. Santan kelapa merupakan produk yang populer digunakan dalam industri rumah tangga (Anjaya et al., 1996). Es puter dirancang sebagai industri yang berbasis rumah tangga. Oleh karena itu, dalam pembuatan es puter digunakan santan kelapa sebagai sumber lemak. Santan kelapa ialah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih, diperoleh dengan cara memeras daging kelapa segar yang telah diparut atau dihancurkan, dengan atau tanpa penambahan air (Dahlan et al., 1984). Komposisi kimia santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi santan kelapa tergantung pada varietas dari kelapa yang digunakan, umur, daerah di mana kelapa tumbuh, cara pembuatannya dan efisiensi ekstraksi (Grimwood; Tejada diacu dalam Dahlan et al., 1984). Fungsi lemak dalam es puter sama halnya fungsi lemak pada es krim. Lemak merupakan komponen penting dalam membentuk flavor dan tekstur yang solid selama pembekuan (Walstra et al., 1994). Menurut Campbell dan Marshall (1975), lemak merupakan bagian pembentuk flavor, menghasilkan tekstur yang lembut, sumber lemak nabati, dan membangun body yang kuat. Lemak menghasilkan tekstur
4
yang lembut karena keberadaan lemak menghambat pertumbuhan kristal es dan menangkap udara akan tetapi tidak mempengaruhi titik beku. Tabel 1. Komposisi kimia santan kelapa yang diperoleh dengan berbagai cara ekstraksi Cara ekstraksi Kempa Tangan Blender hidrolik Air (%) 41.77 31.31 48.1 Lemak (%) 26.41 47.86 33.59 Protein (%) 4.19 4.53 3.93 Abu (%) 1.11 1.76 Sumber : Tejada diacu dalam Dahlan et al., (1984) Kandungan
Kombinasi 46.74 47.69 4.34 -
c. Gula dan Garam Menurut Frandsen dan Arbuckle (1961), fungsi utama gula adalah untuk meningkatkan penerimaan produk. Selain itu, gula juga berfungsi untuk meningkatkan viskositas, meningkatkan total padatan, memperbaiki tekstur, dan menurunkan titik beku. Gula dalam es krim berperan penting terhadap rasa es krim dan penurunan titik beku selama pembekuan. Jumlah gula yang terlalu sedikit dalam es krim menyebabkan es yang terbentuk terlalu banyak. Gula yang terlalu banyak membuat es krim yang dihasilkan terlalu manis. Selain itu, gula juga berperan dalam meningkatkan viskositas (Walstra et al., 1994). Menurut Marshall dan Arbuckle (2000), gula sebagai bahan pemanis pada es krim mengandung sekitar 99.9% padatan, sangat mudah larut dan berdensitas 1.595 g/cc. Gula menurunkan titik beku es krim sehingga masih terdapat air yang tidak membeku pada suhu penyajian es krim, yaitu sekitar –150C hingga -180C. Penggunaan sukrosa sebagai pemanis tunggal dapat memberikan efek buruk, yaitu dapat terbentuknya kristal-kristal pada permukaan es krim. Tidak jauh dengan gula, penambahan garam pada pembuatan es krim berperan
5
untuk meningkatkan cita rasa dan mengikat air sehingga dihasilkan tekstur es krim yang lembut. Beberapa faktor yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan kadar bahan pemanis dalam adonan es krim antara lain : (1) konsentrasi gula dalam adonan es krim; (2) kadar total padatan dari adonan es krim; (3) pengaruh jenis gula pada karakterisktik es krim seperti titik beku, viskositas dan pembuihan; (4) konsentrasi dari jenis lain yang ada dalam adonan es krim. Konsentrasi gula yang dapat ditambahkan dalam adonan es krim berkisar antara 12 – 20%, tetapi yang umum digunakan adalah 14 – 16%. Penambahan gula lebih dari 16 % menyebabkan produk yang dihasilkan cenderung lembek dan lengket (Frandsen dan Arbuckle, 1961). d. Bahan Penstabil Bahan penstabil (stabilizer) adalah bahan yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas emulsi. Cara kerja bahan penstabil adalah dengan menurunkan tegangan permukaan, dengan cara membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil (Fennema, 1985). Bahan penstabil merupakan koloid hidrofilik yang menurunkan konsentrasi air bebas dengan menyerapnya. Dengan turunnya konsentrasi air dalam es krim, kristal es yang terbentuk menjadi kecil dan tekstur es krim yang dihasilkan menjadi lebih lembut. Selain itu, bahan penstabil juga berfungsi untuk mencegah pertumbuhan kristal es karena fluktuasi suhu selama penyimpanan. Bahan penstabil yang umum digunakan antara lain alginat, karagenan, agar, guar, tragakan, gum arab, gelatin, pektin, dan CMC (Campbell dan Marshall, 1975). Bahan penstabil berfungsi dalam meningkatkan viskositas, pemerangkapan udara, memperbaiki bentuk dan tekstur es krim, serta memperbaiki daya leleh produk. Bahan ini juga berfungsi untuk meningkatkan kesan creamy dan meminimalisir pembentukan kristal
6
es karena fluktuasi suhu selama penyimpanan (Varnam dan Sutherland, 1994). Stabilizer berfungsi untuk mencegah pembentukan kristal es yang besar pada produk dan digunakan dalam jumlah kecil tanpa berpengaruh pada mutu dan flavor. Terdapat dua jenis penstabil yaitu dari sumber hewan dan tumbuhan. Carboxymethylcellulose (CMC) merupakan salah satu jenis penstabil yang berasal dari tumbuhan. CMC memiliki daya ikat air yang tinggi dan mudah dilarutkan ke dalam adonan. CMC juga berfungsi sebagai emulsifier. CMC tidak membentuk bentuk yang kokoh seperti gel dari gelatin dan beberapa stabilizer dari tanaman. Akan tetapi, CMC lebih baik digunakan pada es krim, terutama pada sherbet dan ices (Frandsen dan Arbuckle, 1961). Jumlah dan jenis bahan penstabil dalam es krim bervariasi tergantung komposisi adonan, waktu pembentukan, suhu dan tekanan. Penstabil yang biasanya digunakan dalam pembuatan es krim adalah sebanyak 0,1%-0,5% (Marshall dan Arbuckle, 1996). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Meyliana (1996), konsentrasi CMC yang terbaik digunakan pada es krim adalah 0.4%. e. Bahan Pengemulsi Emulsifier merupakan zat yang memiliki kecenderungan untuk berada di bagian interfase diantara bagian lemak dengan air, emulsifier memiliki kemampuan untuk mengurangi tegangan permukaan dari sistem tersebut. Penggunaan emulsifier terutama bertujuan untuk meningkatkan
daya
pembuihan,
menyeragamkan
pembuihan,
menghasilkan produk yang lebih kering, lembut, dan tekstur yang lebih baik. Jumlah maksimal bahan pengemulsi yang ditambahkan adalah 0.2 % (Frandsen dan Arbuckle (1961). Peran utama dari bahan pengemulsi adalah untuk mencegah penggumpalan atau pengumpulan globula-globula lemak (Walstra et al.,1994).
Selain
itu,
bahan
pengemulsi
ditambahkan
untuk
meningkatkan daya pembuihan dan untuk menghasilkan produk yang
7
lembut serta kering (Varnam dan Sutherland, 1994). Sehingga fase air dan krim tidak terpisah dan tidak menyebabkan pembentukan kristal es baru. Menurut Campbell dan Marshall (1975), terdapat dua jenis bahan pengemulsi yang dapat digunakan yaitu (1) mono- dan di-gliserida; (2) polioksietilena. Jenis bahan pengemulsi yang digunakan adalah Gliserin Mono Stearat (GMS), hal ini dikarenakan GMS merupakan emulsifier yang cenderung bersifat hidrofilik sehingga dapat digunakan untuk produk emulsi minyak dalam air seperti es puter. Selain itu, jenis emulsifier yang banyak terdapat di pasaran adalah GMS (Susanti, 2005). 2. Tahapan Pembuatan Es Puter Tahapan dalam pembuatan es krim umumnya terdiri dari mixing, pasteurisasi, homogenisasi, pendinginan cepat, aging, freezing, dan hardening (Potter dan Hotchkiss, 1995). Tahapan pembuatan es puter pada prinsipnya sama dengan es krim. Perbedaannya hanya pada alat yang digunakan dalam tahap pembekuan. Skema dan alat pembekuan pada pembuatan es krim dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Menurut Campbell dan Marshall (1975),
pencampuran adonan
dilakukan dengan melarutkan bahan-bahan kering ke dalam bahan cair, kemudian
dipanaskan.
Pada
proses
operasi
skala
kecil,
proses
pencampuran dilakukan secara manual dan ingredien kering biasanya ditambahkan saat proses pemanasan atau pasteurisasi (Varnam dan Sutherland, 1994). Pasteurisasi merupakan perlakuan panas yang diberikan pada adonan. Pasteurisasi yang dilakukan bertujuan untuk membunuh mikroba patogen dan perusak. Tujuan kedua dari proses pasteurisasi adalah untuk menginaktifasi enzim lipase yang masih memiliki keaktifan kecil walaupun pada suhu yang sangat rendah (Walstra et al.,1994). Kombinasi suhu dan waktu pada proses pemanasan antara lain 65.6 oC / 30 menit, 71.1oC / 10 menit, 79.4oC / 15 detik, dan 148.8oC / 2 detik (Varnam dan
8
Sutherland, 1994). Proses pasteurisasi es puter dilakukan pada 70oC selama 30 menit (Musadhaz, 2008). Proses selanjutnya adalah homogenisasi. Homogenisasi bertujuan untuk memperkecil globula lemak, mencegahnya bersatu (menggumpal), memperbaiki body dan tekstur. Selain itu, proses ini bertujuan untuk mencegah terjadinya churning pada lemak selama pembekuan (Potter dan Hotchkiss, 1995). Pengecilan ukuran globula lemak diperlukan selama proses untuk mencegah terjadinya churning dan untuk meningkatkan daya pembuihan serta meningkatkan pemerangkapan udara dengan memberikan kesempatan pada protein pada permukaan untuk memerangkap udara. Untuk mencegah globula lemak bersatu, homogenisasi sebaiknya dilakukan pada suhu tinggi, sekitar 63-80oC. Setelah proses homogenisasi, adonan harus segera didinginkan pada suhu 4oC untuk mencegah pertumbuhan mikroba (Varnam dan Sutherland, 1994). Proses pendinginan inilah yang disebut pendinginan cepat. Proses selanjutnya setelah pendinginan cepat adalah aging. Menurut Walstra et al.(1994), aging dilakukan dengan menyimpan adonan pada suhu rendah selama beberapa waktu untuk dua alasan. Pertama, lemak yang harus dikristalkan sebelum proses pembekuan. Kedua, untuk memberi kesempatan pada stabilizer untuk mengembang. Aging biasanya dilakukan selama 3-24 jam pada suhu 4.4oC atau lebih rendah. Proses ini memberi kesempatan pada bahan penstabil untuk mengembang serta meningkatkan viskositas adonan (Potter dan Hotchkiss, 1995). Aging yang dilakukan pada suhu 4 oC melibatkan proses pengkristalan lemak dan penyerapan air oleh senyawa hidrokoloid. Proses ini tidak boleh dilakukan lebih dari 24 jam untuk menghindari kerusakan yang ditimbulkan oleh mikroorganisme psikotrofik (Varnam dan Sutherland, 1994). Proses pembekuan harus dilakukan dengan cepat untuk mencegah pertumbuhan kristal es menjadi besar yang mengakibatkan pembentukan kristal es yang kasar. Pembekuan adonan mencapai suhu -5.5oC. Proses ini
9
juga disertai dengan pemompaan udara ke dalam adonan agar mengembang (Potter dan Hotchkiss, 1995). Proses pembekuan melibatkan pendinginan cepat adonan sampai suhu nol derajat, pada tahap ini es terbentuk bersamaan dengan proses pemerangkapan udara ke dalam adonan. Proses ini harus cepat, karena apabila air terikat sudah membeku maka pemerangkapan udara sudah tidak mungkin dilakukan dan apabila pembekuan terjadi setelah pemerangkapan adonan maka akan mengakibatkan terjadinya churning dari lemak serta rusaknya struktur buih (Walstra et al.,1994). Pembekuan adonan es puter ubi jalar hanya menggunakan alat manual. Alat ini mengandalkan agitasi secara manual dengan tangan. Setelah proses pembekuan, es puter ubi jalar tidak mengalami proses hardening (pengerasan).
Gambar 1. Skema continous ice cream freezer (Campbell dan Marshall, 1975)
Gambar 2. Continous ice cream freezer (Campbell dan 1975)
Marshall,
10
B. UBI JALAR (Ipomoea batatas (L) Lam.) Ubi jalar merupakan tanaman yang menghasilkan umbi. Klasifikasi lengkapnya adalah divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas
Dycotiledon, ordo Solonaceae, genus Ipomoea, spesies Ipomoea. Ciri-ciri umum famili Convolvulaceae adalah mengandung getah, batangnya ada yang tegak, menjalar atau merayap sesuai spesiesnya, mengandung ikatan pembuluh bikolateral, daun sederhana dan tersusun selang-seling mengelilingi batang. Bunganya khas dengan putik yang istimewa, benang sari berjumlah lima buah, buah berbentuk bulat lonjong, dan buah mengandung embrio dengan kotiledon yang berlipat ganda (Nonnecke, 1989). Pola pertumbuhannya ada dua, yaitu berbentuk tegak dan menjalar. Tanaman ubi jalar dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh karena daerah penyebarannya terletak pada 30o LU dan 30o LS. Daerah yang paling ideal untuk mengembangkan ubi jalar daerah bersuhu antara 21 oC-27oC yang terdapat sinar matahari 11-12 jam/hari, kelembaban udara (RH) 50-60%, dengan curah hujan 750 mm-1500 mm per tahun. Pertumbuhan dan produksi ubi jalar tercapai pada musim kemarau (Rukmana, 1997). Batang ubi jalar berwarna kuning, hijau, atau jingga, sedangkan akar dari ubi jalar akan menjadi umbi berbentuk panjang atau agak bulat. Bentuk daunnya adalah jantung atau bentuk bulat. Tepi daun ada yang bergerigi dan ada juga yang berombak. Daun berurat tangan, bunganya berbentuk lonceng, dan berwarna putih atau bercampur dengan warna jingga, akan tetapi kebanyakan ubi jalar tidak berbunga (Steinbauer dan Kushman, 1971). Umbi tanaman ubi jalar dibentuk dari penebalan lapisan luar akar yang dekat dengan batang dan berada dalam tanah atau bongkol yang tertinggal di dalam tanah. Umbi tanaman ubi jalar adalah akar yang membesar untuk menyimpan cadangan makanan, dengan bentuk antara lonjong sampai agak bulat. Umbi tanaman ubi jalar terbentuk dari penebalan lapisan luar akar yang dekat dengan batang dan berada dalam tanah atau bongkol yang tertinggal dalam tanah. Warna kulit ubi jalar adalah putih kotor, jingga, merah muda, dan ungu tua. Warna daging putih, krem, kuning, merah muda kekuning-
11
kuningan, dan jingga tergantung jenis dan banyaknya pigmen yang dikandung (Kay, 1973). Ubi jalar ungu dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Ubi jalar ungu Ubi jalar (Ipomoea batatas (L) Lam.) merupakan tanaman dengan kandungan nutrisi yang tinggi. Ubi jalar kaya akan vitamin (B1, B2, C, dan E), mineral (kalsium, potasium, magnesium, dan zinc), dietary fiber, dan karbohidrat bukan serat (Suda et al., 2003). Pigmen dominan pada ubi jalar kuning adalah flavon, orange adalah betakaroten, sedangkan ubi jalar yang berdaging umbi ungu memiliki kandungan pigmen antosianin yang tinggi (Oki et al, 2002). Komposisi kimia ubi jalar dipengaruhi oleh varietas, lokasi, dan musim tanam. Pada musim kemarau, varietas yang sama akan menghasilkan kadar tepung yang lebih tinggi dari pada musim penghujan (Atmawikarta, 2001). Nilai gizi ubi jalar per 100 gram terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai gizi ubi jalar per 100 gram Komposisi Jumlah Energi 123 kkal Karbohidrat 27.38 gram Protein 1.8 gram Lemak 0.7 gram Vitamin A 60-7700 SI Vitamin C 22 mg Kalsium 30 mg Fosfor 49 mg Fe 0.7 mg Air 68.5 % Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1993)
12
Ubi jalar mengandung beberapa komponen menguntungkan dan pigmen fungsional
seperti
flavon,
betakaroten,
dan
antosianin.
kandungan
antosianinnya pada ubi jalar ungu berfungsi sebagai radical scavenging, antimutagenik, hepato-protective,anti hipertensi, dan antihiperglisemik (Suda et al., 2003). Komposisi kimia ubi jalar ungu per 100 gram terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia ubi jalar ungu Sifat Kimia dan Fisik Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar pati (%) Gula reduksi (%) Kadar lemak (%) Kadar antosianin (mg/100g) Sumber : (Widjanarko, 2008)
Jumlah 67,77 3,28 55,27 1,79 0,43 923,65
Karbohidrat yang banyak terdapat pada ubi jalar adalah pati, gula, dan serat makanan (Palmer, 1982). Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa (Winarno, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Faizah (2004) menyatakan bahwa ubi jalar varietas pakhong memiliki kadar pati sebesar 90.42% dan kadar amilosa sebesar 37.34%, sedangkan untuk varietas ayamurasaki memiliki kadar pati sebesar 89.78% dan kadar amilosa sebesar 34.70%. Pati dari varietas ayamurasaki memerlukan waktu 29 menit untuk bergelatinisasi, suhu 73.5oC untuk dapat bergelatinisasi, dan granulanya pecah pada suhu 88.5 oC setelah 39 menit. Pati dari varietas ayamurasaki sesuai untuk produk yang memerlukan pati yang berviskositas tinggi pada perlakuan suhu relatif rendah serta yang membutuhkan stabilitas gel tinggi (Ginting et al., 2005). Menurut Kusnandar (2006) karakteristik pati yang baik untuk produk yang dibekukan adalah pati
13
yang memiliki kestabilan viskositas tinggi dan tidak mudah mengalami retrogradasi. Total gula pada ubi jalar berkisar antara 0.38-5.64% dalam basis basah (Bradbury dan Holloway, 1988). Kandungan gula pada ubi jalar yang telah dimasak jumlahnya meningkat apabila dibandingkan dengan gula pada ubi jalar mentah. Hidrolisis pati selama pemasakan mengakibatkan peningkatan maltosa secara signifikan, karena hidrolisis pati menghasilkan dekstrin (Woolfe, 1999). Komponen ketiga karbohidrat ubi jalar adalah serat makanan. Serat makanan (dietary fiber) merupakan komponen jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oloeh enzim dari lambung dan usus kecil. Seratserat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buahbuahan. Secara kimia dinding sel tersebut terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan nonkarbohidrat seperti polimer lignin, beberapa gumi dan mucilage. Karena itu, dietary fiber umumnya karbohidrat atau polisakarida (Winarno, 2002). Karakteristik ubi jalar yang berhubungan dengan kandungan karbohidrat adalah kecenderungan timbulya flatulensi setelah mengkonsumsi ubi jalar. Menurut Damardjati (2003), flatulensi disebabkan oleh karbohidrat tidak tercerna seperti pati tidak tercerna, oligosakarida tidak tercerna, dan polisakarida non pati (komponen serat makanan). Oligosakarida yang terdapat pada ubi jalar adalah rafinosa dan pada ubi jalar yang sudah dimasak juga masih terdapat rafinosa dan tidak dapat dicerna (Palmer, 1982). Selain asam lemak, proses fermentasi karbohidrat tidak tercerna menghasilkan gas H, CH4, dan CO2 yang bersama-sama membentuk gas flatus. Metabolit terakhir inilah yang menyebabkan terjadinya flatulensi (Johnson dan Southgate, 1994). Ubi jalar masih dinilai sebagai komoditas inferior, meskipun komoditas ini sudah lama dikenal dan diusahakan oleh petani. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi mengenai bentuk-bentuk pengolahan serta belum berkembangnya industri yang menggunakan ubi jalar sebagai bahan baku utama (Faizah, 2004).
14
Kegunaan ubi jalar sebenarnya sangat luas, disamping sebagai bahan dasar pembuatan kembang gula, es krim, jelly, dan saus, ubi jalar juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri kimia, obat-obatan, tekstil, plastik biodegradabel, dan bahan kosmetik (Faizah, 2004). beberapa produk alternatif olahan ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produk alternatif olahan ubi jalar Tipe Aneka Produk produk Ubi jalar Ubi jalar segar Ubi goreng (konsumsi Ubi panggang langsung) Kolak Produk Keremes siap santap Keripik Kue dan roti Saos Berupa olahan buahbuahan
Keterangan Telah memasyarakat
Beberapa telah memasyarakat, dan lainnya perlu diintroduksi, mutu dan penampilan perlu ditingkatkan Beberapa telah memasyarakat, dan lainnya perlu diintroduksi, mutu dan penampilan perlu minuman ditingkatkan
manisan asinan selai sari buah pekatan ringan dodol jenang Produk ceriping kering siap masak kubus kering mie Sumber : Isnaeni (2007)
Perlu diintroduksi
Pengenalan tentang sifat fungsional dari ubi jalar ungu dan peran dari pigmen antosianin menyebabkan peningkatan pengembangan produk-produk berbasis ubi jalar di Jepang (Suda et al., 2003). Sekarang ini, di Jepang, pasta dan tepung dari ubi jalar ungu digunakan sebagai bahan dalam membuat mie, roti, jam, sweet potato chips, produk konfeksioneri, jus, dan minuman beralkohol (Oki et al.,2002). Menurut Rozi dan Krisdiana (2006), warna ungu dari ubi jalar dapat diolah sebagai pewarna alami untuk makanan, sehingga menjadikan makanan terbebas dari zat-zat kimia. Di samping itu, tampilan makanan seperti pada
15
pembuatan es krim sudah mulai diproduksi dengan ubi jalar ungu sehingga dapat menambah daya tarik pembeli, demikian juga dengan aneka kue dan produk makanan lain. C. ANTOSIANIN Antosianin merupakan salah satu bagian penting dalam grup pigmen setelah klorofil. Antosianin berasal dari bahasa Yunani, anthos yang berarti bunga dan kyonos yang berarti biru gelap. Antosianin banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran, dan bunga (Jackman dan Smith, 1996). Menurut Markakis (1982), molekul antosianin tersusun atas sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon). Semua antosianin merupakan turunan dari kation flavilium (3,5,7,4‟tetrahidroksiflavilium) yang merupakan struktur dasar dari antosianidin (Timberlake dan Bridle, 1997). Menurut Jackman dan Smith (1996), ada 18 jenis antosianidin yang telah ditemukan, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan dan sering ditemukan yaitu pelargonidin, sianidin, delpinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin. Struktur kimia senyawa antosianin ada pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur kimia antosianin ubi jalar ungu (Suda et al.,2003) Struktur antosianin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas warna antosianin. Jumlah gugus hidroksi atau metoksi pada struktur antosianidin akan mempengaruhi warna antosianin. Jumlah gugus hidroksi
16
yang dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil. Sedangkan jumlah gugus metoksi yang dominan akan menyebabkan warna cenderung merah dan relatif stabil. Antosianin yang terdapat pada ubi jalar ungu adalah jenis sianidin dan peonidin (Jackman dan Smith, 1996). Kestabilan dan warna antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain struktur, konsentrasi, pH, suhu, cahaya, keberadaan dari senyawa kopigmen, ion logam, enzim, oksigen, asam askorbat, produk hasil degradasi, protein, dan sulfur dioksida (Seda, 2006 ) Perubahan pH dapat menyebabkan struktur dari antiosianin yang akan merubah warna serta kestabilannya. Antosianin akan berwarna merah pada pH asam (pH < 3). Warna kemudian akan menjadi ungu atau biru pada pH basa dan kemungkinan akan kehilangan warna apabila pHnya terus naik. Kestabilan dari antosianin juga menurun semakin meningkatnya suhu. Suhu yang meningkat karena penyimpanan maupun proses mengakibatkan terbentuknya senyawa kalkon. Selain itu, antosianin juga tidak stabil apabila terkena sinar baik UV, visible, maupun sumber radiasi yang lain (Jackman dan Smith, 1996). Ubi jalar ungu mengandung antosianin dalam jumlah yang tinggi. Pigmen antosianin pada ubi jalar ungu ada dalam bentuk mono- atau di-asetil dari sianidin dan peonidin. Satu karakteristik umum dari semua tipe antosianin pada ubi jalar ungu adalah bahwa mereka terikat pada satu gugus kafeoil terkecil yang membuatnya menjadi penangkap radikal bebas yang sangat baik. Antosianin ubi jalar ungu akan berwarna merah pada kondisi pH asam, ungu pada kondisi pH netral, dan berwarna biru pada kondisi pH basa (Suda et al., 2003). Penelitian yang telah banyak dilakukan, pigmen antosianin dan senyawa flavanoid lainnya terbukti memiliki efek positif terhadap kesehatan (Timberlake dan Bridle, 1997). Di Jepang, ubi jalar warna ungu banyak digunakan sebagai zat pewarna alami untuk makanan, penawar racun, mencegah sembelit, dan membantu menyerap kelebihan lemak dalam darah. Antosianin juga dapat menghalangi munculnya sel kanker serta baik untuk dikonsumsi oleh penderita jantung koroner (Yashinaga, 1995). Menurut Suda
17
et al.(2003), antosianin pada ubi jalar ungu berfungsi sebagai radical scavenging,
antimutagenik,
hepato-protective,
anti
hipertensi,
dan
antihiperglisemik. D. ANALISIS FINANSIAL Analisis ini dilakukan pada penelitian untuk mengetahui kelayakan bisnis dari es puter ubi jalar ungu yang diperoleh. Analisis finansial ini penting untuk menentukan sebuah proyek layak atau tidak untuk dijalankan. Beberapa faktor pada analisis finansial yang umum digunakan untuk menguji kelayakan suatu proyek terutama berkisar pada perkiraan biaya investasi, perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, waktu, dan perkiraan pendapatan (Ibrahim, 1998). Untuk dapat menentukan apakah suatu proyek investasi dapat dikatakan layak diperlukan teknik kriteria investasi yang didasarkan pada estimasi aliran kas yang bersangkutan. Kriteria tersebut antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), Payback periode (PP), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) (Keown et al., 2004). Selain itu, dapat digunakan juga analisis Break Event Point (BEP) dan analisis sensitivitas untuk melengkapi analisis terhadap kriteria investasi. 1. Modal Awal Usaha Modal adalah dana yang disiapkan untuk pendanaan jangka panjang. Modal awal usaha merupakan pengeluaran arus kas yang dibutuhkan untuk membeli aktiva dan digunakan dalam operasi. Jumlah ini termasuk biaya pengadaan aktiva dan pengeluaran kas non biaya, seperti modal kerja (Keown et al., 2004). Modal awal terdiri dari biaya investasi dan modal kerja. Biaya investasi merupakan pembiayaan untuk membangun instalasi atau fasilitas produksi. Sedangkan biaya modal kerja adalah pengeluaran untuk membiayai keperluan operasi dan produksi pada waktu pertama kali dijalankan (Soeharto, 2001). 2. Analisis Biaya Analisis biaya adalah kegiatan yang meliputi identifikasi biaya, pengukuran, alokasi, dan pengendalian yang merupakan kegiatan penting dalam sebuah perusahaan. Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi
18
yang diukur dengan uang yang telah dikeluarkan atau kelak dikeluarkan untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya dapat digolongkan dengan berbagai cara,
antara
lain
penggolongan
berdasarkan
obyek
pengeluaran,
berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, berdasarkan hubungan dengan pusat biaya, dan penggolongan berdasarkan perubahan biaya terhadap perubahan volume produk atau kegiatan (Simangungsong, 1991). Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, biaya digolongkan atas biaya produksi, biaya pemasaran, biaya administrasi, dan biaya umum. Berdasarkan hubungannya dengan produk, biaya terbagi atas biaya langsung dan tak langsung. Komponen biaya produksi yang akan diperhitungkan dalam melakukan analisis finansial adalah biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap, variabel, dan semi variabel merupakan biaya yang digolongkan berdasarkan perubahannya terhadap volume produk. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak berubah jumlah nominalnya karena perubahan volume penjualan atau kuantitas output. Biaya variabel merupakan biaya tetap per unit output tetapi merupakan jumlah perubahan output. Biaya semivariabel merupakan biaya yang memperlihatkan karakteristik hubungan antara perusahaan dan biaya biaya variabel pada cakupan keluaran yang berbeda (Keown et al., 2004). Menurut Soeharto (2001), biaya tetap adalah biaya yang besarnya tetap, tidak tergantung pada volume produksi. Meskipun jumlah produk yang dihasilkan mengalami peningkatan atau penurunan, namun pengeluaran untuk biaya ini jumlahnya tetap. Komponen biaya ini adalah bunga, pajak, perawatan pabrik, administrasi, gaji pegawai dan buruh. Berbeda dengan biaya tetap, biaya variabel mempunyai hubungan yang erat dengan tingkat produksi. Komponennya antara lain biaya bahan baku, bahan bakar, listrik, biaya tranportasi, dan biaya distribusi (Soeharto, 2001). 3. Harga Pokok dan Harga Jual Harga pokok berperan dalam memberikan gambaran tentang pengorbanan yang dilakukan dalam menghasilkan produk, sehingga dapat menjadi dasar dalam penetapan harga jual produk. Selain itu, perhitungan
19
harga pokok berfungsi yang pertama untuk menganalisis biaya dan pendapatan dari suatu perusahaan sehingga tingkat efisiensinya dapat diketahui. Kedua, mengawasi perubahan biaya. Ketiga, mengetahui perbandingan antara biaya dan pendapatan. Menurut
Simangungsong
(1991),
perhitungan
harga
pokok
berdasarkan obyek biaya dapat dibedakan menjadi dua. Pertama dengan metode Full Costing / Absorbation Costing/ metode konvensional, yaitu metode yang memperhitngkan semua biaya produksi (biaya tetap dan biaya variabel) sebagai unsur harga pokok. Kedua dengan metode Direct Costing/ Variabel Costing, yaitu metode yang hanya memperhitungkan biaya variabel dan tidak menyertakan biaya tetap dalam penentuan harga pokok produksi. Dengan metode tersebut akan diperoleh harga pokok yang selanjutnya ditambah dengan presentase laba yang diinginkan (mark up) sehingga menghasilkan harga jual (target price). 4. Kriteria Investasi Sistem Konvensional Kriteria investasi adalah indeks yang digunakan untuk mengetahui baik tidaknya proyek yang dilakukan. Kriteria investasi tersebut meliputi Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Break Event Point, Pay Back Period, dan analisis kepekaan (sensitivitas). Perhitungan kriteria investasi yang didasarkan pada konsep nilai waktu uang meliputi Net Present Value (nilai bersih sekarang), Internal Rate of Return (tingkat pengembalian internal), Net Benefit Cost Ratio (indeks profitabilitas), dan Pay Back Period (jangka waktu pengembalian). Sedangkan kriteria yang tidak berdasarkan pada nilai waktu uang adalah Break Event Point (Keown et al.,2004). a.
Net Present Value (NPV) Net Present Value adalah selisih antara nilai sekarang arus kas tahunan dikurangi dengan pengeluaran investasi awal. Kriteria NPV merupakan kriteria penganggaran modal yang paling baik. NPV berkaitan dengan arus kas bebas bukan laba akutansi. NPV juga peka terhadap pemilihan waktu yang benar dari manfaat yang dihasilkan proyek. Dalam NPV, suatu proyek diterima hanya jika nilai bersih 20
sekarangnya positif. Oleh karena itu penerimaan terhadap sebuah proyek yang menggunakan kriteria ini akan meningkatkan nilai dari perusahaan. Kelemahan dari metode ini berasal dari kebutuhan akan peramalan jangka panjang yang rinci atas penambahan arus kas bebas yang diukur dari penerimaan proyek. Disamping kelemahan ini, secara teoritis NPV merupakan kriteria yang tepat karena mengukur dampak dari penerimaan proyek pada nilai ekuitas perusahaan. Jika NPV ≥ 0 maka proyek diterima dan jika NPV < 0 maka proyek ditolak (Keown et al., 2004). Rumus perhitungan NPV adalah: n
NPV = ∑ t=1
AKBt PA (1+ k)
t
AKBt = arus kas tahunan pada periode waktu t PA = pengeluaran awal n = usia proyek yang diharapkan k = tingkat pengembalian yang disyaratkan / tingkat suku bunga
b. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return merupakan tingkat diskonto kas (tingkat suku bunga) yang menyamakan nilai sekarang dari pemasukan dengan nilai sekarang dari pengeluarannya. Kriteria ini merupakan kriteria keputusan
penganggaran
modal
yang
mencerminkan
tingkat
pengembalian yang didapat suatu proyek (Keown et al.,2004). Dalam penentuan IRR, dicari besarnya tingkat bunga yang menyebabkan NPV = 0. Oleh karena itu perhitungannya menggunakan cara “trial and error”, artinya dicoba nilai diskonto di atas atau di bawah tingkat suku bunganya sampai menghasilkan nilai NPV = 0. Jika IRR ≥ tingkat suku bunga maka proyek diterima, jika sebaliknya maka ditolak (Keown et al.,2004). Rumus perhitungan IRR adalah: NPV‟ IRR= I‟ +
(I”-I‟) NPV‟-NPV”
NPV‟ = NPV pada suku bunga I‟ NPV” = NPV pada suku bunga I”
21
c.
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio merupakan rasio nilai arus kas bebas masa depan terhadap pengeluaran awal. Bila Net B/C ≥1 maka proyek dianggap layak, bila Net B/C < 1 proyek dianggap tidak layak. Kriteria ini menghasilkan keputusan meneria atau menolak yang sama seperti kriteria NPV. Ketika nilai NPV suatu proyek labih besar dari nol maka nilai Net B/C nya akan lebih besar dari satu dan itu berarti proyek dapat diterima (layak). Apabila nilai NPV suatu proyek labih kecil dari nol maka nilai Net B/C nya akan kurang dari satu dan itu berarti proyek tidak dapat diterima (tidak layak) (Keown et al.,2004). Rumus perhitungannya adalah:
n
AKBt ∑ t t=1 (1+ k)
Net B/C = PA AKBt = arus kas tahunan pada periode waktu t PA = pengeluaran awal n = usia proyek yang diharapkan k = tingkat pengembalian yang disyaratkan / tingkat suku bunga
d. Break Event Point (BEP) Break
Event Point (BEP) adalah titik dimana total biaya
produksi sama dengan pendapatan. Titik impas memberikan petunjuk bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan (Soeharto, 2001). Rumus untuk menghitung BEP adalah : FC Q (unit) = H-V FC H Q V
=Biaya tetap per tahun (Rp) = harga jual per unit (Rp) =Kapasitas produksi pada saat BEP (unit) = biaya variabel per unit (Rp)
22
e. Pay Back Period (PP) Pay Back Period (PP) merupakan banyaknya tahun yang diperlukan untuk mengembalikan pengeluaran kas awal. Ukuran kriteria ini, mengukur seberapa cepat proyek dalam mengembalikan biaya investasi awalnya. Hal itu berkaitan dengan arus kas bebas yang mengukur waktu sebenarnya atas sebuah manfaat, bukannya keuntungan akutansi (Keown et al.,2004). Kriteria penolakan atau penerimaan sebuah proyek dari kriteria ini ditentukan apakah PBP proyek lebih atau kurang dari periode yang diinginkan. Dengan demikian PBP menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana yang tertanam pada suatu usaha dapat diperoleh kembali. Rumus untuk menghitung PBP adalah : m PP =
+n (Bn+1 – Cn+1)
m n
= nilai kumulatif arus kas bebas yang didiskonto (Rp) = periode investasi saat arus kas bebas kumulatif yang didiskonto nilainya negatif terakhir (tahun) (Bn+1 – Cn+1) = nilai arus kas bebas yang didiskonto pada periode n+1 (Rp)
f. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor terhadap hasil investasi yang dilakukan. Analisis ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi apabila terjadi perubahan biaya, kesalahan pendugaan biaya, kesalahan penggunaan asumsi dasar, dan perubahan-perubahan lainnya selama pelaksanaan proyek ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis sensitivitas antara lain cost overrun, perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, serta mundurnya pelaksanaan proyek (Pramudya dan Dewi, 1992). Perhitungan untuk analisis sensitivitas umumnya didasarkan atas kenaikan harga satuan komponen biaya terbesar, seperti bahan baku. Untuk itu perlu dihitung berapa besar dampaknya terhadap beban biaya
23
produksi untuk setiap kenaikan atas harga bahan baku. Tingkat kenaikan harga satuan bahan baku yang akan menyebabkan nilai NPV, IRR, dan PBP tidak lagi meyakinkan keuntungan, maka pada titik itulah proyek tersebut tidak lagi layak. Selain itu, perlu dihitung juga setiap penurunan harga jual satuan produk jadi terhadap keuntungan yang akan diperoleh. Melalui analisis sensitivitas, dapat diketahui seberapa jauh proyek tetap layak untuk dilaksanakan apabila terjadi perubahan selama pelaksanaannya. Perhitungan yang dilakukan dalam analisis ini perlu diulang kembali dengan perubahan yang terjadi atau mungkin akan terjadi melalui “trial and error”. 5. Kriteria Investasi Sistem Syariah Ekonomi syariah merupakan kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, salah satunya adalah pembiayaan syariah. Prinsip ekonomi syariah itu sendiri ada lima. Pertama adalah siap menerima risiko, kedua adalah tidak melakukan penimbunan, ketiga tidak memonopoli, keempat adalah pelarangan interes riba, dan terakhir adalah solidaritas sosial (Ali, 2008). Kriteria penerimaan sebuah investasi yang didasarkan pada sistem syariah antara lain adalah Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), Break Event Point (BEP), dan Payback Periode (PP). a. Bagi Hasil Pembiayaan pada sistem syariah ada dua, musyarakah dan mudharabah. Musyarakah merupakan bentuk kerja sama dimana semua modal disatukan menjadi modal musyarakah dan dikelola bersama. Mudharabah merupakan bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Dalam mudharabah modal berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak (Hosen et al., 2006). Menurut
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 08/DSN-
MUI/IV/2000, keuntungan pada pembiayaan musyarakah harus
24
dikuantifikasi dengan jelas dan setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan. Sedangkan menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSNMUI/IV/2000, keuntungan pada pembiayaan mudharabah yang merupakan jumlah kelebihan modal harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak yang besarnya ditetapkan pada saat kontrak disepakati. Pembayaran bagi hasil dilakukan pada saat usaha mengalami keuntungan dan bila peminjam tidak mendapat keuntungan maka bank tidak akan mengambil bagi hasil dari peminjam. b. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara total penerimaan kotor dengan total biaya produksi. Apabila B/C Ratio > 1 maka usaha layak dan jika B/C Ratio < 1 maka usaha tidak layak. Rumus Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) pada sistem syariah adalah : Total Gross Benefit Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) = Total Production Cost c. Break Event Point (BEP) Break Event Point (BEP) adalah titik dimana total revenue sama dengan total cost. Tingkat BEP dapat dilihat dari segi jumlah produksi, lamanya waktu pengembalian biaya, dan jumlah biaya yang digunakan. Perhitungannya sama dengan sistem konvensional. d. Payback Periode (PP) Seperti halnya sistem konvensional, dalam sistem syariah juga dikenal adanya kriteria Payback Periode (PP). Payback Periode (PP) merupakan banyaknya tahun yang diperlukan untuk mengembalikan pengeluaran kas awal. Perhitungannya pun sama dengan sistem konvensional, akan tetapi dalam sistem syariah tidak terdapat unsur tingkat suku bunga. Hal ini dikarenakan dalam sistem syariah terdapat larangan riba.
25