16
BAB II PEMBAHASAN
A.
KAJIAN TEORITIK I. POLISI a. Pengertian Polisi
Kata Polisi berasal dari kata Yunani yaitu Politea. Kata ini pada mulanya dipergunakan untuk menyebut orang yang menjadi warga negara dari kota Athena, kemudian pengertian itu berkembang menjadi kota dan dipakai untuk menyebut semua usaha kota. Oleh karena pada jaman itu kota-kota merupakan negara yang berdiri sendiri, yang disebut juga Polis, maka Politea atau Polis diartikan sebagai semua usaha dan kegiatan negara, juga termasuk kegiatan Keagamaan.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata Polisi adalah suatu badan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar hukum), merupakan suatu anggota badan pemerintahan (pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban).2 Menurut Satjipto Raharjo, polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan pengayoman, dan
1
Andi Munwarman, Sejarah Singkat POLRI. http://www. Hukum Online.com/hg/narasi/ 2004/04/21/nrs,20040421-01, id. html. Dikunjungi pada tanggal 12 April 2014 pukul 20.00. 2 Poerwagarnminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 1989, h. 320.
17
memberikan perlindungan kepada masayarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pasal ayat 1 dijelaskan bahwa kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Fungsi Polisi Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi POLRI adalah: “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.3 Dalam
menjalankan fungsi sebagai aparat penegakan hukum, polisi
wajib memahami azas-azas hukum yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas, yaitu sebagai berikut :
Asas legalitas, dalam melaksanakan
tugasnya sebagai penegak
hukum wajib tunduk pada hukum.
Asas kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam menangani permasalahan masyarakat yang bersifat diskresi, karena belum diatur dalam hukum.
3
Indonesia
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Rapublik
18
Asas
partisipasi,
dalam
rangka
mengamankan
lingkungan
masyarakat polisi mengkoordinasikan pengamanan Swakarsa untuk mewujudkan ketaatan hukum di kalangan masyarakat.
Asas preventif, selalu mengedepankan tindakan pencegahan daripada penindakan (represif) kepada masyarakat.
Asas subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih besar sebelum ditangani oleh instansi yang membidangi.4
c.
Tugas Dan Wewenang Polisi Tugas dan wewenang POLRI diatur dalam Bab III Pasal 13 dan Pasal 14
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,5 Pasal 13 : “Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
menegakkan hukum; dan
memberikan
perlindungan,
pengayoman,
dan
pelayanan
kepada
masyarakat Pasal 14 : “Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas” :
4
Bisri Ilham, Sistem Hukum Indonesia , Penerbit Grafindo Persada, Jakarta, 1998,
h. 32. 5
Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia
19
a) Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan,dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b) Menyelenggarakan segala
kegiatan dalam menjamin
keamanan,
ketertiban,dan kelancaran lalu lintas di jalan; c) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran
hukum
masyarakat
serta
ketaatan
warga
masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang- undangan; e) Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; f) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap
semua
pidana
dan peraturan
sesuai
dengan
hukum
acara
pidana
tindak
perundang- undangan lainnya; h) Menyelenggarakan identifikasi
kepolisian, kedokteran
laboratorium forensik dan psikologi
kepolisian,
kepolisian untuk kepentingan
tugas kepolisian; i) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
20
j) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; k)
Memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat
sesuai
dengan
kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; l) Melaksanakan tugas lain
sesuai dengan
peraturan perundang-
undangan.
d. Tugas Dan Fungsi Polisi Di Bidang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Tugas polisi lalu lintas dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu : 1. Operatif
;
a) Memeriksa kecelakaan lalu lintas, Polisi lalu lintas adalah petugas yang paling ideal dalam pendataan laka lantas. Menangani perkara sejak awal kejadian terjadinya peristiwa kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian di mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan benda lain dan menyebabkan kerusakan bahkan dapat mengakibatkan luka-luka atau kematian bagi manusia. Polisi dalam melakukan tugasnya untuk melakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan kecelakaan lalu lintas dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga nantinya data yang dihasilkan adalah data yang valid mengenai kasus kecelakaan tersebut.
21
b) Mengatur lalu lintas, Polisi lalu lintas memiliki tugas untuk menertibkan pengguna jalan raya dan bertugas untuk mengatur lalu lintas agar lancar dan ketertiban di jalan raya tetap terkendali. c) Menegakkan Hukum lalu lintas, Penegakkan hukum di bidang lalu lintas angkutan jalan (LLAJ) merupakan
proses
dilakukannya
upaya
untuk
tegaknya
atau
berfungsinya norma-norma hukum di bidang LLAJ secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Dalam upaya mendorong masyarakat mengikuti ketentuanketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang LLAJ tersebut,
ketentuan-ketentuan
sanksi
pidana
kepada
masyarakat/pengguna jalan yang melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini polisi memiliki tugas dalam penegakkan hukum lalu lintas sebagai upaya menegakan norma hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan. 2. Administratif ; a) Mengeluarkan Surat, Dalam hal ini polisi mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat. Dalam hal ini mengeluarkan Surat Izin Mengemudi, mengeluarkan Surat Tanda
22
Kendaraan Bermotor dan membuat statistik/grafik dan pengumpulan semua data yang berhubungan dengan lalu lintas.6 Fungsi Kepolisian Bidang Lalu Lintas dilaksanakan dengan melakukan kegiatankegiatan yang meliputi: Penegakan hukum lalu lintas (Police Traffic Law Enforcement),
1)
yang dapat bersifat preventif yaitu pengaturan, penjagaan dan patroli lalu lintas. Upaya preventif ini merupakan tindak lanjut dari upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya pelanggaran
lalu
moral/norma-norma
lintas
misalnya
yang baik
dengan
sehingga
menanamkan
norma-norma
nilai
tersebut
terinternalisasi dalam diri seseorang (upaya pre-emtif). Dalam upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya pelanggaran. Misalnya banyak anak di bawah umur di Kota Salatiga yang akan mengendarai kendaraan ke sekolah namun karena razia diadakan setiap pagi maka anak-anak sekolah yang akan mengendarai kendaraan bermotor tidak jadi membawa kendaraannya ke sekolah. Jadi dalam upaya preventif kesempatan ditutup. Penegakan lalu lintas yang bersifat represif yaitu penindakan hukum terhadap para pelanggar lalu lintas dan penyidikan kecelakaan lalu lintas. Upaya represif yang dilakukan oleh pihak kepolisian merupakan upaya yang dilakukan ketika pelanggar lalu lintas telah melakukan pelanggaran lalu lintas. Misalnya ketika razia kendaraan roda dua 6
http://ml.scribd.com/doc/58869746/8/Tugas-polisi-Lalu-lintas. Dikunjungi pada tanggal
12 Mei 2014 Pukul 22.40
23
terdapat anak di bawah umur yang mengemudikan kendaraan tanpa memiliki kelengkapan SIM maka anak di bawah umur tersebut dikenakan sanksi. 2) Pendidikan masyarakat tentang lalu lintas (Police Traffic Education) atau yang sering disebut dengan Dikmas Lantas adalah segala upaya kegiatan yang meliputi segala usaha untuk menumbuhkan pengertian, dukungan dan keikutsertaan masyarakat aktif dalam usaha menciptakan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Dilaksanakan juga untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap lalu lintas serta memberikan pemahaman terhadap bagaimana cara berkendara yang baik dan benar sebagai pengguna jalan, karena dalam masyarakat modern lalu lintas merupakan faktor utama pendukung produktivitasnya. Dan dalam lalu lintas banyak masalah atau gangguan yang dapat menghambat seperti kecelakaan lalu lintas. Oleh karena itu peran polisi lalu lintas dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat selaku pengguna jalan untuk mencegah terjadinya pelanggaran lalu lintas.7 Penulis berpendapat bahwa pemahaman yang diberikan kepada masyarakat ini kiranya lebih dioptimalkan agar masyarakat lebih memahami bagaimana cara bukan hanya untuk tidak melakukan pelanggaran lalu lintas namun dapat membatu kepolisian lalu lintas dalam menegakan aturan itu dengan tidak membiarkan anak yang belum cukup umur untuk mengendarai kendaraan bermotor.
7
http://arham44gusdiar.wordpress.com/2012/10/13/peran-dikmas-lantas-untuk-
mencegah-terjadinya-pelanggaran-lalu-lintas/, dikunjungi pada tanggal 13 Juni Pukul 23.51
24
3)
Enginering lalu
lintas (Police Traffic Enginering) Registrasi dan
identifikasi pengemudi serta kendaraan bermotor.8 Keteknikan Lantas meliputi : -
Penelitian
terhadap
penyebab
kecelakaan,
kemacetan,
dan
pelanggaran lalu lintas yang menyangkut kondisi pengemudi, kendaraan dan jalan. -
Pengawasan dan Penerangan terhadap pemasangan rambu-rambu lalu lintas, alat-alat pengatur lalu lintas, marka jalan dan penentuan tempat parkir.
Registrasi, meliputi pemeriksaan pengetahuan dan kemampuan calon pengemudi
kendaraan
bermotor,
penyelanggaraan
perizinan
mengemudi
kendaraan bermotor, penyelenggaraan registrasi kendaraan bermotor dan pengumpulan pengelolaan data lalu lintas.
e.
Pengertian Diskresi Kepolisian Diskresi merupakan kewenangan polisi untuk mengambil keputusan atau
memilih berbagai tindakan dalam menyelesaikan masalah pelanggaran hukum atau perkara pidana yang ditanganinya. Diskresi dalam Black Law Dictionary berasal dari bahasa Belanda “Discretionair” yang berarti kebijaksanaan dalam halnya memutuskan sesuatu tindakan berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan,
8
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Akademi Kepolisian, Fungsi
Teknis Lalu Lintas, Penerbit Kompetensi Utama, Semarang, 2009, h. 14.
25
undang-undang atau hukum yang berlaku tetapi atas dasar kebijaksanaan, pertimbangan atau keadilan. Dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan “untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.” Pasal ini merupakan aturan mengenai tindakan lain yang dapat dilakukan oleh anggota kepolisian tetapi bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum. Pengertian tindakan diskresi kepolisian dapat dibedakan menjadi dua yaitu tindakan diskresi yang dilakukan oleh petugas kepolisian secara individu dalam mengambil keputusan dan tindakan diskresi yang berdasar petunjuk atau keputusan atasan atau pimpinannya.9 Polisi diberi kewenangan dalam rangka penegakkan hukum yang mempunyai fungsi menegakkan hukum di bidang yudisial, tugas preventif maupun represif. Dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan “untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.”
9
http://hukum onlinesiboro.blogspot.com/2011/09/diskresi-kepolisian-dalam
perspektif.html dikunjungi pada tanggal 16 Juli 2014 pukul 12.04 WIB
26
II.
PENGERTIAN LALU LINTAS DAN PELANGGARAN
Lalu lintas merupakan proses di jalan raya. Jalan raya adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan bersama dalam masayarakat. Adanya jalan raya merupakan salah satu kebutuhan yang cukup mendasar bagi manusia dan sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. Oleh karena itu manusia dalam berlalu lintas mempunyai hasrat mempergunakan jalan raya secara teratur dan tentram. Dengan demikian, maka penegak hukum berfungsi menegakkan keadilan di jalan.10 Pelanggaran berasal dari kata langgar yang berarti bertubrukan, bertumbukan,
serang-menyerang,
dan
bertentangan.
Pelanggaran
artinya
perbuatan (perkara) melanggar artinya tindak pidana yang lebih ringan daripada kejahatan.11 A.S. Alam dan Amir IIyas menyebutkan bahwa Pelangaran merupakan pasal-pasal yang disebut didalam buku III KUHP. Ancaman hukumannya biasanya hukuman denda saja. Contohnya yang banyak terjadi misalnya pada pelanggaran lalu lintas. Suatu tindakan dinyatakan telah melanggar apabila hakikatnya dari perbuatan itu menimbulkan adanya sifat melawan hukum dan telah ada aturan dan atau telah ada undang-undang yang mengaturnya. Walaupun perbuatan itu telah meninggalkan sifat yang melawan hukum namun belum dapat dinyatakan sebagai suatu bentuk pelanggaran sebelum diatur dalam perundang-undangan. Pelanggaran lalu lintas merupakan perbuatan atau tindakan seseorang yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan lalu 10 11
Soerjono Soekanto, Polisi dan Lalu Lintas, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1990, h.4 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustka, Jakarta, 2002, h.634
27
lintas.12 Menurut Subekti, lalu lintas adalah sebagai segala penggunaaan jalan umum dengan suatu pengangkutnya.
III.
PENGERTIAN KESADARAN HUKUM Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan
atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya kesadaran hukum di masyarakat maka hukum tidak perlu menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar terbukti melanggar hukum. Kesadaran hukum yang tinggi, mengakibatkan para warga masyarakat mematuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Apabila kesadaran hukum sangat rendah, maka derajat kepatuhan terhadap hukum juga tidak tinggi. Menurut RM. Sudikno Mertokusumo, kesadaran hukum menunjuk pada kategori hidup kejiwaan pada individu, sekaligus juga menunjuk pada kesamaan pandangan dalam lingkungan masyarakat tertentu tentang apa hukum itu, tentang apa yang seyogyanya dilakukan atau perbuat dalam menegakkan hukum atau apa yang seyogyanya tidak dilakukan untuk terhindar dari perbuatan melawan hukum.13
12
Ramdlan Naning, Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Displin Penegak Hukum Dalam Lalu Lintas, Penerbit PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1993, h.19 13 http://andinuzul.wordpress.com/2009/02/25/kesadaran-hukum-landasan-mmperbaikisistem-hukum, dikunjungi pada tanggal 17 Juli 2014 pukul 20.00
28
IV.
PENGERTIAN KENDARAAN BERMOTOR Berdasarkan Pasal 1 butir (8) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang dimaksud dengan kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjala di atas rel. Kendaraan bermotor juga dapat diartikan sebagai sarana transportasi yang digerakan dengan mesin yang melekat pada kendaraannya. Secara umum kendaraan yang dipergunakan oleh masyarakat sebagai sarana transportasi dibedakan menjadi kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Kendaraan pribadi merupakan kendaraan yang dimiliki oleh seseorang dan dipergunakan secara pribadi pula dan kendaraan umum adalah kendaraan bermotor umum yang artinya termuat dalam Pasal 1 butir (10) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, yaitu kendaraan bermotor umum merupakan setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran. Setiap kendaraan harus dilengkapi dengan surat-surat kepemilikan, hal ini merupakan bukti yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Setiap orang yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat artinya orang tersebut tidak dapat mengoperasikan kendaraannya sebagai sarana transportasi. Apabila tetap mengemudikan maka ini merupakan pelanggaran yang dapat dijerat sesuai dengan hukum yang berlaku.
29
V.
PENGERTIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur mengenai subjek dari kendaraan bermotor. Pasal 1 butir (23) disebutkan bahwa pengemudi adalah orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi. Pasal 77 ayat (1) menyebutkan bahwa “setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan.”
SIM adalah bukti registrasi, administrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administratif, sehat jasmani dan rohani, serta memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Jadi seseorang yang belum mencukupi usia yang ditentukan sesuai dengan jenis SIM yang diinginkan maka tidak dapat memperoleh SIM. Namun pada kenyataan telah terjadi pelanggaran, dimana terdapat banyak anak dibawah umur yang mengemudikan kendaraan bermotor padahal mereka belum memenuhi syarat usia untuk memperoleh SIM.
30
VI.
PENEGAKAN HUKUM
Menurut Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak
bebas
dari
orang
lain,
menuruti
peraturan
hukum
tentang
kemerdekaan.14 Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi juga dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini, hukum yang dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah menjadikan kenyataan, dalam menegakkan hukum ada 3 unsur yang harus diperhatikan, yakni : kepastian hukum(rechtssicherheit),
kemanfaatan
(zweckmassigkeit)
dan
keadilan
(gerechtigkeit).15 Soerjono menyatakan bahwa Penegakan Hukum adalah adalah mencakup proses tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan negeri, upaya hukum dan eksekusi.16 Selain itu penegakan hukum juga mengandung arti keseluruhan kegiatan dari para pelaksana penegak hukum kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban dan ketenteraman dan kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Penegakan hukum yang dikaitkan dengan
14
C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonessia, Penerbit Balai
Pustaka, Jakarta, h.34 15
Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Penerbit PT Citra Aditya
Bhakti, Yogyakarta, h.123 16
Ibid, h.36
31
perlindungan masyarakat terhadap kejahatan tentunya berkaitan dengan masalah penegakan hukum pidana. Tujuan ditetapkannya hukum pidana adalah sebagai salah satu sarana politik kriminal yaitu untuk “perlindungan masyarakat” yang sering pula dikenal dengan istilah “sosial defence”.17 Penegakan hukum tidak hanya mencakup law enforcement tetapi juga peach maintenance. Menurut Friedman dalam sistem hukum terdiri dari 3 aspek penting, yakni:18 1) Legal Structure (struktur hukum), dapat diartikan sebagai institusi yang menjalankan penegakan hukum dengan segala proses yang berlangsung didalamnya. Institusi ini dalam sistem yang terdiri atas kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan yang menjamin berjalannya proses peradilan pidana. 2) Legal Substance (substansi hukum), adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada di dalam sistem tersebut. Substansi hukum tidak hanya terpusat pada hukum yang tertulis saja (law in the book), tetapi juga mencakup hukum yang hidup di masyarakat (the living law). 3) Legal Culture (budaya hukum), sebagai sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum itu sendiri. Sikap masyarakat ini mencakup kepercayaan, nilai-nilai dan ide-ide, serta harapan mereka tentang hukum dan sistem hukum. Hal ini karena pada hakikatnya penegakan hukum merupakan proses penyesuaian antara nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola prilaku nyata, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian. Oleh karena itu tugas utama penegakan hukum adalah mencapai keadilan. Soerjono Soekanto membuat perincian faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum sebagai berikut :
17
Arief Barda Nawawi, Beberap Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, h.11 18
Mahmud Mulyadi, Politik Hukum Pidana , Bahan Kuliah di Fakultas Hukum USU, h.5
32
Faktor hukumnya sendiri,misalnya undang-undang
Faktor penegakan hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum
Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan
Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasanya yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.19 Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena
merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektifitas penegakan hukum.
VII.
PENGERTIAN ANAK Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak,
Pasal 1 ayat 1 merumuskan bahwa “ anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai usia umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.20 Dalam rumusan tersebut, Wagiati Soetodjo menyatakan bahwa pembentuk Undang-Undang telah mempunyai ketegasan tentang usia berapa seseorang diartikan sebagai anak dibawah umur, sehingga berhak mendapat keringanan hukuman demi menerapkan 19
Soerjono Soekanto I, op.cit., h. 8
20
Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
33
perlakuan khusus bagi kepentingan psikologi anak.21 Dalam hukum positif Indonesia anak diartikan sebagai orang yang belum dewasa, orang yang dibawah umur/keadaan dibawah umur atau biasa disebut sebagai anak yang berada dibawah pengawasan wali. Kemudian jika dilihat dari peraturan perundangundangan yang ada maka terlihat perbedaan misalnya22 : 1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.23 2) Pasal 1 Convention On The Rights of The Child, anak diartikan sebagai setiap orang dibawah usia 18 tahun. Kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak adalah mereka yang belum dewasa yang menjadi dewasa karena peraturan tertentu mental, fisik masih belum dewasa. 3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menjabarkan pengertian tentang anak ialah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah termaksud anak yang masih dalam kandungan. 4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 Ayat 1 Tentang Perlindungan Anak, anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termaksud anak yang masih didalam kandungan. 5) Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, pengertian anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah 21
Wagiati Soetodj, Hukum Pidana Anak, Penerbit Refika Aditama, Bandung, 2006, h.47
22
Thesis Novie Amalia Nugraheni “sistem Pemidanaan Edukatif Terhadap Anak Sebegai
Pelaku Tindak Pidana”, FH UNDIP h. 27 23
Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Penerbit Restu Agung, Jakarta, 2007, h.5
34
mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umumr 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 6) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Pasal 330 Ayat 1 memuat batas antara belum dewasa (MINDERJARIGHEID) dengan telah dewasa (MEERDERJARIGHEID) yaitu 21 tahun, kecuali anak tersebut telah kawin sebelum umur 21 tahun dan pendewasaan (venia aetetis, Pasal 419 KUHPER) Pasal ini senadah dengan Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. 7) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak merumuskan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi dapat dijumpai antara lain pada Pasal 45 “dalam hal penentuan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun........”. 8) Jika dilihat dari dalam lapangan hukum tatanegara, hak memilih dalam pemilu misalnya seseorang dianggap telah mampu bertanggungjawab atas perbuatan hukum yang dilakukannya kalau ia sudah mencapai usia 17 (tujuh belas) tahun.
35
VIII.
ATURAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS TENTANG
KETIDAK-LENGKAPAN
SURAT-SURAT
KENDARAAN BERMOTOR Suatu perbuatan dapat disebut pelanggaran apabila perbuatan-perbuatan yang sifatnya melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah adanya UndangUndang (wet) yang menentukan demikian.24 Didalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur mengenai kewajiban bagi pengguna dan penyelenggara jalan. Perbuatan-perbuatan dalam bentuk pelanggaran salah satunya yaitu, pelanggaran terhadap kelengkapan menggunakan kendaraan bermotor. UndangUndang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah mengatur mengenai kelengkapankelengkapan bagi pengguna kendaraan bermotor dalam berkendara di jalan, antara lain adalah kewajiban menggunakan helm bagi pengguna roda dua dan kewajiban kelengkapan bagi kendaraan roda empat atau lebih. Kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 57 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi :25 Ayat 1 dan ayat 2 menyebutkan bahwa “Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan Kendaraan Bermotor, perlengkapan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa helm standar nasional Indonesia”. 24
Sutrisno, Pembagian Perbuatan Pidana Dalam Kejahatan Dan Pelanggaran,
http://www.el-gezwa09.co.cc/2010/002/pembagian-perbuatan-pidana-dalam.html.
Dikunjungi
pada tanggal 13 Mei 2014 Pukul 10.00 25
Pasal 57 Ayat 1 sampai Ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
36
Selain peraturan diatas ada juga kewajiban bagi pengguna kendaraan bermotor yaitu diwajibkan untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), yaitu surat yang menandahkan bahwa pengendara telah mendapatkan izin untuk mengemudi suatu kendaraan tertentu, seperti yang telah diatur didalam Pasal 77 ayat 1 “setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan”.26 Pengemudi Kendaraan Bermotor juga wajib memiliki Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia seperti yang diatur dalam Pasal 106 ayat (5) yaitu pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan : Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Surat Izin Mengemudi, Bukti lulus uji berkala; dan/atau Tanda bukti lain yang sah.
IX.
PENGATURAN SANKSI PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 Bagian terpenting dari suatu sistem pemidanaan adalah menetapkan
sanksi, keberadannya akan memeberikan arah dan pertimbangan mengenai apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana untuk menegakkan berlakunya norma.27 Dalam suatu perundang-undangan adanya pengaturan tentang sanksi atau hukuman pidana menjadi hal yang sangat penting karena 26
Pasal 77 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan 27
Ibid., h. 82
37
didalam hukuman pidana kita dapat mengetahui perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, dan harus dilakukan dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar ketentuan tersebut.28 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menerapkan hukuman pokok berupa penjara, hukuman kurungan dan hukuman denda, dan pelaku pelanggaran lalu lintas dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana maupun pelanggaran lalu lintas. Sanksi pidana yang dikenakan kepada pelaku pelanggaran lalu lintas khususnya bagi pengendara kendaraan bermotor di bawah umur yang tidak memiliki SIM, diatur didalam pasal 281 yaitu29 : “Pelanggaran dalam pasal ini yaitu pengendara kendaraan bermotor roda dua atau lebih yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi atau sering disebut SIM sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).”
28
Djoki Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, Penerbit Liberty,
Yogyakarta, 1987, h. 19 29
Jhosepinegita Elisabeth Sinaga, Kajian Hukum Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas
Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah ( Studi Kasus Di Satlantas Polresta Medan ), Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Juni 2012, h.13-27
38
B.
HASIL PENELITIAN
I.
Data Penggunaan Kendaraan Bermotor Oleh Anak Dibawah Umur Yang Tidak Memiliki SIM Hasil penelitian yang penulis dapatkan dari penelitian dan wawancara di
Satuan Lalu Lintas Kota Salatiga adalah 454 (empat ratus lima puluh empat ) pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di bawah umur dengan bentuk pelanggaran yaitu tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Berikut penulis paparkan dalam sebuah tabel ; Tabel 2.0 JUMLAH PENGEMUDI ANAK DI BAWAH UMUR YANG DITILANG OLEH POLISI SATUAN LALU LINTAS KOTA SALATIGA TAHUN 2013. NO
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 10. 11. 12.
BULAN
JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER JUMLAH
USIA ( 0-15)TAHUN
JENIS PELANGGARAN SIM
STNK
42 57 32 53 46 21 39 12 26 48 36 42
42 57 32 53 46 21 39 12 26 48 36 42
-
454
454
-
Sumber : Kepolisian Satuan Lalu Lintas Kota Salatiga
39
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Polres Kesatuan Lalu Lintas kota Salatiga, terdapat 454 pelanggaran pada tahun 2013 yang dilakukan oleh anak di bawah umur yaitu tidak memiliki kelengkapan Surat Izin Mengemudi. Dari hasil tilang yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap 454 pelanggaran tersebut semuanya diteruskan ke Pengadilan Negeri Salatiga untuk diproses dan adanya diskresi dari pihak kepolisian. AIPDA Sutopo menjelaskan bahwa pihak kesatuan lalu lintas kota Salatiga mengambil tindakan diskresi. Bentuk diskresi yang dilakukan oleh pihak kepolisian adalah ketika melakukan penyuluhan dan melakukan giat operasi rutin ke sekolah-sekolah yang berada di kota Salatiga. Operasi tersebut dilakukan 1 (satu) kali dalam satu bulan jadi pada tahun 2013 ada 12 (dua belas) kali operasi rutin yang dilakukan oleh kepolisian Salatiga. Dalam melakukan operasi rutin ini polisi melakukan tilang atau mendata setiap anak-anak yang membawa kendaraan bermotor sendiri ke sekolah kemudian polisi melakukan tindakan penyitaan terhadap STNK dan kendaraan, kemudian di bawah ke kantor Polres Salatiga untuk ditindak lanjuti. Selanjutnya, polisi melakukan pemanggilan kepada orang tua/wali anak sebagai langkah pembinaan kepada anak. Apabila anak yang terus menerus terkena razia, maka pihak kepolisian lalu linta kota Salatiga akan melakukan tindakan berupa tilang yang kemudian dilanjutkan dengan proses hukum. Operasi simpatik pada tahun 2013 tetap dilakukan sebagai upaya meningkatkan kesadaran dan kepatuhan hukum dalam bidang keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Operasi simpatik di kota Salatiga dilakukan dengan memberikan teguran atau peringatan. Operasi simpatik
40
ini diadakan selama 21 (dua puluh satu) hari dimulai pada tanggal 07 Mei 2013. Setelah berakhirnya operasi simpatik ini, kepolisian satuan lalu lintas kota Salatiga terus berusaha melakukan tindakan dengan tilang terhadap anak dibawah umur yang melakukan pelanggaran. Hal ini juga dilakukan agar memberikan efek jera kepada anak-anak yang melanggar peraturan. Oleh karena itu, AIPDA Sutopo mengatakan bahwa “kami tidak lagi cukup untuk memberi peringatan, jadi satusatunya cara adalah memproses setiap pelanggaran tersebut sampai ke pengadilan.” Dijelaskan juga bahwa setelah anak-anak tersebut ditilang, mereka diberikan lembaran berwarna merah yang artinya penyelesaian akan diselesaikan di pengadilan. Walaupun didata dan dipanggil orang tua dari anak-anak tersebut ke kantor polisi untuk diberikan arahan bahwa anak tersebut belum dapat mengendarai kendaraan bermotor dijalan raya karena belum cukupnya umur untuk memiliki SIM tetapi pihak kepolisian tetap akan melanjutkan proses ke Pengadilan.
II.
Hasil Wawancara Mengenai Faktor-Faktor Penyebab Penggunaan Kendaraan Bermotor Oleh Anak Di bawah Umur di Kota Salatiga Faktor-faktor penyebab anak di bawah umur yang sudah mengemudikan
kendaraan bermotor dapat dilihat dari hasil wawancara dengan 20 anak dibawah umur sebagai pengendara kendaraan bermotor di kota Salatiga pada tabel dibawah ini, yaitu :
41
Tabel 3.0 Hasil Wawancara Mengenai Faktor Penyebab Anak Di bawah Umur Sebagai Pengendara Kendaraan Bermotor No.
Faktor Penyebab
Jumlah
Persentase %
1.
Ketidaktahuan
1
5%
2.
Ketidakjeraan
8
40 %
3.
Dorongan Keluarga
4
20 %
4.
Dorongan Sendiri
4
20 %
5.
Dorongan Pergaulan
3
15 %
20
100 %
Jumlah
Sumber : diolah hasil wawancara tahun 2014
Perolehan data pada tabel diatas diperoleh dengan menggunakan metode accidental sampling. Accidental sampling merupakan teknik pengambilan sampel secara tidak sengaja. Penulis melakukan wawancara dengan pengendara anak di bawah umur, ketika penulis kebutulan bertemu dengan anak SMP dan SMA yang sedang mengendarai kendaraan bermotor ketika ingin pulang sekolah. Penulis mengambil responden sebanyak 20 (dua puluh) orang untuk mewakili anak di bawah umur sebagai pengendara kendaraan bermotor di kota Salatiga. Berdasarkan hasil wawancara dengan 20 (dua puluh) anak sebagai pengendara kendaraan bermotor dapat disimpulkan bahwa 1 (satu) anak atau 5% yang memberikan jawaban bahwa faktor penyebab penggunaan kendaraan bermotor oleh anak di bawah umur adalah karena ketidaktahuan, 8 (delapan) anak
42
atau 40% yang menjawab karena ketidakjeraan, 4 (empat) anak atau 20% yang menjawab karena dorongan keluarga, 4 (empat) anak atau 20% yang menjawab karena dorongan sendiri atau pribadi, 3 (tiga) orang anak atau 15% yang menjawab karena dorongan pergaulan.30 Seorang anak mengatakan ia tidak mengetahui bahwa ada aturan yang melarang anak di bawah umur untuk mengemudikan kendaraan bermotor. Dia berfikir bahwa ketika sudah mahir sudah dapat mengendarai kendaraan bermotor sendiri. Yang menjawab faktor ketidakjeraan dalam penggunaan kendaraan bermotor oleh anak di bawah umur adalah 8 (delapan) orang anak. Mereka merasa kurang jera terhadap sanksi yang diberikan oleh pihak kepolisian. Karena mereka menganggap bahwa pihak kepolisian hanya mendata dan mendatangkan orang tua ke Polres kota Salatiga dan mereka merasa cukup untuk mendengarkan arahan dan mengikuti proses pengadilan saja selain beberapa hal tersebut tidak ada sanksi yang lebih berat. Kemudian, dari hasil wawancara terdapat 4 (empat) orang anak yang menyebutkan bahwa ada dorongan dari keluarga mereka yang menyebabkan mereka dapat mengendarai kendaraan bermotor sendiri. Orang tua mereka tidak melarang mereka untuk mengendarai kendaraan bermotor sendiri dikarenakan kesibukan dari orang tua mereka. Hasil wawancara selanjutnya terdapat 4 (empat) orang anak yang menjawab bahwa salah satu faktor mereka mengendarai kendaraan bermotor adalah karena dorongan sendiri atau karena keinginan diri mereka sendiri. Mereka membawa kendaraan bermotor karena mereka menganggap mereka sudah mahir untuk dapat mengendarai kendaraan bermotor. dan mereka mengatakan ketika mereka sudah membawa kendaraan sendiri ke 30
Wawancara dengan 20 Pelajar sebagai pengendara kendaraan bermotor di Kota Salatiga. Pada tanggal 16 sampai 18 Juni 2014
43
sekolah mereka semakin percaya diri dan mendapat pengakuan dari teman-teman mereka di sekolah. Dari data diatas terdapat 3 (tiga) orang anak menjawab bahwa faktor dorongan pergaulan juga mendukung mereka mengendarai kendaraan bermotor sekarang. Ketika mereka tidak dapat mengendarai kendaraan bermotor sendiri misalnya ke sekolah mereka akan merasa dikucilkan oleh teman-temannya. Oleh karena faktor pergaulan inilah yang cenderung memaksakan mereka untuk mengendarai kandaraan bermotor sendiri. Selain melakukan wawancara dengan anak di bawah umur sebagai pengendara kendaraan bermotor, penulis juga melakukan wawancara dengan pihak kepolisian lalu lintas kota Salatiga dan salah satu orang tua dari pengendara anak di bawah umur. Banyak faktor-faktor yang menyebabkan anak di bawah umur di kota Salatiga telah mengendarai kendaraan bermotor sendiri. AIPDA Sutopo menjelaskan bahwa faktor-faktornya ialah adanya peran orang tua yang memberikan izin anaknya ke sekolah, tingginya gengsi di lingkungan anak zaman sekarang, faktor pergaulan dan juga akibat tingginya tingkat konsumsi kendaraan bermotor dikalangan pelajar. AIPDA Sutopo mengatakan bahwa, “orang tua saat ini cenderung memenuhi keinginan anak yang seharusnya belum dapat digunakan oleh anak-anak mereka seperti halnya kendaraan bermotor, orang tua hanya mementingkan kehendak anak daripada faktor keselamatan anaknya.” Ibu Sumiati merupakan salah satu orang tua yang memberikan izin kepada anaknya untuk mengendarai kendaraan bermotor. Ia menjelaskan bahwa memberikan izin kepada anaknya untuk mengendarai kendaraan sendiri ke
44
sekolah membantu dirinya untuk tidak perlu lagi mengantarkan anaknya ke sekolah. Ibu Sumiati mengetahui bagaimana sebenarnya aturan hukum yang ada yaitu anak dibawah umur belum bisa mengemudikan kendaraan bermotor namun Ia menganggap anaknya sudah dapat dengan baik mengemudikan kendaraan bermotor sendiri ke sekolah jadi ia tetap membiarkan anaknya membawa sepeda motor ke sekolah.
III.
Upaya Tindakan Hukum Yang Dilakukan Oleh Kepolisian Satuan Lalu Lintas Kota Salatiga Terhadap Pengendara Anak Di bawah Umur Dari hasil wawancara penulis dengan pihak kepolisian lalu lintas kota
Salatiga, dalam melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas khususnya yang dilakukan oleh anak di bawah umur sebagai pengendara, kepolisian kota Salatiga melalukan upaya preventif dan upaya represif. Menurut AIPDA Sutopo mereka melakukan upaya pencegahan sebelum terjadinya pelanggaran yaitu dilakukan bertujuan agar jangan sampai terjadi pelanggaran dan apabila telah terjadi pelanggaran maka upaya kedua yang dilakukan adalah tindakan represif agar memberikan efek jera bagi para pelanggar sehingga dapat mengurangi palanggaran yang terjadi. Upaya preventif yang dilakukan oleh pihak kepolisian adalah dengan melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah dan mengadakan razia. Selain itu juga AIPDA SUTOPO mengatakan bahwa mereka melaksanakan 13 Program Akselerasi Transformasi Polri yang dilaksanakan setiap tahunnya yaitu sebagai
45
upaya memberikan pelayanan lalu lintas agar mampu memberikan pelayanan dengan standar nasional menuju Polri yang mandiri, profesional dan dipercaya masyarakat.31 13 program tersebut adalah: 1. Polisi Sahabat Anak (Polsana) Polisi sahabat anak adalah polisi mencoba memberikan pengertian kepada anak tentang lalu lintas sejak dini. Sehingga mereka dapat tertib berlalu lintas di jalan setelah dewasa nanti. Hal ini dilakukan oleh Kepolisian Salatiga minimal setahun sekali. 2. Patroli Keamanan Sekolah (PKS) PKS adalah suatu organisasi yang merupakan wadah dan dari partisipasi para pelajar yang berminat akan pengetahuan lalu lintas. 3. Police Goes to Campus Police goes to campus merupakan suatu program kegiatan pendidikan lalu lintas terhadap mahasiswa atau civitas akademi yang dilaksanakan dikampus Universitas/Perguruan Tinggi Nasional, melalui metode ceramah, sosialisasi, seminar dan metode lain. Kegiatan ceramah lalu lintas adalah penyampain pendidikan lalu lintas oleh petugas lalu lintas dalam suatu ruang kepada sekolompok orang tentang peraturan lalu lintas, tata cara berlalu lintas dan kamseltib cara berlalu lintas. Sosialisasi lalu lintas adalah penyampain pendidikan lalu lintas tentang peraturan lalu lintas, tata cara berlalu lintas yang baik dan benar, kebijakan pemerintah atau Polri dan informasi lalu lintas yang sedang berkembang, dengan
31
Wawancara dengan AIPDA SUTOPO Satuan Lalu Lintas Kota Salatiga. Pada tanggal
20 Mei 2014 pukul. 11.30
46
menggunakan saluran (media komunikasi tertentu). Seminar lalu lintas adalah pembahasan suatu masalah lalu lintas yang sedang muncul ke permukaan, mengenai tata cara berlalu lintas dan kebijakan pemerintah atau Polri dengan mengahadirkan para pakar sebagai narasumber dan komunitas masyarakat sebagai peserta, secara bersama-sama menemukan suatu pemecahan masalah. 4. Safety Riding Safety riding merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan dilapangan sebagai salah satu metode pendidikan atau sosialisasi lalu lintas terhadap pengendara tentang keselamatan berkendara di jalan raya. 5. Kampanye Keselamatan Lalu Lintas Kampanye ini dilakukan untuk menurukan korban kecelakaan lalu lintas di jalan dan dengan seluruh akibatnya karena kecelakaan. 6. Traffic Board Merupakan wadah untuk mencari akar masalah dan menangani berbagai masalah lalu lintas. Kegiatan tersebut dilakukan dengan membentuk forum, dewan atau asosiasi apa saja yang berkaitan dengan tugas social dalam rangka berperan aktif sebagai wujud civil society (masyarakat madani). 7. Traffic Manajement Centre (TMC) Merupakan pusat menejeman lalu lintas yang melakukan kegiatan informasi, komunikasi, komando dan pengendalian serta kontrol. 8. KTL (Kawasan Tertib Lalu Lintas)
47
KTL merupakan pilot proyek atau proyek percontohan dari daerah yang semrawut menjadi daerah yang tertib dan teratur. Hal ini merupakan upaya bersama antara lain stake holder untuk menangani masalah lalu lintas secara kompherensif.
9. Taman Lalu Lintas Taman lalu lintas merupakan wadah atau tempat bermain dan belajar berlalu lintas baik untuk anak-anak maupun siapa saja yang peduli dan ingin mempelajari tentang lalu lintas. 10. Sekolah Mengemudi Sekolah mengemudi adalah wadah bagi para calon pengemudi yang merupakan bagian dari upaya untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan berlalu lintas. 11. Saka Bhayangkara Lalu Lintas Saka bhayangkara lalu lintas merupakan wadah kegiatan antara polisi dengan pramuka yang berkaitan dengan kelalulintasan, baik bidang operasional seperti penjagaan atau pengaturan, kampanye keselamatan lalu lintas dan sebagainya. 12. Operasi Khusus Kepolisian Operasi khusus kepolisian adalah kegiatan-kegiatan untuk menangani berbagai masalah lalu lintas yang sifatnya khusus dan merupakan peningkatan dari kegiatan operasi rutin.
48
13. Penegakan Hukum Penegakan hukum merupakan tindakan kepolisian untuk edukasi, pencerahaan, perlindungan dan pengayoman terhadap pengguna jalan lainnya yang terganggu aktifitasnya atau produktifitasnya akibat dari pelanggaran hukum dan untuk mewujudkan adanya kepastian hukum. Sementara upaya represif merupakan penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anak di bawah umur tersebut yaitu dengan memberi sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Selama ini upaya represif yang dilakukan oleh kepolisian lalu lintas kota Salatiga adalah dengan memberikan sanksi dalam bentuk denda atau pembayaran uang tilang atas pelanggaran yang dilakukan. AIPDA Sutopo berpendapat bahwa semua kerja maksimal yang telah mereka lakukan adalah bentuk pengabdian mereka kepada negara dalam hal ini juga mereka sadar bahwa mereka adalah aparat penegak hukum. Namun Ia berpendapat bahwa tak jarang di jumpai terdapat beberapa polisi yang
dalam
melaksanakan
tugasnya
sering
melakukan
tindakan
yang
menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki, misalnya melakukan tindakan korupsi ketika sedang melakukan proses tilang. Hal ini dikarenakan banyak anggota kepolisian yang merasakan kurangnya kesejahteraan yang diberikan kepada mereka sebagai aparat penegak hukum sehingga uang yang mereka dapatkan diluar gaji pokok dapat memenuhi kebutuhan mereka. Hal-hal seperti ini yang memungkinkan dapat terjadinya kekeliruan dalam menggunakan diskresi. Namun tidak semua anggota polisi melakukan tindakan seperti ini. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kontrol baik dari internal kepolisian sendiri maupun kontrol dari
49
masyarakat agar tidak lagi dijumpai banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh aparat penegak hukum itu sendiri.
C.
ANALISIS
I.
Faktor Penyebab Anak Sebagai Pengendara Kendaraan Bermotor Tanpa Memiliki SIM Banyak anak di bawah umur telah dapat mengendarai kendaraan bermotor
sendiri di jalan raya. Padahal pada kenyataannya anak-anak di bawah umur tersebut belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) artinya mereka belum bisa memenuhi syarat usia untuk dapat mengendarai sebuah kendaraan bermotor. Namun yang perlu diketahui bahwa ada beberapa faktor penyebab mengapa anak di bawah umur yang belum memiliki SIM telah dapat mengendarai kendaraan bermotor. Penyebabnya dikarenakan beberapa faktor yaitu :
Lingkungan Tingkat gengsi yang begitu tinggi dikalangan remaja saat ini membuat banyak remaja yang belum saatnya memiliki kendaraan bermotor ingin memiliki seperti teman-teman lainnya.
Keluarga Keluarga merupakan lingkungan sosial yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan didalamnya anak mendapatkan pendidikan pertama dan utama. keluarga sesungguhnya memiliki peran
50
penting dalam hal ini namun banyak orang tua yang sudah mengajarkan anaknya cara mengendarai kendaraan bermotor sejak usia dini sehingga anak-anak tersebut sudah bisa mengendarai kendaraan bermotor dan sisi lain adalah izin yang diberikan oleh orang tua dari anak-anak tersebut membiarkan anaknya untuk mengendarai kendaraan bermotor sendiri.
Kurangnya kesadaran hukum Kesadaran hukum berarti suatu proses penilaian terhadap hukum yang berlaku atau hukum yang dikehendaki.32 Kadangkala masyarakat memiliki kesadaran hukum hanya karena peraturan yang disebabkan adanya sanksi bukan dari kesadaran dalam diri sendiri. Sama halnya dengan anak di bawah umur mengapa mereka berani membawa kendaraan sendiri yaitu dikarenakan kesadaran akan hukum yang kurang. Berbicara mengenai kesadaran hukum pada hakekatnya adalah berbicara tentang kesadaran hukum atau nilai yang terkandung dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan. kesadaran hukum merupakan suatu penilaian terhadap hukum yang ada atau yang diharapkan.33 Pada umumnya manusia akan taat pada hukum dan penegaknya atas dasar imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati baik secara terpisah maupun secara akumaltif.34 Kadangkala masyarakat memiliki kesadaran
32
Ibid., h. 33
33
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Penerbit Bina Cipta, Bandung, 1983, h.62
34
Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologis Hukum Bagi Kalangan Hukum, Penerbit
Alumni, Bandung, 1979, h.51
51
hukum hanya karena peraturan yang disebabkan adanya sanksi bukan dari kesadaran dalam diri sendiri. Sama halnya dengan anak dibawah umur mengapa mereka berani membawa kendaraan sendiri yaitu dikarenakan kesadaran akan hukum yang kurang. Selain kesadaran hukum yang kurang dipahami oleh anak, kesadaran akan hukum ini sendiri juga dialami oleh masyarakat secara luas. Mengapa penulis mengatakan bahwa kurangnya kesadaran hukum didalam masyarakat yaitu karena masyarakat Indonesia merasa bahwa hukum di Indonesia masih belum bisa memberikan jaminan. Masyarakat juga merasa bahwa aparat penegak hukum sebagai pembuat dan pelaksana hukum itu sendiri masih belum bisa untuk benarbenar menerapkan peraturan yang sudah ditetapkan. Menurut Soerjono Soekanto untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat terdapat empat tolak ukurnya yaitu : -
Pengaturan tentang peraturan hukum (law awareness)
-
Pengetahuan
tentang
isi
peraturan-peraturan
hukum
(law
acquaintance)
-
Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum (legal attitude)
-
Pola-pola perilaku hukum (legal behavior)35
Kurangnya Kesadaran Masyarakat Terhadap Peraturan Lalu Lintas Manusia bermasyarakat, hidup dalam apa yang dinamakan situasi sosial, situasi sosial merupakan suatu keadaan dimana terdapat hubungan 35
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan hukum, Penerbit Rajawali Press,
Jakarta, 1982, h.140
52
timbal balik antara manusia. Kehidupan bermasyarakat sebenarnya berintikan pada interaksi sosial, interaksi sosial merupakan suatu hubungan-hubungan yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang sebagai pribadi-pribadi dan antara kelompok manusia. Dari sudut ketaatan masyarakat kepada kaidah-kaidah hukum, maka dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan misalnya yang patuh dan tidak patuh terhadap aturan lalu lintas, golongan-golongan tersebut adalah : 1. Golongan-golongan yang taat pada kaidah-kaidah hukum, karena memahami manfaat kaidah-kaidah hukum dan keserasian-keserasian kaidah hukum. 2. Golongan-golongan yang secara potensial merupakan pelanggar, golongan ini nampak taat pada kaidah hukum akan tetapi kepatuhan itu sifatnya rapuh karena tergantung pada apakah penegakan kaidahkaidah hukum diawasi atau tidak. Warga masyarakat seperti ini biasanya mencari kesempatan untuk melanggar hukum. Konsep kesadaran hukum tidak dapat dipisahkan dengan kepatuhan terhadap hukum. hukum
Kepatuhan hukum senantiasa tergantung pada kesadaran bagaimana seseorang dapat
menaati
hukum
tersebut.
Masyarakat seharusnya memiliki kesadaran hukum yang tinggi untuk tidak melakukan pelanggaran lalu lintas. Artinya suatu proses penilaian terhadap hukum yang berlaku atau pada hukum yang dikehendaki. Setiap manusia yang normal mempunyai kesadaran hukum, masalahnya adalah taraf kesadaran hukum, yakni ada yang
53
tinggi, sedang dan rendah. Tolak ukur taraf-taraf kesadaran hukum itu adalah pengetahuan mengenai hukum, pemahaman terhadap hukum, sikap terhadap hukum dan perilaku hukum. Oleh karena itu konsep kesadaran hukum tidak mungkin dipisahkan dari kepatuhan hukum. Seiring terus berlangsungnya pelanggaran ini artinya, dalam kehidupan masyarakat khusunya di kota Salatiga kesadaran akan hukum sangatlah kurang sehingga kepatuhan masyarakat terhadap ketaatan dalam lalu lintas juga kurang.
Kurangnya pengetahuan akan undang-undang Bekerjanya hukum sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor pengetahuan terhadap hukum. Tanpa pengetahuan yang cukup masyarakat bahkan anak dibawah umur tidak akan berperilaku sesuai dengan keinginan hukum. Maka aturan yang telah termuat dalam peraturan perundang-undangan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pasal 77 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah mengatur mengenai kewajiban memiliki SIM sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan dan mengenai syarat kepemilikan SIM yaitu salah satunya apabila telah memenuhi persayaratan usia sebagaimana yang termuat dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Namun melihat pada kenyataan yang banyaknya anak-anak di bawah umur yang belum mengetahui isi peraturan perundang-undangan tersebut. Adanya pengertian yang berbeda mengenai pengertian anak itu sendiri membuat tafsiran usia yang dikatakan anak juga berbeda.
54
Penulis mengamati ada perbedaan mengenai persyaratan usia yang dimaksudkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, UndangUndang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Pengadilan Anak. Secara eksplisit didalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tidak menyebutkan mengenai pengertian anak. Namun dapat dilihat dari Pasal 81 ayat (1) menyebutkan bahwa Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, setiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian. Dan didalam Ayat (2) syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah Usia 17 tahun untuk SIM A, SIM C dan SIM D. penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud anak di bawah umur adalah anak yang belum mencapai usia 17 tahun. Sementara berdasarkan UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Pasal 1 ayat 1 merumuskan bahwa “anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai usia umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.” Dan menurut UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 Ayat 1 Tentang Perlindungan Anak, anak adalah seorang yang berusia 18 (delapan belas) tahun termaksud anak yang masih didalam kandungan. Dari ketiga peraturan perundang-undangan tersebut memberikan pengertian anak yang berbeda namun dari wawancara penulis dengan Pihak Kepolisian Satuan Lalu Lintas Kota Salatiga menyebutkan bahwa selama ini peraturan yang berlaku untuk kategori usia anak di bawah umur yaitu berdasarkan
55
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yaitu anak yang belum mencapai usia 17 (tujuh belas) tahun.
II.
Tindakan Polisi Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Di bawah Umur Sebagai Pengendara Kendaraan Bermotor Penanggulangan terhadap pelanggaran lalu lintas secara umum dilakukan
dengan upaya preventif dan represif oleh aparat penegak hukum yaitu polisi serta dengan dukungan swakarsa masyarakat yang mengusahakan untuk memperkecil frekuensi terjadinya tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Polisi adalah hukum yang hidup, melalui polisi janji-janji dan tujuan-tujuan hukum untuk mengamankan serta melindungi masyarakat menjadi kenyataan.36 Dari hasil wawancara penulis dengan anak di bawah umur sebagai pengendara kendaraan bermotor terdapat faktor ketidakjeraan yang paling tinggi jumlah persentasenya, artinya anak terus menrus melakukan pelanggaran dikarenakan mereka menganggap bahwa sanksi yang diberikan oleh kepolisian membuat mereka merasa tidak jera. Oleh kerena itulah polisi harus mengambil suatu tindakan terhadap anak yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Polisi dalam menjalankan tugasnya sering menghadapi dilema yaitu mencari titik-titik pilihan antara hukum dan ketertiban. Pada saat-saat tersebut polisi harus menentukan pilihan dan dihadapkan dengan masalah diskresi. Diskresi sesungguhnya merupakan kelengkapan dari sistem pengaturan oleh 36
h.113.
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum, Penerbit Genta Publishing, Yogyakarta, 2009,
56
hukum itu sendiri. Sesungguhnya tindakan diskresi yang diambil oleh kepolisian lalu lintas kota salatiga merupakan bagian dari prinsip moral dan prinsip kelembagaan yaitu : (1) konsepsi moral akan memberikan kelonggaran kepada seseorang, sekalipun sudah melakukan kejahatan dan (2) tujuan institusional dari polisi akan lebih terjamin, apabila hukum tidak dijalankan dengan kaku sehingga menimbulkan rasa tidak suka dikalangan warga negara biasa yang patuh pada hukum.37 Artinya diskresi ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada anak dibawah umur yang telah melakukan pelanggaran lalu lintas untuk memperbaikinya sehingga tidak melakukan kembali pelanggaran-pelangaran tersebut, serta pada dasarnya Polri bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terperliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masayarakat,
serta
terbinanya
ketentraman
masyarakat
dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia.38 Hal tersebut juga merupakan tugas pokok dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kinerja polisi lalu lintas di kota Salatiga sudah cukup maksimal khususnya dalam penegakan hukum dalam bidang lalu lintas namun polisi harus lebih bekerja keras lagi dalam mewujudkan ketertiban masayarakat dalam berlalu lintas khususnya bagi pengendara di bawah umur, sehingga apa yang menjadi tugas pokok kepolisian dapat terwujudkan didalam masyarakat.
37 38
Indonesia.
Ibid, h. 132 Pasal 4 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
57
Setiap penjabat kepolisian memiliki kewenangan untuk bertindak demi kepentingan
umum
berdasarkan
penilaian
sendiri
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. Didalam peraturan Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia termuat didalam Pasal 18 yang menyebutkan bahwa “untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”. Namun tindakan diskresi ini tetap memerlukan kontrol atau pengawasan dari diri anggota polisi serta pengawasan dari masyarakat. Selemah apapun sarana kontrol tersebut, dia tetap adalah sarana kontrol. Setindaknya ada hal-hal tertentu yang dapat dilakukan dengan itu misalnya, mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan, tindakan sewenangwenang, atau setidak-tidaknya meminimalisasi inefisiensi dan inefektivitas dalam tindakan-tindakan
pemerintah
(khususnya
tindakan
diskresi).39
Penulis
berpendapat apabila tindakan diskresi yang dilakukan oleh kepolisian sudah sesuai dengan ketentuan maka tindakan diskresi tersebut merupakan salah satu cara yang tepat yang dilakukan oleh institusi kepolisian terhadap masyarakat khususnya kepada pengendara dibawah umur karena memberikan kesempatan kepada anak untuk tidak mengulanginya namun dilain sisi dapat juga berdampak negatif karena diskresi tersebut tidak memiliki efek jera yang bisa dirasakan oleh anak maka kemungkinan besar anak akan terus mengulangnya.
39
Krishna Djaya Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, h.102.
58
Faktor diambilnya diskresi dalam menangani para pelanggara lalu lintas khususnya anak sebagai pengendara adalah faktor pertimbangan beberapa mekanisme untuk menangani si pelanggar, baik dalam mengajukan berbagai pertanyaan, merespon situasi dengan baik dan menyelesaikan masalah tersebut dengan baik. Tindakan yang paling utama yang dilakukan oleh kepolisian lalu lintas terhadap anak dibawah umur sebagai pengendara kendaraan bermotor adalah upaya preventif. Upaya preventif yang dilakukan oleh Kepolisian Satuan Lalu Lintas kota Salatiga yaitu melakukan penyuluhan mengenai tertib lalu lintas. Penyuluhan dilakukan di setiap sekolah-sekolah yang berada di kota Salatiga dan diadakan setiap 1 (satu) bulan sekali. Penyuluhan ini dilakukan untuk memberikan pengetahun mengenai tertib lalu lintas. Langkah ini dilakukan dengan harapan agar dapat menekan jumlah pengguna kendaraan bermotor oleh anak. Penyuluhan ini dianggap cukup efektif untuk mengurangi tingginya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak dibawah umur di kota Salatiga. Kemudian melakukan razia, pihak kepolisan lalu lintas berwenang untuk menghentikan kendaraan bermotor, meminta keterangan kepada pengemudi dan atau melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab. Pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dapat dilakukan secara berkala atau incidental sesuai dengan kebutuhan. Yang dimaksud dengan berkala atau yang dikenal dengan “razia” adalah pemeriksaan yang dilakukan secara bersama-sama demi efisiensi dan efektifitas agar tidak terjadi pemeriksaan yang berulang-ulang dan merugikan masyarakat. Razia yang diadakan di kota Salatiga tidak hanya menjangkau masyarakat pada umumnya namun juga khusus pada anak sebagai pengendara sepeda motor. Selain
59
itu juga sebagai upaya preventif kepolisian lalu lintas kota Salatiga melakukan koordinasi terpadu dengan pihak orang tua/wali anak. Penegakan Hukum merupakan tindakan kepolisian untuk edukasi, pencerahan, perlindungan dan pengayoman terhadap pengguna jalan lainnya yang terganggu aktifitasnya atau produktifitasnya akibat dari pelanggaran hukum dan untuk mewujudkan adanya kepastian hukum. Kegiatan dari 13 program Polri merupakan proses dan merupakan akuntabilitas kepada publik sebagai upaya untuk mengimplementasikan polisi masyarakat dalam fungsi lalu lintas. Dan kegiatan tersebut haruslah ditumbuh kembangkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Dari ke-13 (ketiga belas) program yang paling mendukung untuk mencegah sering terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara anak dibawah umur adalah mengoptimalkan penegakan hukum di kota Salatiga. AIPDA Sutopo mengatakan bahwa memang penegakan hukum di Kota Salatiga bukanlah perkara yang mudah. Setiap tahunnya pelanggaran lalu lintas selalu meningkat, namun kepolisian satuan lalu lintas Kota Salatiga terus berupaya dengan melakukan upaya preventif dan represif dalam penegakan hukum terhadap pengendara anak di bawah umur. Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh polisi lalu lintas kota Salatiga terhadap anak sebagai pengendara merupakan salah satu upaya untuk memberantas dan meminimalkan jumlah pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di bawah umur di kota Salatiga. Upaya pencegahan (preventif) merupakan usaha untuk mengadakan perubahan-perubahan yang bersifat positif terhadap terhadap kemungkinan terjadinya gangguan-gangguan dalam ketertiban
60
dan keamanan (stabilitas hukum).40 Mencegah adalah hal yang lebih baik daripada mencoba mendidik pelanggar menjadi baik. Upaya represif yang dilakukan kepolisian lalu lintas kota Salatiga adalah upaya penindakan hukum dengan pemberian sanksi kepada anak sebagai pelanggar lalu lintas di kota Salatiga. Selama ini upaya represif yang dilakukan oleh polisi kepada anak sebagai pengendara dibawah umur yaitu dengan pemberian sanksi dalam bentuk pembayaran denda. Jadi, polisi lalu lintas Kota Salatiga terus-menerus melakukan tindakan preventif dan represif terhadap anak sebagai pengendara kendaraan bermotor dan juga mengambil tindakan diskresi sebagai tindakan yang maksimal untuk mewujudkan tugas pokok kepolisian.
III.
Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Hukum Oleh Kepolisian Satuan Lalu Lintas Kota Salatiga Penegakan hukum yang dilakukan oleh polisi lalu lintas terhadap
pengendara anak dibawah umur di Kota Salatiga dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu Fungsi Kepolisian Bidang Lalu Lintas untuk menegakan hukum lalu lintas ( Police Traffic Law Enforcement ), yang dapat bersifat preventif yaitu pengaturan, penjagaan, dan patroli lalu lintas dan represif yaitu
penindakan
hukum
terhadap
para
pelanggar
lalu
lintas dan
kecelakaan lalu lintas.
40
Muh. Ilham Mansyur, Tinjauan Kriminologis Terhadap Penggunaan Kendaraan
Bermotor Oleh Anak Dalam Wilayah Hukum Polsekta Tamanlanrea, Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makasar, Juli 2013
61
Berdasarkan penjelasan Friedman dalam penegakan hukum pidana salah satunya dipengaruhi oleh Legal Structure (struktur hukum), dapat diartikan sebagai institusi yang menjalankan penegakan hukum dengan segala proses yang berlangsung didalamnya. Institusi ini dalam sistem yang terdiri atas kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan yang menjamin berjalannya proses peradilan pidana. Struktur merupakan keseluruhan intitusi penegakan hukum, beserta aparatnya yaitu mencakup salah satunya pihak Kepolisian. Pasal 5 angka (3) huruf e Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa “urusan pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh karena Kepolisi Negara Republik Indonesia”.41 Pasal tersebut menjelaskan bahwa penegakan hukum merupakan tugas dari pihak Kepolisian Satuan Lalu Lintas. Polisi lalu lintas juga memiliki tugas pokok untuk menegakan hukum. Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Sehubungan dengan lalu lintas jalan, disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa Polri bertugas menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas 41
Pasal 5 Angka (3) huruf e Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.
62
di jalan. Berdasarkan Pasal 4 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota polri wajib menaati peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku. Artinya setiap anggota polri harus menaati peraturan perundang-undangan dalam menjalankan tugasnya. Apabila anggota polri tidak menjalankan tugasnya, maka sesuai dengan peraturan yang termuat dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 kepada anggota polri yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam menegakan hukum anggota kepolisian harus tunduk pada aturan-aturan yang sudah mengaturnya dalam tugas dan kewenangan serta larangannya. Ketika polisi melakukan diskresi maka harus melihat syarat yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yaitu bahwa hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan. Polisi akan memberikan sanksi kepada setiap pelanggar lalu lintas sebagaimana sanksi yang termuat didalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu menerapkan hukuman pokok berupa penjara, hukuman kurungan dan hukuman denda, dan pelaku dapat dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi atau ganti kerugian yang diakibatkan karena melakukan pelanggaran lalu lintas. Hal ini dapat dengan jelas kita lihat termuat dalam Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Namun terlebih khusus bagi anak di bawah umur sebagai pengendara kendaraan bermotor yang belum memiliki SIM
63
akan dikenakan sanksi sesuai yang termuat dalam Pasal 281 yaitu dapat dipidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,(satu juta rupiah). Namun pada kenyataannya sanksi ini tidak berlaku karena dari hasil wawancara penulis dengan AIPDA Sutopo bahwa setiap pelanggar lalu lintas yang tidak memiliki SIM hanya dikenakan denda sebesar Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah) sampai Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) sesuai dengan pertimbangan hakim di pengadilan. Berhasil atau tidaknya penegakan hukum tergantung pada sistem hukum. Sistem substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Teori Lawrence Meir Friedman mengenai sturuktur hukum/pranata hukum yang menetukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh lain. Meskipun dunia ini runtuh hukum tetap harus ditegakan, hukum tidak dapat berjalan atau tegak apabila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya peraturan perundang-undangan bila tidak didukung oleh aparat penegak hukum yang baik maka tercapainya penegakan hukum hanyalah angan-angan. Peranan polisi lalu lintas sangatlah penting karena merupakan sebuah lembaga formal mempunyai misi untuk mengetahui peraturan dan tata tertib berlalu lintas. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, kepolisian Satuan Lalu Lintas Kota Salatiga telah berupaya terus menerus melakukan kegiatan preventif dan represif. Polisi Lalu Lintas berperan sebagai pencegah dan sebagai penindak agar tercipta warga negara khususnya pengendara sepeda motor yang baik yang
64
patuh terhadap hukum yang berlaku. Oleh karena itu penyuluhan ke sekolahsekolah serta sosialisasi yang dilakukan agar pengendara yang belum memenuhi syarat sebagai pengendara mematuhi aturan tersebut terlebih khusus anak dibawah umur yang belum memenuhi syarat usia. Penulis juga mengamati bahwa tugas pokok dari kepolisian tersebut sudah berjalan dengan cukup baik namun masih terdapat kendala-kendala dalam melaksanakan tugasnya. Permasalahan yang dihadapi dari hasil penelitian mengenai struktur hukum atau penegak hukum adalah kurang tegasnya para penegak hukum dalam mengahadapi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Pihak kepolisian di kota Salatiga belum maksimal dalam hal pemberian sanksi. Dikarenakan masih banyak terdapat kebijakan-kebijakan yang diambil diluar dari bagaimana seharusnya penegakan hukum tersebut dilakukan. Seperti apa yang dikatakan AIPDA Sutopo bahwa kesejahteraan masih kurang dirasakan oleh kebanyakan anggota polisi dikarenakan gaji yang minim sehingga tidak jarang dijumpai banyak polisi yang melakukan tindakan-tindakan diluar kewenangannya. Polisi sebagai penindak dan penegak hukum kadangkala mau melakukan kompromi dengan masyarakat yang terkena tilang maupun melakukan yang pelanggaran lalu lintas, bahkan ada juga orang tua yang datang ke kantor polisi untuk meminta agar anaknya yang terkena razia atau tilang tidak diproses lebih lanjut dengan memberikan imbalan kepada polisi. Oleh karena itu korupsi ditubuh kepolisian itu sendiri akan terus-menerus ada apabila tidak ada reformasi. Penegak hukum harus bertindak konsisten dan bertanggungjawab dalam mengatasi persoalan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Karena pihak kepolisian tidak hanya dapat mengandalkan sekolah untuk
65
memberikan larangan. Mentalitas penegak hukum atau kepolisian lalu lintas di kota Salatiga tidak boleh lemah. Ketika mentalitas aparat penegak hukum lemah maka mengakibatkan penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga penegak hukum sangatlah memainkan peran yang penting dalam menegakan hukum di kota Salatiga khususnya bagi pengandara di bawah umur. Apabila peraturannya sudah baik tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah dalam penegakan hukum di kota Salatiga. Jadi segala bentuk kompromi pihak kepolisian bahkan sanksi yang belum efektif harus dihilangkan dalam proses penegakan hukum di kota Salatiga.