BAB I PENDAHULUAN
Bronkiektasis merupakan pelebaran dan distorsi bronkus ukuran sedang (diameter jalan nafas >2 mm) yang bersifat permanen dan irreversibel. Dilatasi bronkus sering berhubungan dengan pneumonia akut dan dengan beberapa tipe atelektasis, tetapi pada pneumonia atau atelektasis, dilatasi akan sembuh sendiri (90% dalam 3 bulan). Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai dinding bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu sistem pertahanannya. Keadaan ini mungkin menyebar luas, atau mungkin muncul di satu atau dua tempat. Secara khusus, bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada bronkus yang berukuran sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang berada dibawahnya sering membentuk jaringan parut dan menyempit. Kadang-kadang bronkiektasis terjadi pada bronkus yang lebih besar, seperti yang terjadi pada aspergilosis bronkopulmoner alergika (suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya respon imunologis terhadap jamur Aspergillus).1 Di negara barat angka kematian dan kesakitan terus meningkat, kondisi ini tetap menjadi salah satu alasan untuk menjadi perhatian mengenai angka kesakitan di negara berkembang. Berbagai macam faktor telah diidentifikasi sebagai predisposisi terjadinya bronkiektasis fibrosis non kistik (non-CF). Infeksi berulang, defisiensi imun, kemasukan benda asing, asma, tuberculosis dan diskinesia primer bulu getar adalah beberapa hal yang menjadi faktor resiko. Bronkiektasis post infeksi pada penderita normal akan sering menyertai dan di negara berkembang beberapa pasien dengan kelainan tersebut memiliki penyakit sistemik yang mendasari.1,2,
1
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos brokus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.3 2.2. Epidemiologi Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi yang rendah. Bronkiektasis umumnya terjadi pada penderita dengan umur rata-rata 39 tahun, terbanyak pada usia 60 – 80 tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada bronkiektasis adalah karena gagal napas. Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki, dan yang bukan perokok.4,5 2.3. Etiologi Bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. (Aru W. Sudoyo et al, 2006) Kelainan kongenital Bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Kertagener Syndrome, William Campbell syndrome, Mounier-Kuhn Syndrome, dll.3 Kelainan didapat Bronkietasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi bronkus. Dilatasi bronkus mungkin disebabkan karena kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat dari proses berikut: 2
Infeksi Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya.3 Kehadiran Staphylococcus aureus dikaitkan dengan fibrosis kistik atau aspergillosis bronkopulmonalis alergi. Aspergillus fumigatus merupakan organisme komensal. Aspergillosis bronkopulmonalis alergi adalah suatu keadaan yang mempengaruhi pasien asma dan melibatkan kerusakan saluran napas yang disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkiektasis pada pasien dengan aspergillosis bronkopulmonalis alergi ini disebabkan oleh reaksi imun pada aspergillus, kerja dari mikotoksin, elastase dan interleukin-4 dan interleukin-5 dan pada tahap kemudian terjadi invasi jamur secara langsung pada saluran napas. Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan peningkatan dan penurunan fungsi paru dengan penggunaan kortikosteroid setelah terapi itrakonazol menunjukkan organisme Aspergillus juga mungkin menginfeksi. Tidak mengherankan bahwa bronkiektasis dapat digambarkan pada pasien dengan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), menyebabkan terjadinya infeksi saluran pernapasan berulang dan merusak respons host. Kebanyakan pasien memiliki jumlah CD4 yang rendah, sebelumnya ada infeksi piogenik, pneumocystic, dan infeksi mikobakteri, dan pneumonia interstisial limfositik (pada anak). (Barker AF, 2002)
Obstruksi bronkus Obstruksi bronkus dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab seperti korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak selalu nyata (automatis) menimbulkan bronkiektasis. Lokasi
Berdasarkan lokasinya, bronkiektasis dibagi menjadi:
Setempat (localized), yaitu di lobus bawah, lobus tengah kanan atau lingula, biasanya sebagai komplikasi dari pneumonia berat, dapat juga karena penyumbatan oleh benda asing, tumor atau penekanan dari luar (kompresi oleh
3
tuberkulosis kelenjar limfa). Bronkiektasis di lobus tas biasanya disebabkan oleh tuberkulosis atau aspergilosis bronkopulmonar.
Menyeluruh (generalized), biasanya karena infeksi sistem pernapasan yang berulang disertai kelainan imunitas ataupun kelainan mucocilliary clearance. Penyebab lainnya adalah vaskulitis, defisiensi α-1-antitripsin, AIDS, sindrom merfan, SLE, sindrom syorgen dan sarkoidosis.3
2.4. Anatomi Bronkus Dari gambar I dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi. Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter
0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23
percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas satu lapangan tenis.
Gambar 1. Anatomi Bronkus.
4
Bronkus dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya. Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya. Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan disebut bronkusepar ter ialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkushyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.6 Bronkus sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior. Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus.6 2.5. Patofisiologi Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap antigen.5 Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas.
5
Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mucus yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan.7
Gambar 2. Gambaran bronkus pada bronkiektasis 2.6. Diagnosis 2.6.1. Gambaran klinis Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien.3,8 Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan napas dengan infeksi akut. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml
6
digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. Dispnea dan mengi terjadi pada 75 % pasien. Nyeri dada pleuritis terjadi pada 50 % pasien dan mencerminkan adanya distensi saluran napas perifer atau pneumonitis distal yang berdekatan dengan permukaan pleura viseral. 8 2.6.2. Pemeriksaan fisik Ditemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan fisik dada, termasuk crackles (70 %), wheezing (34 %), dan ronki (44 %) adalah petunjuk untuk diagnosis. Dahulu, clubbing finger atau jari tabuh adalah gambaran yang sering ditemukan, tapi saat ini prevalensi gambaran tersebut hanya 3 %. Penyakit utama yang mengaburkan bronkiektasis adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Perbandingan gambaran dari dua kondisi disajikan pada Tabel 1. Tabel.1 Perbedaan antara PPOK dan bronkiektasis Variabel Penyebab Infeksi Predominan organisme dalam sputum Obstruksi saluran napas dan hiperresponsif Rontgen thoraks Sputum
PPOK Merokok Sekunder Streptococcus pneumoniae, Heamophilus influenzae +
Hiperlusens, hiperinflasi, dilatasi saluran napas Mukoid, jernih
Bronkiektasis Infeksi/genetik/imun defek Primer Heamophilus influenzae, Pseudomonas aeroginosa + Dilatasi dan penebalan saluran napas, mukous plug Purulen, 3 lapis (Sumber : Barker AF, 2002)
2.6.3. Pemeriksaan penunjang 2.6.3.1.Spirometri Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara, dengan rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1)
untuk
memaksa volume kapasitas paksa (FVC), FVC normal atau sedikit berkurang dan FEV1 menurun. Penurunan FVC menunjukkan bahwa saluran udara tertutup oleh lendir, dimana saluran napas kolaps saat ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis pada paru. Merokok dapat memperburuk fungsi paru dan
7
mempercepat kerusakan. Hyperresponsiveness saluran napas dapat ditunjukkan, dimana 40 % pasien memiliki 15 % atau peningkatan yang lebih besar pada FEV1 setelah pemberian agonis beta-adrenergik, dan 30 sampai 69 % pasien yang tidak memiliki terlihat penurunan FEV1 memiliki 20 % penurunan FEV1 setelah pemberian histamin atau methacholine.
2.6.3.2.Gambaran radiologis Rontgen thoraks Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini:4,5 a. Ring shadow Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm). Dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches
of grapes’ (gambar 5). Bayangan cincin tersebut
menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus. b. Tramline shadow Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru. Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus.Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus
Gambar 3. Gambaran honeycomb appearance.
8
c. Tubular shadow Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis (gambar 6B). (Sutton D, 2003)
(A)
(B)
Gambar 4. (A). Tanda panah menunjukan gambaran Ring shadow, (B). Gambaran tubular shadow.
Gambar 5. Bronkografi; kini teknik yang kuno namun elegan dapat menunjukkan bronkiektasis silindris yang disertai dilatasi bronkus lobus bawah
9
Bronkografi Merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis.8 CT-Scan thorax CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan jalan napas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%. CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.3,4 CT-Scan, terutama resolusi tinggi dapat menghasilkan gambar yang menunjukan dilatasi saluran napas dengan ketebalan dengan ketebalan 1,0-1,55 mm (Gambar 9 dan 10). Sebagai konsekuensinya, saat ini pemeriksaan ini adalah teknik standar atau untuk mengkonfirmasi diagnosis bronkiektasis.3,4
Gambar 8. Pada CT resolusi tinggi menunjukan dilatasi saluran napas pada kedua lobus dan lingula. Pada potongan melintang, dilatasi saluran napas menunjukan ringlike appearance.
10
2.7. Penatalaksanaan Pegelolaan Umum Pengelolaan ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi: 1. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien Contohnya membuat ruangan hangat, udara ruangan kering, mencegah atau menghentikan merokok, mencegah atau menghindari debu, asap dan sebagainya.3 2. Memperbaiki drainase sekret bronkus Melakukan drainase portural tindakan ini merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus terjadi secara terus-menerus. Pasien diletakkan dengan posisi tubuh sedemikaian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10-20 menit samapi sputum tidak keluar lagi dan tiap hari dikerjakan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum dengan bantuan gravitasi. Untuk keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak bronkiektasisnya. Tujuannya adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai tenggorokan sehingga mudah dibatukkan keluar. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut diatas belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan dengan jari pada punggung pasien (tabotage).3
Pengelolaan khusus 1. Kemoterapi Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan:1). Secara kontinyu untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA), 2). Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru, atau 3). Keduanya. Kemoterapi disini mengunakan obat antibiotik tertentu. Pemilihan antibiotik mana yang harus dipakai sebaiknya berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik. Antibiotik hanya diberikan kalau diperlukan saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi tunggal
11
atau kombinasi beberapa antibiotik, samapai kuman penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid (putih jernih). Selanjutnya ada dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat bahwa kemoterapi dengan antibiotik ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.3 2. Drainase sekret dengan bronkoskop Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain adalah untuk 1). Menentukan darimana asal sekret, 2). Mengidentifikasi lokali stenosis atau obstruksi bronkus, dan 3). Menghilangkan obstruksi bronkus dengan sustion drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan atelektasis paru). (Sudoyo Aru W et al, 2006) 3. Pengobatan simtomatik Pengobatan ini hanya diberikan jika timbul gejala yang mungkin menganggu atau membahayakan pasien. Pengobatan obstruksi bronkus Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (% VEP1 < 70%) dapat diberikan obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda obstruksi saluran napas sekaligus dilakukan tes terhadap obat bronkodilator. Apabila hasil tes bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator tersebut.9 Pengobatan hipoksia Pada pasien yang mengalami hipoksia (terutama pada waktu terjadinya eksaserbasi akut) perlu diberikan oksigen. Apabila pada pasien telah terdapat komplikasi bronkitis kronik, pemberian oksigen harus hatihati, harus dengan aliran rendah (cukup 1 liter/menit).3 Pengobatan hemoptisis Apabila perdarahan cukup banyak (masif), mungkin merupakan perdarahan arterial yang memerlukan tidakan operatif segera untuk menghentikan perdarahannya, dan sementara harus diberikan transfusi darah untuk menggantikan darah yang hilang.3
12
Hemoptisis yang mengancam kehidupan (lebih dari 600 ml darah per hari) dapat terjadi pada pasien dengan bronkiektasis. Setelah jalan napas telah dilindungi dengan pasien berbaring di sisi tempat perdarahan yang dicurigai atau dengan intubasi endotrakeal, bronkoskopi atau CT dari thoraks diyakinkan membantu menentukan lobus atau sisi yang mengalami perdarahan. Jika intervensi radiologi tersedia, aortography dan kanulasi dari arteri bronkial untuk memgambarkan lokasi ekstravasasi darah atau neovaskularisasi sehingga embolisasi yang dapat ditunjukan. Pembedahan mungkin masih diperlukan untuk direseksi daerah yang dicurigai mengalami perdarahan.3,8 Pengobatan demam Pada psein dengan eksaserbasi akut sering terdapat demam, terlebih jika terjadi septikemia. Pada keadaan ini selain perlu diberikan antibiotik yang sesuai, dosis cukup, perlu ditambahkan abat antipiretik lainnya. 4. Pembedahan Peran pembedahan untuk bronkiektasis telah menurun tetapi tidak menghilang. Tujuan dari operasi pengangkatan tumor termasuk menghilangkan tumor obstruktif atau residu dari benda asing, pengangkatan segmen atau lobus yang paling rusak dan diduga berkontribusi terhadap eksaserbasi akut, sekret yang sangat kental, impaksi lendir. Pengambilan daerah yang memiliki perdarahan abnormal yang tidak terkontrol, dan pengambilan dari paru rusak yang dicurigai menyembunyikan organisme seperti M. MDR-TB atau avium M. complex. Tiga pusat bedah telah menggambarkan pengalaman mereka dengan operasi tersebut selama dekade terakhir, dengan rata-rata tindak lanjut empat sampai enam tahun. Mereka telah mencatat perbaikan dalam gejala di lebih dari 90 % pasien, dengan mortalitas perioperatif kurang dari 3 %. (Barker AF, 2002) Indikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel yang tidak berespon terhadap tindakan konservatif yang adekuat, dan pasien bronkiektasis yang terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis masif. Kontraindikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis dengan PPOK, pasien bronkiektasis berat dan pasien dengan komplikasi korpulmonum kronik dekompensata.3
13
2.8. Prognosis Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya buruk, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan.3
14
DAFTAR PUSTAKA 1. Barker, Alan F. 2004. Cecil Textbook of Medicine 22nd Edition. W. B. Saunders Company. 2. O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition .Editor James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004. hal 255-274. 3. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871. 4. Emmons EE. Bronchiectasis. Available at : www.emedicine.com/ diakses 17 Agustus 2011. 5. Hassan I. Bronchiectasis. Available at : www.emedicine.com./ diakses 17 Agustus 2011 6. Luhulima
JW.
Trachea
dan
Bronchus.
Diktat
Anatomi
Systema
Respiratorius.Bagian Anatomi FKUH. Makassar. 2004. hal 13-14. 7. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. Available at : www.merck.com/ diakses 17 Agustus 2011. 8. A Lan F. B Arker , M.D., BRONCHIECTASIS, N Engl J Med, Vol. 346, No. 18 May 2, 2002 9. K. Lavery, B. O’Neill J.S. Elborn, Self-management in bronchiectasis: the patients’ perspective
15