ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Make or buy Proses menghasilkan produk secara umum dibagi menjadi dua tipe istilah yaitu make dan buy, menurut Tayles (2001) dan Venkatasen (1992) Make is a manufacturing type that a company produces items or components of the product by using its own inhouse capabilities or function. Make originally meant the activity for manufacturing something inside of the firm atau bisa disebut juga dengan istilah insourcing yaitu memproduksi barang atau jasa secara mandiri oleh suatu organisasi. Sementara untuk buy adalah a manufacturing type that a company entrusts some of its internal activities to outside suppliers atau bisa disebut juga outsourcing yaitu membeli barang atau jasa dari pemasok di luar organisasi tersebut. Keputusan make or buy menunjukkan pilihan strategis antara memproduksi sendiri dan membeli dari supplier. Sebelumnya pilihan make or buy adalah pertanyaan sederhana dalam manajemen bisnis, tetapi di lingkungan global sekarang proses pengambilan keputusan make or buy menjadi isu penting tidak hanya untuk mencapai keunggulan kompetitif perusahaan, tetapi untuk bertahan hidup di persaingan yang tajam.
11 TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
Menurut Besanko, et al (2013), ada beberapa pandangan yang salah mengenai make or buy diantaranya : 1.
Perusahaan harus membuat aset, ketimbang membelinya, jika aset tersebut merupakan sumber keunggulan kompetitif bagi perusahaan itu.
2.
Perusahaan harus membeli, daripada membuat, untuk menghindari biaya pembuatan produk.
3.
Perusahaan harus membuat, daripada membeli, untuk menghindari membayar margin keuntungan untuk perusahaan independen.
4.
Perusahaan harus membuat, daripada membeli, karena produsen yang terintegrasi secara vertikal akan dapat menghindari membayar harga pasar yang tinggi untuk input selama periode permintaan puncak atau pasokan langka.
5.
Perusahaan harus membuat, daripada membeli, untuk mengikat saluran distribusi. Mereka akan memperoleh pangsa pasar dengan mengorbankan saingan. Klaim ini memiliki manfaat pada beberapa kesempatan, tetapi digunakan untuk membenarkan akuisisi pada banyak kesempatan lain ketika itu tidak memiliki manfaat.
2.2. Vertical Integration Menurut Suwarsono (1996), integrasi vertikal terjadi jika perusahaan melakukan perluasan usaha pada bidang usaha yang sebelumnya menjadi bidang garap pemasok dari perusahaan tersebut atau bidang usaha yang menjadi bidang garap konsumen dari perusahaan tersebut. Jika memasuki bisnis baru yang sebelumnya menjadi bidang usaha pemasok, proses tersebut dinamai dengan integrasi ke belakang (backward integration)
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
atau integrasi ke hulu. Jika memasuki bisnis baru yang yang sebelumnya menjadi bidang usaha konsumen (selain konsumen akhir), proses tersebut dinamai integrasi ke depan (forward integration) atau integrasi ke hilir. Banyak alasan yang menjadi dasar perusahaan melakukan integrasi vertikal. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa alasan terpenting adalah peningkatan posisi kompetitif perusahaan. Pertama, perusahaan berharap dapat meningkatkan efisiensi ekonomi, yang ditimbulkan dari kombinasi operasi, koordinasi dan pengendalian internal, ekonomi informasi, penghematan biaya transaksi, dan stabilitas hubungan dalam rantai produksi dari unit usaha yang terkait. Kedua, ingin menguasai lebih dalam teknologi dan operasi satu jenis bisnis tertentu. Ketiga, integrasi vertikal memberikan jaminan jumlah dan kualitas barang yang diperlukan dari pemasok dan juga dapat mengurangi kecenderungan fluktuasi pasar, baik dalam jumlah barang yang diminta maupun harga. Sementara pengertian integrasi vertikal menurut Porter (1980), vertical integration is the combination of technologically distinct production, distribution, selling and or other economic processes within the confines of a single firm. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa suatu keadaan di mana sejak dari proses pemasok (input), produksi, industri, distribusi, penjualan atau proses marketing yang diperlukan untuk suatu produk tertentu dilakukan oleh satu perusahaan atau suatu grup perusahaan. Menurut Saptari (1992), ada beberapa keuntungan dari integrasi vertikal antara lain adalah :
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
1. Keuntungan karena adanya operasi gabungan yang bisa meningkatkan efisiensi, misalnya : -
Dapat mengurangi beberapa langkah dalam produksi
-
Mengurangi “handling cost”
-
Mengurangi biaya transport
-
Memanfaatkan “slack capacity” dari mesin
2. Keuntungan karena pengawasan internal dan koordinasi yang bisa diatur bersama, sehingga bisa dikurangi berbagai biaya, yaitu : -
Biaya Penjadwalan
-
Biaya koordinasi operasi
-
Biaya dalam penanggulangan keadaan bahaya
3. Keuntungan dalam informasi Dengan strategi operasi yang terintegrasi dapat dikurangi beberapa kebutuhan informasi tentang pasar, misalnya : -
Biaya untuk memonitor pasar
-
Biaya untuk meramal keadaan pemasok
-
Biaya untuk memperkirakan permintaan
-
Biaya untuk memperkirakan harga jual.
Dengan integrasi vertikal informasi-informasi tersebut dapat diterima lebih cepat dan lebih akurat. 4. Keuntungan dalam biaya transaksi di pasar
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
Dengan integrasi vertikal perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya yang biasanya harus dikeluarkan apabila penjualan produk melalui pasar, yaitu misalnya : -
Biaya penjualan
-
Biaya penelitian harga pasar
-
Biaya negosiasi di pasar
-
Biaya transaksi di pasar
5. Keuntungan karena kestabilan hubungan Baik ke industri hulu maupun ke hilir sama-sama sudah percaya akan kestabilan hubungan antar mereka, hal tersebut memungkinkan mengembangkan efisiensi, prosedur khusus dalam transaksi antar mereka sehingga tidak ada kekhawatiran saling menekan harga di antara mereka. Prosedur khusus dalam transaksi di antara mereka memungkinkan untuk mengembangkan : a. Sistem logistik khusus b. Pengepakan khusus c. Pemeliharaan arsip dan pengawasan khusus d. Pengaturan khusus mengenai kualitas, spesifikasi produk 6. Lebih menjamin penyediaan (supply) bahan baku Integrasi vertikal memberi kepastian penyediaan bahan baku dalam periode ketat sekalipun, atau memberi kepastian penjualan sekalipun dalam keadaan permintaan umum yang rendah. Sekalipun integrasi vertikal memberikan
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
kepastian, baik dalam hal penawaran dan maupun dalam permintaan, namun harga transfer antar unit yang tergabung dalam integrasi harus harga yang berlaku di pasar agar menjamin bahwa setiap unit dikelola dengan sehat. Dengan adanya kepastian tersebut, maka mereka yang terkait akan lebih mampu untuk membuat perencanaan yang baik dengan resiko adanya gangguan yang lebih rendah. Ketidakpastian yang lebih rendah tersebut akan lebih penting bagi industri yang padat modal. 7. Mengimbangi posisi tawar (bargaining power) dan biaya dari pemasok (input sector). Mengimbangi posisi tawar pemasok (input) dan pembeli melalui integrasi tidak hanya akan menekan biaya input atau meningkatkan harga jual, akan tetapi juga memungkinkan perusahaan bekerja lebih efisien dengan tidak melakukan transaksi dengan pemasok (input) atau pembeli yang mempunyai posisi tawar yang kuat. Dengan diketahuinya biaya sebenarnya dari pada input perusahaan bisa meningkatkan efisiensi dengan melakukan perubahan kombinasi input dalam proses produksi industri hilir 8. Mempertinggi kemampuan untuk melakukan diferensiasi, Dengan melakukan integrasi vertikal memungkinkan untuk melakukan kekhususan dalam pelayanan atau produk perusahaan sehingga berbeda dengan perusahaan serupa. Hal tersebut dilakukan misalnya dengan melakukan pengawasan yang lebih cermat melalui jalur distribusi internal. 9. Meninggikan rintangan bagi perusahaan baru
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
Dengan berbagai keuntungan yang diperoleh dari integrasi vertikal, maka dapat meninggikan rintangan bagi perusahaan baru yang ingin mendirikan usaha yang sama. Akibatnya strategi integrasi vertikal biasanya meningkatkan efisiensi perusahaan sehingga di samping menghasilkan harga pokok produk yang rendah (bersaing), juga meningkatkan kekuatan struktural bagi perusahaan. Pada akhirnya segala keuntungan tersebut harus bermuara pada peningkatan daya saing dan rentabilitas bagi perusahaan. Taper Integration Menurut Rothaermel (2013), salah satu alternatif vertical integration adalah melakukan taper integration, yaitu suatu strategi perusahaan yang melakukan vertical integration tetapi masih bergantung juga pada supplier (outsourcing). Bisa dikatakan bahwa taper integration adalah melakukan kombinasi pasokan bahan baku antara vertical integration dan outsourcing. fleksibilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan vertical integration merupakan alasan dipilihnya alternatif ini. 2.3. Outsourcing Definisi outsourcing menurut Greaver II (1999), adalah tindakan memindahkan beberapa aktivitas rutin internal perusahaan, termasuk dalam hal pengambilan keputusan kepada pihak lain yang diatur oleh kontrak perjanjian, menurut Garaventa & Tellefsen (2001) outsourcing adalah kontrak dengan pihak lain (di luar perusahaan) terhadap fungsi, tugas atau layanan organisasi dalam rangka mengurangi beban proses, memperoleh keahlian teknis maupun penghematan biaya, sedangkan menurut Elfing &
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
Baven (1994), Domberger (1998), outsourcing adalah aktivitas dimana supplier (pihak pemasok/vendor) menyediakan barang dan/ atau layanan kepada pihak buyer (pihak perusahaan) berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. McIvor (1997) menyatakan saat ini, perusahaan-perusahaan cenderung melakukan outsourcing fungsi dan kegiatan mereka untuk tujuan pengurangan biaya, konsentrasi pada kompetensi inti atau produksi massal, dan tindakan untuk fluktuasi permintaan. Menurut Griffin (2007), outsourcing juga merupakan alasan mengapa integrasi vertikal tidak lagi populer seperti dulu. Banyak perusahaan yang pernah memiliki lini pasokan raw material sendiri berubah pikiran dan kemudian melakukan outsourcing. Walaupun memiliki pemasok menjamin pasokan yang pasti dari raw material, kepemilikan ini juga berarti keharusan belajar mengelola bisnis pemasok yang biasanya agak berbeda dari bisnis pemilik. Sering kali, pemilik akhirnya mengorbankan terlalu banyak sumber daya untuk bisnis pasokan dan terlalu sedikit sumber daya untuk kompetensi intinya. Petunjuk praktisnya adalah bahwa keunggulan integrasi vertikal merupakan kelemahan outsourcing dan demikian pula sebaliknya, akan tetapi dalam banyak kasus, outsourcing sering menghemat waktu dan uang, meningkatkan efektivitas dalam bisnis inti dan menghasilkan lebih banyak keuntungan bagi pelanggan dan pemilik. Mencari jawaban atas pertanyaan, mengapa perusahaan lebih memilih melakukan outsource daripada memproduksi sendiri produk-produknya, sebuah survei
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
yang dilakukan oleh Madura (2007) atas para chief executive officer (CEO) dari 400 bisnis dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi menanyakan hal-hal yang menyebabkan mereka memilih melakukan outsource daripada memproduksi sendiri beberapa produknya (termasuk persediaan). Hasil survei tersebut dirangkum dalam gambar 2.1 berikut ini :
Mengalami kesulitan dalam menemukan… Untuk menghindari kepatuhan pada… Untuk menghindari tambahan investasi … Untuk menghemat beban tenaga kerja… Untuk tetap dapat fokus pada produk-… Produsen-produsen luar lebih efisien 0
10
20
30
40
50
60
70
Gambar 2.1: Hasil Survei Jeff Madura Sumber : Madura (2007: 524)
Tampak dari hasil survei tersebut, banyak perusahaan menyadari akan adanya fakta bahwa mereka dapat mengambil keuntungan dari melakukan spesialisasi pada hal-hal terbaik yang dapat mereka lakukan. Lalu perusahaan dapat mengandalkan diri pada perusahaan lain untuk persediaan atau suku cadang yang dibutuhkan dalam proses produksi yang ada. Sementara Chase & Jacobs (2011), menyajikan alasan mengapa perusahaan melakukan outsource dapat dilihat pada alasan-alasan berikut ini :
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
Financially Driven Reasons Improve return on assets by reducing inventory and selling unnecessary assets Generate cash by selling low-return entities Gain access to new markets, particularly in developing countries Reduce costs through a lower cost structure Turn fixed costs into variable costs Improvement Driven Reasons Improve quality and productivity Shorten cycle time Obtain expertise, skills, and technologies that are not otherwise available Improve risk management Improve credibility and image by associating with superior providers Organizationally Driven Reasons Improve effectiveness by focusing on what the firm does best Increase flexibility to meet changing demand for products and services Increase product and service value by improving response to customer needs
Gambar 2.2: Alasan melakukan outsource Sumber : Chase & Jacobs (2011 : 417)
Sebuah kerangka kerja yang bisa membantu menentukan pilihan terkait struktur hubungan pemasok apakah outsource atau vertical integration terlihat pada bagan-bagan berikut ini :
Coordination
Strategic Control
Intellectual Property
VERTICAL INTEGRATION (DO NOT OUTSOURCE) “Messy” interface; adjacent tasks involves high degree of mutual adaptation, exchange of implicit knowledge, and learning by doing, Requisite information is highly particular to the task Very high; significant investment in highly durable relationship specific assets needed for optimal execution of tasks. Investments cannot be recovered if relationship terminates: Co-location of specialized facilities Investment in brand equity Large proprietary learning curves Long term investment in specialized R&D programs Unclear or weak intellectual property protection Easy to imitate technology “Messy” interface between different technological components
ARM’S LENGTH RELATIONSHIP (OUTSOURCE) Standardized interface between adjacent tasks; requisite information is highly codified and standardized (prices, quantities, delivery schedules, etc.) Very low: assets applicable to business with a large number of other potential customers or suppliers.
Strong intellectual property protection Difficult to imitate technology “Clean” boundaries between different technological components
Gambar 2.3 : Struktur Hubungan Pemasok Sumber : Chase & Jacobs (2011 : 419)
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
2.4. Analytic Hierarchy Process (AHP) 2.4.1. Pengertian Analytic Hierarchy Process (AHP) Menurut Saaty (1993), analytic hierarchy process atau AHP merupakan suatu proses untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai. Metode ini dikembangkan oleh Thomas Saaty pada tahun 1970-an. Menurut Permadi (1992), AHP adalah salah satu bentuk model pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. Peralatan utama Analytic Hierarchy Process (AHP) memiliki sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya dan diatur menjadi suatu bentuk hirarki. Perbedaan mencolok antara model AHP dengan model pengambilan keputusan lainnya terletak pada jenis inputnya. Model-model yang sudah ada umumnya memakai input yang kuantitatif atau berasal dari data sekunder. Dengan demikian model tersebut hanya dapat mengolah hal-hal yang kuantitatif pula. Model AHP memakai persepsi manusia yang dianggap expert sebagai input utamanya. Expert disini adalah orang yang dianggap memahami dengan benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Karena menggunakan input yang kualitatif (persepsi manusia) maka model ini dapat mengolah juga hal-hal yang kualitatif disamping hal-hal yang kuantitatif. Dengan kata lain bahwa model AHP adalah suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif, mempertimbangkan hal-hal kuantitatif dan kualitatif sekaligus.
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
2.4.2. Kelebihan Analytic Hierarchy Process (AHP) Kelebihan AHP dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan lainnya adalah : 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekwensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada sub kriteria yang paling dalam 2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan 3. Memiliki fleksibilitas tinggi dalam pembuatan hirarki, sehingga bisa menangkap beberapa tujuan dan kriteria sekaligus dalam sebuah model. Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi obyektif dan multi-kriteria yang berdasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki.
2.4.3. Kelemahan Analytic Hierarchy Process (AHP) Selain kelebihan di atas, AHP juga memiliki kelemahan yaitu : 1. Ketergantungan model ini pada input berupa persepsi seorang expert, hasil yang diperoleh akan tidak ada artinya apabila si expert memberikan penilaian yang keliru. 2. Belum adanya kriteria yang jelas mengenai seorang expert, sehingga hal ini sering membuat keraguan apakah si expert sudah bisa dianggap pantas sebagai expert atau tidak dan apakah sudah mewakili dari kepentingan orang banyak atau tidak. Keraguan ini terjadi karena setiap manusia memiliki persepsi yang berbeda-beda.
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
2.4.4. Prosedur Analytic Hierarchy Process (AHP) Terdapat tiga prinsip utama dalam pemecahan masalah dalam AHP menurut Saaty (1993), yaitu: Decomposition, Comparative Judgement, dan Logical Consistency. Mawardisyana (2013), secara garis besar prosedur AHP meliputi tahapan sebagai berikut: 1) Dekomposisi masalah; 2) Penilaian/pembobotan untuk membandingkan elemen-elemen; 3) Penyusunan matriks dan uji konsistensi; 4) Penetapan prioritas pada masing-masing hirarki; 5) Sintesis dari prioritas; dan 6) Pengambilan/penetapan keputusan. Berikut uraian singkatnya.
Dekomposisi Masalah/Menyusun Hirarki Dekomposisi masalah adalah langkah dimana suatu tujuan (goal) yang telah ditetapkan selanjutnya diuraikan secara sistematis ke dalam struktur yang menyusun rangkaian sistem hingga tujuan dapat dicapai secara rasional. Dengan kata lain, suatu tujuan (goal) yang utuh, didekomposisi (dipecahkan) ke dalam unsur penyusunnya. Apabila unsur tersebut merupakan kriteria yang dipilih sebaiknya mencakup semua aspek penting terkait dengan tujuan yang ingin dicapai. Namun harus tetap dipertimbangkan agar kriteria yang dipilih benar-benar mempunyai makna bagi pengambilan keputusan dan tidak mempunyai makna atau pengertian yang sama, sehingga walaupun kriteria pilihan hanya sedikit namun mempunyai makna yang besar
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
terhadap tujuan yang ingin dicapai. Setelah kriteria ditetapkan, selanjutnya adalah menentukan alternatif atau pilihan penyelesaian masalah. Dan apabila digambarkan ke dalam bentuk bagan hirarki akan terlihat seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4: Bagan Hirarki Sumber: http://mawardisyana.blogspot.com
Hirarki utama (Hirarki I) adalah tujuan yang akan dicapai atau penyelesaian masalah yang dikaji. Hirarki kedua (Hirarki II) adalah kriteria, kriteria apa saja yang harus dipenuhi oleh semua alternatif (penyelesaian) agar layak untuk menjadi pilihan yang paling ideal, dan Hirarki III adalah alternatif atau pilihan penyelesaian masalah. Penetapan hirarki adalah sesuatu yang sangat relatif dan sangat bergantung dari persoalan yang dihadapi. Pada kasus-kasus yang lebih kompleks, bisa disusun beberapa hirarki (bukan hanya tiga), bergantung pada hasil dekomposisi yang telah dilakukan, seperti terlihat pada gambar 2.5. berikut.
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
Gambar 2.5: Dekomposisi Hirarki Sumber: http://mawardisyana.blogspot.com
Penilaian / Pembandingan Elemen Apabila proses dekomposisi telah selesai dan hirarki telah tersusun dengan baik. Selanjutnya dilakukan penilaian perbandingan berpasangan atau pembobotan pada tiaptiap hirarki berdasarkan tingkat kepentingan relatifnya. Pada contoh di atas, perbandingan dilakukan pada Hirarki III (antara alternatif), dan pada Hirarki II (antara kriteria). Penilaian atau pembobotan pada Hirarki III, dimaksudkan untuk membandingkan nilai atau karakter pilihan berdasarkan tiap kriteria yang ada. Misalnya antara pilihan 1 dan pilihan 2, pada kriteria 1, lebih penting pilihan 1, selanjutnya antara pilihan 1 dan pilihan 3, lebih penting pilihan 3 dan seterusnya hingga semua pilihan akan dibandingkan satu-persatu (secara berpasangan). Hasil dari penilaian adalah nilai/bobot yang merupakan karakter dari masing-masing alternatif.
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
Penilaian atau pembobotan pada Hierarki II, dimaksudkan untuk membandingkan nilai pada masing-masing kriteria guna mencapai tujuan. Sehingga nantinya akan diperoleh pembobotan tingkat kepentingan masing-masing kriteria untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Prosedur penilaian perbandingan berpasangan dalam AHP, mengacu pada skor penilaian yang telah dikembangkan oleh Saaty, sebagai berikut: Intensitas Pentingnya 1 3 5 7 9 2,4,6,8
Definisi Kedua elemen/alternatif sama pentingnya (equal) Elemen A sedikit lebih esensial dari elemen B (moderate) Elemen A lebih esensial dari elemen B (strong) Elemen A jeles lebih esensial dari elemen B (very strong) Elemen A mutlak lebih esensial dari elemen B (very strong) Nilai-nilai antara di antara dua perimbangan yang berdekatan
Gambar 2.6: Skor Penilaian AHP Sumber: http://mawardisyana.blogspot.com
Dalam pembobotan tingkat kepentingan atau penilaian perbandingan berpasangan ini berlaku hukum aksioma resiprokal, artinya apabila suatu elemen A dinilai lebih esensial (5) dibandingkan dengan elemen B, maka B lebih esensial 1/5 dibandingkan dengan elemen A. Apabila elemen A sama pentingnya dengan B maka masing-masing bernilai = 1. Dalam pengambilan data, misalnya dengan menggunakan kuesioner, prosedur perbandingan berganda dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner berupa matriks atau semantik difrensial.
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
Kriteria/ Alternatif 1 2 3 n
1
2
3
n
Gambar 2.7: Kuesioner Matrik Sumber: http://mawardisyana.blogspot.com
Banyaknya sel yang harus diisi adalah n(n-1)/2 karena matriks resiprokal elemen diagonalnya bernilai = 1, jadi tidak perlu disi. Pada contoh di atas 4(4-1)/2 = 6, jadi bagian yang putih saja yang diisi.
Gambar 2.8: Kuesioner semantik difrensial Sumber: http://mawardisyana.blogspot.com
Pada jenis kuesioner ini, kecenderungan pembobotan dilingkari/silang berdasarkan bobotnya, jika sisi kiri lebih penting dari sisi kanan maka angka yang dilingkari adalah 9-1 pada ruas kiri dan sebaliknya
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
Penyusunan Matriks dan Uji Konsistensi Apabila proses pembobotan atau “pengisian kuesioner” telah selesai, langkah selanjutnya adalah penyusunan matriks berpasangan untuk melakukan normalisasi bobot tingkat kepentingan pada tiap-tiap elemen pada hirarkinya masing-masing. Pada tahapan ini analisis dapat dilakukan secara manual ataupun dengan menggunakan program komputer seperti CDPlus atau Expert Choice.
Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan dilakukan dengan mengakumulasi nilai/ bobot keseluruhan yang merupakan nilai sensitivitas masing-masing elemen. 2.4.5. AHP Pada Penelitian Sebelumnya Menurut Minh (2011) dalam penelitiannya alasan penggunaan Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengembangkan sebuah hirarki make or buy model adalah : 1. Metode AHP memungkinkan untuk semua faktor dari masalah keputusan untuk dipertimbangkan dan terkait dalam struktur logis 2. Metode AHP tidak memerlukan pembuat keputusan untuk menentukan peringkat kuantitatif bobot untuk variabel langsung dengan metode lain seperti metode skoring dimana pengambil keputusan menilai nilai-nilai dan memberikan bobot numerik. AHP memungkinkan keputusan dapat dibuat secara lebih rinci. 3. AHP dapat digunakan dan dipahami dengan mudah oleh para pengambil keputusan, dan juga sangat fleksibel
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
Menurut Minh, (2011). Usulan AHP model tidak hanya digunakan pada perusahaan otomotif seperti hasil penelitiannya tetapi bisa juga bisa digunakan pada industri yang lainnya.
TESIS
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAKE ....
UDIN SETYAWAN