BAB II PENGATURAN PERJANJIAN KREDIT OLEH LEMBAGA PERBANKAN DI INDONESIA
A. Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia 1. Pengertian kredit Kata kredit secara etymologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata redere yang berarti kepercayaan, sedangkan dari bahasa Romawi kata kredit merupakan credere artinya kepercayaan. 31 Dalam arti luas, kredit dapat diartikan sebagai pinjaman yang didasarkan pada komponen-komponen kepercayaan, risiko, dan pertukaran ekonomi dimasa mendatang. 32 Kegiatan perbankan utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan dana. Salah satu kegiatan utama itu adalah bentuk kredit kepada masyarakat khususnya para pengusaha yang memerlukan dana untuk investasi, modal kerja maupun konsumsi. Pemberian kredit adalah salah satu kegiatan usaha yang sah bagi bank. Landasan hukum yang pokok untuk kegiatan kredit perbankan di Indonesia pada saat ini adalah UU Perbankan. Pengertian kredit pada Pasal 1 angka (11) UU Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jika dihubungkan dengan 31
Suharno, Op. Cit., hlm.1. O.P. Simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersial (Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1998), hlm. 91. 32
18 Universitas Sumatera Utara
19
bank maka berarti bank selaku kreditur percaya menanamkan sejumlah uang kepada nasabah atau debitur, karena adanya rasa percaya oleh pihak bank bahwa nasabah atau kreditur tersebut mampu melunasi pinjamannya dalam jangka waktu yang ditentukan. Muhamad Djumhana menyebutkan mengenai kredit perbankan sebagai ruang lingkup dari kredit sebagai kegiatan perbankan tidaklah semata-mata berupa kegiatan peminjaman kepada nasabah, melainkan sangatlah kompleks karena menyangkut keterkaitan unsur-unsur yang cukup banyak diantaranya meliputi: sumber-sumber dana kredit, alokasi dana, organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan perkreditan, dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan kredit serta penyelesaian kredit bermasalah. 33 Menurut Munir Fuadi, kredit berarti kepercayaan. Kata kredit sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu “creditus” yang berarti to trust. Dengan demikian sungguh pun kata kredit sudah berkembang ke mana-mana, tetapi dalam tahap apapun dan kemanapun arah perkembangannya, dalam setiap kata “kredit” tetap mengandung unsur “kepercayaan”. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan. 34 Sedangkan menurut O.P. Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, sehingga transaksi kredit yang menyangkut uang merupakan alat kredit . Kredit
33
Jonker Sihombing, Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah (Bandung: PT. Alumni, 2009), hlm. 47. 34 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer (Bandung: Citra Aditya Bakti 1996), hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
20
berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen, kepercayaan, risiko, dan pertukaran ekonomi dimasa-masa mendatang. 35 Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dalam konsep kredit selalu terkandung unsur-unsur esensial, yaitu: 36 a. Kepercayaan Yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan diperjanjikan pada waktu tertentu. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap pemohon kredit, bnak yakni kredit yang akan diberikan itu dapat dikembalikan sesuai dengan persyaratan yang akan disepakati bersama. b. Agunan Setiap kredit yang akan diberikan selalu disertai agunan yang berfungsi sebagau jaminan bahwa kredit yang akan diterima oleh calon debitor pasti akan dilunasi dan ini meningkatkan kepercayaa pihak bank. c. Jangka waktu Adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana. Pengembalian kredit didasarkan pada jangka waktu antara tertentu yang layak, setelah jangka waktu berakhir kredit dilunasi. 35
O.P Simorangkir, Kredit Perbankan Di Indonesia (Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 2005), hlm. 2. 36 Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 236.
Universitas Sumatera Utara
21
d. Risiko Yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan jaminan dan agunan. e. Bunga bank Setiap pemberian kredit selalu disertai imbalan jasa berupa bunga yang wajib dibayar oleh calon debitur, dan ini merupakan keuntungan yang diterima oleh bank. f. Kesepakatan Semua persyaratan pemberian kredit dan prosedur pemngembalian kredit serta akibat hukumnya adalah hasil kesepakatan dan dituangkan dalam akta perjanjian yang disebut kontrak kredit. Dapat dipastikan dalam kredit di dunia perbankan akan terkandung unsurunsur kredit sebagaimana telah diuraikan di atas. 2. Jenis- jenis kredit Beragam jenis kegiatan usaha mengakibatkan beragam pula kebutuhan akan kebutuhan jenis kreditnya. Dalam praktiknya kredit yang ada di masyarakat terdiri dari beberapa jenis, begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada masyarakat. Jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank dan dilihat dari berbagai segi adalah 37:
37
Kasmir, Op. Cit., hlm. 76.
Universitas Sumatera Utara
22
a. Dilihat dari segi jaminan Maksudnya adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus dilindungi dengan suatu barang atau surat-surat berharga minimal senilai kredit yang diberikan. Jenis kredit dilihat dari segi jaminan adalah : 1) Kredit dengan jaminan, merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. 2) Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan. b. Dilihat dari segi tujuan kredit Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaian suatu kredit, apakah bertujuan untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan pribadi. Jenis kredit dilihat dari segi tujuannya adalah : 1) Kredit produktif , kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. 2) Kredit konsumtif, merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha.
Universitas Sumatera Utara
23
3) Kredit perdagangan, merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. c. Dilihat dari segi kegunaan Maksud dari jenis kredit dilihat dari segi kegunaannya adalah untuk melihat penggunaan uang tersebut apakah untuk digunakan dalam kegiatan atau hanya kegiatan tambahan. Jika ditinjau dari segi kegunaan terdapat dua jenis yaitu 1) Kredit investasi, yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru di mana masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan. 2) Kredit modal kerja, merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. 3. Prinsip-prinsip pemberian kredit Peluncuran kredit oleh suatu bank mestilah dilakukan dengan berpegangan pada beberapa prinsip, yaitu sebagai berikut: 38 a. Prinsip kepercayaan
38
Munir Fuady, Op. Cit., hlm 21.
Universitas Sumatera Utara
24
Sesuai dengan asal kata kredit yang berarti kepercayaan, maka setiap pemberian kredit sebenarnya mestilah selalu dibarengi oleh kepercayaan. Yakni kepercayaan dari kreditur akan bermanfaatnya kredit bagi debitur sekaigus kepercayaan oleh kreditur bahwa debitur dapat membayar kembali kreditnya. Tentunya untuk bisa memenuhi unsur kepercayaan ini oleh kreditur mestilah dilihat apakah calon debitur memenuhi berbagai kriteria yang biasanya diberlakukan terhadap pemberian suatu kredit. Karena itu timbul prinsip lain yang disebut prinsip kehati-hatian. b. Prinsip kehati-hatian Prinsip kehati-hatian (prudent) ini adalah salah satu konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Disamping pula sebagai perwujudan dari prinsip prudent banking dari seluruh kegiatan perbankan. Untuk mewujudkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit ini, maka berbagai usaha pengawasan dilakukan, baik oleh bank itu sendiri (internal) maupun oleh pihak luar (eksternal). Disamping itu juga dengan tujuan penegakan prinsip kehati-hatian ini, regulasi tentang perbankan diperketat. Sehingga akhirnya dunia perbankan merupakan salah satu bidang yang sangat heavily regulated. Demikian juga dengan keharusan adanya jaminan hutang dalam setiap pemberian kredit sebenarnya juga mempunyai tujuan agar kredit diluncurkan secara hatihati, sehingga ada jaminan bahwa kredit yang bersangkutan akan dibayar kembali oleh pihak debitur.
Universitas Sumatera Utara
25
Berdasarkan penjelasan Pasal 8 UU Perbankan, yang mesti dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur, yang kemudian terkenal dengan sebutan “the five C of credit analysis” atau prinsip 5 C. 39 Ada beberapa prinsip-prinsip penilaian kredit dengan analisis 5 C terdiri atas 40 : a. Character, adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini adalah calon debitur. Tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan kepada Bank, bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benarbenar dapat dipercaya. b. Capacity, untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit
dihubungkan
dengan
kemampuan
mengelola
bisnis
serta
kemampuan mencari laba. c. Capital, dimana untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank. d. Collateral, merupakam jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. e. Condition, dalam menilai kredit hendaknya dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk dimasa yang akan datang sesuai sektor masingmasing. 39
Ibid., 248. Kasmir, Op. Cit., hlm. 92.
40
Universitas Sumatera Utara
26
Selain prinsip 5 C di atas, bank dalam memberikan kredit juga menerapkan apa yang dinamakan dengan prinsip 5P sebagai berikut 41 : a. Party (para pihak) Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. b. Purpose (tujuan) Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak kreditur. Harus dilihatapakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang c. Payment (pembayaran) Harus pula diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon debitur cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian diharapkan bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar kembali oleh debitur yang bersangkutan. d. Profitability (perolehan laba) Untuk perolehan laba oleh debitur tidak kurang pula pentingnya dalam suatu pemberian kredit. Untuk itu, kreditur harus pula berantisipasi apakah laba yang akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kembali kredit, cash flow, dan sebagainya. e. Protection (perlindungan)
41
Munir Fuady, Op. Cit., hlm 24-26.
Universitas Sumatera Utara
27
Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan, atau jaminan dari holding, atau jaminan pribadi pemilik perusahaan penitng diperlukan. Di samping menggunakan prinsip pemberian kredit di atas, bank dalam memberikan kredit juga menggunakan prinsip 3R, yaitu: 42 a. Returns (hasil yang diperoleh) Yakni yang merupakan hasil yang akan diperoleh oleh debitur, dalam hal inni ketika kredit telah dimanfaatkan nanti mestilah dapat diantisipasi oleh calon kreditur. Artinya perolehan tersebut mencukupi untuk membayar kembali kredit beserta bunga, ongkos-ongkos, disamping membayar keperluan perusahaan yang lain seperti untuk cash flow, kredit lain jika ada dan sebagainya. b. Repayment (pembayaran kembali) Kemampuan
membayar
dari
pihak
debitur
tentu
saja
harus
dipertimbangkan. Kemampuan bayar tersebut macth dengan schedule pembayaran kembali dari kredit yang akan diberikan itu merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. c. Risk bearing ability (kemampuan menganggung risiko) Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah sejauhmana terdapatnya kemampuann debitur unntuk menanggung resiko. Misalnya dalam hal-hal di luar antisipasi kedua belah pihak. Terutama jika dapat menyebabkan timbulnya kredit macet. Untuk itu harus diperhitungkan apakah misalnya
42
Ibid., hlm. 25-27.
Universitas Sumatera Utara
28
jaminan dan/atau asuransi barang atau kredit sudah cukup aman untuk menutupi risiko tersebut. 4. Pelaksanaan pemberian kredit Menurut Pasal 8 UU Perbankan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya yang berupa pemberian kredit, bank antara lain: a. wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan (Pasal 8 ayat (1)); b. memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 8 ayat (2)); Pemberian kredit oleh suatu bank dengan bank lain tidak jauh berbeda, kalaupun ada perbedaan hanya terletak pada persyaratan dan ukuran penilaian yang ditetapkan oleh bank dengan pertimbangan masing-masing dengan tetap memperhitungkan umur persaingan dan kompetisi. 43 Ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit oleh perbankan terdiri dari 9 (sembilan) persyaratan sebagai berikut: 44 a. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan konsultan yang terkait. b. Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha, misalnya akta perusahaan, NPWP, SIUP dan lain-lain. c. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 (lima belas) tahun dan masa tenggang waktu (grace period) maksimum 4 tahun. 43
Hermansyah, Op. Cit., hlm. 68. Ibid, hlm. 61-62.
44
Universitas Sumatera Utara
29
d. Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan aguanan tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan melibatkan pejabat penilai (appraiser) independen untuk menentukan nilai agunan. e. Maksimum pembiayaan bank adalah 65 % (enam pulh lima persen) dan self financing adalah sebesar 35 % (tiga puluh lima persen). f. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi proyek, dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen untuk menentukan progress proyek. g. Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro. h. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cash flow yang disusun berdasarkan analisis dalam feasibility study. i. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang debitur untuk memperoleh kredit adalah sebagai berikut: 45 a. Pengajuan permohonan atau aplikasi kredit Untuk memperoleh krdit dari bank, maka tahap pertama yang dilakukan untuk mengajukan permohonan atau peplikasi kredit kepada bank yang bersangkutan. Permohonan atau aplikasi kredit tersebut harus dilampiri dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. b. Penelitian berkas kredit
45
Ibid., hlm. 68-70.
Universitas Sumatera Utara
30
Setelah permohonan atau aplikasi kredit tersebut diterima oleh bank, maka bank akan melakukan penelitian secara mendalam dan mendetail terhadap berkas aplikasi kredit yang diajukan. Apabila dari hasil yang dilakukan itu, bank berpendapat bahwa berkas aplikasi tersebut telah lengkap dan memenuhi syarat, maka bank akan melakukan tahap selanjutnya yaitu penilaian kelayakan kredit. Adapun apabila ternyata berkas aplikasi kredit yang diajukan tersebut belum lengkap dan belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka bank akan meminta kepada pemohon krdit untuk melengkapinya. c. Penilaian kelayakan kredit (studi kelayakan kredit) Dalam tahap penilaian kelayakan kredit banyak aspek yang akan dinilai, yaitu: 1) Aspek hukum. Yang dimaksud dengan aspek hukum adalah penilaian terhadap keaslian dan keabsahan dokumen-dokumen yang diajukan oleh pemohon kredit. 2) Aspek pasar dan pemasaran. Dalam aspek ini yang akan dinilai adalah prospek usaha yang akan dijalankan oleh pemohon kredit untuk masa sekarang dan masa mendatang. 3) Aspek keuangan. Dalam aspek ini yang dinilai dengan menggunakan anaslisi keuangan adalah aspek keuangan perusahaan yang dilihat dari laporan keuangan yang termuat dalam neraca dan laporan ganti rugi yang dilampirkan dalam aplikasi kredit.
Universitas Sumatera Utara
31
4) Aspek teknis. Aspek teknis merupakan penilian mengenai lokasi tempat usaha, kondisi gedung, beserta sarana dan prasarana pendukung lainnya. 5) Aspek manajemen. Penilaian terhadap aspek manajemen ini adalah untuk menilai pengalaman dari perusahaan yang memohon kredit dalam mengelola kegaitan usahanya, termasuk sumber daya manusia yang mendukung kegiatan usaha tersebut. 6) Aspek sosial ekonomi. Untuk melakukan penilaian terhadap dampak dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan yang memohon kredit khusunya bagi masyarakat baik secara ekonomis maupun social. 7) Aspek AMDAL. Penilaian terhadap aspek AMDAL ini sangat penting karena merupakan salah satu persyaratan pokok untuk dapat beroperasinya suatu perusahaan. Oleh karena kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan pasti mempunyai dampak terhadap lingkungan baik darat, air, dan udara.
B. Pengaturan Perjanjian Kredit Perbankan di Indonesia Perjanjian kredit adalah salah satu bentuk perjanjian yang ada di dalam dunia usaha, yang menimbulkan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. Di dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata) disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Untuk sahnya suatu perjanjian kredit sebagaimana untuk sahnya suatu perjanjian seperti
Universitas Sumatera Utara
32
yang diisyratkan oleh Pasal 1320 KUH Perdata harus dipenuhi, dan hal tersebut berlaku pula untuk perjanjian kredit. Adapun syarat sahnya perjanjian antara lain: 46 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Perjanjian kredit bank tidak identik dengan perjanjian pinjam meminjam uang sebagaimana yang dimaksud dalam KUH Perdata. Perjanjian kredit bank adalah perjanjian tidak bernama (onbenumde overeentskomst) sebab tidak terdapat ketentuan khusus yang mengaturnya, baik di dalam KUH Perdata maupun dalam UU Perbankan. Dasar hukumnya dilandaskan kepada persetujuan atau kesepakatan antara bank dan calon debiturnya sesuai dengan asas kebebasan berkontrak. 47 Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo). Dengan demikian perjanjian ini mendahului perjanjian utangpiutang (perjanjian pinjam-mengganti). Perjanjian utang-piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit. 48 Ada beberapa perbedaan yang lain antara perjanjian kredit dan perjanjian hutang piutang, yaitu terletak pada sifat perjanjian tersebut. Perjanjian kredit bersifat konsensuil sedangkan perjanjian hutang piutang bersifat riil. Riil berarti
46
Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 263. Ibid., hlm. 264. 48 Budi Untung, Op. Cit., hlm. 29. 47
Universitas Sumatera Utara
33
bahwa perjanjian baru ada setelah uang yang dipinjamkan dalam perjanjian kredit diserahkan secara nyata pada debitur. 49 Perjanjian kredit merupakan salah satu perjanjian di dalam transaksi bisnis yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yang seimbang antara para pihak, melainkan perjanjian itu dibuat oleh salah satu pihak dengan cara menyiapkan syrat-syarat baku pada formulir perjanjian yang sudah hamper tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lain untuk bernegosiasi atas syarat-syarat tersebut. Perjanjian inilah yang disebut sebagai perjanjian baku atau perjanjian standar. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausulaklausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dalam tranksaksi perbankan adalah bank yang bersangkutan) dan pihak lain (dalam transaksi perbankan adalah nasabah bank tersebut) pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. 50 Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit merupakan perjanjian baku atau perjanjian standar. Calon debitur hanya diminta diminta pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat yang tersebut dalam formulir yang diberikan atau tidak. 51 Apabila calon debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka debitur berkewajiban untuk menandatanganin perjanjian kredit tersbut, akan tetapi jika calon debitur menolak, maka ia tidak perlu menandatangani perjanjian kredit tersebut.
49
Ibid., hlm. 30. Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia (Jakarta: Bankir Indonesia,1993), hlm. 3. 51 Johannes Ibrahim, Cross Default dan Cross Colateral sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah (Bandung: Refika Aditama, 2004), hlm. 30. 50
Universitas Sumatera Utara
34
Pemberian istilah perjanjian kredit tidak tegas dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan hanya disebutkan bahwa dalam pemberian kredit disertai dengan suatu perjanjian tanpa dibahas lebih lanjut mengenai perjanjian kredit. Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan menginstrusikan agar bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan disebutkan pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain : 1. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam perjanjian tertulis. 2. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesungguhan nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, aguanan dan prospek usaha dari nasabah debitur. 3. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdarkan prinsip syariah. 4. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. 5. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur atau pihakpihak terafiliasi. 6. Penyelesaian sengketa. Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan debitur sehingga harus merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan
Universitas Sumatera Utara
35
debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemekian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit. Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis akta yang dibuat sebagai alat bukti. Dalam praktik bank ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu: 52 1. Perjanjian kredit di bawah tangan Perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standar (standard form) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan. 2. Perjanjian kredit notariil atau akta otentik Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris, namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh bank kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberikan lebih dari satu kreditur atau lebih dari satu bank).
52
Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 100.
Universitas Sumatera Utara
36
Menurut Gatot Wardoyo, perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu: 53 1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan. 2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur. 3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. Selain uraian di atas, Sutarno juga memberikan beberapa pendapat mengenai fungsi perjanjian kredit, yakni: 54 1. Perjanjian kredit sebagai alat bukti kreditur dan debitur yang membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara bank sebagai kreditur dan debitur. 2. Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau saran pemantauan atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit. 3. Perjanjian kredit merupakan perjanjian kredit yang menjadi dasar dari perjnajian pengikutnya yaitu perjanjian pengikatan jaminan. 4. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya hutang debitur, artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kedudukan eksekutorial atau memberikan kekuasaan langsung kepada bank atau kreditur 53 54
Budi Untung, Op. Cit., hlm. 43. Sutarno, Op. Cit., hlm. 129.
Universitas Sumatera Utara
37
untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu melunasi hutangnya (wanprestasi). Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara pihak bank dengan pihak nasabah. Dengan melihat perjanjiannya, maka sebenarnya perjanjian kredit merupakan perjanjian yang tergolong dalam jenis perjanjian pengganti. Meskipun adanya, namun perjanjian kredit tetap merupakan perjanjian khusus karena di dalamnya terdapat adanya kekhususan, dimana pihak kreditur adalah pihak bank sedangkan objek perjanjian berupa uang. 55 1. Pihak bank Sesuai dengan Pasal 5 UU Perbankan, bank terbagi dalam dua jenis yaitu: a. Bank umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan/atau
berdasarkan
prinsip
syariah
yang
dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Pihak nasabah Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namum memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan. Di dalam UU Perbankan dimuat tentang jenis 55
Gatot Suparmono, Perbankan dan Permasalahan Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis (Jakarta: Djambatab, 1996), hlm. 62.
Universitas Sumatera Utara
38
dan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2, yakni: 56 a. Nasabah penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. b. Nasabah debitur, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Dari praktik-praktik perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah: a. Nasabah deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain. b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah dan sebagainya. c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank. Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri untuk transaksi semacam ini biasanya importer membuka letter of credit (L/C) pada suatu bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran. Dalam kedudukannya sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum nasabah terbagi atas dua, yaitu: 57 a. Orang
56
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 32-
33. 57
Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia (Bandung: Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 24-27.
Universitas Sumatera Utara
39
Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank terbagi menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan/atau jasa diperuntukkan orang yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk transfer dan lain sebagainya. b. Badan hukum Nasabah berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan (corporate law).
C. Sengketa Hukum dalam Perjanjian Kredit Perbankan 1. Permasalahan hukum dalam perjanjian kredit perbankan Ekonomi suatu negara seharusnya merupakan suatu paduan yang efisien dan suportif diantara kegiatan-kegiatan sektor riil. Saat ini dapat dikatakan bahwa penyediaan berbagai jasa keuangan (perbankan) merupakan sektor yang strictly well regulated. Hal ini terjadi karena perbankan menyangkut kepentingan jumlah orang banyak. Situasi di Indonesia adalah suatu hal yang cukup memberi gambaran bahwa perbankan merupakan sektor yang sangat diatur. Lebih lanjut Budi Untung menyebutkan bahwa meskipun perbankan merupakan sektor yang
Universitas Sumatera Utara
40
strictly well regulated, tetapi kredit macet masih dapat terjadi diantaranya dapat disebabkan karena : 58 a. kesalahan appraisal; b. membiayai proyek dari pemilik/terafiliasi; c. membiayai proyek yang direkomendasi oleh kekuatan tertentu; d. dampak makro ekonomi/ unforecasted variabel; e. kenakalan nasabah. Sedangkan Siswanto Sutojo mengatakan bahwa kredit bermasalah dapat timbul selain karena sebab-sebab dari pihak kreditur, sebagian besar kredit bermasalah timbul karena hal-hal yang terjadi pada pihak debitur, antara lain : 59 a. Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/ atau bidang usaha dimana mereka beroperasi. b. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani. c. Problem
keluarga,
misalnya
perceraian,
kematian,
sakit
yang
berkepanjangan atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur. d. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain. e. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius. f. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam.
58
Budi Untung, Op. Cit., h1m. 21. Siswanto Sutojo, The Management of Commercial Bank (Jakarta: Damar Mulia Pustaka 2007), hlm. 171-172. 59
Universitas Sumatera Utara
41
g. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan untuk tidak akan mengembalikan kredit). Sebagian besar kredit bermasalah tidak muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya kasus kredit bermasalah merupakan satu proses, yang diibaratkan api dalam sekam. Banyak gejala tidak menguntungkan yang menjurus kepada kasus kredit bermasalah, sebenarnya telah bermunculan jauh sebelum kasus itu sendiri timbul di permukaan. Bilamana gejala tersebut dapat dideteksi dengan tepat dan ditangani secara professional sedini mungkin, ada harapan kredit yang bersangkutan dapat ditolong. Sebaliknya bilamana api yang membara dalam sekam itu tidak dideteksi atau dibiarkan saja, transaksi kredit akan berakhir dengan bencana, terutama bagi pihak kreditur. Gejala-gejala yang muncul sebagai tanda akan terjadinya kredit bermasalah adalah : 60 a. penyimpangan dari berbagai ketentuan dalam perjanjian kredit; b. penurunan kondisi keuangan perusahaan; c. frekuensi pergantian pimpinan dan tenaga inti; d. penyajian bahan masukan secara tidak benar; e. menurunnya sikap kooperatif debitur; f. penurunan nilai jaminan yang disediakan; g. problem keuangan atau pribadi. Mengingat kredit yang diberikan oleh kreditur mengandung risiko, maka pemberian kredit dilandasi atas kemampuan, kesanggupan dan itikad baik dari kreditur untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
60
Ibid., hlm. 173.
Universitas Sumatera Utara
42
Dalam rangka memperoleh keyakinan tersebut, bank sebagai kreditur perlu melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha nasabah debitur. Akan tetapi pada kenyataannya, harapan kredit yang diberikan kepada debitur berjalan lancar tidak selamanya dapat terwujud mengingat kredit yang diberikan tetap mengandung risiko kegagalan dan kemacetan dalam pengembaliaanya. Prestasi merupakan isi dari perikatan. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka ia dikatakan wanprestasi (kelalaian). Wanprestasi dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1243 KUH Perdata dapat terjadi karena tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak dengan semestinya, menjalankan hal yang yang dijanjikan akan tetapi terlambat melaksanakannya, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Sehingga dapat dikatakan wanprestasi seorang debitur dapat berupa, sama sekali tidak memenuhi prestasi, tidak tunai memenuhi prestasi, terlambat memenuhi prestasi, keliru memenuhi prestasi. 61 Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian. 62 Jika dihubungkan dengan kredit macet, ada tiga macam perbuatan yang digolongkan dengan wanprestasi, yaitu meliputi: 63
61
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian (Jakarta: Putra Abidin, 1999), hlm. 18. Nindyo Pramono, Hukum Komersial (Jakarta: Pusat Penerbian UT, 2003), hlm. 21. 63 Gatot Suparmono, Op. Cit., hlm. 131. 62
Universitas Sumatera Utara
43
a. Debitur sama sekali tidak membayar angsuran kredit dan atau beserta bunganya. b. Debitur membayar sebagian angsuran kredit dan/atau beserta bunganya. Pembayaran angsuran kredit tidak dipersoalkan apakah debitur telah membayar sebagian kecil atau sebagian besar angsuran. Walaupun debitur kurang membayar satu kali angsuran tetap tergolong kreditnya sebagai kredit macet. c. Debitur membayar lunas kredit dan/atau beserta bunganya setelah jangka waktu yang diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk debitur membayar lunas setelah perpanjangan jangka waku kredit yang telah disetujui kreditur atas permohonan debitur. Kredit bermasalah dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari sudut eksternal maupun internal. Faktor terjadinya kredit bermasalah yang bersifat internal pada umumnya berkaitan dengan pihak analisis kurang teliti sehingga apa yang seharusnnya terjadi tidak dapat diprediksi sebelumnya atau mungkin salah dalam melakukan perhitungan. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kualitas kredit atau yang menyebabkan kredit bermsalah adalah keadaan perekenomian tidak mendukung perkembangan usaha namun di satu sisi debitur mempunyai kemauan atau itikad untuk membayar akan tetapi di sisi lain ada pula debitur yang tidak mempunyai kemauan atau itikad untuk tidak membayar. Menurut Pasal 1267 KUH Perdata, maka pihak yang ingkar janji atau wanprestasi dapat dibebani untuk memenuhi perjanjian atau dibatalkannya
Universitas Sumatera Utara
44
perjanjian disertai dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga. Ini juga dapat diartikan bahwa pihak yang ingkar janji dapat hanya dibebani kewajiban ganti kerugian saja atau pemenuhan perjanjian dengan ganti rugi saja. Apabila terjadi wanprestasi, maka kreditur dapat memilih antara tuntutantuntutan sebagai berikut: a. pemenuhan perjanjian; b. pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi; c. ganti rugi; d. pembatalan perjanjian; e. pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi. 2. Penyelesaian hukum dalam perjanjian kredit perbankan Langkah pertama yang harus segera diambil setelah bank mendeteksi adanya gejala kredit bermasalah adalah menentukan seberapa besar masalah yang sedang dihadapi debitur. Hal itu diperlukan karena cara penanganan selanjutnya akan oleh tingkat besar kecilnya masalah tadi. Selain ditentukan oleh besar kecilnya masalah yang dihadapi oleh debitur, cara bank menangani kredit bermasalah juga dipengaruhi oleh: 64 a. Jumlah dana milik debitur yang diharapkan dapat dipergunakan untuk mengembalikan kredit; b. Jumlah kredit yang dipinjam debitur dari kreditur lain; c. Status dan nilai jaminan yang telah terikat; maupun d. Sikap debitur dalam menghadapi bank.
64
Siswanto Sutojo, Op. Cit., hlm. 178.
Universitas Sumatera Utara
45
Menurut Siswanto Sutojo dalam menyelesaikan kredit bermasalah dapat dilakukan melalui : 65 a. Organisasi intern bank. Yang menjadi pertimbangan bank membentuk tim khusus untuk menangani kredit bermasalah adalah sebagai berikut: 1) Waktu yang dibutuhkan untuk menangani kredit bermasalah. 2) Obyektifitas penangan. 3) Pengalaman dan keahlian yang diperlukan, jumlah saldo kredit tertunggak dan tingkat beratnya masalah yang dihadapi. b. Penanganan kredit bermasalah melalui proses pengadilan dan di luar proses pengadilan. Bank menangani penyelesaian kredit bermasalah melalui proses pengadilan dilakukan antara lain bilamana bank mendapat bukti ada unsur penipuan atau kesengajaan di pihak debitur, atau apabila proses penyelesaian di luar pengadilan tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Sedangkan penanganan penyelesaian kredit bermasalah di luar proses pengadilan dilakukan bank apabila mereka masih mempunyai harapan dalam satu masa tertentu (dengan bimbingan bank) debitur mampu mengumpulkan dana untuk melunasi kredit dan bunga tertunggak. Adapun yang lazim dilakukan bank dalam negosiasi kredit bermasalah adalah melalui : 66 1) Penjadwalan kembali pembayaran kredit (rescheduling)
65
Ibid., hlm. 181. Kasmir, Op. Cit., hlm. 241.
66
Universitas Sumatera Utara
46
Apabila
bank
merasa
perlu
mengadakan
perpanjangan
masa
pembayaran kembali yang kedua dan seterusnya (yang disertai syarat perjanjian lebih ketat). Hal tersebut hanya dapat diberikan apabila bank yakin bahwa kondisi keuangan debitur telah menjadi lebih baik dari masa sebelumnya. 2) Peninjauan kembali isi perjanjian kredit (reconditioning) Baik
sebagian
maupun
seluruhnya
dilakukan
seiring
dengan
keputusanbank menjadwalkan kembali pembayaran kredit. Tujuan utama dari peninjauan kembali isi perjanjian kredit adalah memperkuat kedudukan bank dalam ikatan perjanjian dengan debitur. 3) Penataan kembali (reorganization and recapitalization). Dalam rangka penataan kembali operasi bisnis dan memperkuat kondsi keuangan perusahaan debitur, diperlukan rekapitalisasi yang dapat berbentuk memasukkan modal saham baru atau mengkonversi saldo kredit berikut bunga tertunggak menjadi saham. Isi perjanjian yang dapatditinjau kembali adalah : a) jumlah angsuran; b) jadwal pembayaran angsuran; c) affirmative convenants; yang memuat kesanggupan pihak pimpinan perusahaan melakukan sesuatu hal demi kepentingan kreditur. Halhal yang biasa dimasukan dalam affirmative convenants antara lain adalah kesanggupan perusahaan debitur untuk menyerahkan daftar keuangan perusahaan, sesuai dengan jadwal yang ditentukan,
Universitas Sumatera Utara
47
kewajiban perusahaan debitur untuk memelihara tingkat likuiditas keuangan, kesanggupan perusahaan debitur untuk melaporkan perubahan susunan atau personalia dewan komisaris dan/atau dewan direksi. d) negative convenants; yang memuat kesanggupan debitur untuk tidakmelakukan sesuatu hal selama masa perjanjian kredit, kecuali bilamana memberitahuka dan mendapat persetujuan dari kreditur terlebih dahulu. e) restrictive clauses; isi restrictive clauses hampir sama dengan negative convenants yaitu mewajibkan debitur selama masa berlakunya perjanjian kredit, tidak melakukan tindakan tertentu, perbedaannya hanya terletak pada tingkat pembatasannya. Pada negative convenants kesanggupan debitur bersifat mutlak, yaitu tidak boleh melakukan sesuatu hal tanpa persetujuan kreditur terlebih dahulu. f) even of defaults; yang dimaksud even of defaults adalah hal-hal yang bilamana terjadi atau syarat tertentu yang bilamana tidak dipenuhi, menyebabkan debiturnya dinyatakan tidak memenuhi janji, sehingga secara otomatis bank dapat menyatakan bahwa perjajian kredit batal. Akibatya debitur wajib secepatnya membayar kembali saldo kredit yang masih terhutang. Klausula ini diadakan dengan tujuan melindungi bank dari bahaya terseret pada persoalan kredit bermasalah secara berlarut-larut.
Universitas Sumatera Utara
48
c. Penangan kredit bermasalah dengan jalan penagihan. Selain dengan cara-cara seperti di atas, bank juga dapat melakukan penyelesain kredit bermasalah dengan cara melakukan penagihan. Penagihan dapat dilakukan baik oleh pihak bank sendiri maupun melalui jasa pihak ketiga. Untuk melakukan penagihan, bank harus mengirimkan surat tagihan resmi kepada debitur yang didalamnya mencantumkan batas waktu terakhir pelunasan tunggakan kredit. d. Penyelesaian kredit macet melalui PUPN dan BUPLN (Sekarang KPKNL). Jika kredit bermasalah sudah dapat digolongkan sebagai kredit macet, maka untuk bank-bank milik negara di Indonesia dapat menyerahkan penyelesaian kredit macet kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Sekarang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). e. Penyelesaian kredit bermasalah melalui jasa pengacara. Jalan ini dapat pula ditempuh oleh sebuah bank, hanya penyelesaian melalui jasa pengacara akan membutuhkan biaya yang relatif lebih besar karena harus membayar feenya, oleh karena itu sebelum memutuskan untuk menggunakan jasa pengacara, pihak bank harus membandingkan dulu jumlah kredit tertunggak dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan kemudian bagi pengacara.
Universitas Sumatera Utara