BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Komoditi Pertanian subsektor Peternakan Pertanian adalah salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor yang paling dasar dalam perekonomian yang merupakan penopang kehidupan produksi sektorsektor lainnya. Sektor pertanian diantaranya mencakup : (1) subsektor perkebunan, (2) subsektor perikanan dan, (3) subsektor peternakan. Sebagaimana diketahui hasil-hasil dari sektor pertanian adalah produk yang bersifat tidak tahan lama, sangat dibutuhkan tapi permintaannya bersifat tidak elastis atau inelastis (turun naik harga tidak terlalu berpengaruh pada permintaan). Putong (2005) menyebutkan bahwa dalam jangka panjang konsumsi produk dari sektor pertanian bertambah secara alami, artinya pertambahan itu bukan karena semakin tingginya daya beli masyarakat melainkan karena pertambahan jumlah penduduk. Untuk hal ini dasar teorinya telah dikemukan oleh ENGEL yang mengisyarakatkan bahwa: Apabila pendapatan masyarakat bertambah besar dari sebelumnya, maka konsumsi barang primer (hasil pertanian) relatif semakin menurun (rasionya). Karena diketahui komoditas pertanian tergolong sebagai komoditas konsumsi primer maka dalam jangka panjang permintaan atas produk tersebut relatif tetap jumlahnya namun menurun dalam proporsinya, permintaan produk pertanian ini tidak peka terhadap harga, akan tetapi harga relatif peka terhadap permintaan (harga cenderung naik bila permintaan naik). Oleh karenanya dari sisi pandangan hukum permintaan, permintaan komoditas pertanian relatif bersifat inelastis.
Sisi
produsen
(penawaran)
memandang
bahwa, oleh karena produk pertanian tidak bersifat siap jadi (instant) sebagaimana halnya produk manufaktur, penawaran relatif tidak merespon perubahan harga (berapapun harga, jumlah barang yang ditawarkan tetap). Pertambahan produksi hanya bisa dilakukan dengan cara memperluas lahan produksi (ektensifikasi) atau penemuan teknologi pertanian baru yang dapat meningkatkan produktivitas lahan secara intensif. Dalam jangka panjang teknologi pertanian semakin berkembang pesat (teknologi pengolahan lahan, teknologi reproduksi, pengawetan) sementara permintaan kearah produk pertanian relatif lambat sehingga hasil pertanian relatif akan semakin banyak, dan ini menyebabkan harganya
Universitas Sumatera Utara
turun. Akan tetapi persentase perubahan harga lebih besar dari persentase perubahan permintaan. Sebaliknya persentase perubahan jumlah penawaran yang relatif kecil dari komoditas pertanian tersebut justru menyebabkan terjadinya penurunan yang lebih besar pada persentase perubahan harga.
Meningkatnya jumlah
penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging sapi secara nasional cenderung meningkat. Hasil penelitian Kariyasa (2005), selama 10 tahun terakhir jumlah produksi daging sapi hanya bisa meningkat 0,002 persen per tahun, sementara permintaan naik 1,78 persen per tahun. Secara nasional terdapat kesenjangan antara permintaan dan penawaran daging. Selama ini kebutuhan daging sapi di Indonesia masih dipenuhi dari tiga sumber yaitu: sapi lokal, sapi impor dan daging impor. Menurut hasil laporan Syamsudin (2009), perkembangan konsumsi dan penyedian daging nasional menunjukkan tren yang terus meningkat seperti terlihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Konsumsi dan Penyedian Daging Sapi Nasional 2007-2009 Uraian KONSUMSI Daging Sapi (ribu ton) (Kg/orang/tahun) 225
2007 369 1,64 227
PENYEDIAAN negeri (ribu ekor) 1.888 ton) 308,99 1.461 1.515 500 350 2.Daging Import (ribu ton)**
380,76 1,67 231,6 2.015
317,86 1.880
2008
2009*
Konsumsi Nasional 400 Konsumsi per Kapita 1,74 Jumlah Penduduk (juta jiwa)
1.Pemotongan dalam 2.230 Setara Daging Sapi (ribu 329,1 a. Sapi lokal (ribu ekor) b. Sapi ex-import (ribu ekor) 424 60,01
63,13
70,01
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan,Departemen Pertanian (2009) * Angka estimasi ** Volume impor (2009) 70,01 ribu ton tetapi angka tersebut belum termasuk pengurangan komponen tulang dari secondary cut dan lemak dari trimming
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyanto (2003) melaporkan bahwa peranan daging impor masih dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan daging nasional. Hal tersebut dikarenakan perkembangan usaha ternak sapi potong belum sepenuhnya mampu menunjang penawaran sapi nasional. Faktor harga daging tidak mampu merangsang kinerja perkembangan usaha ternak sapi potong yang ada. Kebijakan tarif impor daging hanya mampu menekan impor daging sapi, tetapi tidak berdampak kepada impor sapi
Universitas Sumatera Utara
bakalan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi et al. (1999), yang memperkirakan bahwa jika tidak ada perubahan teknologi secara signifikan dalam proses produksi daging sapi dalam negeri serta tidak adanya peningkatan populasi sapi yang berarti, maka senjang antara produksi daging (penawaran) sapi dalam negeri dengan jumlah permintaan akan semakin melebar, sehingga berdampak pada volume impor yang semakin besar.
2.2. Hukum Permintaan
Jumlah
permintaan (quantity demanded) dari suatu barang adalah jumlah barang yang rela dan mampu dibayar oleh pembeli (Mankiw, 2006). Ada banyak variabel yang mempengaruhi jumlah permintaan akan suatu barang. Mankiw (2006) menyebutkan bahwa harga barang tersebut, pendapatan, harga barang terkait, selera, harapan dan jumlah pembeli adalah beberapa faktor yang dapat menentukan besar kecilnya jumlah permintaan.
P D
q/t 0 Gambar 2. Kurva Permintaan
Hukum permintaan (law of demand) menyebutkan bahwa, jika semua hal dibiarkan sama, ketika harga suatu barang meningkat maka jumlah permintaannya akan menurun, dan ketika harganya turun maka jumlah permintaannya akan naik. Jadi dapat dikatakan bahwa jumlah permintaan berhubungan secara negatif terhadap harga. Sebagaimana terlihat pada Gambar 2, Kurva permintaan (D = demand) menurun dari kiri ke kanan. Perlu diingat bahwa sumbu horisontal dengan q/t (quantity per unit of time) adalah sumbu kuantitas atau jumlah barang, sedangkan sumbu vertikal adalah P (price) atau harga
Universitas Sumatera Utara
barang. Konsep kuantitas per unit waktu ini penting mengingat dalam menganalisa suatu kejadian perlu rentang waktu (Bilas, 1992). Contohnya adalah kita hendak menghitung jumlah permintaan beras di Kotamadya Medan selama tahun 2010. Tapi ini bukan berarti bahwa waktu (t) telah diperlakukan sebagai sebuah variabel. Analisanya tetap memperhatikan waktu sebuah kejadian yang berlangsung dalam satu rentang waktu tertentu.
Pendapatan masyarakat juga dapat mempengaruhi
jumlah permintaan. Pada tingkat pendapatan yang lebih tinggi, orang akan membeli lebih banyak barang dan (atau) jasa demikian pula sebaliknya. Jika permintaan terhadap suatu barang berkurang ketika pendapatan berkurang, maka barang itu disebut barang normal (normal good). Tetapi tidak semua barang adalah barang normal. Jika permintaan suatu barang bertambah ketika pendapatan berkurang, barang itu disebut barang inferior (inferior good). Bilas (1992) melihat pengaruh pendapatan ini ternyata jauh lebih kuat dari dibanding pengaruh subsitusi.
Harga barang terkait juga dapat mempengaruhi
jumlah permintaan. Ketika terjadi penurunan harga suatu barang maka akan mengurangi permintaan akan barang lain. Contohnya orang akan cenderung membeli daging ayam ketika harga daging sapi naik. Dalam hal ini kedua barang tersebut dapat disebut barang subsitusi (substitutes) atau barang pengganti. Adakalanya penurunan harga suatu barang akan meningkatkan permintaan barang lain, maka keduanya disebut barang komplementer (complements) atau barang pelengkap. Barang komplementer biasanya saling melengkapi dan digunakan secara bersamaan. Hasil penelitian Kariyasa (2005) menyebutkan bahwa, daging ayam merupakan barang komplementer dari daging sapi, sementara komoditas ikan, telur dan daging kambing merupakan barang subsitusi dari daging sapi. Hal lain yang paling menentukan permintaan tentunya adalah selera namun para ekonom biasanya tidak mencoba menjelaskan selera masyarakat karena selera didasarkan atas kekuatan-kekuatan historis sekaligus psikologis yang berada diluar ranah ilmu ekonomi. Namun
demikian para ekonom meneliti apa yang terjadi ketika selera
masyarakat ternyata berubah (Mankiw, 2006). Harapan atau pandangan tentang masa yang akan datang dan faktor-faktor psikologis lainnya dapat menyebabkan perubahan-perubahan mendadak dalam permintaan masyarakat. Misalnya, desas-desus atau rasa takut bahwa harga-harga akan naik mendorong orang untuk segera membeli banyak (sebelum harga naik) sehingga jumlah
Universitas Sumatera Utara
yang diminta akan naik pada harga yang sama (Hanafie, 2010). Bilas (1992) menyederhanakan pembahasan faktor-faktor permintaan tersebut dengan bahasa matematika. Q dA
= ƒ (P A , P B , … P Z , I , T , W )
dimana : Q dA = Kuantitas barang A yang diminta per unit waktu PA = Harga barang A P B ,.. P Z = Harga barang-barang lainnya I = Income (pendapatan) T = Selera W = Kemakmuran/kekayaan Bar (garis dibawah huruf pada rumus) menunjukkan bahwa variabel ini konstan (cateris paribus). Dengan demikian, Q dA
adalah
= ƒ (P A ) ……….. cateris paribus
2.3. Hukum Penawaran
Jumlah
penawaran (quantity supplied) dari suatu barang adalah jumlah barang yang rela dan mampu dijual oleh penjual (Mankiw, 2006). Ada banyak hal yang menentukan jumlah penawaran barang, tapi ketika kita mengalisis bagaimana pasar bekerja , salah satu penentunya adalah harga barang itu. Disamping itu disebutkan juga bahwa : harga input, teknologi, harapan, dan jumlah penjual dapat mempengaruhi jumlah penawaran. Bilas (1992) menyatakan, kita tidak dapat membuat generalisasi berkenaan dengan kemiringan kurva penawaran seperti yang dapat kita lakukan pada kurva permintaan; sebab kurva penawaran dapat bergerak ke semua arah, walaupun pada umumnya orang mengunakan kurva penawaran yang naik dengan kemiringan ke kanan. Gambar 3 memperlihatkan beberapa kemungkinan bentuk kurva penawaran. S 1 menggambarkan kurva penawaran normal, S 2 menggambarkan kurva penawaran jangka panjang dari industri dengan biaya konstan, S 3 menggambarkan kurva penawaran jangka panjang bagi industri dengan biaya yang menurun, dan S 4 menggambarkan kurva penawaran yang melengkung ke belakang.
Universitas Sumatera Utara
P
S4
S1
S2
S3
q/t 0 Gambar 3. Berbagai Kurva Penawaran
Hukum penawaran (law of supply) menyebutkan bahwa, jika semua dibiarkan sama, ketika harga suatu barang meningkat, maka jumlah penawarannya akan meningkat, dan ketika harganya turun, maka jumlah penawarannya akan ikut menurun. Dapat dikatakan bahwa jumlah penawaran berhubungan positif dengan harga. Hubungan antara harga dan jumlah penawaran ini berlaku untuk kebanyakan jenis barang didalam perekonomian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kariyasa (2005) melaporkan, produksi daging sapi nasional paling respon terhadap harga daging sapi dan harga ternak sapi. Jika terjadi kenaikan harga daging sapi dalam negeri sebesar 10 persen maka akan menyebabkan kenaikan produksi daging dalam negeri masing-masing dalam jangka pendek 10,6 persen dan dalam jangka panjang 13,6 persen. Demikian sebaliknya, jika terjadi kenaikan harga ternak sebesar 10 persen maka akan menyebabkan menurunnya produksi daging sapi dalam negeri dalam jangka pendek 11,6 persen dan dalam jangka panjang 14,9 persen. Harga Input atau harga faktor produksi merupakan input dalam proses produksi menentukan biaya produksi biaya produksi. Hanafie (2010) menyebutkan, jika harga bahan baku turun maka ada dua alternatif dapat dilakukan produsen:
Universitas Sumatera Utara
a. Menjual (menghasilkan) lebih banyak pada tingkat harga yang sama atau, b. Menghasilkan dan menjual jumlah yang sama pada harga yang lebih rendah, demikian sebaliknya. Ini berarti kuantitas barang yang ditawarkan berhubungan secara negatif dengan harga setiap input untuk membuat barang tersebut.
Teknologi
untuk
memproses input atau faktor produksi menjadi suatu barang juga merupakan penentu lain kuantitas yang ditawarkan. Teknik mekanisasi akan mengurangi jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu barang. Melalui penurunan biaya produksi, perkembangan teknologi akan menaikkan kuantitas barang yang ditawarkan. Dalam bidang peternakan, pengembangan pakan ternak, peningkatan mutu bibit melalui Inseminasi Buatan (IB) dan program pemberantasan penyakit, telah dilakukan guna memacu produksi ternak dalam negeri (Ilham et al, 2001).
Harapan
atau
perkiraan orang tentang masa yang akan datang berpengaruh pula terhadap jumlah yang ditawarkan pada berbagai tingkat harga. Kalau perkiraan harga akan naik, banyak penjual akan mencoba menahan barangnya, menunggu kenaikan harga (dan akibatnya harga memang akan naik). Sebaliknya jika harga akan merosot, penjual justru akan berusaha menjual sebanyak mungkin selama harga belum benar-benar merosot (Hanafie, 2010). Jumlah penjual, jika jumlah produsen bertambah banyak maka penawaran total akan bertambah: pada tingkat harga yang berlaku, lebih banyak barang/jasa yang ditawarkan untuk dijual di pasaran. Masuknya sapi impor ex-Australia juga menyebabkan naiknya jumlah populasi ternak disuatu daerah (Ilham, 1998), yang pada akhirnya akan menaikkan jumlah penawaran. Jumlah produsen sapi di Propinsi Sumatera Utara setiap tahunnya terus meningkat, hal ini dapat dilihat dari terus meningkatnya jumlah populasi sapi di propinsi tersebut. Pada tahun 2008 jumlah populasi sapi potong di Sumatera Utara adalah 388.240 ekor dengan rata-rata peningkatan 13.98 persen Peternakan Sumut, 2008).
per tahun (Dinas
Bilas (1992) menyederhanakan pembahasan faktor-faktor
penawaran tersebut dengan bahasa matematika.
Qs A
= ø (P A , S, F, X, T)
dimana : Qs A = Kuantitas barang A yang ditawarkan per unit waktu PA = Harga barang A S = Penawaran Input F = Keadaan Alam
Universitas Sumatera Utara
T
X = Teknologi
= Pajak atau subsidi atau keduanya
Bar (garis dibawah huruf pada rumus) menunjukkan bahwa variabel ini konstan (cateris paribus). Dengan demikian, Qs A
adalah
= ø (P A ) ……….. cateris paribus
2.4. Konsep Elastisitas Elastisitas adalah sebuah ukuran akan seberapa besar respon para pembeli dan penjual terhadap perubahan yang terjadi dalam kondisi pasar (Mankiw,2006). Selanjutnya Hanafie (2010) menyebutkan, konsep elastisitas digunakan untuk mengukur (secara kuantitatif) besar-kecilnya perubahan jumlah barang yang diminta konsumen sebagai akibat dari perubahan harga. Bila jumlah barang disebut X dan harga barang adalah P maka, elastisitas (e) adalah persentase perubahan X dibagi dengan persentase perubahan P atau dalam rumus : e = (∆X/X) / (∆P/P)
2.4.1. Elastisitas Permintaan Elasitasitas harga permintaan (price elasticity of demand) mengukur seberapa besar jumlah permintaan berubah seiring perubahan harga. Permintaan suatu barang dikatakan elastis jika jumlah permintaan berubah banyak, sedangkan permintaan dikatakan inelastis apabila jumlah permintaan mengalami sedikit perubahan ketika harga berubah (Mankiw, 2006). Putong (2005) mendefinisikan elastisitas permintaan (e d ) adalah derajat (dalamsatuan angka) kepekaan dari permintaan suatu barang terhadap perubahan harga barang yang dimaksud. Atau ratio antara persentase perubahan permintaan terhadap persentase perubahan harga. permintaan : permintaan elastis inelastis elastis
Bila dinyatakan dengan angka maka, ada 3 besaran elastisitas (1) e d
> 1 , dinamakan
(2) e d < 1 , dinamakan permintaan (3) e d = 1 , dinamakan permintaan uniter (4) e d = ∞ (tidak terhingga) , dinamakan elastistis
sempurna
Universitas Sumatera Utara
Model matematis untuk mengukur koefisien elastistas permintaan adalah sebagai berikut (Mubyarto, 1973)
% perubahan jumlah barang yang diminta
ed = %
perubahan harga Adapun dalam menuliskan angka elastisitas ini sering kita lihat tanda negatif dimukanya. Ini menunjukkan bahwa harga naik diikuti oleh penurunan jumlah yang diminta dan sebaliknya harga turun dengan kenaikan jumlah yang diminta (Mubyarto,1973). Pengukuran angka elastisitas dalam praktek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : a. kurva permintaan (point elasticity),
elastisitas pada satu titik didalam
b. elastisitas diantara dua titik pada kurva
permintaan, atau elastisitas busur (arc
elasticity)
Dalam Gambar 4 ditunjukkan bahwa garis yang menyinggung kurva permintaan pada titik A menunjukkan elastisitas harga atas permintaan pada titk A atau dapat dituliskan sebagai : dQ x
P
ed = dP
dimana, Jumlah barang yang diminta Harga
=
D
P₂
B P
P₁
Q P = Harga barang
Q
A C
D
Universitas Sumatera Utara
0
Q₂
Q
Q₁
Jumlah Gambar
4.
Kurva Elastisitas Permintaan
Dalam prakteknya menghitung elastistas ini lebih banyak menggunakan cara kedua yang disebutkan diatas, yaitu elastisitas busur (arc elasticity). Pada Gambar 4 kurva diantara 2 titik B dan C. Elastisitas yang dihitung disini merupakan angka rata-rata dari elastisitas titik sepanjang kurva diantara dua titik tersebut (Mubyarto, 1973). ∆Q x
P₁ + P₂
∆P
ed = Q₁
+ Q₂ ∆Q = ∆P = Perubahan harga P₁ = Harga yang pertama P₂ = Harga yang kedua Q₁ = Jumlah yang pertama Q₂ = Jumlah yang kedua
dimana, Perubahan jumlah yang diminta
Bilas (1992) menyatakan elastisitas harga permintaan ditentukan oleh berbagai faktor. Pertama, semakin banyak barang pengganti bagi produk tersebut, semakin elastis permintaannya. Kedua, semakin banyak jenis penggunaan produk tersebut, semakin elastis permintaannya. Selanjutnya disebutkan. Produk yang mengambil bagian terbesar dari pendapatan konsumen cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis dibanding produk yang hanya mengambil bagian pendapatan konsumen dalam ukuran yang relatif kecil. Misalnya, permintaan akan garam bersifat agak inelastis, sedangkan permintaan akan mobil bersifat lebih elastis.
2.4.2. Elastisitas Pendapatan
Banyak
sedikitnya barang yang diminta atau dikonsumsi tergantung dari besar kecilnya pendapatan konsumen. Putong (2005) mengatakan bahwa faktor pendapatan merupakan faktor utama setelah faktor harga yang menentukan jumlah permintaan. Dalam hubungan antara perubahan pendapatan dan permintaan terhadap suatu barang , besaran elastisitas pendapatan terhadap permintaan (income elasticity of demand) adalah penting. Dengan
Universitas Sumatera Utara
diketahuinya elastisitas pendapatan terhadap permintaan (e₁), dapat diketahui arah dan perubahan selera konsumen untuk menentukan pilihan terhadap barang yang dibeli. Mubyarto (1973) menyatakan konsep elastististas pendapatan terhadap permintaan penting sekali dalam ilmu ekonomi karena mampu menerangkan perbedaan perilaku ekonomi dari golongan pendapatan masyarakat dalam pembelian barang-barang. Adapun model matematis untuk mengukur koefisien elastistas pendapatan adalah sebagai berikut (Mubyarto, 1973)
% perubahan jumlah barang yang diminta
e₁ = %
perubahan pendapatan
Hal ini memberi pengertian bahwa pendapatan adalah merupakan satu-satunya faktor mengubah dan faktor-faktor lainnya terutama harga barang yang bersangkutan adalah tetap tidak mengalami perubahan.
Kalau pada elastistas harga atas
permintaan tandanya hampir selalu negatif (< 0) maka, pada elastistas pendapatan atas permintaan tandanya hampir selalu positif (> 0). Untuk barang-barang yang elastis maka angka elastisitasnya lebih besar dari satu, sedangkan yang inelastis lebih kecil dari 1 (Mubyarto, 1973). Hanafie (2005) memberikan rumusan elastisitas pendapatan terhadap permintaan sebagai berikut :
(Q₂ - Q₁) / (Q₂ + Q₁)
e₁ = (I₂ - I₁) / (I₂ +
Dimana : Barang yang diminta pada periode 1 diminta pada periode 2 1
Q₁ = Q₂ = Barang yang I₁ = Pendapatan pada periode I₂ = Pendapatan pada periode 2
I₁)
Putong (2005) dan Hanafie (2010) mengatakan bahwa, jika e₁ memiliki angka negatif tergolong barang yang inferior dan apabila positif maka tergolong barang normal. Barang normal yang termasuk barang mewah mempunyai e₁ lebih besar dari 1, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
barang normal yang merupakan keperluan sehari-hari memiliki e₁ antara 0 dan 1. Bilas (1992) mengatakan barang-barang yang dipandang mewah mempunyai elastisitas pendapatan yang tinggi. Selanjutnya disebutkan bahwa cara termudah untuk menentukan apakah barang itu barang kebutuhan pokok atau barang mewah adalah dengan menggunakan konsep elastisitas pendapatan terhadap permintaan.
2.4.3. Elastisitas Silang Mubyarto (1973) menyatakan bahwa barang konsumsi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan yang erat dengan barang yang lain dalam fungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Misalnya beras dan jagung, keduanya merupakan bahan makanan yang dapat dipertukarkan. Juga beras dengan gandum, gula pasir dengan gula merah. Karena sifatnya yang dapat dipertukarkan ini maka harga-harganya masingmasing juga berhubungan erat. Dalam hal ini kita berbicara mengenai elastisitas silang (cross elasticity) yang diberi definisi sebagai : % perubahan jumlah barang yang diminta atas barang X
e sl = %
perubahan harga barang Y
Hal ini memberi pengertian bahwa perubahan jumlah barang X yang diminta tersebut adalah semata-mata diakibatkan oleh perubahan harga barang Y.
Hanafie (2005)
memberikan pengertian bahwa, elastisitas silang harga terhadap permintaan besaran elastisitas yang tidak saja menunjukkan perubahan suatu barang yang diminta, tetapi juga terhadap perubahan harga barang lain yang berkaitan dengan barang yang dimaksud.
(Q₂A - Q₁A) / (Q₂A + Q₁A)
e sl = (P₂B - P₁B) /
(P₂B + P₁B) Dimana : Barang A baru yang diminta yang diminta
Q₁A = Q₂A = Barang A lama P₂B = Harga B yang baru P₁B = Harga B yang lama
Universitas Sumatera Utara
Dalam arti ekonomi maka selain besar kecilnya angka elastisitas silang yang lebih penting lagi artinya adalah tandanya. Tanda positif berarti kedua barang adalah barang pengganti atau subsitusi, sedangkan bila tandanya negatif maka kedua barang adalah saling melengkapi atau komplementer (Mubyarto,1973). Rahim dan Hastuti (2008), membuat ikhtisar mengenai hubungan elatisitas permintaan (elastistas harga,silang dan pendapatan) seperti pada Tabel 2.
2.4.2. Elastisitas Penawaran
Putong
(2005) mendefinisikan elastisitas penawaran (e s ) adalah derajat kepekaan
perubahan
harga terhadap perubahan jumlah barang yang ditawarkan. Atau nilai bagi antara persentase perubahan jumlah yang ditawarkan dengan persentase perubahan harga.
es = %
% perubahan jumlah yang ditawarkan perubahan harga Jika : 1 , dinamakan penawaran elastis penawaran inelastis uniter elastis elastistis sempurna
(1) e s > (2) e s < 1 , dinamakan (3) e s = 1 , dinamakan penawaran (4) e s = ∞ (tidak terhingga), dinamakan penawaran
Hasil penelitian Kariyasa (2005) menyebutkan, nilai elastisitas penawaran daging sapi dalam jangka panjang pendek maupun jangka panjang sangat responsif (elastisitas > 1) terhadap harga daging sapi dan harga ternak sapi. Jika terjadi kenaikan harga daging sapi 10 persen maka akan menyebabkan kenaikan produksi (penawaran) dalam jangka pendek 10,6 persen dan dalam jangka panjang 13,6 persen. Demikian juga sebaliknya, jika terjadi penurunan harga daging sapi 10 persen maka akan menyebabkan menurunnya produksi daging sapi dalam jangka pendek 11,6 persen dan dalam jangka panjang 14,9 persen.
Tabel 2. Ikhtisar Hubungan antara Elastisitas Harga, Elatisitas Silang, dan Elastistas Pendapatan Nilai Elastisitas Sebutan Komoditas Mengakibatkan Permintaan menurun
Kenaikan Harga Akan Komoditas Permintaan naik
Penurunan Harga Harga Akan Mengakibatkan Elastis Ep > 1 Ep < 1 Inelastis
Universitas Sumatera Utara
Permintaan naik Permintaan tetap
Permintaan menurun Permintaan tetap
Ep = 1
Unitari
Nilai Elastisitas Hubungan Kenaikan Harga Penurunan Harga Komoditas Komoditas A Silang Komoditas A Mengakibatkan Mengakibatkan E c > 0 atau > 1 Subsitusi Komoditas B yang Komoditas B yang diminta naik diminta menurun Komplementer Komoditas B yang Komoditas B yang E c < 0 atau -1 diminta turun diminta naik Ec = 0 Netral Komoditas B yang Komoditas B yang diminta tetap diminta tetap Nilai Elastisitas Sebutan Komoditas Inferior
Kenaikan Pendapatan Penurunan Pendapatan Mengakibatkan Mengakibatkan Ei < 1 Jumlah komoditas yg Jumlah komoditas yg diminta menurun diminta naik 0 < E i < 1 Kebutuhan Pokok Jumlah komoditas yg Jumlah komoditas yg diminta naik dengan diminta turun dengan Mewah persentase lebih rendah persentase lebih rendah 1 < Ei Jumlah komoditas yg Jumlah komoditas yg diminta naik dengan diminta turun dengan persentase lebih tinggi persentase lebih tinggi
Sumber, Rahim dan Hastuti (2008).
Universitas Sumatera Utara