BAB II PENGATURAN PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA
A. Pengertian Pajak Penghasilan dan Dasar Hukumnya 1. Pengertian Pajak Pada hakekatnya pengertian pajak berbeda-beda tergantung dari sudut pandang mana kita memandang masalah pajak ini, namun substansi dan tujuannya sama. Sampai saat ini tidak ada pengertian pajak yang sifatnya universal, maka masing-masing sarjana yang melakukan kajian terhadap pajak memberikan pengertian sendiri. Pajak memiliki berbagai definisi, yang pada hakikatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan para ahli adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbal jasa yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.40 Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran
umum
berhubung
dengan
tugas
negara
untuk
menyelenggarakan pemerintahan.41
40
Mardiasmo, Perpajakan edisi revisi, Andi, Yogyakarta, 2006, hal 1 R. Santoso Brotodihardjo, SH. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama,Cet Pertama Edisi Keempat, Bandung, 2003, hal 2 41
27 Universitas Sumatera Utara
28
Sommerfeld, memberikan pengertian bahwa pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa suatu imbalan kembali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya dalam menjalankan pemerintahan.42 Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsurunsur:43 a. Iuran dari rakyat kepada Negara yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, b. Berdasarkan undang-undang pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya; c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Dengan demikian, bagi Negara pajak merupakan penerimaan yang strategis untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara dan sekaligus sebagai kebersamaan sosial (asas gotong royong) untuk ikut bersama-sama memikul pembiayaan Negara.44 Dari definisi diatas dapat dirumuskan bahwa pajak ialah iuran wajib dari rakyat kepada Negara sebagai wujud peran serta dalam
42
Muqodim, Perpajakan Buku Satu, UII Press, Yogyakarta, 1999, hal 1. Ibid., hal 3 44 Wirawan B.Ilyas, Rudy Suhartono, Pajak Penghasilan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, 2007, hal 2 43
Universitas Sumatera Utara
29
pembangunan yang pengenaannya berdasarkan undang-undang dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta dapat dipaksakan kepada mereka melanggarnya. 2. Pengertian Penghasilan Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 tentang Pajak Penghasilan (PPh) adalah: setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan. Penghasilan untuk keperluan pajak harus menekankan kepada kemampuan ekonomis yang dapat dipakai sebagai konsumsi. Terdapat tiga hal penting dalam batasan penghasilan, yaitu:45 a. menentukan bahwa suatu penghasilan adalah objek pajak bertujuan agar wajib pajak
mendapatkan kepastian apakah suatu jenis penghasilan
merupakan objek pajak sehingga tidak terdapat keragu-raguan dalam menentukan suatu objek pajak. b. mendefinisikan penghasilan adalah mencari benang merah dari suatu pengertian sehingga didapatkan suatu pemahaman yang sama oleh setiap orang tentang definisi dari penghasilan.
45
Mansyuri. Panduan Konsep Utama Pajak Indonesia, PT Bina Karya, Jakarta, 2002, hal
7
Universitas Sumatera Utara
30
3. Pengertian Pajak Penghasilan Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang Republik Indonesia nomor 36 Tahun 2008 pasal 1 pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam undang-undang ini disebut wajib pajak. Wajib pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak ataudapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahu pajak dalam undang-undang ini adalah tahun takwim, namun wajib pajak dapat menggunakan tahu buku yang tidak sama dengan tahun takwim, sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu dua belas bulan. 46 Subjek pajak penghasilan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pada pasal 2 ayat 1 adalah a. Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak 46 Penjelasan pasal 1 undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Takwim; Pembukaan dimulai 1 januari dan berakhir 31 desember disebut tahun pajak Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun Takwim Pembukuan dimulai 1 juli dan berakhir 30 juni.
Universitas Sumatera Utara
31
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. b. Badan Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan,
Universitas Sumatera Utara
32
perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. c. Badan usaha tetap47 Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Adapun fungsi dari pajak itu sendiri adalah sebagai berikut;
a. Fungsi budgetair, yang disebut pula sebagai fungsi penerimaan dan sumber utama kas negara. Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh : Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi reguler, yang disebut pula sebagai fungsi mengatur / alat pengatur kegiatan ekonomi. Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang social dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan, demikian pula terhadap barang mewah. c. Fungsi alokasi, yang disebut pula sebagai sumber
pembiayaan
pembangunan. Kas negara yang telah terisi dan bersumber dari pajak yang
47
Penjelasan Bab II pasal 2 ayat 1 Subjek Pajak pada Undang-undang nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Universitas Sumatera Utara
33
telah terhimpun, harus dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan dalam segala bidang. d. Fungsi distribusi, yang disebut pula sebagai alat pemerataan pendapatan. Wajib pajak harus membayar pajak, pajak tersebut digunakan sebagai biaya pembangunan dalam segala bidang. Pemakaian pajak untuk biaya pembangunan tersebut, harus merata ke seluruh pelosok tanah air agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmatinya bersama.48
2. Dasar Hukum Pajak Hukum pajak harus memberikan jaminan hukum dan keadilan yang tegas, baik untuk Negara selaku pemungut pajak (fiskus) maupun kepada rakyat selaku wajib pajak. Indonesia menganut paham hukum, segala sesuatu yang menyangkut pajak harus ditetapkan dalam undang-undang, hal ini tercantum dalam Pasal 23A Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan UndangUndang”. Lebih lanjut dalam penjelasannya dikatakan oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan UU, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor publik. Akibatnya dari pemindahan sumber daya tersebut, akan mempengaruhi arus dana, daya beli
48
http://fungsi-manfaat.com/jenis-dan-fungsi-pajak.html diakses pada tanggal 6 maret
2015
Universitas Sumatera Utara
34
dan kemampuan belanja sektor privat. Oleh karena pajak dipungut dari rakyat dan membebankan rakyat, maka harus mendapatkan persetujuan dari rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seperti yang dinyatakan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa segala pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.49 Adapun dasar hukum dari undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan adalah sebagaimana tertera dalam bagian mengingat dari undang-undang ini sendiri yaitu; 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesiza Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
49
Wirawan B.Ilyas, Rudy Suhartono, Op.cit., hal 2
Universitas Sumatera Utara
35
2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);50
B. Asas-asas Dasar Pajak Penghasilan Dalam pemungutan pajak didasarkan pada asas-asas tertentu bagi fiskus sehingga dengan asas ini negara memberi hak kepada dirinya sendiri untuk memungut pajak dari penduduknya, yang pada hakekatnya memungut dengan paksa (berdasarkan undang-undang) sebagian dari harta yang dimiliki penduduknya. Asas- asas tersebut adalah : 1. Asas Domisili Pengenaan pajak tergantung pada tempat tinggal (domisili) Wajib Pajak. Wajib Pajak tinggal di suatu negara maka negara itulah yang berhak mengenakan pajak atas segala hal yang berhubungan dengan obyek yang dimiliki Wajib Pajak yang menurut undang-undang dikenakan pajak. Wajib Pajak dalam negeri maupun luar negeri yang bertempat tinggal di Indonesia, maka dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperolehnya baik penghasilan yang diterima dari dalam negeri maupun dari luar negeri, di Indonesia.51 Berdasarkan asas domisili atau kependudukan, negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan 50
Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33018/4/Chapter%20II.pdf diakses tanggal 7 Maret 2015 51
Universitas Sumatera Utara
36
penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduknya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).52 2. Asas Sumber Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu.53 Cara pemungutan pajak yang bergantung pada sumber di mana obyek pajak diperoleh. Tergantung di negara mana obyek pajak tersebut diperoleh. Jika di suatu negara terdapat suatu surnber penghasilan, negara tersebut berhak memungut pajak tanpa melihat wajib pajak itu bertempat tinggal. Baik Wajib
52
Jaja Zakaria, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Serta Penerapannya di Indonesia,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 2 53 Ibid hal 3
Universitas Sumatera Utara
37
Pajak Dalam Negeri maupun Luar Negeri yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia, akan dikenakan pajak di Indonesia.54 3. Asas kebangsaan/nasionalitas (nationality/citizenship principle) Negara yang menganut asas nasionalitas atau kewarganegaraan akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan apabila penghasilan tersebut diperoleh warga negaranya. Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.55 Cara yang berdasarkan kebangsaan menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan dari suatu negara. Asas kebangsaan atau asas nasional, adalah asas yang menganut cara pemunguta npajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu negara. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh), khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi. Penarikan pajak kepada 54
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33018/4/Chapter%20II.pdf diakses tanggal 7 Maret 2015 55 Jaja Zakaria, Op.cit., hal 5
Universitas Sumatera Utara
38
wajib pajak oleh negara (fiskus) merupakan perpindahan sebagai kekayaan atau penghasilan orang kepada negara. Persyaratan atau prinsip-prinsip pokok perpajakan yang paling terkenal adalah yang dikemukakan oleh Adam Smith yang dikenal sebagai “four canons of taxation”. Berdasarkan four canons of taxation yang dikemukakan oleh Adam Smith, dikenal empat asas pemungutan pajak yang baik, yaitu asas persamaan keadilan dan kemampuan (equality, equity, and ability); asas kepastian (certainty); asas kenyamanan pembayaran (convenience of payment); dan asas efisiensi (economy of collection). 4. Asas Persamaan, keadilan dan kemampuan ( equality, equity and ability ). Asas pemungutan pajak yang pertama (first maxim) dari Adam Smith disebut sebagai asas kesamaan (quality of sacrifice), keadilan (equity) dan kemampuan membayar (ability to pay). Equality atau kesamaan mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang yang beraa dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama. Dengan demikian diharapkan akan tercapai keadilan (equity) di antara para pembayar pajak, karena mereka akan dikenakan pajak berdasarkan kemampuannya dalam membayar pajak (ability to pay) yang memang berbeda antara seorang wajib pajak dengan pajak lainnya.56 Dalam asas ini dimaksudkan bahwa pihak wajib pajak atau orang pribadi (natuurlijke persoon) maupun badan hukum (rechtspersoon) dalam membayar pajak secara sama dan mempunyai kemampuan atau sanggup memikul pajak sehingga dirasakan adil secara bersama-sama. Sehingga apabila wajib pajak tidak 56
Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Elementer, Konsep Dasar Perpajakan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hal. 56
Universitas Sumatera Utara
39
mempunyai kemampuan maka orang itu akan bangkrut dan juga pengisian kas negara akan gagal. Untuk hal itu para wajib pajak secara sama-sama dengan wajib pajak lain membayar pajak tergantung besar kecil kemampuannya, dimana wajib pajak yang penghasilannya besar dan kaya membayar pajak yang tinggi, sedangkan yang berpenghasilan kecil atau rendah dan menengah cukup membayar pajak yang sedikit, sebab apabila terlalu berat bagi wajib pajak maka ia sendiri akan hancur ekonomi dan kehidupannya.57 5. Asas Kepastian (certainty). Kepastian yang dimaksud adalah kepastian yang berhubungan dengan hukum, yang mengandung arti jaminan hukum dan buka kepastian yang didasarkan pada kesewenang-wenangan. Karena itu kepastian dalam hal ini sering dikaitkan dengan kepastian hukum. Asas kepastian (certainty) berarti penarikan pajak oleh negara (fiskus) kepada para wajib pajak harus dilakukan dengan kepastian hukum berdasran peraturan tertulis dalam suatu sumber hukum, yang dalam arti formal berbentuk undang-undang yang dibuat melalui badan legislatif.58 Kepastian hukum merupakan tujuan setiap undang-undang pajak. Dalam pembuatannya harus diupayakan supaya ketentuan yang dimuat dalam undang- undang pajak jelas, tegas dan tidak mengandung arti ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain. 6. Asas Kenyamanan Pembayaran (convenience of payment).
57
Marhainis Abdul Haysil, Dasar-dasar Hukum Pahak, Badan Penerbit Yayasan Pembinaan Keluarga UPN Veteran, Jakarta, 1984, hal. 59 58 Marihot Pahala Siahaan, Op.cit.,hal 56
Universitas Sumatera Utara
40
Asas ini berkaitan dengan kesenangan atau kenyamanan wajib pajak dalam membayar pajak (convenience of payment). Hal ini berarti pemungutan dan pembayaran pajak hendaknya dilakukan pada waktu wajib pajak dalam keadaan yang paling menyenangkan. Dengan demikian pajak harus dipungut pada saat dan keadaan yang tepat dan baik, yaitu pada saat wajib pajak mampu membayar pajak (sewaktu mempunyai uang) atau saat menerima penghasilan. Misalnya pada waktu menerima upah. Dengan pelaksanaan asas convenience of payment, fiskus perlu mengembangkan penarikan pajak dengan cara pelayanan yang baik dengan cara mempermudah bagi para wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak dan tepat pada waktunya serta jangan sampai para wajib pajak antri untuk membayar pajak di kas negara, dimana hal itu tidak menyenangkan para wajib pajak. Cara yang ditempuh dalam melayani dengan baik antara lain dengan : a. Memperbanyak kantor-kantor pajak yang berdekatan dengan tempat bagi wajib pajak b. Mempermudah cara pembayaran pajak melalui giro pos, menggunakan materai dan membolehkan bagi yang berpenghasilan berupa uang asing membayar dengan uang asing c. Negara memberikan pelayanan yang baik dengan cara memberikan penerangan tentang pajak dan petugas pajak mendatangi para wajib pajak; dan d. Dilakukan secara tidak lansung kepada para wajib pajak tersebut, seperti pada waktu ia makan ia makan di restoran dengan ditarik pajak restoran.59
59
Marihot Pahala Siahaan, Op cit., hal 57
Universitas Sumatera Utara
41
7. Asas Efisiensi (Economic of Collection). Asas ini berkaitan dengan biaya pemungutan pajak (economi of collection), yang berarti biaya pemungutan pajak, yaitu biaya sejak wajib membayar pajak sampai uang pajak masuk ke kas negara hendaknya seminim mungkin dan diusahakan supaya hasil pemungutan pajak jauh lebih besar dari biaya pemungutannya. Dengan kata lain biaya pemungutan pajak harus relatif lebih kecil dibandingkan dengan uang pajak yang masuk.60
C. Sistem Pemungutan dan Pembayaran Pajak Penghasilan Sistem pemungutan pajak, terbagi atas : 1. Official Assessment System Pemerintah (Fiskus) yang mempunyai wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang. Artinya Wajib Pajak bersifat pasif karena utang pajak baru timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Assessment system Dari asal katanya self assessment terdiri dari kata self yang artinya sendiri dan to assess yang artinya menilai, menghitung, manaksir, dengan demikian self assessment berarti menghitung sendiri dalam hal ini adalah kewajiban perpajakannya. Sedangkan self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar sesuai ketentuan 60
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33018/4/Chapter%20II.pdf diakses tanggal 7 Maret 2015
Universitas Sumatera Utara
42
peraturan perundang-undangan perpajakan Wajib Pajak bersikap aktif karena diberikan wewenang oleh fiskus untuk menghitung, menyetor atau membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar atau terhutang. Fiskus hanya mengawasi. 3. Witholding tax system Pihak ketiga (pemberi penghasilan) diberikan wewenang oleh fiskus untuk melakukan pemungutan dan atau pemotongan pajak kepada pihak lain yang menerima penghasilan, sebesar jumlah pajak yang terhutang.61
Sejak tax reform mulai tahun 1984 pemungutan pajak penghasilan di Indonesia sistem pemungutan pajak yang diterapkan adalah merupakan kombinasi antara self assessment system dan withholding tax system. Self assessment sistem tersirat dalam bunyi Pasal 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berbunyi “Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.”62 Menurut Penjelasan Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak
61
Marihot Pahala Siahaan. 2004. Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban, dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004), hal 22-30 62 Pasal 12 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No.28 Tahun 2007, tahun 2007 Tax Reform adalah Reformasi Pajak
Universitas Sumatera Utara
43
penghasilan menyatakan bahwa pajak penghasilan terbagi dalam beberapa pasal antara lain : a. Pasal 21 ayat (1) Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh: a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun; d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan Ketentuan ini mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan.
Universitas Sumatera Utara
44
Pihak yang wajib melakukan pemotongan pajak adalah pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan. 63 b. Pasal 22 ayat (1) Menteri Keuangan dapat menetapkan: a. bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang; b. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan c. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah64 c. Pasal 23 ayat (1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan: a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: 1. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; 2. bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f; 3. royalti; dan 63
Penjelasan Undang Undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan pasal 21
64
Undang Undang nomor 36 tahun 2008 pasal 22 ayat (1) tentang pajak penghasilan
ayat 1
Universitas Sumatera Utara
45
4. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e; b. dihapus; c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas: 1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan 2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal2165 d. Pasal 24 ayat (1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama. Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, ketentuan ini
65
Undang Undang nomor 36 tahun 2008 pasal 23 ayat (1) tentang pajak penghasilan
Universitas Sumatera Utara
46
mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.66 e. Pasal 25 ayat (1) Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak67 Menurut penjelasan undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan pasal 25 ayat 1, PPH 25 mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan.
ayat 1
66
Penjelasan Undang Undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan pasal 24
67
Undang Undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan pasal 25 ayat 1
Universitas Sumatera Utara