BAB II SISTEM KENDALI, DIAGRAM TANGGA & PLC
2.1
Sejarah Perkembangan Sistem Kendali dan Otomtisasi Industri Pada awalnya, proses kendali mesin-mesin dan berbagai peralatan di dunia
industri yang digerakkan oleh motor listrik masih menggunakan saklar-saklar biasa yang digerakkan secara manual oleh manusia, dalam hal ini operator pabrik. Seiring dengan berjalannya waktu sistem kendali manual ini dirasakan kurang handal dan menawarkan fleksibilitas yang sangat rendah, serta tidak efisien lagi. Hal ini lah yang melatarbelakangi para ahli dan praktisi industri secara bertahap dan terus menerus melakukan percobaan dan penelitian dalam rangka menciptakan suatu sistem yang dapat melakukan proses produksi secara lebih efisien, praktis dan otomatis. Tahap pertama pengendalian proses secara manual akhirnya mulai ditinggalkan dan digantikan dengan suatu sistem kendali yang memanfaatkan saklar elektromagnetik. Sistem inilah yang kemudian dikenal dengan sistem kendali konvensional. Saklar elektromagnetik, semisalnya kontaktor dan rele dapat dioperasikan hanya dengan memberikan catu daya listrik yang relatif rendah pada kumparan kerja saklar elektromagnetik tersebut. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dalam proses produksi dan manufaktur, menuntut perubahan sistem kendali yang semakin meningkat frekuensinya. Hal ini pula yang semakin mendorong perkembangan PLC, mengingat sistem kendali konvensional cukup sulit diubah. Selain itu sistem penelusuran kesalahan pada sistem kendali konvensional cenderung sulit mengingat banyaknya
6
kabel penghubung yang digunakan pada sistem tersebut. Sementara itu, sistem kendali yang menggunakan PLC sudah mengurangi penggunaan kabel sampai pada tingkat yang sangat kecil. PLC pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1960-an. Awalnya PLC dibuat untuk menggantikan sistem kendali yang masih menggunakan relai konvensional dan sekaligus mengurangi biaya perawatannya. Belford Associates mengusulkan MODICON (Modular Digital Controller) untuk perusahaan yang berada di Amerika. MODICON 084 merupakan PLC pertama yang digunakan pada produk yang bersifat komersial.
2.2
Sistem Kendali Konvensional Sistem kendali proses dalam dunia industri senantiasa berkembang seiring
dengan semakin meningkatnya jumlah produksi barang yang harus dihasilkan. Mesin-mesin yang digunakan untuk melakukan proses produksi, pada umumnya digerakkan oleh motor listrik. Pada awalnya pengendalian mesin-mesin industri yang digerakkan oleh motor listrik masih menggunakan saklar-saklar biasa yang dioperasikan secara langsung oleh tangan manusia, atau yang lebih dikenal dengan sistem manual. Kenyataannya, sistem manual kurang handal dan tidak fleksibel. Untuk itulah para ahli dan praktisi di dunia industri secara berkesinambungan melakukan percobaan dan riset dalam rangka menciptakan suatu sistem kendali yang dapat melaksanakan proses produksi dengan lebih efisien, praktis, dan otomatis. Seiring dengan berjalannya waktu, sistem manual mulai ditinggalakan dan selanjutnya digantikan
7
dengan sistem yang menggunakan rele. Pengoperasian peralatan yang membutuhkan daya listrik yang relatif lebih besar, dapat dilakukukan dengan mencatu daya listrik yang relatif rendah pada sebuah rele. Selanjutnya dengan kombinasi berbagai jenis rele, dapat dibentuk suatu sistem kendali yang melaksanakan suatu proses yang spesifik. Sistem inilah yang dikenal dengan sistem kendali konvensional.
2.3
Transduser dan Sensor Transduser adalah alat yang mengubah energi dari satu bentuk ke bentuk
yang lain. Transduser dapat dibagi menjadi dua kelas: transduser input dan transduser output. Transduser input-listrik mengubah energi non-listrik menjadi energi listrik. Transduser output-listrik bekerja pada urutan yang sebaliknya, yaitu merubah energi listrik menjadi energi non-listrik. Pada prinsipnya, sensor merupakan alat yang dimaksudkan untuk menggantikan indera yang dimiliki oleh makhluk hidup. Terdapat dua jenis sensor, yaitu sensor diskrit dan sensor analog. Sensor disktit digunakan untuk mendeteksi keberadaan suatu objek. Sementara itu, sensor analog berfungsi untuk mengukur magnitudo suatu besaran fisik yang bersifat analog, misalnya: suhu, tekanan, jarak, dsb. Dalam dunia industri penggunaan sensor sangat luas, sesuai dengan tuntutan kendali proses yang diperlukan.
2.4
Aktuator Aktuator didefenisikan sebagai alat yang mengubah energi listrik menjadi
energi mekanis. Aktuator yang sering dijumpai, dapat berupa relai, solenoid dan
8
motor. Dengan sistem kendali konvensional, aktuator sudah bisa dikendalikan sesuai dengan kebutuhan.
2.5
Rele Rele merupakan piranti yang sangat penting dalam sejarah perkembangan
sistem kendali di dunia industri. Prinsip kerja rele juga diterapkan secara luas dalam merancang diagram tangga pada suatu PLC. Atas dasar inilah maka prinsip kerja dari sebuah rele harus dipahami secara menyeluruh.
Gambar 2.1
Rele
merupakan
suatu
Bagian utama sebuah rele
saklar
yang
bekerja
berdasarkan
prinsip
elektromagnetik. Pada sebuah rele, terdapat dua elemen utama yang perlu dibedakan secara jelas. Elemen yang dimaksudkan adalah “koil” dan “kontak”. Koil merupakan elemen dimana catu daya diberikan, sedangkan kontak menyatakan hubungan
9
terminal pada rele dengan peralatan eksternal. Gambar 2.1 menggambarkan bagianbagian utama sebuah rele. Selanjutnya terdapat beberapa istilah penting lainnya pula menyangkut rele, yaitu: “energize”, “deenergize”, “normally open (NO)” dan “normally close (NC)”. Dua istilah yang pertama kali disebutkan, merujuk pada koil yang diberikan dan dilepaskan catu dayanya, secara berturut. Dua istilah yang terakhir disebutkan, merujuk pada status kontak dalam keadaan normalnya yang terbuka dan tertutup, secara berurutan. Status kontak pada sebuah rele ditentukan dari kondisi koil. Sesuai dengan namanya, kedua jenis kontak ini memiliki karakteristik yang saling berlawanan. Pada kondisi koil yang normal (tidak ada pemberian sumber energi listrik) maka kontak NC dalam keadaan tertutup sementara kontak NO dalam keadaan terbuka. Begitu sumber energi listrik diberikan pada koil sebuah rele, maka kontak NC yang tadinya tertutup akan menjadi terbuka, sementara kontak NO yang tadinya terbuka akan menutup. Hal ini akan terus berlangsung selama koil diberikan catu daya listrik. Dengan kata lain, kontak merupakan representasi dari saklar (elektrik) yang dipergunakan untuk keperluan penyambungan/pemutusan rangkaian. Koil Relai
Kontak NO
Kontak NC
Gambar 2.2
Simbol komponen utama sebuah rele 10
Koil merupakan kumparan yang berfungsi untuk menghasilkan medan magnet ketika diberikan sumber energi listrik. Tegangan untuk mencatu koil sebuah rele yang lazim digunakan adalah 220 VAC atau 24 VDC. Pada kontak jenis NO, pada saat koil rele belum dihubungkan ke catu daya, maka kontak NO akan terbuka; segera setah koil rele dihubungkan ke catu daya yang sesuai, maka arus yang mengalir pada koil akan membangkitkan medan magnet yang menyebabkan kontak NO berubah status, dari terbuka menjadi tertutup. Bila kontak NO tersebut dihubungkan ke peralatan eksternal maka peralatan eksternal akan diaktifkan.
Gambar 2.3
Plug-in relay
Pada aplikasi yang menggunakan rele konvensional, biasanya dikenal istilah “plug-in relay”, artinya rele yang bisa dipasang dengan menggunakan soket. Dengan adanya soket akan sangat memudahkan pemasangan berbagai jenis rele pada rangkaian yang sebenarnya. Selain itu penggantian unit rele yang mengalami kerusakan menjadi sangat gampang dan cepat, karena pada prinsipnya rangkaian rele sudah terhubung dengan rangkaian laiinya melalui perantaraan soket yang ada.
11
2.6
Time Delay Relay (Timer) Pada sebuah rele, segera setelah koil diberikan catu daya listrik maka status
kontak akan segera berubah pula. Pada sebuah time delay relay, atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan Timer, perubahan status kontak dapat ditunda sesuai dengan tundaan waktu yang diinginkan. Inilah perbedaan antara rele dengan sebuah timer. Timer digunakan pada aplikasi dimana suatu proses memerlukan tundaan waktu. Seperti halnya dengan rele, timer juga terdiri dari “koil” dan “kontak”, hanya saja status kontaknya bisa diatur untuk berubah dalam tundaan waktu yang diperlukan. Umumnya dikenal dua jenis timer, yaitu “on-delay timer” dan “off-delay timer”. Pada jenis yang pertama, status kontak akan berubah setelah tundaan waktu dari timer tercapai sejak koil mendapatkan sumber energi listrik. Pada jenis yang kedua, status kontak akan langsung berubah segera setelah koil mendapat sumber energi listrik, dan setelah tundaan waktu tercapai, maka status kontak akan berubah ke keadaan awal lagi.
Gambar 2.4
Timer
12
Selain kedua jenis timer tersebut, dikenal pula berbagai jenis timer yang sering digunakan untuk aplikasi sehari-hari. Salah satu jenis timer yang juga sering digunakan dalam berbagai aplikasi industri adalah timer pulsa. Waktu on/off pulsa juga bisa diatur sesuai dengan kebutuhan. Pada prinsipnya jenis timer yang lain merupakan kombinasi antara on-delay timer dan off-delay timer. Salah satu cara yang efektif untuk memahami prinsip kerja berbagai jenis timer adalah dengan menggunakan diagram pewaktuan (timing diagram) yang biasanya disertai untuk masing-masing jenis timer.
2.7
Pencacah (Counter) Sebuah pencacah memiliki prinsip kerja yang mirip dengan sebuah timer.
Perbedaannya hanya pada parameter yang menyebabkan status kontak berubah. Jika pada timer, tundaan waktu yang berperan menyebabkan status kontak berubah, lain halnya dengan sebuah pencacah. Status kontak sebuah pencacah akan berubah dipengaruhi oleh jumlah cacahan yang sudah ditentukan.
Gambar 2.5
Counter 13
Umumnya juga terdapat dua jenis counter, yaitu: “up counter” dan “down counter”. Pada jenis yang pertama, counter akan mulai menghitung naik dari nol dan status kontak akan berubah bila counter telah mencacah sampai nilai cacahan yang ditetapkan. Pada jenis kedua, counter akan mulai menghitung mundur dari nilai cacahan yang sudah ditetapkan dan status kontak akan berubah bila nilai cacahan mencapai nol.
2.8
Diagram Tangga Diagram tangga merupakan teknik pemrograman utama yang digunakan
pada PLC. Dalam perkembangannya, diagram tangga dirancang menyerupai logika rele pada sistem kendali konvensional. Sejauh ini diagram tangga masih digunakan secara luas untuk pemrograman PLC. Hal ini mungkin dikarenakan kemiripannya dengan sistem kendali konvensional.
H1
H3
X1
2
Gambar 2.6
H2
H4
X2
1
Rangkaian kendali dasar
Diagram tangga digunakan untuk menggambarkan rangkaian kendali dari suatu sistem otomatisasi industri. Umumnya penggambarannya diawali dengan menggambarkan transformator kendali. Gambar 2.6 menunjukkan suatu rangkaian kendali dasar. Dua buah garis vertikal yang disimbolkan dengna 1 dan 2 merupakan 14
dikenal dengan istilah rel daya. Beda potensial diantaranya adalah sama dengan tegangan sekunder dari transformator kendali. Selanjutnya komponen-komponen sistem kendali lainnya, misalnya: Push Button, koil rele, lampu indikator, dsb, digambarkan berada di antara rel 1 dan 2, sesuai dengan fungsi kendali yang diinginkan. Pada saat membahas diagram tangga sebagai salah satu teknik pemrograman yang digunakan pada PLC, hal penting yang perlu diingat adalah bahwa yang terjadi hanya simbolisasi saja. Hal ini dikarenakan pada pemanfaatan PLC yang sebenarnya, rangkaian untuk input dan output merupakan rangkaian yang terpisah satu sama lainnya. Hal ini tentu saja berbeda dengan rangkaian kendali konvensional, dimana antara input dan outputnya terhubung secara langsung dalam penerapannya. Untuk lebih
memperjelas
penggunaan
diagram
tangga
pada
rangkaian
kendali
konvensioanal, dapat diperhatikan pada Gambar 2.7.
H1
H3
X1
2 ON
3
Gambar 2.7
OFF
H2
H4
X2
4
1 LAMPU
Diagram tangga suatu sistem sederhana
15
2.9
Programmable Logic Controller (PLC) Programmable Logic Controller (PLC) merupakan suatu bentuk khusus alat
kendali berbasis mikroprosesor yang memanfaatkan memori yang dapat diprogram untuk menyimpan instruksi-instruksi dan untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi seperti
logika,
sekuensial,
pewaktuan,
pencacahan
dan
aritmetika
guna
mengendalikan mesin-mesin di dalam suatu sistem kendali proses. Dalam perkembangannya, kemampuan pemrosesan fungsi pada suatu PLC tidak hanya terbatas pada fungsi aritmetika saja. Pada PLC dengan teknologi yang canggih, pemrosesan PID maupun fungsi yang berbasis Fuzzy Logic juga sudah memungkinkan.
Gambar 2.8
Gambaran umum sebuah PLC
PLC sebenarnya merupakan suatu piranti berbasis mikroprosesor yang dikembangkan secara khusus untuk menjawab tantangan di dunia industri. Jika dibandingkan dengan microcontroller, PLC jauh lebih mudah digunakan dan sudah 16
dikenal secara umum oleh berbagai kalangan di dunia industri. Sebagai salah satu peralatan kendali yang dapat diprogram, PLC mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan alat kendali konvensional, yaitu: 1. fleksibel dalam penggunaan; 2. sistem deteksi dan koreksi lebih mudah dan cepat; 3. untuk sistem yang kompleks, investasinya lebih murah; 4. memungkinkan sistem pemantauan yang handal dan terintegrasi; 5. memiliki kecepatan operasi yang sangat baik; 6. implementasi proyek lebih cepat, sederhana dan mudah dalam penggunaannya, begitu juga dengan modifikasinya bila diperlukan; 7. proses dokumentasinya lebih mudah. Dalam aplikasinya di dunia industri, terdapat beberapa kendala yang mungkin dijumpai pada sistem yang menggunakan PLC, diantranya adalah: 1. Masa transisi dari sistem kendali konvensional menjadi sistem kendali PLC. Hal ini dikarenakan pada implementasi sistem PLC, dibutuhkan keahlian dasar pengoperasian komputer untuk melaksanakan fungsi pemrograman yang menggantikan sistem kendali konvensional; 2. Terdapat berbagai jenis PLC yang beredar di pasaran, yang tidak sama satu sama lainnya (dari segi fungsi maupun teknik pemrogramannya). Oleh karena itu penyesuaian dengan sistem kendali yang akan dirancang sangat diperlukan; 3. Teknologi PLC masih terus mengalami perkembangan dan inovasi, sehingga update informasi secara berkala sangat dibutuhkan untuk menjamin kekinian piranti PLC yang digunakan;
17
4. Mengingat bahwa PLC merupakan piranti yang bersifat elektronik, maka terdapat batasan noise yang bisa ditoleransi oleh piranti PLC. Untuk itulah lokasi pemasangannya juga menjadi salah satu pertimbangan yang wajib diperhatikan dengan seksama, sehingga piranti PLC yang terpasang bisa berfungsi secara benar. Secara umum PLC diklasifikasikan menjadi dua jenis utama, yaitu: jenis compact dan modular. Pada PLC jenis compact, seluruh bagian vital sebuah PLC sudah tercakup di dalamnya (processor, memori, modul input/output, dan bahkan modul catu daya), namun jumlah I/O maupun memorinya terbatas. Sementara itu pada PLC jenis modular, komponen dasar sebuah PLC merupakan bagian yang terpisah satu sama lainnya dan penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Pada umumnya, PLC jenis modular memiliki opsi untuk penambahan jumlah I/O maupun memori. Penggunaan PLC jenis compact terbatas untuk sistem yang sederhana, sedangkan penggunaan PLC jenis modular dikhususkan untuk sistem yang lebih kompleks serta menuntut kehandalan tinggi serta kemungkinan perubahan yang signifikan.
2.10
Operasi pada PLC PLC bekerja dengan cara melakukan program scanning. Secara umum satu
siklus scanning meliputi 3 tahapan utama yaitu: (i) memeriksa status masukan; (ii) melakukan eksekusi program; dan (iii) memperbaharui status keluaran. 2.10.1 Memeriksa status masukan
18
Pada tahapan ini, PLC akan memerikasa seluruh keadaan masukan yang berasal dari piranti eksternal, seperti: saklar tekan, sensor, dsb. Hasil pemeriksaan status input ini kemudian akan disimpan di dalam memori PLC 2.10.2 Melakukan eksekusi program Pada prinsipnya eksekusi program ditentukan oleh status masukan. Status masukan merupakan syarat wajib untuk memastikan bahwa suatu bagian program perlu dieksekusi. 2.10.3 memperbaharui status keluaran Hasil dari eksekusi suatu program kemudian akan menentukan perubahan status keluaran dari elemen yang terpasang pada rangkaian keluaran PLC. Setelah itu proses scanning program akan kembali memeriksa status masukan. Dalam operasi suatu PLC, juga dikenal istilah waktu respons. Waktu respons dapat digambarkan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh suatu PLC untuk bisa mengakibatkan terjadinya suatu output.
2.11
Bagian Utama PLC Secara umum, bagian utama suatu PLC adalah sebagai berikut: prosesor,
catu daya, memori, modul input dan output, serta perangkat pemrograman. 2.11.1 Prosesor Unit prosesor atau lebih populer dengan sebutan central processing unit (CPU) adalah unit yang berisi mikroprosesor yang menginterpretasikan sinyal-sinyal input dan melaksanakan tindakan-tindakan pengendalian, sesuai dengan program
19
yang tersimpan di dalam memori. CPU selanjutnya mengkomunikasikan keputusankeputusan yang diambil sebagai sinyal-sinyal kendali ke antar-muka output. 2.11.2 Catu daya Unit catu daya diperlukan untuk mengkonversikan tegangan bolak-balik sumber menjadi tegangan rendah searah (0/5 VDC) yang dibutuhkan oleh prosesor dan rangkaian-rangkaian di dalam modul-modul input dan output; 2.11.3 Memori Unit memori adalah lokasi penyimpanan program yang digunakan untuk melaksanakan tindakan-tindakan pengendalian oleh mikroprosesor. Pada suatu PLC terdapat beberapa elemen memori yang bisa dijumpai, yaitu: 1. Read-only memory (ROM) sistem yang menyediakan fasilitas penyimpanan permanen untuk sistem operasi dan data permanen yang digunakan oleh CPU. 2. Random-access memory (RAM) untuk program yang dihasilkan oleh pengguna. Selain itu juga ada RAM yang dialokasikan untuk data. Memori ini merupakan tempat penyimpanan informasi mengenai status perangkatperangkat input dan output, serta nilai-nilai timer, pencacah maupun perangkat eksternal lannya. Sebagian dari memori ini, yaitu blok alamat, diperuntukkan bagi alamat-alamat input dan output dan juga status untuk masing-masing input dan output yang bersangkutan. Sebagian lainnya disisihkan untuk menyimpan data yang telah ditetapkan sebelumnya (preset value) dan sisanya untuk menyimpan nilai-nilai timer, counter, dsb. 3. Sebagai pilihan, dapat pula disertakan suatu modul ekstra erasable and programmable read-only memory (EPROM), yaitu ROM-ROM yang dapat
20
diprogram dan setelah itu program tersebut secara permanen tersimpan di dalamnya. 2.11.4 Input dan Output Bagian input dan output adalah antar-muka di mana prosesor menerima informasi dari dan mengkomunikasikan informasi kendali ke perangkat-perangkat eksternal. Sinyal-sinyal input dapat berasal dari berbagai jenis saklar maupun sensor. Sedangkan sinyal-sinyal output bisa jadi diberikan pada kumparan magnetik kontaktor, katub solenoid, dsb. Perangkat-perangkat input dan output dapat dikagegorikan menjadi perangkat-perangkat yang menghasilkan sinyal-sinyal digital maupun analog. 2.11.5 Perangkat Pemrograman Perangkat pemrograman dipergunakan untuk memasukkan program yang dibutuhkan ke dalam memori PLC. Perangkat pemrograman bisa berupa komputer yang di dalamnya terdapat support software PLC yang bersesuaian. Setelah program yang dibutuhkan selesai dirancang, maka program tersebut dapat ditransfer ke PLC melalui kabel koneksi ke saluran komunikasi PLC. Jenis port yang sering digunakan adalah port serial dengan spesifikasi yang beragam.
2.12
Sistem Pengkodean PLC Selama ini kita menggunakan sistem bilangan desimal dalam melakukan
perhitungan maupun pengkodean dalam aplikasi sehari-hari. Ketika berhubungan dengan PLC, pengetahuan tentang berbagai sistem bilangan lainnya sangat bermanfaat mengingat pengkodean PLC bisa saja menggunakan sistem bilangan
21
selain sistem bilangan Desimal. Tabel 2.1 menunjukkan perbandingan/perbedaan sistem bilangan satu sama lainnya Tabel 2.1
Perbandingan sistem bilangan
Desimal
Oktal
Heksadesimal
Biner
0
0
0
0
1
1
1
1
2
2
2
10
3
3
3
11
4
4
4
100
5
5
5
101
6
6
6
110
7
7
7
111
8
10
8
1000
9
11
9
1001
10
12
A
1010
11
13
B
1011
12
14
C
1100
13
15
D
1101
14
16
E
1110
15
17
F
1111
22