II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Empiris Ubi Jalar Ubi jalar telah banyak diteliti dari berbagai bidang disiplin ilmu, akan
tetapi penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani belum pernah dilakukan. Berikut adalah penelitian-penelitian terdahulu yang mengkaji komoditas ubi jalar : Aji (2008) meneliti tentang peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar nasional dalam rangka rencana program diversifikasi pangan pokok. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa produksi ubi jalar nasional mempunyai kecenderungan pola yang stationer pada bagian non seasonal-nya, sedangkan pada bagian seasonal-nya berpola tidak stationer. Produksi kuartalan ubi jalar fluktuasi tahunan dan musimannya mengikuti fluktuasi produksi padi dengan korelasi negatif. Berdasarkan metode peramalan ARIMA menghasilkan nilai MSE sebesar 4.776 dan mempunyai tren ramalan yang menurun. Selanjutnya konsumsi tahunan ubi jalar nasional mempunyai kecenderungan pola tren menurun. Fluktuasi tahunan konsumsi ubi jalar mengikuti fluktuasi konsumsi beras dengan korelasi yang negatif. Berdasarkan hasil peramalan model Tren Linear, nilai MSE sebesar 21.835,30 dan mempunyai tren ramalan yang menurun. Peramalan sampai 10 tahun ke depan (2016) menunjukan bahwa produksi dan konsumsi ubi jalar tidak bisa memenuhi target yang diharapkan. Pada penelitian ini, terbentuk persamaan regresi ubi jalar yang menunjukan adanya hubungan yang positif antara konsumsi ubi jalar dan konsumsi beras. Hal ini dikarenakan kedua komoditi mempunyai sifat saling komplementer bukan substitusi (peran pangan substitusi beras dipegang oleh komoditas jagung dan ubi kayu). Lalu pada persamaan regresi produksi ubi jalar menunjukan adanya hubungan negatif antara produksi ubi jalar dengan luas tanam padi, hal ini dikarenakan jika luas tanam padi meningkat maka luas tanam ubi jalar menurun sehingga produksi ubi jalar juga akan menurun. Walaupun variabel luas tanam padi berkorelasi negatif dengan produksi ubi jalar tapi variabel itu tidak berpengaruh nyata, hal ini dikarenakan dua komoditas itu berbeda kebutuhan penggunaan lahannya.
12
Juarsa (2007) meneliti
tentang daya saing ubi jalar di Kabupaten
Kuningan Jawa Barat. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan menguntungkan secara finansial dan ekonomi. Hal ini terlihat dari nilai keuntungan privat yang bersifat positif, yaitu Rp 591,05/kg untuk varietas bogor, Rp 608,89/kg untuk varietas kuningan putih, dan Rp 601,34/kg untuk keseluruhan varietas. Nilai keuntungan sosial bernilai positif sebesar Rp 1.537,72/kg untuk varietas bogor, Rp 1.093,85/kg untuk varietas kuningan putih dan Rp 1.321, 91/kg untuk keseluruhan varietas. Selain itu, pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan mempunyai daya saing. Hal ini terlihat dari nili PCR kurang dari satu, yaitu sebesar 0,49 untuk varietas bogor, 0,41 untuk varietas kuningan putih, dan 0,24 untuk keseluruhan varietas. Nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu menunjukan bahwa pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif (daya saing). Menurut hasil penelitian ini, dampak kebijakan terhadap input-output pada pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan belum berjalan dengan efektif, atau kebijakan input-output yang ada selama ini kurang menguntungkan bagi produsen. Hal ini ditunjukan dari nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC) yang kurang dari satu, yaitu sebesar 0,57 untuk varietas bogor; 0,71 untuk varietas kuningan; dan 0,63 untuk keseluruhan varietas. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas gabungan jika terjadi perubahan harga ubi jalar di tingkat petani, harga input pupuk, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan perubahan jumlah produksi ubi jalar, menunjukan bahwa pengusahaan ubi jalar kedua varietas di Kabupaten Kuningan tidak memiliki keunggulan kompetitif. Widayanti (2008) meneliti tentang analisis pendapatan usahatani dan pemasaran ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Saluran pemasaran yang terjadi di Desa Bandorasa Kulon ada tiga saluran yang terdiri dari saluran 1 : petani-pedagang pengumpul 1pedagang pengumpul 2-pedagang pengecer-konsumen, saluran 2 : petanipedagang pengumpul 2-pedagang pengecer-konsumen, saluran 3 : petanipedagang pengumpul 1-pedagang pengumpul 2-pabrik (konsumen).
13
Struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing lembaga pemasaran berbeda-beda. Petani dan pedagang pengumpul 1 menghadapi struktur pasar oligopsoni sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul 2 dan pedagang pengecer mengarah ke pasar oligopoli. Marjin pemasaran terkecil terjadi pada saluran tiga dan marjin pemasaran terbesar terjadi pada saluran satu. Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran tiga, sehingga saluran pemasaran yang menguntungkan bagi petani adalah saluran pemasaran tiga.
2.2
Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Fungsi produksi merupakan hubungan antara penggunaan input yang
digunakan dengan output suatu usahatani. Fungsi Produksi Stochastic Frontier sendiri merupakan suatu bentuk fungsi produksi yang menunjukan produksi maksimum yang dapat dicapai suatu usahatani dengan penggunaan sumber daya input yang ada. Untuk mencapai produksi maksimum ini perlu dilakukan analisis faktor-faktor yang berpengaruh dalam kegiatan usahatani. Astuti I (2003) pada penelitiannya tentang efisiensi teknis usahatani kentang di Desa Margamulya, Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung menggunakan
fungsi
Maximum
Likelihood
Estimation
(MLE)
dalam
mengestimasi fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh signifikan adalah variabel benih yang berpengaruh positif dan pupuk organik yang berpengaruh negatif. Sedangkan variabel lainnya yaitu lahan, pupuk anorganik, fungisida, insektisida, dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap fungsi produksi. Sehingga penambahan benih dan pengurangan pupuk organik secara nyata dapat meningkatkan produksi kentang. Fungsi produksi terdapat efek inefisiensi , dilihat dari nilai LR galat satu sisi nyata pada α = 0,25. Astuti L (2003) pada penelitiannya tentang efisiensi teknis Usahatani Buncis Perancis di Desa Sutopati, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang menggunakan MLE dalam mengestimasi fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Semula penelitiannya menduga bahwa variabel terikat yang mempengaruhi fungsi produksi adalah luas lahan, benih, tenaga kerja total, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk ZA, pupuk KCl, pupuk TSP, Pupuk NPK, dan
14
insektisida. Menurut dugaan awal menggunakan Ordinary Least Square (OLS) pada model fungsi tersebut terdapat korelasi yang besar antar variabel (multikolinearitas). Kemudian peneliti merestriksi modelnya dengan membagi seluruh variabel bebas dan variabel terikatnya dengan variabel yang paling banyak terkorelasi yaitu lahan. Sehingga diperoleh model baru dengan variabel terikatnya yaitu produksi/lahan (fungsi produktivitas) dan variabel bebasnya adalah benih/lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk kandang/lahan, pupuk urea/lahan, pupuk ZA/lahan, pupuk KCl/lahan, pupuk TSP/lahan dan insektisida/lahan. Model ini tidak mempunyai masalah multikolinearitas, akan tetapi R2 –nya sangat kecil. Sehingga model direstriksi kembali dengan model produksi sebagai fungsi dari lahan, rasio benih terhadap lahan, rasio total tenaga kerja terhadap lahan, rasio pupuk kandang terhadap lahan, rasio urea terhadap lahan, rasio ZA terhadap lahan, rasio KCl terhadap lahan, rasio TSP terhadap lahan, rasio NPK terhadap lahan, dan rasio insektisida terhadap lahan. Model ini dianggap menjadi model terbaik karena nilai R2 yang besar 97,3 persen dan VIF yang lebih kecil dari 10. Hasil penelitiannya menyimpulkan variabel yang berpengaruh signifikan adalah luas lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk kandang/lahan, pupuk ZA/lahan, pupuk TSP/lahan, dan insektisida/lahan pada taraf kepercayaan 95 persen. Aisah (2003) melakukan penelitian tentang efisiensi teknis usahatani tomat di Desa Karawang, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Sama seperti halnya Astuti L (2003) dugaan model awal fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier usahatani tomat mengalami masalah multikolinearitas, sehingga peneliti merestriksi modelnya dengan langkah yang sama dengan penelitian sebelumnya. Hasil model fungsi terbaik yang diperoleh dari hasil penelitiannya adalah fungsi dari produksi dengan variabel terikat lahan, benih/lahan, Tenaga kerja/lahan, pupuk Urea/lahan, pupuk TSP/lahan, pupuk KCl/lahan, pupuk ZA/lahan, Fungisida/lahan, dan insektisida/lahan. Semua variabel berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 5-10 persen, kecuali pupuk kandang/lahan dan pupuk Urea/lahan. Semua variabel penduga fungsi produksi Stochastic Frontier secara parsial berpengaruh positif terhadap hasil produksi, kecuali penggunaan TPS/lahan dan fungsida/lahan yang berpengaruh negatif.
15
Brahmana (2005) melakukan penelitian tentang efisiensi teknis usahatani padi lahan kering di Desa Tanggeung, Kecamatan Tanggeung, Kabupaten Cianjur mengestimasi fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier menggunakan MLE. Hasil estimasi menunjukan bahwa variabel luas lahan, benih, pupuk KCl, pupuk TSP, dan tenaga kerja berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99 persen, sedangkan pupuk Urea berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 90 persen. Variabel pupuk kandang dan pestisida berpengaruh negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 99 persen. Hutauruk (2008) mengenai analisis efisiensi padi benih bersubsidi di Kecamatan Telagasari, Kabupaten
Karawang Jawa Barat menggunakan
pendekatan Cobb-Douglas Stochastic Production Frontier. Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang berpengaruh dalam musim tanam dengan menggunakan benih sendiri adalah lahan, benih/lahan, pupuk KCL/lahan, pupuk NPK/lahan, tenaga kerja luar keluarga/lahan dan tenaga kerja dalam keluarga/lahan sedangkan musim tanam dengan benih bantuan pemerintah adalah lahan, pupuk KCL/lahan dan tenaga kerja luar keluarga/lahan. Podesta (2009) tentang pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap efisiensi dan pandapatan usahatani padi pandan wangi di Kabupaten Cianjur menggunakan pendekatan Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Hasil fungsi produksi Stochastic Frontier menunjukan pada usahatani benih bersertifikat faktor produksi yang berpengaruh hanya pupuk P, sedangkan pada usahatani non sertifikat hanya variabel tenaga kerja yang berpengaruh nyata.
2.3
Tinjauan Empiris Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Penelitian tentang efisiensi teknis usahatani ubi jalar belum pernah
dilakukan sebelumnya. Tinjauan empiris berikut merupakan hasil penelitian efisiensi teknis sebelumnya serta tingkat pendapatan usahataninya dengan komoditas yang berbeda dan lokasi yang berbeda. Penelitian efisiensi teknis sebelumnya pernah dilakukan oleh Astuti I (2003). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat efek inefisiensi pada fungsi produksi kentang di lokasi penelitian dilihat dari nilai LR galat satu sisi nyata pada α = 0,25. Nilai rata-rata tingkat efisiensi teknis usahatani kentang
16
relatif randah yaitu sebesar 0,30. Terjadi ketimpangan tingkat efisiensi, sebesar 94 persen responden berada pada tingkat efisiensi di bawah 0,70 sedangkan sisanya berada di atas 0,70. Nilai efisiensi teknis yang rendah ini diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor inefisiensi. Estimasi model inefisiensi teknisnya terdiri dari variabel jam kerja petani di luar usahatani, pendapatan di luar usahatani, umur petani, pendidikan, pengalaman, penyuluhan, dan sewa lahan. Hasil analisisnya menyimpulkan bahwa hanya variabel pendidikan yang berpengaruh nyata hanya pendidikan dan negatif terhadap inefisiensi teknis pada α = 0,2. Pada analisis pendapatan menyimpulkan bahwa pengeluaran terbesar ada pada biaya benih dan penggunaan tenaga kerja. Dari sisi pendapatan, usahatani kentang di tempat penelitian ini masih menguntungkan, hal ini terlihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai dan biaya total yang lebih besar dari satu. Hasil penelitian dari Astuti L (2003) menyimpulkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi teknis usahatani buncis perancis di lokasi penelitian adalah 0,89 dengan frekuensi menyebar. Proporsi petani yang berhasil mencapai TE di atas 0,70 sebesar 93,55 persen, artinya sebanyak 6,45 persen layak menjadi sasaran program penyuluhan peningkatan kapabilitas manajerial usahatani. Hasil estimasi menunjukan bahwa faktor-faktor sosial ekonomi seperti pendapatan yang diperoleh di luar usahatani, umur petani, dan informasi yang diperoleh petani berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis pada α = 5 persen. Sedangkan jumlah hari petani kerja di luar usahatani, jumlah hari kerja isteri bekerja di luar usahatani, pendidikan, dan pengalaman tidak berpengaruh nyata pada tingkat inefisiensi teknis pada taraf kepercayaan 95 persen. Berdasarkan hasil penelitiannya R/C atas biaya total sebesar 0,98 dan R/C atas biaya tunai sebesar 1,15. Biaya terbesar dikeluarkan untuk pupuk kandang, tenaga kerja, benih, dan pupuk kimia. Berdasarkan hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa usahatani buncis perancis di lokasi penelitian atas biaya total merugikan. Aisah (2003) berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ratarata tingkat efisiensi teknis (TE) pada usahatani tomat di lokasi penelitian adalah 0,71 dengan frekuensi terbesar mencapai TE sekitar 0,90-1,00. Sedangkan hasil pengujian model inefisiensi teknis menunjukan bahwa umur petani merupakan faktor yang berpengaruh nyata positif terhadap tingkat inefisiensi teknis,
17
sedangkan banyaknya hari petani kerja di luar usahatani dan penyuluhan berpengaruh nyata negatif terhadap inefisiensi teknis. Banyaknya hari isteri bekerja di luar usahatani, pendapatan total di luar usahatani, pendidikan dan pengalaman tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat inefisiensi teknis. Brahmana (2005) menyimpulkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi teknis pada usahatani padi di lokasi penelitian adalah 0,71 dengan frekuensi tersebar. Pengujian model inefisiensi menunjukan bahwa tingkat pendidikan dan pendapatan merupakan faktor yang berpengaruh nyata dan negatif terhadap tingkat inefisiensi pada α = 0,01, penyuluhan berpengaruh nyata dan positif pada α = 0,05 dan umur petani berpengaruh nyata dan positif pada α = 0,10 terhadap tingkat inefisiensi teknis. Pengalaman, banyaknya hari petani dan isteri kerja di luar usahatani tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat inefisiensi teknis. Usahatani padi di Desa Tanggeung tidak layak untuk diusahakan karena nilai R/C atas biaya tunai lebih kecil dari satu yaitu 0,89 yang artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan hanya menghasilkan penerimaan sebesar Rp 0,89. Namun petani sulit untuk meninggalkan usahatani tersebut karena pekerjaan di luar usahatani tidak tersedia dan jika tidak bercocok tanam padi maka mereka harus membeli padi untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Podesta (2009) menyimpulkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi teknis petani pandan wangi benih sertifikat adalah 0,96 sedangkan petani pandan wangni benih non sertifikat adalah 0,71 dengan frekuensi tersebar. Penelitin semula menduga faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis usahatani yaitu usia, pendidikan formal, pengalaman, umur bibit, dan dummy status usahatani serta dummy pendidikan non formal. Berdasarkan hasil penelitiannya ternyata hanya faktor dummy pendidikan non formal saja yang berpengaruh nyata bagi usahatani padi pandan wangi benih non sertifikat. Sementara itu tidak ada faktor yang nyata berpengaruh bagi usahatani padi pandan wangi benih bersertifikat. Hasil analisis pendapatan usahatani beras pandan wangi di Kabupaten Cianjur menunjukan bahwa pendapatan atas biaya tunai dan biaya total usahatani padi pandan wangi baik benih sertifikat maupun non sertifikat pada MT II mengalami peningkatan jika dibandingkan pada saat MT I. Bahkan nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani padi pandan wangi benih non sertifikat MT II
18
lebih besar dibandingkan R/C rasio yang lain yakni sebesar 7,54. Hal ini dikarenakan komponen biaya tunai terbesar berasal dari biaya benih dan benih yang digunakan merupakan benih non sertifikat sehingga harganya lebih murah dibandingkan benih sertifikat. Hal ini mengakibatkan petani lebih memilik benih non sertifikat dibandingkan benih sertifikat. Tabel 7. Studi Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Peneliti (Tahun) Astuti I (2003)
Komoditas
TE
Kentang
0,30
Astuti L (2003)
Buncis perancis
0,89
Aisah (2003)
Tomat
0,71
Brahman (2005) Padi lahan kering
Podesta (2009)
0,71
Padi pandan PWS = wangi 0,96 PWNS = 0,71
Keterangan : **** = nyata pada α = 0,01 *** = nyata pada α = 0,05
Faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi - Petani kerja di luar usahatani (-) - Pendapatan di luar usahatani (-) - Umur petani (+) - Pendidikan (-)* - Pengalaman (-) - Penyuluhan (-) - Sewa lahan (+) - Petani kerja di luar usahatani (-) - Kerja istri di luar usahatani (+) - Pendapatan luar usahatani (+)*** - Umur (-) *** - Pendidikan (-) - Dummy informasi (-)*** - Pengalaman (+) - Petani kerja luar usahatani (-)*** - Kerja istri di luar usahatani (-) - Pendapatan di luar usahatani (+) - Umur (+)*** - Pendidikan (+) - Penyuluhan (-)* - Pengalaman (-) - Umur (+)** - Pendidikan (-)**** - Pengalaman (-) - Penyuluhan (+)*** - Petani kerja di luar usahatani (+) - Kerja istri di luar usahatani (+) - Pendapatan luar usahatani (-)**** - Umur (-) - Pendidikan Formal (-) - Pengalaman (+) - Umur bibit (-) - Dumy status usahatani (+) - Dumy pendidikan non formal (-)* ** = nyata pada α = 0,10 * = nyata pada α ≥ 0,15
19
2.4
Tintauan Empiris Analisis Pendapatan Usahatani Widayanti (2008) menunjukan bahwa penerimaan usahatani ubi jalar di
Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan sebesar Rp 11.406.061 dengan harga jual rata-rata Rp 950/kg dan produksi rata-rata 12.006,38 kg/ha. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 8.256.764 yang terdiri dari biaya tunai Rp 5.254.907 dan biaya diperhitungkan Rp 3.001.857. Sehingga didapatkan pendapatan atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.149.297. Nilai R/C atas biaya tunai usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan adalah 2,17, sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih dari satu. Apabila harga ubi jalar mengalami penurunan yaitu menjadi Rp 200 dan Rp 300, maka nilai R/C atas biaya tunai untuk masing-masing harga adalah 0,46 dan 0,68 sedangkan nilai R/C atas biaya total untuk masing-masing harga adalah 0,29 dan 0,44 sehingga usahatani ubi jalar tidak menguntungkan bagi petani karena nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total kurang dari satu. Beberapa penelitian di atas menunjukan bahwa analisis terhadap efisiensi teknis usahatani umumnya menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Parameter dugaan yang umum digunakan adalah lahan, benih, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pupuk kandang, pestisida, dan tenaga kerja. Penelitian ini menganalisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani ubi jalar dengan dugaan parameter yang disesuaikan dengan usahatani ubi jalar menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier metode Maximum Likelihood dan data cross section, serta cakupan daerah dan kurun waktu yang berbeda.
12