BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pengertian Jembatan
II. 1
Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah.Rintangan ini biasanya jalan lain (jalan air atau jalan lalu lintas biasa).Jika jembatan itu berada di atas jalan lalu lintas
biasa
maka
biasanya
dinamakan
viaduct.(Struyk,
J.H,
dkk,
1995).Rintangan-rintangan tersebut dapat berupa sungai, jurang, laut, ruas jalan yang tidak sebidang dan lain sebagainya. Hal ini dapat memungkinkan kendaraan, pejalan kaki dan kereta api dapat melintas diatasnya. II.2
Jenis-jenis Jembatan Jembatan dapat dibagi berdasarkan fungsi, lokasi bahan konstruksi yang
digunakan serta tipe strukturnya. Jika ditinjau berdasarkan fungsinya maka dapat terdiri dari :
Jembatan jalan raya (highway bridge)
Jembatan jalan kereta api (railway bridge)
Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge)
Jika ditinjau dari segi lokasi maka jembatan dapat dibedakan menjadi :
Jembatan diatas sungai atau danau
Jembatan diatas lembah
Jembatan diatas jalan yang ada
Jembatan diatas saluran irigasi
Jembatan di dermaga
Universitas Sumatera Utara
Jika ditinjau dari segi bahan konstruksi yang digunakan maka jembatan dapat dibedakan menjadi bebarapa jenis yaitu :
Jembatan beton (concrete bridge)
Jembatan baja (steel bridge)
Jembatan kayu (log bridge)
Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge)
Jembatan komposit (composite bridge)
Jika ditinjau dari segi tipe strukturnya maka jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu :
Jembatan plat (slab bridge)
Jembatan gelagar (girder bridge)
Jembatan rangka (truss bridge)
Jembatan pelengkung (arch bridge)
Jembatan kabel (cable stayed bridge)
Jembatan gantung (suspension bridge)
II. 3
Struktur Jembatan Struktur jembatan terbagi dari tiga bagian utama yaitu struktur atas
(superstructure), struktur bawah (substructure), pondasi. Struktur atas jembatan merupakan bagian jembatan yang menerima beban secara langsung yang meliputi beban mati, berat sendiri, beban mati tambahan, beban lalu lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki dan beban lainnya. Struktur atas jembatan terdiri dari : a.
Trotoar
b.
Slab lantai kendaraan
Universitas Sumatera Utara
c.
Gelagar
d.
Balok diafragma
e.
Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang) Struktur bawah jembatan berfungsi menerima beban yang berasal sari struktur
atas jembatan dan beban timbul akibat tekanan tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpuan dan di salurkan ke pondasi. Bagian-bagian utama dari struktur bawah jembatan terdiri dari :
Abutment
Piers
Bearings
II. 4
Jembatan Pelengkung Salah satu tipe struktur jembatan yang sering digunakan adalah jembatan
pelengkung (arch bridge). Banyaknya jenis-jenis jembatan pelengkung telah ada sejak jaman dahulu dan jembatan dengan tipe ini pada umumnya masih berdiri kokoh dan kuat hingga saat ini. Hal ini membuktikan kekuatan dan kekokohan jembatan pelengkung ini tidak terpengaruh oleh perkembangan jaman. Pada umumnya jembatan pelengkung ini dibangun karena memiliki alasan yang cukup menarik yaitu dapat ditinjau dari segi estetika dan keindahannya dimana jembatan jenis lain tidak memilikinya. Karena alasan ini jembatan pelengkung dapat menjadi suatu landmark bagi suatu daerah. Melengkung adalah suatu keunikan dari sebuah jembatan yang ditunjukkan seperti setengah lingkaran atau elips.Jembatan pelengkung adalah jembatan dengan struktur setengah lingkaran yang kedua ujungnya bertumpu pada abutmen.Jembatan pelengkung telah ada sejak zaman romawi.Namun jembatan
Universitas Sumatera Utara
pelengkung yang dibangun pada saat itu masih menggunakan beton, penggunaan baja pada jembatan baru dibangun pada akhir tahun 1980. Desain pelengkung pada umumnya akan mengalihkan beban yang diterima lantai kendaraan jembatan menuju ke abutmen yang menjaga kedua sisi jembatan agar tidak bergerak ke samping, sehingga desain jembatan pelengkung membutuhkan penahan yang kuat (abutment) pada kedua sisinya. Saat menahan beban akibat berat sendiri jembatan pelengkung dan beban lalu lintas yang melintas diatas jembatan, bagian pelengkung akan menerima gaya tekan. Untuk itu diperlukan material atau bahan yang tahan saat menerima gaya tekan tersebut. Pada jaman dahulu pembangunan jembatan pelengkung menggunakan material batu atau material lainnya yang tidak mampu menahan gaya tarik. Saat ini pembangunan jembatan pelengkung didesain menggunakan material baja atau beton bertulang dengan dimensi yang dapat menahan gaya tarik yang ditimbulkan dari perbandingan gaya tekan akibat bentuk yang melengkung. Bagian pelengkung tidak menerima gaya tarik. Oleh karena itu pelengkung lebih efisien dibandingkan dengan jembatan balok.Akan tetapi kekuatan jembatan pelengkung masih harus dibatasi. Semakin tinggi lengkungannya maka efek dari gaya tekan semakin kecil, namun itu berarti bentangnya menjadi lebih kecil. Jika ingin membuat jembatan pelengkung dengan bentang panjang maka sudut pelengkung harus diperkecil sehingga gaya tekan menjadi lebih besar sehingga dibutuhkan abutmen yang lebih besar untuk menahan gaya horizontal tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Jembatan pelengkung baja (Anonim 2, 2011)
Bentuk melengkung dari struktur memungkinkan berat sendiri struktur disalurkan ke pondasi sebagai gaya normal tekan tanpa lenturan. Hal ini sangat penting untuk material pasangan batu dan beton yang memiliki kuat tekan relatif sangat tinggi dibandingkan kuat tariknya. Bahan tersebut juga memiliki kekakuan yang sangat besar sehingga faktor tekuk akibat gaya aksial tekan tidak menjadi masalah utama, karena bentuknya yang melengkung maka diperlukan lantai kerja untuk lalu lintas yang bisa diletakkan diatas, dibawah atau diantara struktur utamanya. Pemakaian struktur pelengkung akan lebih efisin jika lokasi pembangunannya tepat seperti di lembah ataupun sungai yang dalam dimana posisipondasi melengkung terletak pada tanah keras. Abutmen berfungsi untuk membuat tegangan yang terjadi akibat dorongan pelengkung menurun sampai pada titik yang bisa dipikul oleh tanah karena tanah mampu menerima tekan dan tanah tidak akan bergerak lagi (selama tegangan tanah lebih besar dari tegangan yang terjadi), biasanya ada gaya geser yang bekerja di daerah dekat abutmen.
Universitas Sumatera Utara
Kelebihan Jembatan Pelengkung a.
Keseluruhan bagian pelengkug menerima tekan kemudian gaya tekan ini akan ditransfer ke abutmen dan ditahan oleh tegangan tanah di bawah pelengkung. Tanpa gaya tarik yang diterima oleh pelengkung memungkinkan jembatan pelengkung bisa dibuat lebih panjang dari jembatan balok dan bisa menggunakan material yang tidak mampu menerima tarik dengan baik seperti beton.
b.
Bentuk jembatan pelengkung adalah inovasi dari peradaban manusia yang memiliki nilai estetika tinggi namun memiliki struktur yang sangat kuat terbukti jembatan pelengkung Romawi kuno yang masih berdiri hingga sekarang.
Kekurangan Jembatan Pelengkung : Konstruksi jembatan pelengkung lebih sulit daripada jembatan balok karena pembangunan jembatan ini memerlukan metode pelaksanaan yang cukup rumit karena struktur belum dikatakan selesai sebelum kedua bentang bertemu di tengah-tengah.Salah satu tekniknya dengan membuat “scaffolding” dibawah bentang untuk menopang struktur sampai bertemu dipuncak. II. 4. 1. Tipe-tipe Jembatan Pelengkung Jembatan pelengkung dibagi menjadi 3 (tiga) tipe jembatan yaitu : a. Jembatan pelengkung dengan dek (deck) Jembatan pelengkung tipe dek merupakan jembatan pelengkung yang sangat sederhana dibandingkan tipe jembatan pelengkung yang lainnya. Jembatan pelengkung ini dapat digunakan pada jarak yang
Universitas Sumatera Utara
sangat jauh ±518 m. Jembatan ini didesain untuk menahan kombinasi gaya aksial dan momen akibat lalu lintas jembatan.
Gambar 2.2. Jembatan Pelengkung dengan deck (Anonim 2 , 2011) b.
Jembatan pelengkung menerus (through) Jembatan pelengkung menerus memiliki konstruksi konstruksi tipe pelengkung yang berada diatas jalan raya dan lengkung pondasi dibawah jalan raya. Beban jembatan akibat lalu lintas ditahan oleh dek jembatan yang kemudian diteruskan ke bagian utama pelengkung baja melalui kabel baja yang menghubungkan dek jembatan ke bagian pelengkung utama.
Gambar 2.3. Jembatan Pelengkung Menerus (Anonim 2 , 2011)
c.
Jembatan pelengkung mengikat (tied) Jembatan pelengkung pengikat adalah variasi dari jembatan pelengkung menerus dengan satu hal yang berbeda. Pada tipe jembatan menerus gaya dorong horizontal yang terjadi disalurkan langsung ke pondasi sedangkan pada jembatan pelengkung mengikat
Universitas Sumatera Utara
gaya dorong horizontal disalurkan ke bagian jembatan yang lainnya secara menerus seperti rantai. Desain dari jembatan pelengkung pengikat ini berbeda dari jembatan pelengkung menerus dan jembatan pelengkung dek. Desain jembatan pelengkung mengikat mendistribusikan gaya dorong horizontal yang diterima ke girder jembatan sehingga pier (pondasi jembatan) pada jembatan mengikat menjadi lebih kecil dibandingkan tipe lainnya.
Gambar 2.4. Jembatan Pelengkung Mengikat (Anonim 2 , 2011)
II. 4. 2.
Elemen-elemen struktur atas jembatan pelengkung baja tipe
tied arch Elemen struktur atas jembatan pelengkung tipe mengikat (tied arch) terdiri dari beberapa bagian yaitu pelat lantai, balok pembagi (stringer), balok melintang (cross girder), balok utama (main beam), penggantung (hanger), rusuk pelengkung (arch rib), ikatan angin atas, ikatan angin bawah.
Arch rib merupakan elemen utama dari jembatan pelengkung. Bagian ini memberikan perilaku unik pada jembatan pelengkung yaitu gaya yang terjadi hanya gaya aksial tekan dan momen langsung ditahan
Universitas Sumatera Utara
oleh abutmen di kedua sisinya. Komponen yang digunakan untuk menghubungkann arch rib dengan deck jembatan yaitu hangers. Dewasa ini komponen yang digunakan untuk arch rib yaitu box girder dan plate girder. Dimana box girder lebih memiliki keunggulan dibandingkan dengan plate girder dimana komponen box girder memiliki kekakuan torsi yang baik sehingga menjadikannya lebih efisien dan ekonomis hal ini menjadikannya tidak memerlukan bracing dalam beberapa kondisi serta memenuhi persyaratan pembebanan yang diijinkan.
Bracing, adalah elemen yang berfungsi untuk menambah kekakuan sistem atau menahan gaya lateral dan deformasi yang dapat terjadi pada struktur. Sway bracing merupakan komponen transversal yang menghubungkan dalam dari lengkungan, yang berfungsi juga untuk mencegah terjadinya goyangan pada struktur. Lateral bracing merupakan komponen diagonal yang menghubungkan bagian dalam dari lengkungan dan berfungsi menyalurkan beban lateral dan geser sehingga jembatan menjadi lebih stabil
Stringers adalah salah satu elemen dari jembatan yang memikul beban langsung dari deck. Profil yang biasanya dihunakan sebagai stringers adalah plate girder.
Hangersadalah elemen yang menghubungkan arch rib dengan tie girder ataupun floor beam. Hangersharus direncanakan untuk menahan beban mati dan beban hidup yang dialami deck. Komponen dari hangers harus dapat memikul gaya tarik yang besar sehingga
Universitas Sumatera Utara
material yang dihunakan sebagai hangers adalah tali atau kabel. Tujuan utama dari elemen ini adalah untuk menahan beban tarik yang besar akan tetapi tidak menutup kemungkinan hangers harus direncanakan
untuk
dapat
menahan
gaya
luar
yang
dapat
mengakibatkan gaya tekan seperti gaya angin. Dalam kasus ini hangers harus diijinkan untuk terjadi tekuk (buckling). II. 5.
Pembebanan Jembatan Dalam merencanakan dan merancang jembatan ada faktor penting yang
perlu diperhitungkan yaitu masalah pembebanan. Pembebanan yaitu segala jenis beban yang atau gaya yang harus ditahan oleh struktur yang harus diperhitungkan dan dibatasi. Di Indonesia peraturan tentang pembebanan struktur jembatan mengacu kepada peraturan yang dibuat oleh Pemerintah yaitu Standar Nasional Indonesia dan mengacu Bridge Management System (BMS 1992) .Untuk pembebanan jembatan di Indonesia mengacu kepada peraturan yang dibuat oleh Departemen Pekerjaan Umum yaitu Rencana Standar Nasional Indonesia tentang pembebanan
jembatan
tahun
2005
(RSNI-T-02-2005).Pembebanan
yang
diperhitungkan meliputi pembebanan mati /gravitasi, pembebanan hidup, pembebanan lalu lintas, pembebanan angin dan pembebanan gempa dan beban lainnya yang terkait dalam perencanaan struktur jembatan. II. 5. 1 Beban Mati Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non-struktural.Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu menerapkan faktor beban
Universitas Sumatera Utara
biasa
dan
yang
terkurangi.
Perencana
jembatan
harus
menggunakan
kebijaksanaannya di dalam menentukan elemen-elemen tersebut II.5.1.1 Berat sendiri Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemen- elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Tabel 2.1 Faktor beban untuk berat sendiri Faktor Beban Jangka
K
K
Waktu
Tetap
Biasa
Terkurangi
Baja, alumunium
1,0
1,1
0,90
Beton pracetak
1,0
1,2
0,85
Beton dicor ditempat
1,0
1,3
0,75
Kayu
1,0
1,4
0,7
(Anonim 1, 2005)
Tabel 2.2 Berat isi untuk beban mati [ kN/m³ ]
No
1
Berat/satuan isi
Kerapatan Masa
(kN/ms)
(kg/ms)
26,7
2720
Bahan
Campuran alumunium
Universitas Sumatera Utara
2
Lapisan permukaan beraspal
22,0
2240
3
Besi tuang
71,0
7200
4
Timbunan tanah dipadatkan
17,2
1760
5
Kerikil dipadatkan
18,8-22,7
1920-2320
6
Aspal beton
22,0
2240
7
Beton ringan
12,25-19,6
1250-2000
8
Beton
22,0-25,0
2240-2560
9
Beton prategang
25,0-26,0
2560-2640
10
Beton bertulang
23,5-25,5
2400-2600
11
Timbal
111
11400
12
Lempung lepas
12,5
1280
13
Batu pasangan
23,5
2400
14
Neoprin
11,3
1150
15
Pasir kering
15,7-17,2
1600-1760
16
Pasir basah
18,0-18,8
1840-1920
17
Lumpur lunak
17,2
1760
18
Baja
77,0
7850
19
Kayu ringan
7,8
800
20
Kayu (keras)
11,0
1120
21
Air murni
9,8
1000
22
Air garam
10,0
1025
23
Besi tempa
75,5
7680
(Anonim 1, 2005) II.5.1.2
Beban Mati tambahan
Universitas Sumatera Utara
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan.Dalam hal tertentu harga KMA yang telah berkurang boleh digunakan dengan persetujuan Instansi yang berwenang.Hal ini bisa dilakukan apabila instansi tersebut mengawasi beban mati tambahan sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan. Tabel 2.3 Faktor beban untuk beban mati tambahan Faktor Beban Jangka
K
K
Waktu
Tetap
Biasa
Terkurangi
Keadaan umum
1,0 (1)
2,0
0,70
Keadaan khusus
1,0
1,4
0,80
CATATAN (1) Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas (Anonim 1 , 2005) II.5.2 Beban Lalu lintas Beban lalu lintas dalam perencanaan suatu struktur jembatan terdiri cari beban lajur “D” dan beban truk “T”.Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana.Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat.Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Dalam keadaan tertentu beban "D" yang harganya telah diturunkan atau dinaikkan mungkin dapat digunakan. II.5.2.1. Lajur lalu lintas rencana Lajur lalu lintas rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan. Lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan. Jumlah maksimum lajut lalu lintas yang digunakan berbagai lebar jembatan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.4 Jumlah lajur lalu lintas rencana Tipe Jembatan (1 )
Lebar Jalur Kendaraan
Jumlah Lajur Lalu lintas
(m) (2)
rencana (nl)
Satu lajur
4,0 - 5,0
1
Dua arah, tanpa median
5,5 - 8,25
2 (3)
11,3 - 15,0
4
8,25 - 11,25
3
11,3 - 15,0
4
15,1 - 18,75
5
18,8 - 22,5
6
Banyak arah
CATATAN (1) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang. CATATAN (2) Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau
Universitas Sumatera Utara
rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah. CATATAN (3) Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyiap. (Anonim 1, 2005) II.5.2.2. Beban Lajur “D” Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) yang dapat dilihat seperti gambar dibawah ini :
Gambar 2.5 Beban lajur “D” (Anonim 1, 2005) Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut : L ≤ 30 m :q = 9,0 kPa L > 30 m :q = 9,0 (0,5 +
15 𝐿
)kPa
dengan pengertian : q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan
Universitas Sumatera Utara
L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter) Hubungan antara beban terbagi rata dengan panjang total dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.6 Hubungan antara beban terbagi rata dengan panjang total (Anonim 1, 2005) Panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan.BTR
harus
dipecah
menjadi
panjang-panjang
tertentu
untuk
mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus.Dalam hal ini L adalah jumlah dari masing-masing panjang beban –beban yang dipecah. Beban garis (BGT) dengan intensitas p kNm harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya. Beban “D” harus disusun pada arah melintang
sedemikan
rupa
sehingga
menimbulkan
momen
maksimum.
Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban “D” pada arah
Universitas Sumatera Utara
melintang harus sama. Penempatan beban dilakukan dengan memenuhi syaratsyarat dibawah ini : 1.
Jika lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 meter, maka beban “D” harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan dengan intensitas 100%
2.
Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 meter maka beban “D”harus sitempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana (n1) yang berdekatan dengan intensitas 100% . Hasilnya adalah beban garis ekivalen sebesar n1 x 2,75 q kNm dan beban terpusat ekuivalen sebesar n1 x 2,75 p kN, keduaduanyabekerja berupa strip pada jalur selebar n1 x 2,75 meter.
3.
Lajur lalu intas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban “D” tambahan harus ditempatkan pada seluruhlebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50%. Susunan pembebanan dapat dilihat pada gambar berikut ini
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Penyebaran pembebanan pada arah melintang (Anonim 1, 2005)
4.
Luas jalur yang ditempati median yang dimaksud dalam pasal ini harus dianggap bagian jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila median tersebut terbuat dari penghalang lalu lintas yang tetap. Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh
momen
dan
geser
dalam
arah
longitudinal
pada
gelagar
dengan
mempertimbangkan beban lajur “D” yang tersebar di seluruh lebar balok (tidak termasuk kerb dan trotoar) dengan intensitas 100% untuk panjang terbebani yang sesuai.
II.5.2.3. Beban Truk “T” Pembebanan truk “T” dalam perencanaan struktur jembatan untuk kendaraan jenis trailer maupun semi trailer dalam dilihat dari gambar berikut ini
Gambar 2.8 Pembebanan truk “T” (500 kN) (Anonim 1, 2005) Tabel 2.5 Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T”
Universitas Sumatera Utara
Jenis bangunan atas
Jembatan jalur tunggal
Jembatan jalur majemuk
Pelat lantai beton diatas : Balok baja I atau balok beton pratekan Balok beton bertulang T
Balok kayu
S4.2
S3.4
(bila S > 3.0 m lihat catatan 1)
(bila S >4.3 m lihat
S 4.0
catatan 1)
(bila S > 1.8 m lihat catatan 1)
S 3,6
S4.8
(bila S > 3,0 m lihat
(bila S > 3.7 m lihat catatan 1)
catatan 1) S4.2 (bila S > 4,9 m lihat catatan 1)
Lantai papan kayu
S2.4
S2.2
Lantai baja gelombang
S3.3
S2.7
S2.6
S2.4
S3.6
S3.0
(bila S > 3.6 m lihat catatan 1)
(bila S > 3.2 m lihat
tebal 50 mm atau lebih Kisi-kisi baja :
Kurang dari tebal 100 mm
Tebal 100 mm atau lebih
catatan 1) Catatan 1 dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda
Universitas Sumatera Utara
dengan
menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana
Catatan 2 Geser balok dihitung untyk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh Sfaktor ≥ 0,5 Catatan 3
S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m) (Anonim 1, 2005)
Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk “T” yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana. Kendaraan truk “T’ harus ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas rencana seperti gambar 2.8 diatas.Jumlah maksimum lajur lalu lintas rencana dapat dilihat berdasarkan tipe jembatan dan lebar jalur kendaraan.Namun jumlah lebih kecil dapat digunakan dalam perencanaan jika menghasilkan pengaruh yang lebih besar.Jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai bulat harus digunakan.Lajur lalu lintas rencana bisa ditempatkan dimana saja pada lajur jembatan. Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan : Menyebar beban truk tunggal “T” pada balok memanjang sesuai dengan factor yang diberikan pada tabel 2.5 dibawah ini
Universitas Sumatera Utara
Momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk “T” yang diberikan dapat digunakan untuk pelat lantai yang membentang di gelagar atau balok dalam arah melintang dengan bentang antara 0,6 dan 7,4 m Bentang efektif S untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding (tanpa peninggian), S yang diabil adalah bentang bersih sedangkan untuk pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda atau tidak dicor menjadi kesatuan S yang diambil yaitu bentang bersih ditambah setengah lebar dudukan tumpuan. II.5.3 Gaya Rem Akibat
pengereman
kendaraan
diatas
jembatan
maka
dalam
perencanaannya perlu diperhitungkan karena gaya rem kendaraan bekerja diatas permukaan lantai jembatan. Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan diakibatkan terjadinya gaya rem dan traksi dan harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 meter diatas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D tidak boleh direduksi jika panjang bentang melebihi 30 meter, digunakan rumus 1 : q = 9 kPa. Untuk memperkirakan adanya pengaruh gaya memanjang terhadap perletakan dan bangunan bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik perpindahan geser dari perletakan ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus diperhitungkan. Tabel 2.6 Faktor beban akibat gaya rem
Universitas Sumatera Utara
FAKTOR BEBAN JANGKA WAKTU
Transien
K S;; TB;
K U;; TB;
1,0
1,8
(Anonim 1, 2005) Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari gaya rem (seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka faktor beban ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal. Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran diatas 100% BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem. Adapun distribusi gaya rem per lajur 2.75 meter dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.9 Gaya rem per lajur 2.75 meter (KBU) (Anonim 1, 2005)
II. 5. 4
Pembebanan untuk pejalan kaki
Universitas Sumatera Utara
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.Jembatan untuk pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani dapat dilihat pada gambar 2.10.
Gambar 2.10 Pembebanan untuk pejalan kaki (Anonim 1, 2005) Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan yang ditinjau.Untuk jembatan pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki tidak boleh diambil secara bersamaan pada keadaan batas ultimit.Jika trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN. Tabel 2.7 Faktor beban akibat pembebanan untuk pejalan kaki FAKTOR BEBAN JANGKA WAKTU K S;; TP; K U;; TP; Transien
1,0
1,8
(Anonim 1, 2005) II.5.5 Beban angin Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut :
Universitas Sumatera Utara
TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab (kN) Dimana : Vw adalah kecepatan angin rencana (ms) untuk keadaan batas yang ditinjau Cw adalah koefisien seret Ab adalah luas koefisien bagian samping jembatan (m2) Kecepatan angin rencana harus diambil dari tabel 2.9 Luas ekivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang massif dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini dianggap 30% dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar.Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bagian atas. Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan maka beban garis merata tambahan arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan rumus : TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 Ab (kN) Dimana Cw = 1,2 Tabel 2.8 Koefisien seret Cw Tipe Jembatan
Cw
Bangunan atas masif : (1), (2) bd = 1,0
2,1 (3)
bd = 2,0
1,5 (3)
bd ≥ 6,0
1,25 (3)
Bangunan atas rangka
1,2
CATATAN (1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang
Universitas Sumatera Utara
masif CATATAN (2)
Untuk harga antara dari bd bisa diinterpolasi linier
CATATAN (3)
Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar 3% untuk setiap derajat superelevasi dengan kenaikan maksimum 2,5 % (Anonim 1, 2005)
Tabel 2.9 Kecepatan angin rencana Vw Lokasi Keadaan batas Sampai 5 km dari pantai >5km dari pantai Daya layan
30 ms
25 ms
Ultimit
35 ms
30 ms
(Anonim 1, 2005) II.5.6 Beban gempa Pengaruh
gempa
rencana
hanya
ditinjau
pada
keadaan
batas
ultimit.Metode untuk menghitung beban statis ekivalen untuk jembatan-jembatan dimana analisa statis ekivalen adalah sesuai.Untuk jembatan besar, rumit dan penting mungkin diperlukan analisa dinamis. Beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut : T*EQ = Kh WT Dimana Kh = C. S dimana T*EQ adalah
Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)
Kh adalah
koefisien beban gempa horizontal
Universitas Sumatera Utara
C
adalah
koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat yang sesuai
I
adalah
Faktor kepentingan
S
adalah
Faktor tipe bangunan
WT adalah
berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN)
Koefisien geser dasar C diperoleh sesuai dengan daerah gempa, fleksibilitas tanah dibawah permukaan dan waktu getar bangunan.Gambar 2.11 digunakan untuk menentukan pembagian daerah.Kondisi tanah dibawah permukaan dicantumkan berupa garis dan digunakan untuk memperoleh koefisien geser dasar.Kondisi tanah dibawah permukaan didefinisikan sebagai teguh, sedang dan lunak sesuai dengan kriteria.Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar harus dihitung dan analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan kekakuan dan fleksibilitas dari sistem fondasi. Untuk bangunan yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, rumus berikut bisa digunakan :
𝑇 = 2𝜋
𝑊𝑇𝑃 𝑔 𝐾𝑃
dimana T adalah
waktu getar dalam detik untuk free body pilar dengan derajat kebebasan tunggal pada jembatan bentang sederhana
g adalah
percepatan gravitasi (g = 9,8 ms2)
Universitas Sumatera Utara
WTP adalah
berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah setengah berat dan pilar
KP adalah
kekeakuan gabungan sebagai gaya horizontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kNm)
Perhatikan bahwa jembatan biasanya mempunyai waktu getar yang berbeda pada arah memanjang dan melintang sehingga beban rencana statis ekivalen yang berbeda harus digitung untuk masing-masing arah.Faktor kepentingan I ditentukan pada tabel 2.10 dibawah ini.Faktor lebih besar memberikan frekuensi lebih rendah dari kerusakan bangunan yang diharapkan selamaumur jembatan.Faktor tipe bangunan S yang berkaitan dengan kapasitas penyerapan energi (kekenyalan) dari jembatan. Tabel 2.10 Faktor kepentingan 1. Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraanhari, jembatan pada
1,2
jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak ada rute alternative 2. Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif
1,0
tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi. 3. Jembatan sementara (misal : bailey) dan jembatan yang
0,8
direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi (Anonim 1, 2005) ”
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Wilayah gempa Indonesia untuk periode
35
35
Universitas Sumatera Utara
II.6
Material Baja, Metode perhitungan LRFD dan metode perhitungan ASD (Alloawable stress design)
II.6.1 Material Baja Baja merupakan salah satu material yang digunakan dalam dunia konstruksi. Baja juga material konstruksi yang ketersediaannya bergantung pada hasil industri. Mutu baja tidak hanya ditentukan berdasarkan tegangan leleh, kuat tarik atau panjang elongasi akan tetapi komposisi kimiawi juga harus dievaluasi. Pada dasarnya baja adalah campuran (alloy) antara besi dan karbon yang melalui proses peleburan pada suhu tinggi. Karakter perilaku material baja konstruksi dasarnya mirip satu sama lain antara standar di Indonesia maupun degan standar yang ada di luar negeri. Spesifikasi mutu baja di Indonesia diatur berdasarkan peraturan yang berlaku yairu sesuai dengan SNI. Adapun spesifikasi dari mutu baja tersebut yaitu : Tabel 2.11 Spesifikasi material baja untuk keperluan desain (SNI) Kuat leleh
Kuat tarik
Elongasi
min (MPa)
min (MPa)
min (%)
BJ 34
210
340
22
BJ 37
240
370
20
BJ 41
250
410
18
BJ 50
290
500
16
BJ 55
410
550
13
Tipe
(Anonim 4, 2002) Modulus elastisitas
: E = 200000 MPa
Modulus geser
: G = 80000 MPa
Universitas Sumatera Utara
Angka poisson
: = 0.3
Koefisien pemuaian : = 12 x 10-6 peroC II.6.2 Metode perhitungan ASD (Allowable stress design) Dalam suatu perencanaan struktur baja sering digunakan dua metode yaitu berdasarkan tegangan kerjaworking stress design (Allowable Stress DesignASD) dan perencanaan kondisi bataslimit states design (Load and Resistance Factor DesignLRFD). Dalam desain keadaan batas terdiri dari metode-metode yang pada umumnya disebut desain kekuatan ultimit (ultimate strength design), desain kekuatan (strength design), desain plastis (design plastic), desain faktor beban (load factor design), desain batas (limit design), desain faktor resistensi dan beban. Keadaan batas dibagi menjadi 2 kategori yaitu kekuatan dan kemampuan layan. Dalam metode ASD (allowable stress design) fokusnya terletak pada kondisi beban layan yaitu tegangan-tegangan unit yang mengasumsikan struktur elastis. Dimana tegangan yang terjadi memenuhi persyaratan keamanan (kekuatan yang cukup) bagi struktur yang direncanakan. Adapun persamaan dalam metode perhitungan ASD yaitu : 𝜔
𝑁 ≤𝜎 𝐴
Dimana N = gaya tekan pada batang A = luas penampang batang 𝜎 = tegangan dasar (tegangan ijin) = faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan () dan jenis baja
Universitas Sumatera Utara
Nilai dapat dicari pada tabel 2,3,4 atau 5 pada peraturan PPBBI’83 berdasarkan mutu baja yang digunakan.Harga kelangsingan () dapat ditentukan dengan persamaan : g = 𝜋
s =
𝐸 0.7 𝜎
s
Untuk s = ≤ 0.163
maka = 1
Untuk 0.183 <s< 1
maka =
Untuk ≥ 1
1.41 1.593−s
maka = 2,281 - s
II.6.3 Metode perhitungan LRFD Metode ASD telah digunakan telah digunakan selama lebih kurang 100 tahun dan Metode LRFD telah digunakan selama 20 tahun terakhir ini. Metode LRFD tidak diperlukan analisis probabilitas secara penuh, kecuali untuk situasi tidak umum yang tidak diatur dalam peraturan. Kondisi batas yang diterapkan dalam struktur yaitu :
Kondisi batas kekuatan (ultimate strength), besarnya keamanan terhadap kondisi beban ekstrim selama masa pakai struktur
Kondisi batas layan yang batasan-batasn nya ditetapkan agar memiliki fungsi sesuai dengan yang telah direncanakan
Perencanaan struktur berdasarkan AISC 2010-LRFD adalah kondisi batas kekuatan (limit states of strength) yang menjamin keselamatan publik. Batas kekuatan dari elemen struktur ke elemen struktur yang lain akan bervariasi dari
Universitas Sumatera Utara
segi kriteria batas kekuatan. Kondisi batas kekuatan yang umum digunakan adalah:
Terjadinya leleh baja sampai terbentuknya sendi plastis dan mekanisme plastisnya, ketidak stabilan elemen dan struktur
Tekuk torsi lateral dan tekuk lokal
Fraktur tarik atau adanya kemungkinan retak akibat fatig
Ketidak stabilan struktur
Deformasi yang berlebihan
Kondisi batas layan meliputi
Lendutan atau drift elastis yang berlebihan
Strukur yang bergetar melebihi ambang tertentu
Lendutan permanen Suatu struktur dapat dinyatakan aman jika memenuhi persyaratan sebagai
berikut : Rn ≥iQi Rn adalah tahanan atau kekuatan dari sebuah komponen atau sistem struktur iQi adalah beban yang harus dipikul oleh sistem struktur tersebut Ketentuan LRFD dasarnya adalah membandingkan pengaruh beban terfaktor terhadap kekuatan elemen struktur yang dapat dihasilkan. Perencanaan struktur menggunakan metode LRFD dianggap memenuhi syarat jika kuat perlu Ru lebih kecil dari kuat rencana, Rn dengan adalah faktor tahanan yang nilainya bervariasi tergantung perilaku aksi komponen yang ditinjau. Konsep dasar LRFD adalah Ru ≤ Rn
Universitas Sumatera Utara
Kuat perlu Ru adalah nilai maksimum dari berbagai kombinasi beban terfaktor yang dicari dengan analisis struktur. Adapun faktor kombinasi pembebanan dapat dilihat dibawah ini
1.4 D
1.2 D + 1.6 L + 0.5 (Lr atau R)
1.2 D ± 1.6 (Lr atau R) + ( L atau 0.5 W)
1.2 D ± 1.0 W + L + 0.5(Lr atau R)
1.2 D ± 1.0 E + L
0.9 D ± 1.0 W
0.9 D ± 1.0 E
Catatan D
beban mati
L
beban hidup
W
beban angin
R
hujan
E
gempa Dalam mencari kuat perlu Ru untuk tiap elemen struktur perlu dilakukan
analisa struktur secara menyeluruh. Faktor pembebanan struktur di berikan untuk menganalisis struktur cara elastis. Hasil dari analisa struktur untuk mencari nilai Ru selanjutnya digunakan untuk mengevaluasi elemen per elemen serta dibandingkan dengan kuat rencana Rn yang ditinjau per elemen sesuai dengan gaya internal yang terjadi. Jika elemen struktur menerima gaya aksial maka dievaluasi kuat rencana elemen terhadap gaya aksial yaitu dibahas batang tarik dan batang tekannya. Jika elemen struktur menerima momen dan gaya geser maka
Universitas Sumatera Utara
dievaluasi kuat rencana elemen terhadap lentur dan geser yaitu balok lentur. Tinjauan per elemen struktur perlu dilakukan karena karakter setiap aksi dan perilaku keruntuhan yang terjadi bisa berbeda. Untuk itu diperlukan tahanan yang berbeda. Tabel 2.12 Faktor tahanan Komponen struktur Faktor tahanan () Lentur
0.90
Tekan aksial
0.90
Tarik aksial
Tarik leleh
0.90
Tarik fraktur
0.75
Geser*)
0.90
Sambungan baut
Baut geser
0.75
Baut tarik
0.75
Kombinasi geser dan tarik
0.75
Baut tumpu
0.75
Sambungan las
Las tumpul penetrasi penuh
0.90
Las suduttumpul penetrasi sebagian
0.75
Las pengisi
0.75 (Anonim 4, 2002)
Universitas Sumatera Utara
II.6.3.1
Komponen batang tarik Batang tarik adalah suatu sistem pada struktur baja yang paling efisien
dalam memanfaatkan kekuatan material untuk memikul beban. Semakin tinggi mutu baja yang digunakan maka semakin kuat struktur tersebut. Material baja dapat memikul gaya tarik dan gaya tekan. Dimana material baja yang memiliki mutu bahan yang relatif tinggi sehingga dimensi struktur baja relatif langsing. Sehingga pemakaian material baja hanya efisien untuk batang tarik. Batang tekan dalam kapasitasnya ditentukan oleh tekuk (buckling), dimana permasalahan stabilitas dipengaruhi konfigurasi geometri (struktur dan penampang) tidak hanya pada material saja. Elemen struktur baja yang terlihat langsing terhadap elemen lainnya dapat dipastikan akan berfungsi sebagai batang tarik. Material baja memiliki mutu yang relatif tinggi sehingga dimensi batang tariknya bisa sangat langsing. Kondisi kelangsingan hanya diperhitungkan untuk batang tekan. Batang tarik secara teoritis tidak mengalami tekuk. AISC (2010) tidak membatasi kelangsingan hanya disarankan Lr ≤ 300. Elemen yang sangat langsing cenderung bergoyang atau bergetar. Namun tidak berlaku jika struktur batang tariknya berupa penggantung (hanger) dan penampang pejal (rod). Kondisi pembebanan pada struktur penggantung (hanger) dapat menyebabkan batangnya selalu mengalami prategang. Hal ini menyebabkan hanger dapat bekerja efektif sebagai batang tarik dan geometrinya dapat dipertahankan tetap lurus. Untuk batang pejal atau rod memiliki sifat yang sedikit berbeda dengan hanger, beban tidak secara langsung dapat menimbulkan gaya prategang.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menentukan tahanan nominal batang tarik harus diperiksa terhadap tiga kondisi keruntuhan yang menentukan yaitu :
Leleh dari luas penampang kotor, didaerah yang jauh dari sambungan
Fraktur dari luas penampang efektif pada daerah sambungan
Geser blok pada sambungan
Menurut SNI 03-1729-2002 dinyatakan bahwa semua komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor sebesar Tu, maka harus memenuhi : Tu ≤ Tn Tu adalah gaya tarik aksial terfaktor Tn adalah tahanan nominal dari penampang yang ditentukan berdasarkan tiga macam kondisi keruntuhan batang tarik . Bila kondisi leleh yang menentukan maka tahanan nominal Tn memenuhi persamaan Tn = Ag . fy , dimana : Ag adalah luas penampang kotor, mm2 fy adalah kuat leleh material, MPa Bila kondisi fraktur pada sambungan yang menentukan maka tahanan nominal Tn memenuhi persamaan : Tn = Ae . fu dimana : Ae adalah luas penampang efektif = U.An An adalah luas penampangneto, mm2 U adalah koefisen reduksi fu adalah tegangan tarik putus, MPa Faktor adalah faktor tahanan yang besarnya adalah = 0.90 untuk kondisi leleh
Universitas Sumatera Utara
= 0.75 untuk kondisi fraktur Faktor tahanan untuk kondisi fraktur diambil lebih kecil daripada untuk kondisi leleh, sebab kondisi fraktur lebih getasberbahaya, sebaiknya tipe keruntuhan jenis ini harus dihindari. II.6.3.2 Komponen batang tekan Batang tekan merupakan komponen struktur yang memikul beban tekan sentris tepat pada titik berat penampang atau kolom dengan gaya aksial saja. Umumnya batng tekan ditempatkan pada konfigurasi geometri berbentuk pola segitiga agar stabil dan biasanya pola ini dikenal sebagai truss atau rangka batang. Parameter Fy dan Fu akan menentukan batang tarik namun pada batang tekan hanya Fy yang penting sedangkan Fu tidak pernah tercapai. Batang tekan juga dipengaruhi oleh konfigurasi bentuk fisik atau geometri. Parameter geometri terdiri dari : 1.
Luas penampang (A)
2.
Pengaruh bentuk penampang terhadap kekakuan lentur (Imin)
3.
Panjang batang dan kondisi pertambatan atau tumpuan (KL)
Ketiga parameter geometri diatas dapat disingkat menjadi parameter tunggal yaitu rasio kelangsingan batang (KLrmin), dimana rmin = (IminA) yaitu radius girasi pada tekuk. Perilaku tekuk dapat dibedakan menjadi tekuk lokal dan tekuk global. Dalam penyelesaian kasus tekuk lokal yang terjadi pada kolom lebih kompleks dibandingkan dengan tekuk global. Hal ini membutuhkan penyelesaian yang tidak sederhana oleh karena itu penggunaan penampang akan tidak efisien karena terjadi pada kondisi beban elastis (belum leleh). Untuk membedakan antara
Universitas Sumatera Utara
penampang tidak langsing dan langsing perlu dievaluasi rasio lebar-tebal (bt) tiap-tiap elemen. Nilai bt tiap elemen profil penampang dibandingkan dengan nilai batas rasio dari tabel 2.13 di bawah ini. Jika nilai elemen penampang tidak melebihi nilai batas rasio maka dapat diklasifikasikan sebagai penampang tidak langsing (ideal) dan sebaliknya jika melebihi batas rasio maka diklasifikasikan sebagai penampang langsing. Suatu struktur akan efisien jika penampangnya tidak langsing karena tidak ada resiko terjadi tekuk lokal. Tekuk hanya terjadi pada elemen yang penampangnya langsing dan menerima gaya tekan. Kolom yang ideal adalah yang memiliki bentuk yang lurus sempurna, berat sendiri diabaikan kecuali beban aksial P yang dipikul, panjang kolom L, modulus elastisitas E, penampang dengan luas A dan momen inersia I. Teori kolom ideal ini dirumuskan oleh Leonhard Euler pada tahun 1744. Rumus tekuk berdasarkan teori euler yaitu
Pcr =
𝜋 2 𝐸𝐼 𝐿2
Panjang kolom L pada model kolom ideal menurut euler dapat digunakan untuk mengevaluasi kolom dengan tumpuan lain. Dengan mengkonversi panjang kolom real (L) menjadi panjang kolom efektif (KL) dimana K adalah faktor konversi. Dengan panjang efektif kolom maka rumus tekuk euler dapat digunakan dengan berbagai kondisi kolom yaitu
𝑃
𝑐𝑟 =
𝜋 2 𝐸𝐼 𝐾𝐿 2
Rumus diatas digunakan untuk memprediksi kolom pada kondisi elastisyaitu kondisi tegangan sebelum mencapai batas proporsionalnya, maka setiap kali dipakai perlu dilakukan evaluasi terhadap kondisi tegangannya. Rumus tegangan kritis dapat dilihat dibawah ini yaitu :
Universitas Sumatera Utara
𝜎𝑐𝑟
𝑃𝑐𝑟 𝜋 2 𝐸𝐼 𝜋2𝐸 = = = 𝐾𝐿 2 𝐴 𝐴 𝐾𝐿 2 𝑟
Panjang efektif kolom (KL) adalah cara sederhana tetapi efektif dalam memprediksi kekuatan kolom yaitu dengan mencari hubungan bentuk tekuk yang berkesesuaian dengan rumus euler. Tekuk global ditentukan oleh kelangsingan elemen penampang dan bentuknya. Terdapat tiga perilaku tekuk yaitu :
Tekuk lentur
Tekuk torsi
Tekuk lentur torsi
Tekuk global atau tekuk local tergantung kalsifikasi penampang. Bila penampang tidak langsing maka tidak akan terjadi tekuk lokal. Tekuk terjadi pada saat kondisi elastis sebelum leleh maka agar efisien perlu dipilih kolom penampang tidak langsing.Berdasarkan bentuk dan klasifikasi penampang kolom dapat dilihat peta pemakaian rumus AISC 2010 untuk perencanaan batang tekan aksial. Dapat dilihat pada tabel 2.13 dibawah ini :
Bentuk geometri penampang
Penampang tidak langsing Rumus Kondisi AISC batas
Penampang Langsing Rumus Kondisi AISC batas
Universitas Sumatera Utara
E3 E4
FB TB
E7
LB FB TB
E3 E4
FB FTB
E7
LB FB FTB
E3
FB
E7
LB FB
E3
FB
E7
LB FB
E3 E4
FB FTB
E7
LB FB FTB
E6 E3 E4
FB FTB
E7
LB FB FTB
E5
E3
E5
FB
N/A
N/A
Universitas Sumatera Utara
Tidak simetri
E4
FTB
E7
LB FTB
Tabel 2.13 Peta petunjuk pemakaian rumus perencanaan batang tekan Tekuk lentur adalah fenomena tekuk global pada penampang dengan klasifikasi elemen tidak langsing. Beban kritis yang dapat mengakibatkan tekuk dirumuskan oleh euler. Rumus euler merupakan dasar untuk menentukan kuat nominal batang tekan (Pn). Agar sesuai dengan perencanaan batang tarik maka luas penampang utuh (Ag) dijadikan konstanta tetap, variabelnya adalah tegangan kritis (Fcr) yang dirumuskan sebagai berikut : Pn = Fcr . Ag Tegangan kritis dihitung sesuai dengan syarat berikut : a.
𝐾𝐿 𝑟
𝐹𝑦 ≤ 4.71 𝐸 𝐹 atau 𝐹 ≤ 2.25, tekuk inelastis maka, 𝑦 𝑒 𝐹𝑦
Fcr = 0.658𝐹𝑒 𝐹𝑦 Tegangan kritis kolom pada daerah kelangsingan dipengaruhi oleh tegangan residu dan keadaan imperfection. b.
𝐾𝐿 𝑟
𝐹𝑦 ≤ 4.71 𝐸 𝐹 atau 𝐹 > 2.25, tekuk elastis maka, Fcr = 0.877 Fe dimana Fe 𝑦 𝑒
adalah tegangan tekuk euler (elastis) dimana dirumuskan sebagai berikut
𝐹𝑒 =
𝜋2𝐸 2
𝐾𝐿
𝑟
Universitas Sumatera Utara
Selain tekuk lentur terdapat jenis tekuk yang lain yaitu tekuk puntir (tekuk torsi) dan gabungan antara tekuk lentur dan puntir yang sering disebut sebagai tekuk lentur torsi. Tekuk puntir terjadi pada penampang dengan kekakuan torsi yang relative kecil atau pusat geser dan pusat beratnya tidak berhimpit.Penampang yang memiliki kekakuan torsi yang kecil yaitu profil built-up simetri ganda bentuk I atau X, penampang simetri tunggal dengan pusat geser dan pusat berat tidak berhimpit. Profil siku atau tee harus dihitung kapasitasnya terhadap tekuk torsi atau tekuk lentur torsi. Bila kapasitasnya lebih kecil disbanding tekuk lentur maka perilaku tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi akan terjadi lebih awal. Kapasitas tekan nominal penampang kolom tidak langsing terhadap tekuk torsi dan lentur torsi adalah sebagai berikut : Pn = Fcr .Aa II.6.3.3
Balok Lentur Balok lentur adalah struktur yang ditempatkan secara horizontal dan
diberi beban secara vertikal. Jika beban yang diberikan relative kecil maka lentur yang terjadi pada balok tersebut tidak akan mengubah bentuknya. Jika beban yang diberikan hilang maka balok akan kembali ke posisi semula dan perilaku tersebt dikenal dengan elastis. Kondisi elastis akan berakhir saat serat terluar dari penampang mencapai leleh (Fy) yang disebabkan oleh momen (My) dan perilaku plastis akan mulai, jika penampang diberi beban secara terus menerus maka tegangan yang terjadi akan konstan namun akan terjadi rotasi sekaligus penyebaran tegangan leleh ke serat lain penampang yang akan mengakibatkan terjadinya leleh. Perilaku seperti ini disebut juga penampang plastis.
Universitas Sumatera Utara
Dalam memulai proses perencanaan struktur yang menggunakan material baja maka perlu dilakukan pembagian jenis profil. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi bahaya tekuk local yang akan terjadi dari elemn penyusun profil tersebut. Cara sederhana dan efektif yaitu adanya rasio lebar terhadap tebal (bt) menunjukkan kelangsingan elemen pelat sayap dan badan. Yang kemudian akan di evaluasi berdasarkan kekekangannya. Elemen profil dikalsifikasikan sebagai berikut : 1.
Kompak Balok dikatakan kompak jika bt dari elemen sayap dan badan memenuhi klasifikasi kompak. Balok yang kompak mampu memikul momen sampai serat terluarnya mencapai tegangan leleh dan ketika diberi momen mampu berotasi lagi serta mendistribusi tegangan ke serat penampang bagian dalam sampai mencapai plastis (Mp)
2.
Non-kompak Penampang ini memiliki efisiensi satu tingkat lebih kecil disbanding penampang kompak. Ketika dibebani serat tepi terluar mampu mencapai tegangan leleh meskipun penampang plastis belum terbentuk profil ini akan mengalami tekuk lokal terlebih dahulu. Dimana kapasitas momen yang diandalkan My< Mp.
3.
Langsing Penampang ini merupakan konfigurasi profil yang tidak efisien jika ditinjau dari pemakaian material.Jika profil yang digunakan merupakan profil dengan mutu tinggi maka ketika dibebani sebelum tegangan mencapai kondisi leleh maka tekuk lokal telah terjadi terlebih dahulu.Keruntuhan dari profil jenis ini
Universitas Sumatera Utara
ditentukan oleh tekuk yang sifatnya tidak daktail, penampang yang langsing tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai elemen struktur utama terlebih lagi untuk bangunan tahan gempa. Kapasitas momen balok yaitu M < Mp Struktur balok dapat mengalami kegagalan saat mencapai momen plastis dan dapat gagal karena terjadinya tekuk dengan salah satu cara berikut yaitu : a. Lateral torsional buckling (LTB), keadaan elastis atau inelastis b. Flange local buckling (FLB), keadaan elastis atau inelastis c. Web local buckling (WLB), keadaan elastis atau inelastis Perhitungan kekuatan nominal harus memperhatikan peraturan misalnya tegangan lentur maksimum adalah kurang dari batas proporsional dan terjadi tekuk maka dikatakan elastis. Dalam merancang kekuatan elemen balok dengan berbagai penampang :
-
Kompak (tidak terjadi tekuk) Lb ≤ Lp, Mn = 0,9Mp Dimana Lb adalah panjang tanpa pengikat (mm) Lp =
787𝑟𝑦 𝐹𝑦
Mn = Mp, Mp = Fy . Z ≤ 1.5 My -
Non kompak (inelastis LTB) Lp ≤ Lb ≤ Lr Mn = 0.9Cb 𝑀𝑝 − 𝑀𝑝 − 𝑀𝑟
Lr =
𝑟𝑦 .𝑋 1 𝐹𝑦 −𝐹𝑟
𝐿𝑏 −𝐿𝑝 𝐿𝑟 −𝐿𝑝
1 + 1 + 𝑋2 𝐹𝑦 − 𝐹𝑟
2
Universitas Sumatera Utara
𝜋
𝐸.𝐺.𝐽 .𝐴
𝑆𝑥
2
X1 =
X2 =
𝑆𝑥 2
4.𝐶𝑤 𝐼𝑦
𝐺.𝐽
Mr = (Fy – Fx)Sx, Fr = 70 MPa 12.5 𝑀𝑚𝑎𝑥
Cb = 2.5 𝑀𝑚𝑎𝑥 +3𝑀
𝐴 +4𝑀𝐵 +3𝑀𝐶
Dimana Mmax adalah nilai absolut dari momen maksimum dalam panjang tanpa pengikat (Lb) MA adalah nilai absolut dari momen di 14 bentang tanpa pengikat (Lb) MB adalah nilai absolut dari momen di 12 bentang tanpa pengikat (Lb) MC adalah nilai absolut dari momen di 34 bentang tanpa pengikat (Lb) -
Elastis LTB Lb> Lr Mn = 0.9Cb
𝜋 𝐿𝑏
𝐸. 𝐼𝑦 . 𝐺. 𝐽 +
𝜋.𝐸 2 𝐿𝑏
. 𝐼𝑦 . 𝐶𝑤
Dimana G adalah modulus geser = 80000 MPa, untuk baja struktural J adalah momen inersia polar (mm4) Cw adalah warping constant (mm6) Elemen penampang balok seperti pelat sayap dan badan dirancang terhadap momen lentur.Pelat sayap mempengaruhi kapasitas lenturnya. Fungsi terbesar dari pelat badan adalah memikul gaya geser. Pelat badan juga harus didesain untuk memenuhi gaya geser yang terjadi. Secara umum kuat geser rencana memenuhi persyaratan jika : Vu ≤ v Vn
Universitas Sumatera Utara
Vugaya geser batas atau gaya geser terfaktor maksimum dari berbagai kombinasi sesuai peraturan beban vfactor ketahanan geser = 0,9 Vn kuat geser nominal balok yang dapt dihitung Kuat geser nominal, Vn pelat badan dari profil simetri tunggal atau ganda atau profil UNP yang direncanakan tanpa memanfaatkan kekuatan pasca-tekuk yang ditentukan dari kondisi batas akibat leleh dan tekuk akibat geser sebagai berikut : 𝑉𝑛 = 0.6 𝐹𝑦 𝐴𝑤 𝐶𝑣 Dimana Aw = d tw adalah luas total pelat badan. Koefisien geser pelat badan Cv adalah faktor reduksi untuk mengantisipasi terjadinya tekuk di pelat badan. Pelat badan profil I hot rolled jika
𝐸
𝑡𝑤 ≤ 2.24 (𝐹𝑦 )makav = 1.0 dan Cv = 1.0
Kegagalan pada badan (web) maka harus diperhatikan kekuatan nominal geser. Maka nilai Cv ditentukan dari kelangsingan pelat badan atau rasio h/tw dalam tiga kategori yaitu : 𝐾𝑣 𝐸 - Jika 𝑡 ≤ 1.10 ( 𝐹 ) kuat geser nominal dibatasi leleh pada pelat badan 𝑤 𝑦
dan tidak ada terjadi pengaruh tekuk, dimana Cv = 1.0 - Jika
1.10 (
𝐾𝑣 𝐸 𝐹𝑦
) < 𝑡 ≤ 1.37 ( 𝑤
𝐾𝑣 𝐸 𝐹𝑦
),
kuat
geser
nominal
mulai 𝐾𝑣 𝐸 ) 𝐹𝑦
1.10 (
dipengaruh oleh tekuk yang terjadi pada pelat badan, dimana 𝐶𝑣 =
𝑡𝑤
Universitas Sumatera Utara
𝐾𝑣 𝐸 - Jika 𝑡 > 1.37 ( 𝐹 ) kuat geser nominal ditentukan karena terjadinya 𝑤 𝑦
tekuk elastis pada pelat badan, dimana 𝐶𝑣 =
1.51 𝑘 𝑣 𝐸
2
𝑡𝑤
𝐹𝑦
Koefisien tekuk, Kv untuk profil I tanpa pelat pengaku tegak dan kelangsingan pelat badan 𝑡 < 260 maka kv = 5.0. Jika terdapat pelat pengaku tegak 𝑤 untuk jarak a dimana 𝑡 ≤ 3 maka kv = 5 + 𝑤 II.7
5 𝑎
2
Program SAP 2000 SAP 2000 dikembangkan berdasarkan program SAP yang merupakan
program yang diciptakan oleh Prof. Edward L Wilson.Beliau adalah seorang guru besar University of California, Berkeley, California USA sekitar tahun 1970. Pada tahun 1975 program tersebut diluncurkan oleh perusahaan Computer and Structure Inc (CSI) yang dipimpin oleh Ashraf Habibullah yang masih tetap eksis hingga saat ini dan dikenal didunia sebagai pioneer dibidang software rekayasa struktur dan kegempaan (http://www.csiberkeley.com). Program SAP mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980 berkembang program SAP versi 80 yang dikenal sebagai SAP80 dan pada tahun 1990 menjadi versi SAP 90 dimana system operasinya menggunakan system DOS. Pada saat sistem operasi DOS beralih ke Windows maka dikeluarkan versi SAP 2000. Hingga saat ini versi terbaru dari program SAP 2000 yaitu versi 15 atau yang lebih dikenal dengan SAP 2000 v 15.Dimana versi ini udah semakin canggaih sehingga dapat menganalisa secara non linier (deformasi besar, gap/kontak), kabel, beban ledak, tahapan konstruksi.Program SAP 2000 mampu
Universitas Sumatera Utara
membantu penyelesaian pekerjaan analisis struktur dimana dengan memasukkan data secara lengkap dan benar, maka proses analisis akan langsung diproses oleh SAP 2000 dan tergolong sangat cepat. Selain itu, kelebihan dari program ini adalah tidak hanya dapat menganalisis struktur (untuk mengetahui gaya-gaya dalam yang timbul), tetapi juga bisa melakukan hingga tahap check/design struktur untuk mengetahui dimensi
dan
jumlah
tulangan
yang
dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara