BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Inflamasi
pada
kornea
yang
dikenal
dengan
keratitis
dikarekteristikkan dengan adanya oedem kornea, infiltrasi selular dan kongesti siliar. Peradangan tersebut dapat terjadi pada semua lapisan kornea dan dapat melibatkan lebih dari satu lapisan. Klasifikasi keratitis ini sulit disebabkan dapat terjadi overlapping ataupun penemuan serentak yang dapat mengaburkan gambaran klinis. Pembagian keratitis secara morfologi dibagi ulcerative keratitis (corneal ulcer) dan non ulcerative keratitis. Ulcerative keratitis dapat dibedakan lagi berdasarkan lokasinya, jenis sekretnya, kedalamannya, keberadaan hypopion dan slough formation. Sedangkan yang non ulcerative dapat dibedakan menurut superficial keratitis dan deep keratitis. Adapun pembagian keratitis menurut etiologinya adalah meliputi keratitis
infektif, keratitis alergi,
keratitis tropik, keratitis yang berhubungan dengan penyakit kulit dan membrana mukosa, keratitis yang berhubungan dengan penyakit kolagen, keratitis traumatik dan keratitis idiopatik.(Pavan, 2008) Sebanyak 60% ulkus kornea disebabkan oleh Herpes Simplex di negara berkembang dan 10 juta orang diseluruh dunia memiliki penyakit Herpes yang mengenai mata. Penyebab keratitis
diantaranya bakteri,
jamur, virus dan protozoa. Selain itu penyebab lain adalah kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya, benda asing, reaksi alergi, dan
Universitas Sumatera Utara
penggunaan lensa kontak. Penyakit Herpes juga penyebab infeksi tersering yang menyebabkan kebutaan dinegara berkembang. Penyebab
terbanyak
dari
infeksi
keratitis
adalah
bakteri
diantaranya: 1. Organisme tersering :
Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Streptococcus pneumoniae, Strepcococcus spp lainnya, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacteriaceae (proteus, enterobacter, serratia) 2. Organisme
yang
jarang
:
Neisseria
spp,
Moraxella
spp,
Mycobacterium spp, Nocardia spp, Non-spore-forming anaerobes, Corynebacterium spp. (Skuta at al, 2008) Sedangkan penyebab keratitis pada jamur adalah: -
Yeast (genus candida) organisme yang berbentuk ovoid unisellular, yang berperan pada banyak kasus keratitis fungal pada iklim lembab.
-
Filamentous fungi ( genera Fusarium dan Aspergillus), organisme multiselular yang dapat berbentuk tubular yang dikenal sebagai hyfa sering dijumpai di iklim tropis.(Kanski, 2005) Keratitis juga dapat disebabkan oleh protozoa, diantaranya
Acanthamoeba spp, yang merupakan protozoa yang hidup bebas dimanamana. Sering ditemukan di tanah, air tawar dan air payau juga pada saluran nafas bagian atas. Berbentuk kista yang tegas. Pada kondisi lingkungan
yang
cocok
kista
berubah
menjadi
tropozoit
yang
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan berbagai enzim yang menyebabkan tropozoit mampu mempenetrasi dan merusakkan jaringan. Adapun patogenese dari keratitis ini diantaranya karena bakteri memiliki
multipel
mekanisme
dari
adherence.
Sebagai
contoh
Staphylococcus aureus terikat ke kolagen dan komponen lain dan mengekspos membrana Bowman dan stroma. Sedangkan Pseudomonas Aeruginosa dapat mengikat reseptor molekul yang terekspos pada saat terjadinya luka pada sel epitel. Perkembangbiakan bakteri khususnya berproliferasi kemudian dalam beberapa jam menginvasi kornea diantara lapisan stroma.(Skuta at al, 2008) Inflamasi kornea dimulai dengan produksi lokal sitokin dan kemokin yang memungkinkan untuk terjadinya diapedesis dan migrasi dari netrofil ke kornea ke sekeliling kornea dari pembuluh darah limbal. Beberapa mikroorganisme memproduksi protease yang mengganggu matriks ekstraselular. Enzym dilepaskan oleh neutrofil dan aktifasi dari matrik metalloprotein yang kemudian diperburuk oleh peradangan nekrosis. Dengan antimikroba kontrol dari replikasi bakteri, proses penyembuhan luka dimulai
yang diikuti oleh neovaskularisasi dan scarring. Tetapi
inflamasi yang progresif dapat menyebabkan perforasi kornea.(Skuta at al, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Gambaran klinis : 1. Gejala umum dari keratitis adalah sakit, fotofobia, pandangan kabur, dan cairan yang purulen ataupun mukopurulen 2. Sedangkan tanda keratitis yang kronik adalah : -
Kerusakan epitel yang bersamaan dengan infiltrasi yang luas
-
Oedema stroma, lipatan pada Membrana Bowman dan uveitis anterior
-
Kemosis dan pembengkakan kelopak mata pada kasus yang berat
-
Infiltrasi yang cepat dan progresif dengan hypopion yang meluas
-
Ulcerasi yang berat akan mengarah ke descemetocele dan perforasi, khususnya pada infeksi yang disebabkan Pseudomonas
-
Endoftalmitis jarang terjadi bila tidak didapati perforasi
-
Scarring, vaskularisasi dan opasifikasi
-
Perbaikan disebutkan biasanya bila didapati pengurangan oedem kelopak mata dan kemosis, juga bila berkurangnya kerusakan epitel dan penurunan densitas infiltrat. (Kanski, JJ, 2005)
3. Berkurangnya sensasi kornea juga berhubungan dengan penyakit herpes dan neurotropik keratopati. Sensasi juga dapat berkurang pada penyakit infeksi
permukaan mata yang kronik pada pemakai lensa
kontak. (Kanski, JJ, 2005) Rasa sakit yang cepat dikarenakan injeksi konjungtiva, fotofobia dan penurunan visus pada pasien-pasien ulkus kornea. Rata-rata kemajuan dari symptom ini tergantung dari virulensi dari organisme yang
Universitas Sumatera Utara
menginfeksi.
Pada
ulkus
kornea
yang
disebabkan
menunjukkan demarkasi epitel yang jelas
oleh
bakteri
dengan dense yang
mendasarinya, suppurative stromal inflammation memiliki tepi yang tidak jelas dan dikelilingi oleh stroma yang edema.(Skuta at al, 2008) Pseudomonas aeruginosa tipikalnya memproduksi stroma yang nekrosis dengan permukaan yang kasar dan diikuti oleh eksudat yang mukopurulen. Pada peradangan endothelial plaque ditandai dengan reaksi segmen anterior dan hypopion yang seringkali terjadi.(Skuta at al, 2008) Infeksi disebabkan oleh slow-growing, organisme
seperti mikobakteria
atau anaerob yang dapat menyebabkan infiltrat non suppuratif dan epitel yang tetap intak. Pada Infectious crystalline keratopathy sebagai contoh infeksi ini menunjukkan densely packed, berwarna keputihan, berbentuk kumpulan yang
bercabang-cabang
dari
organisme
pada
host
yang
tidak
menunjukkan reaksi inflamasi. Hal ini diyakini dapat terjadi jika koloni dari slow-growing organisme berkembang setelah implantasi midstromal di kornea
dengan
respon
inflamasi
yang
compromised.
Pemakaian
kortikosteroid, lensa kontak dan infeksi pada graft kornea dapat sebagai predisposisi infeksi ini. Infectious crystalline keratopathy telah dilaporkan sebagai penyebab infeksi bakteri terbanyak yang paling sering adalah alpha hemolytic streptococcus species.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan gambaran klinis pada infeksi fungi adalah : -
Sakit, perasaan berpasir, fotofobia, pandangan kabur dan terdapatnya discharge mukopurulen.
-
Tanda: Kandida
keratitis
:
infiltrasi
supuratif
yang
berwarna
putih
kekuningan dan berbentuk seperti leher kuda. Filamentous keratitis : terdapatnya stromal infiltrat yang berwarna abuabu atau putih kekuningan dengan batas tepi yang tidak jelas. Infiltrasi yang progresif, sering disertai lesi satelit. Infiltrat yang berbentuk cicin atupun bulu (feathery) yang dapat berkembang. Progresifitas yang cepat dan nekrosis disertai penipisan dapat terjadi. Penetrasi bisa terjadi walaupun Membrana Descemet intak dan kondisi ini dapat menyebabkan endoftalmitis.
Kerusakan epitel tidak invariabel dan
kadang defek kecil bisa didapati. Gambaran lain termasuk uveitis anterior, hypopion, plaq endothelial, peningkatan tekanan intra okuli, skleritis dan endoftalmitis. (Kanski, 2005), (Khurana, 2004) Gambaran klinis pada keratitis herpetic: Mata merah, perasaan tidak nyaman, fotofobia, mata berair dan pandangan kabur. -
Epitel yang bengkak dan berbentuk pungtata kasar atau berbentuk bintang
-
Dendritic ulcer , sering lokasinya di sentral.
Universitas Sumatera Utara
-
Peningkatan tekanan intra okuli dapat terjadi
-
Sensasi kornea berkurang.
-
Bila
terjadi penyembuhan epitel pungtata dapat persisten dan
menetap. Hal ini jangan disalah artikan dengan infeksi yang aktif. -
Terapi topikal steroid dapat memperluas ulkus yang berbentuk geografik atau berbentuk seperti amuba. (Gilmore, 2010), (Kunimoto, 2004)
Gejala dan tanda pada infeksi yang disebabkan oleh protozoa : -
Pandangan kabur dan sakit, yang bersifat berat dan tidak sesuai dengan gejala klinis.
-
Pada awal penyakit permukaan epiitel tidak beraturan dan berwarna keabu-abuan.
-
Epitel pseudodendritis yang bisa disalah artikan sebagai herpes simpleks.
-
Limbitis dengan difus atau infiltrasi fokal stroma anterior.
-
Perineural infiltrat yang terlihat selama 1-4 minggu yang merupakan tanda patognomonik.
-
Pembesaran yang berangsur-angsur dan penggabungan dari infiltrat ke bentuk ring abscess.
-
Skleritis dapat berkembang dan ini merupakan gejala yang aktif secara umum dibandingkan meluasnya infeksi.
-
Opasifikasi stromal yang lambat dan vaskularisasi.(Kanski, JJ, 2005)
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan 1. Corneal scrapping Tidak dianjurkan untuk infiltrat yang kecil khususnya tanpa kerusakan epitel dan jauh dari visual axis. Scrapping ini mungkin akan terlambat bila antibiotik telah diberikan sebelumnya. Dianjurkan untuk pemakaian anestesi yang tidak mengandung bahan pengawet (karena bahan pengawet akan membuat kuman yang dikultur kurang viabel). Secara rutin darah, coklat, dan Sabouraud agar adalah media yang permulaan dipakai, sampel dimasukkan ke inkubator sampai di kirim ke laboratorium. (Kanski,JJ, 2005) 2. Conjunctival swabs Mungkin bermanfaat untuk tambahan pada corneal scrapping , khususnya pada kasus-kasus yang berat karena kadang-kadang organism harus dikultur bila corneal scrape menunjukkan hasil yang negatif.(Kanski, 2005) 3. Pada kasus-kasus yang disebabkan lensa kontak, sebaiknya dilakukan kultur pada lensa kontak tersebut. 4. Pewarnaan Gram 5. Sensitivity test 6. Biopsi kornea Diindikasikan pada ketiadaan perbaikan klinis setelah 3-4 hari dan jika tidak ada pertumbuhan dari scrapping setelah seminggu. (Kanski, JJ, 2005)
Universitas Sumatera Utara
Pada saat ini tekhnik diagnosa berkembang, telah banyak tekhnik yang non invasif untuk mendiagnosa infeksi keratitis dan tekhnik molekular untuk mendiagnosis keratitis viral dan fungal. Secara klinis diagnosa ditegakkan dengan menggunakan slit lamp ataupun dengan pewarnaan fluorescence. Semua keratitis dapat dilakukan kultur.(Chaurasia, 2011)
Pentalaksanaan Terapi topikal dapat mencapai konsentrasi yang tinggi pada jaringan, dan pada pemberian awal harus mengandung antibiotik yang berspektrum luas agar dapat menutupi patogen. Permulaan tetesan dapat setiap jam selama 24-48 jam kemudian di tapering sesuai dengan perbaikan klinis.(Skuta at al, 2008) 1. Monoterapi antibiotik 2. Duoterapi antibiotik 3. Subconjunctival antibiotics.. 4. Midriatika 5. Steroid 6. Pada infeksi yang disebabkan jamur penatalaksanaan topikal harus diberikan awal setiap jam selama 48 jam dan dikurangi sesuai respon klinis. Karena banyak anti jamur hanya bersifat fungistatik, terapi harus dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 12 minggu.
Universitas Sumatera Utara
-
Kandida diterapi dengan amfoterisin B 0,15% atau econazole 1%, alternatif lain termasuk, natamycin 5%, fluconazole 2% dan clotrimazole 1%.
-
Infeksi filamen diberikan natamycin 5% atau econazole 1 %, alternatif lain amfoterisin B 0,15 % dan mikonazol 1 %.
7. Subconjunctival fluconazole digunakan dalam kasus berat. 8. Anti fungal sistemik diberikan pada kasus berat , saat lesi mendekati limbus atau jika disangkakan endoftalmitis. 9. Secara topikal diberikan acyclovir 3% ointment dan ganciclovir 0,15% gel. 10. Antiviral oral diindikasikan pada pasien yang immunodefisiensi dan juga pada pasien yang kurang toleransi pada pemberian topikal. 11. Topikal amubisid diberikan pada keratitis yang disebabkan oleh protozoa.
Komplikasi Ada beberapa komplikasi dari keratitis diantaranya : 1. Toxic Iridocyclitis Biasanya bersamaan dengan kasus ulkus kornea yang purulent yang terjadi disebabkan absorpsi toxin pada anterior chamber. 2. Secondary Glaucoma Terjadi oleh karena fibrin eksudat menutup sudut anterior chamber (inflammatory glaucoma)
Universitas Sumatera Utara
3. Descemetocele 4. Perforasi Ulkus Kornea Tekanan yang tiba-tiba yang disebabkan batuk, bersin, atau spasme muskulus orbikularis
dapat mengkonversi perforasi. Pada proses
perforasi ini rasa nyeri akan hilang mendadak. Tingkat terjadinya perforasi kornea meliputi : -
Iris prolaps
-
Subluksasi atau dislokasi uvea anterior dapat terjadi akibat dari penarikan atau rupture dari zonula
-
Katarak kapsular anterior, terjadi bila lensa berinteraksi dengan ulkus mengikuti perforasi pada area papillary.
-
Corneal fistula Ini terbentuk saat perforasi areal pupil yang tidak berhubungan dengan iris dan dibatasi oleh epithelium yang member jalan secara berulang. Disini terjadi kebocoran secara berkesinambungan melalui fistula.
-
Uveitis purulen, endophthalmitis ataupun pan endophthalmitis dapat berkembang oleh penyebaran infeksi intra okuler.
-
Intraokuler hemorhage, didapati dalam bentuk vitreus hemorhage ataupun expulsive choroidal yang terjadi pada beberapa pasien yang diakibatkan penurunan TIO secara tiba-tiba.
5. Corneal scar
Universitas Sumatera Utara
Disebabkan oleh penyembuhan ulkus. Corneal scar meninggalkan kerusakan penglihatan yang permanen dari kabur sampai buta total. Tergantung dari perjalanan klinis ulkus. (Gilmore, 2010), (Khurana, 2004)
Universitas Sumatera Utara