Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
BAB II PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH RAPBN-P 2008 2.1. Pendahuluan Dengan mengevaluasi pelaksanaan APBN-P 2007 serta memantau pelaksanaan APBN pada awal tahun 2008, pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P tahun 2008 diperkirakan akan mengalami perubahan, terutama pada penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah tahun 2007 sebesar Rp708.494,4 miliar, yang berarti 2,1 persen di atas targetnya dalam APBN-P 2007. Pencapaian tersebut terutama diakibatkan oleh tingginya realisasi penerimaan negara bukan pajak sebesar 8,4 persen di atas APBN-P 2007, sedangkan realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp491.834,7 miliar (13,0 persen PDB) menunjukkan 0,04 persen di bawah rencananya di APBN-P 2007. Di sisi lain, realisasi penerimaan Hibah tahun 2007 sebesar Rp1.703,8 miliar menunjukkan penurunan 55,4 persen dari rencananya dalam APBN-P 2007. Namun demikian, bila dibandingkan dengan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2006, maka realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2007 menunjukkan kenaikan 11,1 persen, yang terdiri dari penerimaan perpajakan naik 20,2 persen, PNBP turun 5,3 persen, dan hibah turun 7,1 persen. Kemudian, dari hasil pemantauan pelaksanaan APBN 2008 memasuki dua bulan berjalan, terjadi perubahan perkiraan pendapatan negara terutama disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi sebagai dampak perlambatan ekonomi global. Kedua, perubahan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sejalan dengan meningkatnya harga minyak mentah di pasar dunia. Ketiga, asumsi tingkat inflasi yang lebih tinggi sebagai akibat kenaikan harga komoditas pangan di pasar dunia. Keempat, asumsi lifting minyak yang lebih rendah dari yang diperkirakan dalam APBN 2008. Kelima, perubahan asumsi nilai tukar rupiah sebagai dampak faktor eksternal dan internal. Keenam, perubahan kebijakan di bidang pendapatan negara yang sebelumnya tidak direncanakan pada saat penyusunan APBN 2008, khususnya dalam rangka 9 (sembilan) langkah pengamanan pelaksanaan APBN 2008. Di antara 9 (sembilan) langkah pengamanan pelaksanaan APBN 2008 yang bertujuan mengurangi beban masyarakat dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan, terdapat beberapa langkah yang terkait dengan bidang pendapatan negara dan akan ikut mempengaruhi perubahan besaran pendapatan negara. Langkah pengamanan APBN 2008 yang terkait dengan bidang pendapatan negara adalah (i) optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN, serta (ii) pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis. Langkah optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN antara lain melalui upaya: (i) penundaan penyesuaian Tarif PPh Badan dan PPh orang pribadi karena amandemen UU PPh belum berlaku di tahun 2008, (ii) upaya tambahan peningkatan perpajakan beberapa sektor yang mendapat windfall dari kenaikan harga minyak mentah, serta (iii) penarikan dividen interim BUMN. RAPBN-P 2008
II-1
Bab II
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Langkah pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis (beras, tepung terigu dan gandum, kedelai, dan minyak goreng) diantaranya melalui kebijakan: (i) penurunan bea masuk impor beras; (ii) melanjutkan PPN minyak goreng ditanggung Pemerintah; (iii) penerapan bea keluar CPO dan produk turunannya, serta biofuel; (iv) penurunan bea masuk terigu dan PPN gandum dan terigu ditanggung Pemerintah; serta (v) penurunan bea masuk impor kedelai dan penurunan PPh impor kedelai. Pengurangan beban pajak melalui pajak ditanggung Pemerintah (DTP) dan fasilitas perpajakan tersebut di atas diharapkan dapat menurunkan harga beberapa komoditas pangan strategis di tahun 2008, sehingga harganya di pasar dapat terjangkau oleh masyarakat serta pendapatan riil masyarakat tidak menurun. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka anggaran pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P tahun 2008 direncanakan sebesar Rp839.401,5 miliar (19,6 persen PDB), yang berarti naik sebesar Rp58.047,4 miliar atau 7,4 persen dari rencananya dalam APBN 2008 sebesar Rp781.354,1 miliar (18,1 persen PDB). Perkiraan pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P tahun 2008 tersebut, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2007 sebesar Rp708.494,4 miliar (18,7 persen PDB), berarti mengalami peningkatan sebesar Rp130.907,1 miliar atau 18,5 persen. Perubahan yang lebih tinggi pada rencana pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P tahun 2008 tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya, baik perkiraan penerimaan perpajakan, terutama yang bersumber dari penerimaan PPh Migas, PPN dan PPnBM, serta bea keluar, maupun PNBP, khususnya yang bersumber dari penerimaan SDA Migas.
2.2 Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2007 Didasarkan pada kondisi perekonomian dalam tahun 2007 dan berbagai langkah kebijakan yang diimplementasikan, serta komitmen bantuan yang diperoleh, maka realisasi pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2007 mencapai Rp708.494,4 miliar, yang berarti 2,1 persen diatas targetnya dalam APBN-P 2007. Realisasi pendapatan negara dan hibah tersebut juga menunjukkan kenaikan 11,1 persen dari realisasinya dalam tahun 2006. Sebagian besar realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2007 berasal dari penerimaan perpajakan sebesar 69,4 persen dan PNBP sebesar 30,3 persen, sedangkan sisanya (0,3 persen) dari Hibah, seperti yang terlihat pada Tabel II.1. Selain itu, dalam Grafik II.1 dapat dilihat juga perkembangan pendapatan negara dan hibah sampai dengan tahun 2007.
2.2.1. Penerimaan Dalam Negeri Tahun 2007 Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan dalam negeri sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, terutama harga minyak mentah di pasar internasional dan kenaikan harga komoditi pangan dunia, serta faktor internal, yaitu perkembangan kinerja perekonomian nasional dan langkah-langkah yang ditempuh untuk meningkatkan penerimaan perpajakan. Relatif tingginya pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2007 yang diperkirakan dapat mencapai 6,3 persen telah membantu pencapaian target penerimaan perpajakan dalam tahun 2007. Selanjutnya, tingginya realisasi harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional juga menyebabkan pencapaian realisasi PNBP Migas dan PPh Migas dapat melampaui targetnya yang telah ditetapkan dalam APBN-P 2007. Secara keseluruhan, realisasi II-2
RAPBN-P 2008
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
Tabel II.1 Pendapatan Negara dan Hibah, 2006 - 2007 (miliar rupiah)
*)
2007
2006 Realisasi
% thd PDB
APBN-P
% thd PDB
Realisasi **)
% thd PDB
Pendapatan Negara dan Hibah
637.987,1
19,1
694.087,9
18,5
708.494,4
A. Penerimaan Dalam Negeri
636.153,1
19,1
690.264,6
18,4
706.790,6
18,7
1. Penerimaan Perpajakan
409.203,0
12,3
492.010,9
13,1
491.834,7
13,0
395.971,5
11,9
474.551,0
12,6
470.906,0
12,5
13.231,5
0,4
17.459,9
0,5
20.928,8
0,6
226.950,1
6,8
198.253,7
5,3
214.955,9
5,7
1.834,1
0,1
3.823,3
0,1
1.703,8
0,0
a. Pajak Dalam Negeri b. Pajak Perdagangan Internasional 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak B. Hibah
18,7
*) Perbedaan angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan **) Angka Sementara Sumber: Departemen Keuangan
Grafik II.1. Perkembangan Pendapatan Negara dan Hibah 2004 - 2007 (Rp triliun) 800 700 600 500 400 300 200 100 0
708,5
638,0 636,2 495,2
706,8
493,9
403,4403,1
0,3
2004 Pendapatan Negara
1,3
1,8
2005 Penerimaan Dalam Negeri
2006
1,7
2007
Hibah
Sumber: Departemen Keuangan
penerimaan dalam negeri tahun 2007 mencapai Rp706.790,6 miliar, yang berarti 2,4 persen di atas targetnya di APBN-P 2007. Bila dibandingkan dengan realisasi penerimaan dalam negeri tahun 2006, pencapaian di tahun 2007 menunjukkan peningkatan 11,1 persen. Sekitar 69,6 persen realisasi penerimaan dalam negeri pada tahun 2007 bersumber dari perpajakan, dan 30,4 persen dari PNBP.
2.2.1.1. Penerimaan Perpajakan Tahun 2007 Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp491.834,7 miliar (13,0 persen PDB) hanya sedikit di bawah targetnya dalam APBN-P tahun 2007 sebesar Rp492.010,9 miliar. Namun apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2006 sebesar Rp409.203,0 miliar (12,3 persen PDB), realisasi penerimaan perpajakan tahun 2007 RAPBN-P 2008
II-3
Bab II
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
menunjukkan peningkatan sebesar 20,2 persen. Realisasi penerimaan perpajakan tahun 2007 yang meningkat cukup besar dari realisasinya dalam tahun 2006 didukung oleh tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi serta langkah ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang perpajakan. Selanjutnya, dalam Grafik II.2 dan Grafik II.3 dapat dilihat perkembangan penerimaan perpajakan.
Grafik II.3. Pertumbuhan Penerimaan Perpajakan (%)
Grafik II.2. Penerimaan Perpajakan (Rp Triliun) 491,8 500
409,2
400
23,7
25,0
347,0
20,0
280,6
300
15,0
200
17,9
16,0
20,2
10,0
100
5,0
0 2004
2005
2006
2007
0,0 2004
Sumber: Departemen Keuangan
2005
2006
2007
Sumber: Departemen Keuangan
Bila dilihat dari komposisinya, sekitar 95,7 persen dari realisasi penerimaan perpajakan tahun 2007 bersumber dari penerimaan pajak dalam negeri (PPh, PPN & PPn-BM, PBB & BPHTB, cukai, dan pajak lainnya), sedangkan 4,3 persen bersumber dari penerimaan pajak perdagangan internasional (bea masuk dan bea keluar). Dalam komponen penerimaan perpajakan, terdapat beberapa jenis penerimaan yang mencatat kenaikan realisasi yang cukup signifikan dalam tahun 2007, seperti penerimaan bea keluar, PPN dan PPn-BM, bea masuk, dan BPHTB. Peningkatan realisasi yang sangat mencolok terjadi pada penerimaan bea keluar yang terutama berasal dari CPO dan produk turunannya, yang realisasinya meningkat 288,4 persen dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2006. Kenaikan realisasi bea keluar tersebut disebabkan oleh kebijakan kenaikan tarif bea keluar atas CPO dan turunannya untuk mengantisipasi kelangkaan bahan baku produksi minyak goreng dalam negeri dalam tahun 2007 sebagai akibat tingginya harga CPO di pasar internasional. Realisasi penerimaan perpajakan dalam 2 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel II.2, yang selanjutnya akan diuraikan dalam penjelasan berikut ini. Sebagai salah satu sumber penerimaan perpajakan yang terbesar, penerimaan PPh dalam tahun 2007 sebesar Rp238.740,0 miliar menunjukkan kenaikan sekitar 14,3 persen dari realisasi PPh tahun 2006. Sumber penerimaan PPh, sebagian besar (81,6 persen) berasal dari PPh Non-migas, sedangkan sisanya 18,4 persen dari PPh Migas yang sangat berfluktuatif mengikuti perkembangan harga minyak mentah. Realisasi penerimaan PPh Migas tahun 2007 mencapai Rp44.004,4 miliar, yang berarti meningkat 1,9 persen dibandingkan dengan realisasi PPh Migas tahun 2006. Kenaikan
II-4
RAPBN-P 2008
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
penerimaan PPh tersebut disebabkan karena peningkatan harga minyak dalam tahun 2007, walaupun diimbangi oleh penurunan lifting dalam periode yang sama. Sementara itu, realisasi penerimaan PPh Non-Migas dalam tahun 2007 mencapai Rp194.735,6 miliar, yang berarti mengalami peningkatan 17,6 persen jika dibandingkan dengan penerimaan PPh Non-Migas dalam tahun 2006. Namun demikian, realisasi penerimaan PPh Non-Migas tersebut masih di bawah targetnya dalam APBN-P 2007. Lebih rendahnya pencapaian penerimaan PPh Non-Migas tersebut disebabkan antara lain oleh tidak terealisirnya beberapa penerimaan PPh Badan serta lebih tingginya pemberian restitusi PPh. Tabel II.2 Perkembangan Penerimaan Perpajakan, 2006-2007 *) (miliar rupiah) 2006
Penerimaan Perpajakan a. Pajak Dalam Negeri i.
ii. iii. iv. v. vi.
2007
Realisasi
% thd PDB
409.203,0
12,3
492.010,9
13,1
491.834,7
13,0
395.971,5
11,9
474.551,0
12,6
470.906,0
12,5
APBN-P
% thd PDB
Realisasi **)
% thd PDB
Pajak penghasilan
208.833,1
6,3
251.748,3
6,7
238.740,0
6,3
1. Migas 2. Non-Migas
43.187,9 165.645,2
1,3 5,0
37.267,6 214.480,7
1,0 5,7
44.004,4 194.735,6
1,2 5,1
PPN dan PPnBM PBB BPHTB Cukai Pajak lainnya
123.035,9 20.858,5 3.184,5 37.772,1 2.287,4
3,7 0,6 0,1 1,1 0,1
152.057,2 22.025,8 3.965,5 42.034,7 2.719,5
4,0 0,6 0,1 1,1 0,1
155.187,2 23.619,1 5.935,7 44.680,7 2.743,3
4,1 0,6 0,2 1,2 0,1
13.231,5
0,4
17.459,9
0,5
20.928,8
0,6
12.140,4 1.091,1
0,4 0,0
14.417,6 3.042,3
0,4 0,1
16.690,7 4.238,1
0,4 0,1
b. Pajak Perdagangan Internasional i. Bea masuk ii. Bea Keluar
*) Perbedaan angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan **) Angka Sementara Sumber : Departemen Keuangan
Realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2007 mencapai Rp155.187,2 miliar, yang berarti mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yaitu 26,1 persen dari realisasinya dalam tahun 2006. Kenaikan PPN dan PPnBM tersebut sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, yang berarti semakin banyak kegiatan ekonomi yang terkena PPN dan PPnBM. Di sisi lain kenaikan realisasi PPN dan PPnBM dalam tahun 2007 tersebut juga telah memperhitungkan pemberian restitusi PPN yang lebih tinggi dalam tahun 2007 dibandingkan dengan restitusi PPN dalam tahun 2006. Selain itu, apabila dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN-P 2007, maka realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2007 tersebut masih lebih tinggi Rp3.130,0 miliar. Realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2007 relatif masih cukup tinggi, meskipun dalam tahun tersebut terdapat kebijakan untuk mempercepat restitusi PPN dalam rangka
RAPBN-P 2008
II-5
Bab II
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak. Hal tersebut disebabkan antara lain oleh adanya keberhasilan reformasi di bidang perpajakan, khususnya pemusatan administrasi pelaporan PPN dan implementasi program optimalisasi pemanfaatan program data perpajakan, termasuk penggalian sektor usaha tertentu. Selanjutnya, realisasi penerimaan PBB tahun 2007 sebesar Rp23.619,1 miliar mengalami kenaikan 13,2 persen dari realisasinya dalam tahun 2006. Apabila dibandingkan dengan target pada APBN-P 2007, realisasi penerimaan PBB tahun 2007 tersebut mencapai 7,2 persen di atas target yang ditetapkan. Hal ini didukung oleh keberhasilan dalam penerapan kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi PBB. Sedangkan, realisasi penerimaan BPHTB tahun 2007 sebesar Rp5.935,7 miliar menunjukkan kenaikan 86,4 persen dibandingkan dengan realisasi penerimaan BPHTB tahun 2006. Selain itu, realisasi penerimaan BPHTB tahun 2007 juga menunjukkan 49,7 persen lebih besar dari targetnya dalam APBN-P 2007. Pencapaian penerimaan BPHTB yang sangat signifikan ini menunjukkan adanya peningkatan volume dan nilai transaksi penjualan tanah dan/ atau bangunan. Selanjutnya, realisasi penerimaan cukai selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata peningkatan dalam empat tahun terakhir sekitar 14,2 persen per tahun. Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan cukai meningkat sebesar 18,3 persen dari realisasi tahun 2006. Apabila dibandingkan dengan target yang ditetapkan pada APBN-P tahun 2007, maka realisasi penerimaan cukai dalam tahun 2007 sebesar Rp44.680,7 miliar mengalami peningkatan 6,3 persen. Dari realisasi penerimaan cukai tersebut, sekitar 98,0 persen bersumber dari cukai hasil tembakau yang mengalami peningkatan produksi rokok sekitar 13,2 miliar batang, yaitu dari 218,7 miliar batang pada tahun 2006 menjadi 231,9 miliar batang pada tahun 2007. Di samping itu, lebih tingginya realisasi penerimaan cukai dalam tahun 2007 tersebut, menunjukkan keberhasilan kebijakan cukai nasional, khususnya dalam penerapan tarif cukai yang mengarah pada tarif spesifik. Realisasi penerimaan pajak lainnya dalam tahun 2007 sebesar Rp2.743,3 miliar tidak jauh berbeda dengan target yang ditetapkan dalam APBN-P 2007. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2006 maka realisasi penerimaan pajak lainnya tersebut mengalami kenaikan sebesar 19,9 persen. Kenaikan ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya transaksi yang menggunakan Bea Materai, seperti transaksi pembiayaan kendaraan bermotor dan transaksi perbankan. Dari penerimaan perpajakan perdagangan internasional, realisasi penerimaan bea masuk dalam tahun 2007 sebesar Rp16.690,7 miliar mengalami kenaikan 15,8 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2007. Realisasi penerimaan bea masuk tersebut juga mengalami kenaikan sebesar 37,5 persen dibandingkan dengan realisasi penerimaannya dalam tahun 2006. Hal tersebut disebabkan adanya peningkatan investasi karena penurunan tarif bea masuk yang ditujukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, berupa peningkatan efisiensi industri dalam negeri (incentive/industry assistance), pengendalian konsumsi, optimalisasi penerimaan negara, dan mendukung kebijakan perdagangan internasional. Sementara itu, meningkatnya harga komoditi pertanian, khususnya CPO dan produk turunannya, berimbas pada penerimaan bea keluar tahun 2007. Realisasi penerimaan bea keluar tahun 2007 sebesar Rp4.238,1 miliar lebih tinggi 39,3 persen dari target yang II-6
RAPBN-P 2008
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
ditetapkan dalam APBN-P 2007. Selain itu, realisasi penerimaan bea keluar ini juga lebih tinggi Rp3.147,0 miliar dari realisasinya pada tahun 2006. Pencapaian ini disebabkan kenaikan tarif bea keluar atas CPO dan turunannya untuk mengantisipasi kelangkaan bahan baku produksi minyak goreng dalam negeri pada tahun 2007 sebagai akibat tingginya harga CPO di pasar internasional.
2.2.1.2.Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun 2007 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997, PNBP meliputi: (i) penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah; (ii) penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam; (iii) penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; (iv) penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah; (v) penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; (vi) penerimaan hibah yang merupakan hak Pemerintah; dan (vii) penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Sementara dalam struktur APBN, PNBP dikategorikan dalam: (i) penerimaan sumber daya alam; (ii) penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN; (iii) PNBP lainnya; dan (iv) surplus Bank Indonesia. Dalam tahun 2007, proporsi besaran PNBP dalam struktur APBN masih sangat tergantung oleh penerimaan sumber daya alam (SDA), terutama migas, sedangkan PNBP lainnya yang bersumber dari berbagai kementerian dan lembaga memiliki penerimaan yang relatif lebih kecil. Besaran PNBP migas sangat dipengaruhi lifting minyak, harga minyak mentah Indonesia, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Besaran PNBP SDA non migas terutama pertambangan umum mengalami perubahan yang cukup signifikan seiring dengan perubahan harga sumber mineral di pasar internasional. Realisasi PNBP pada tahun 2007 mencapai Rp214.955,9 miliar (5,7 persen PDB) atau sebesar 30,4 persen dari total penerimaan dalam negeri tahun 2007. Bila dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2007, maka realisasi PNBP tahun 2007 mengalami kenaikan 8,4 persen. Lebih tingginya realisasi PNBP tersebut terutama berasal dari kenaikan realisasi PNBP SDA Migas sebagai akibat tingginya harga minyak ICP. Berdasarkan komposisinya, dari keseluruhan realisasi PNBP dalam tahun 2007, sekitar 61,9 persen bersumber dari PNBP SDA, 10,8 persen dari bagian pemerintah atas laba BUMN, 6,4 persen dari surplus Bank Indonesia, dan 20,9 persen dari PNBP lainnya. Dalam Grafik II.4 dapat dilihat perkembangan PNBP. Detail dari realisasi PNBP dalam dua tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel II.3, dan diuraikan di bawah ini.
Grafik II.4. Penerimaan PNBP 2005-2007 (Rp triliun)
250
226,9
215,0
200 167,5
146,9
133,0
150 110,5 100
45,0 36,5
50
Penerimaan Sumber Daya Alam Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) mencapai Rp133.027,0 miliar yang menunjukkan 15,6 persen lebih tinggi dari RAPBN-P 2008
23,6
21,5
12,8
2005 PNBP
Penerimaan SDA
13,7
1,5
0
0
23,2
2006 Bagian Laba BUMN
2007 PNBP Lainnya
Surplus BI
Sumber: Departemen Keuangan
II-7
Bab II
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
rencananya dalam APBN-P 2007. Pencapaian tersebut sangat dipengaruhi oleh lebih tingginya realisasi harga minyak ICP dari yang diasumsikan dalam APBN-P 2007. Namun bila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2006, maka realisasi penerimaan SDA tahun 2007 masih mengalami penurunan sekitar 20,6 persen terutama sebagai dampak lebih rendahnya lifting minyak mentah dalam tahun 2007. Sebagian besar sumber penerimaan SDA berasal dari Migas, dan dalam porsi yang lebih kecil berasal dari SDA NonMigas. Tabel II.3 Perkembangan PNBP, 2006-2007 *)
P
(miliar rupiah)
2007
2006 URAIAN
Realisasi
% thd PDB
APBN-P
% thd PDB
Realisasi
**)
% thd PDB
Penerimaan Negara Bukan Pajak
226.950,1
6,8
198.253,7
5,3
214.955,9
5,7
A.
Penerimaan SDA
167.473,8
5,0
115.053,3
3,1
133.027,0
3,5
1.
158.086,1 125.145,4
4,7 3,7
107.718,9 78.234,6
2,9 2,1
124.783,7 93.604,5
3,3 2,5
32.940,7 9.387,7 6.781,4 2.409,5 196,9
1,0 0,3 0,2 0,1 0,0
29.484,4 7.334,4 4.843,3 2.291,1 200,0
0,8 0,2 0,1 0,1 0,0
31.179,2 8.243,3 5.845,1 2.282,4 115,8
0,8 0,2 0,2 0,1 0,0 0,6
SDA Migas i. Minyak Bumi
ii. Gas Alam 2. SDA Non Migas i. Pertambangan Umum ii. Kehutanan iii. Perikanan B.
Bagian Laba BUMN
21.450,6
0,6
21.800,0
0,6
23.221,9
C.
PNBP lainnya
36.503,2
1,1
47.731,1
1,3
45.037,7
1,2
D.
Surplus BI
1.522,5
0,0
13.669,3
0,4
13.669,3
0,4
*) Perbedaan angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan **) Angka Sementara Sumber: Departemen Keuangan
Realisasi penerimaan SDA migas dalam tahun 2007 mencapai Rp124.783,7 miliar, yang berarti 15,8 persen lebih tinggi dibandingkan dengan targetnya dalam APBN-P tahun 2007. Jumlah tersebut, bersumber dari penerimaan SDA minyak bumi sebesar 75,0 persen dan penerimaan SDA gas alam sebesar 25,0 persen. Lebih tingginya realisasi penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam dalam tahun 2007 tersebut, antara lain dipengaruhi oleh perubahan asumsi ekonomi makro, terutama karena lebih tingginya perkiraan harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional (ICP) dari US$60,0 per barel dalam APBN-P tahun 2007 menjadi US$69,7 per barel dalam realisasi tahun 2007. Penerimaan SDA pertambangan umum dalam tahun 2007 mencapai Rp5.845,1 miliar yang menunjukkan kenaikan 20,7 persen dari rencana dalam APBN-P 2007. Kenaikan realisasi SDA tersebut berasal dari adanya kenaikan iuran eksploitasi (royalty) sebagai akibat dari: (i) kenaikan harga sumber daya mineral di pasar internasional, dan (ii) royalty kuasa pertambangan (KP) yang diterbitkan Pemerintah Daerah. Penerimaan SDA pertambangan umum berdasarkan realisasi tahun 2007, meliputi realisasi penerimaan iuran tetap (landrent) sebesar Rp542,4 miliar, dan realisasi iuran eksploitasi (royalty) sebesar Rp5.302,7 miliar. II-8
RAPBN-P 2008
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
Di sisi lain, realisasi penerimaan SDA kehutanan dalam tahun 2007 mencapai Rp2.282,4 miliar. Apabila dibandingkan dengan target penerimaan SDA kehutanan dalam APBN-P tahun 2007 maka terdapat penurunan sebesar Rp8,7 miliar. Menurunnya realisasi penerimaan SDA kehutanan dalam tahun 2007 terutama disebabkan oleh penurunan penerimaan dari PSDH. Demikian juga, bila dibandingkan dengan pencapaiannya dalam tahun 2006, maka realisasi penerimaan SDA kehutanan tahun 2007 menunjukkan penurunan. Dalam periode yang sama, realisasi penerimaan SDA perikanan tahun 2007 mencapai Rp115,8 miliar. Apabila dibandingkan dengan target penerimaan SDA perikanan dalam APBN-P 2007 sebesar Rp200,0 miliar, maka realisasi penerimaan SDA dalam tahun 2007 tersebut mengalami penurunan sebesar 42,1 persen. Lebih rendahnya realisasi penerimaan SDA perikanan dalam tahun 2007 tersebut, antara lain disebabkan oleh: (i) penurunan produksi perikanan; (ii) ketidakpatuhan untuk membayar pungutan; (iii) berakhirnya bilateral arrangement RI - RRC pada tanggal 16 Juli 2007; (iv) maraknya Illegal Fishing (pemalsuan dokumen penangkapan yang tidak sesuai dengan perizinannya, tidak melaporkan hasil tangkapan); dan (v) banyaknya pungutan ganda di daerah juga menjadi tantangan dalam mencapai target penerimaan SDA perikanan. Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN dipengaruhi antara lain oleh: (i) perbaikan kinerja BUMN, terutama Pertamina, BUMN perbankan, pertambangan dan telekomunikasi; (ii) kondisi makro ekonomi secara umum; dan (iii) perbaikan governance dan pengawasan kinerja BUMN secara umum diarahkan untuk go public dengan metode Initial Public Offering (IPO). Sementara itu, realisasi penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN (dividen) dalam tahun 2007 mencapai Rp23.221,9 miliar. Apabila dibandingkan dengan target penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN pada APBN-P tahun 2007 maka pencapaian dalam tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 6,5 persen. Peningkatan realisasi dividen tahun 2007 tersebut, terutama disebabkan oleh meningkatnya laba BUMN non-Pertamina yang berasal dari sektor pertambangan dan perkebunan yang mengalami peningkatan kinerja yang cukup baik. Surplus Bank Indonesia Pada tahun 2007 Pemerintah menerima setoran yang berasal dari surplus Bank Indonesia sebesar Rp13.669,3 miliar. Jumlah tersebut merupakan surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia setelah dikurangi 30 persen untuk cadangan tujuan dan cadangan umum sebagai penambah modal sehingga rasio jumlah modal mencapai 10,0 persen terhadap total kewajiban moneter Bank Indonesia. Sesuai pasal 62 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, setoran surplus Bank Indonesia tersebut digunakan untuk melunasi sebagian pokok kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia (SRBI-01). Jumlah penerimaan sisa surplus Bank Indonesia pada tahun 2007 tersebut meningkat sangat signifikan bila dibandingkan
RAPBN-P 2008
II-9
Bab II
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
dengan penerimaan surplus Bank Indonesia pada tahun sebelumnya sebesar Rp1.522,5 miliar. PNBP Lainnya PNBP lainnya dalam tahun 2007 sebesar Rp45.037,7 miliar, yang berarti mengalami penurunan sebesar 5,6 persen bila dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2007. Namun demikian, realisasi PNBP lainnya tahun 2007 tersebut masih lebih tinggi 23,4 persen apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2006. Kenaikan tersebut terutama disebabkan meningkatnya realisasi PNBP dari penerimaan fungsional atas pemberian pelayanan oleh kementerian/lembaga kepada masyarakat, diantaranya meningkatnya penerimaan dari: (i) Departemen Komunikasi dan Informatika; (ii) Departemen Pendidikan Nasional; (iii) Badan Pertanahan Nasional; (iv) Departemen Hukum dan HAM; dan (v) Kepolisian Republik Indonesia.
2.2.2. Hibah Tahun 2007 Penerimaan hibah yang dicatat di dalam APBN merupakan sumbangan atau donasi (grant) dari negara-negara asing, lembaga/badan internasional, lembaga/badan nasional, serta perorangan yang tidak diikuti kewajiban untuk membayar kembali. Perkembangan penerimaan negara yang berasal dari hibah ini dalam setiap tahun anggaran tergantung pada komitmen dan kesediaan negara atau lembaga donor dalam memberikan donasi (bantuan) kepada Pemerintah Indonesia. Selain itu, pada umumnya penggunaan dana hibah harus sesuai dengan keperluan tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama yang tertuang dalam nota kesepahaman (memorandum of understanding) antara pemerintah Indonesia dengan pihak donor. Perkembangan hibah yang diterima oleh pemerintah Indonesia dalam tiga tahun terakhir terkait erat dengan terjadinya bencana alam yang melanda berbagai daerah, seperti bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami yang menerpa sebagian besar wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias pada penghujung tahun 2004, yang kemudian disusul dengan gempa bumi yang melanda pulau Simeulue pada bulan Maret 2005, serta gempa bumi yang melanda Provinsi D.I. Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah. Berkaitan dengan bencana tersebut, pemerintah Indonesia menerima komitmen bantuan baik berupa pinjaman lunak maupun hibah yang tertuang dalam Pledge. Selain hibah dalam kerangka kerjasama multilateral tersebut, pemerintah Indonesia juga banyak menerima donasi dari negara-negara asing dalam kerangka kerjasama bilateral (government to government/G to G). Realisasi penerimaan hibah dalam tahun 2007 mencapai Rp1.703,8 miliar, yang menunjukkan sedikit penurunan dari realisasi hibah dalam tahun 2006.
2.3. Perubahan Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2008 Dalam memasuki dua bulan berjalan pelaksanaan APBN 2008, perubahan rencana pendapatan negara dan hibah dalam APBN 2008 tidak dapat dihindarkan menghadapi kondisi II-10
RAPBN-P 2008
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
perekonomian di dalam negeri yang mendapat tekanan akibat perubahan perekonomian global yang cukup signifikan. Perubahan perekonomian global tersebut dimulai dari situasi perekonomian global yang bergejolak dengan cepat, yang antara lain berasal dari kenaikan harga minyak mentah dunia yang sangat tinggi dan kemudian diikuti oleh kenaikan harga komoditas pangan di pasar dunia yang masih dominan diimpor Indonesia. Selain itu krisis subprime mortgage telah berimbas kepada perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang sangat mempengaruhi perekonomian dunia. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia, sehingga Pemerintah harus melakukan penyesuaian beberapa asumsi indikator ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, harga minyak mentah Indonesia, dan nilai tukar rupiah. Indikator ekonomi makro lainnya yang juga harus disesuaikan adalah lifting minyak mentah berdasarkan evaluasi pencapaiannya dalam tahun 2007. Akibat perubahan beberapa indikator ekonomi makro tersebut berpotensi akan menimbulkan risiko tekanan pada pelaksanaan APBN 2008 ke arah yang tidak sustainable. Untuk mengantisipasi risiko tersebut, Pemerintah telah menyiapkan 9 (sembilan) langkah pengamanan APBN 2008 agar dapat dikendalikan pada tingkat yang aman dan tidak mengganggu perekonomian Indonesia pada tahap berikutnya. Dari 9 (sembilan) langkah pengamanan APBN 2008, termasuk langkah-langkah yang akan ditempuh pemerintah terkait dengan pendapatan negara tahun 2008, yaitu (i) optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN, dan (ii) pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis. Langkah optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN antara lain melalui upaya: (i) penundaan penyesuaian Tarif PPh Badan dan PPh orang pribadi karena amandemen UU PPh belum berlaku di tahun 2008; (ii) upaya tambahan peningkatan perpajakan beberapa sektor yang mendapat windfall dari kenaikan harga minyak mentah; (iii) intensifikasi penerimaan cukai, serta (iv) penarikan dividen interim BUMN. Kemudian, langkah pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis (beras, tepung terigu dan gandum, kedelai, dan minyak goreng) ditempuh melalui beberapa kebijakan: (i) Penurunan bea masuk impor beras; (ii) melanjutkan PPN minyak goreng ditanggung Pemerintah; (iii) penerapan bea keluar CPO dan produk turunannya, serta Biofuel; (iv) penurunan bea masuk terigu dan PPN gandum dan terigu ditanggung Pemerintah: serta (v) penurunan bea masuk impor kedelai dan penurunan PPh impor kedelai. Sebagai dampak kondisi di atas, pendapatan negara dan hibah dalam APBN 2008 sebesar Rp781.354,1 miliar (18,1 persen PDB) direncanakan akan mengalami perubahan dalam RAPBN-P 2008 menjadi sebesar Rp839.401,5 miliar (19,6 persen PDB), yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp58.047,4 miliar atau 7,4 persen. Besaran perubahan pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P 2008 dapat dilihat dalam Tabel II.4.
2.3.1. Penerimaan Dalam Negeri Tahun 2008 Perubahan perkiraan pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P 2008 terutama bersumber dari perubahan perkiraan penerimaan dalam negeri. Sebagai dampak perubahan asumsi ekonomi makro serta langkah pengamanan APBN 2008 di bidang pendapatan negara,
RAPBN-P 2008
II-11
Bab II
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
maka penerimaan dalam negeri direncanakan akan mengalami perubahan, dari Rp779.214,5 miliar dalam APBN 2008 menjadi Rp836.695,5 miliar dalam RAPBN-P 2008. Perubahan tersebut menunjukkan penerimaan dalam negeri mengalami kenaikan Rp57.481,0 miliar atau 7,4 persen dari yang telah direncanakan di APBN 2008. Perubahan perkiraan penerimaan dalam negeri tersebut berasal dari perubahan penerimaan perpajakan dan PNBP.
Tabel II.4 Pendapatan Negara dan Hibah, 2008
*)
(miliar rupiah)
Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan a. Pajak Dalam Negeri b. Pajak Perdagangan Internasional 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. Hibah
APBN
% thd PDB
RAPBN-P
% thd PDB
781.354,1 779.214,5 591.978,4 569.971,7 22.006,7 187.236,1 2.139,7
18,1 18,1 13,7 13,2 0,5 4,3 0,0
839.401,5 836.695,5 601.476,4 572.784,8 28.691,6 235.219,2 2.705,9
19,6 19,5 14,0 13,4 0,7 5,5 0,1
*) Perbedaan angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan Sumber: Departemen Keuangan
2.3.1.1. Penerimaan Perpajakan Tahun 2008 Perubahan Penerimaan Perpajakan dalam RAPBN-P 2008 selain dipengaruhi oleh perubahan asumsi beberapa indikator ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, harga minyak mentah Indonesia, nilai tukar rupiah, dan lifting minyak mentah, juga dipengaruhi oleh langkah pengamanan APBN 2008 dari sisi (i) optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN; dan (ii) pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis. Penerimaan perpajakan merupakan salah satu alat kebijakan fiskal yang sangat efektif dalam mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam negeri. Di sisi permintaan, pengurangan beban pajak baik melalui DTP maupun fasilitas perpajakan dapat menurunkan harga di pasar, sehingga permintaan atau daya beli masyarakat tetap terjaga. Sedangkan, di sisi penawaran, pengenaan bea keluar atas komoditi strategis dapat mengurangi ekspor, sehingga penawaran dalam negeri tetap terjaga. Berdasarkan pendekatan tersebut, detail langkah optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN melalui peningkatan perpajakan dan PNBP pada beberapa sektor yang mendapat windfall dari kenaikan harga minyak mentah; intensifikasi penerimaan cukai; serta penarikan dividen interim BUMN. Adapun langkah pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis ditindaklanjuti antara lain dengan pemberian fasilitas perpajakan dan pajak ditanggung Pemerintah (PPh, PPN II-12
RAPBN-P 2008
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
dan PPnBM, dan bea masuk), kebijakan tarif pajak ekspor CPO, serta langkah-langkah administrasi perpajakan yang telah dan akan dilakukan dalam tahun 2008. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, maka target penerimaan perpajakan dalam RAPBN-P tahun 2008 diperkirakan mencapai Rp601.476,4 miliar, atau 14,0 persen PDB. Jumlah ini berarti lebih tinggi Rp9.498,0 miliar atau 1,6 persen dari rencana penerimaan perpajakan yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp591.978,4 miliar (13,7 persen PDB). Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan perpajakan tahun 2007 sebesar Rp491.834,7 miliar (13,0 persen PDB), maka rencana penerimaan perpajakan dalam RAPBN-P tahun 2008 menunjukkan peningkatan sebesar Rp109.641,7 miliar (22,3 persen). Rencana penerimaan perpajakan dalam RAPBN-P tahun 2008 tersebut terdiri dari pajak dalam negeri sebesar Rp572.784,8 miliar (13,4 persen PDB) dan pajak perdagangan internasional sebesar Rp28.691,6 miliar (0,7 persen PDB) sebagaimana terlihat dalam Tabel II.5. Tabel II.5 Penerimaan Perpajakan, 2008
*)
(miliar rupiah) APBN Penerimaan Perpajakan a. Pajak Dalam Negeri i. Pajak penghasilan 1. PPh Migas 2. PPh Non-Migas ii. Pajak pertambahan nilai iii. Pajak bumi dan bangunan iv. BPHTB v. Cukai vi. Pajak lainnya b. Pajak Perdagangan Internasional i. Bea masuk ii. Bea Keluar
591.978,4 569.971,7 305.961,4 41.649,8 264.311,6 187.626,7 24.159,7 4.852,7 44.426,5 2.944,6 22.006,7 17.940,8 4.065,9
% thd PDB
RAPBN-P
% thd PDB
13,7 13,2 7,1 1,0 6,1 4,4 0,6 0,1 1,0 0,1 0,5 0,4 0,1
601.476,4 572.784,8 297.096,6 46.736,6 250.360,0 195.412,9 25.803,9 5.412,2 45.717,5 3.341,7 28.691,6 17.880,3 10.811,3
14,0 13,4 6,9 1,1 5,8 4,6 0,6 0,1 1,1 0,1 0,7 0,4 0,3
*) Perbedaan angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan Sumber: Departemen Keuangan
Pokok-pokok Perubahan Kebijakan Penerimaan Perpajakan Dalam perubahan APBN 2008, beberapa kebijakan perpajakan yang sangat mempengaruhi perubahan penerimaan dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu: (i) kebijakan yang telah diperhitungkan dalam menyusun target APBN 2008, namun ditunda pelaksanaannya; (ii) kebijakan yang akan dilaksanakan untuk mendukung Paket Kebijakan
RAPBN-P 2008
II-13
Bab II
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Stabilisasi Harga Pangan melalui pajak ditanggung Pemerintah dan fasilitas perpajakan; (iii) kebijakan dalam rangka menarik investasi; dan (iv) langkah-langkah administrasi. Kebijakan yang ditunda pelaksanaannya Dalam penyusunan APBN 2008, target penerimaan perpajakan, terutama penerimaan PPh telah menggunakan tarif PPh baru sesuai dengan rencana pembahasan Amandemen RUU PPh. Namun, sampai saat ini Amandemen RUU PPh tersebut masih dalam pembahasan antara Pemerintah dengan DPR RI. Dengan demikian, perhitungan target penerimaan PPh dalam RAPBN-P tahun 2008 kembali menggunakan basis tarif PPh standar lama, yaitu tarif tertinggi tetap 30 persen untuk Wajib Pajak Badan, dan 35 persen untuk Wajib Pajak Orang Pribadi. Nilai yang dihasilkan dari penerapan tarif lama tersebut menghasilkan potensi tambahan penerimaan PPh sekitar Rp9,0 triliun. Kebijakan untuk mendukung Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Guna mendukung paket kebijakan stabilisasi harga komoditas pangan pokok, yaitu beras, tepung terigu, gandum, kedelai, dan minyak goreng, Pemerintah mengambil kebijakan untuk meringankan beban pajak melalui pajak ditanggung Pemerintah dan fasilitas perpajakan. Dalam rangka stabilisasi harga kedelai dalam negeri, Pemerintah mengambil kebijakan menurunkan tarif PPh Pasal 22 impor atas impor kedelai dari 2,5 persen menjadi 0,5 persen, sehingga menimbulkan potential loss sebesar Rp0,13 triliun, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.03/2008 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan, Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya. Selain itu, dengan adanya tekanan kenaikan harga pangan dunia yang menyebabkan harga domestik juga bergerak naik, di bidang kebijakan PPN dan PPnBM, Pemerintah mengambil inisiatif untuk memberikan subsidi berupa PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan minyak goreng (curah maupun dalam kemasan), gandum dan tepung terigu di dalam negeri dan atas impor sebesar Rp4,9 triliun sebagaimana tertuang dalam: 1
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan/atau Penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu.
2
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibayar Oleh Pemerintah Atas Penyerahan Minyak Goreng Curah Di Dalam Negeri.
3
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibayar Oleh Pemerintah Atas Penyerahan Minyak Goreng Dalam Kemasan Di Dalam Negeri.
Di bidang bea keluar dan bea masuk, dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga-harga pangan pokok telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.011/2008 tentang Perubahan Kedelapan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.02/2005
II-14
RAPBN-P 2008
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor Tertentu dan Besaran Tarif Pungutan Ekspor. Peraturan Menteri Keuangan ini berisi penetapan Bea Keluar untuk produk Kelapa Sawit, CPO dan turunannya untuk mengamankan Harga Minyak Goreng Dalam Negeri. Sedangkan, beberapa kebijakan terkait bea masuk dalam mendukung Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan antara lain dalam bentuk: 1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.011/2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Beras. Dengan PMK ini tarif bea masuk atas impor beras diturunkan dari Rp550,0 menjadi Rp450,0 per kg. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Kacang Kedelai. Dengan PMK ini tarif bea masuk atas impor kacang kedelai diturunkan dari 5 persen menjadi nol persen. 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Tepung Gandum. Dengan PMK ini tarif bea masuk atas impor tepung gandum diturunkan dari 5 persen menjadi nol persen. Berbagai kebijakan fiskal yang diambil tersebut dimaksudkan untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok di dalam negeri, seperti beras, tepung terigu, gandum, kedelai, dan minyak goreng. Dengan mengurangi beban pajak, baik PPh, PPN, maupun bea masuk, dan membebankan pengenaan bea keluar atas komoditas pangan strategis tersebut, diharapkan dapat menstabilkan harga barang di dalam negeri guna mengurangi tekanan inflasi. Selain itu, untuk lebih mendukung stabilitas harga kebutuhan strategis tersebut, juga dilakukan penerapan jalur hijau bagi impor barang pokok strategis dengan memperhatikan profil importir, dalam rangka memperlancar pasokan dalam negeri. Kebijakan dalam rangka menarik investasi Untuk menarik penanaman modal baru berupa pembangunan dan pengembangan industri serta memacu pertumbuhan industri di sektor migas dan panas bumi, telah diambil berbagai kebijakan perpajakan, melalui PPh, PPN, dan bea masuk. Kebijakan PPh yang diterapkan di sektor panas bumi dimaksudkan untuk mempercepat pengusahaan panas bumi sebagai sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan. Dengan demikian, PPh atas laba perusahaan panas bumi menjadi ditanggung Pemerintah (DTP). Namun kebijakan tersebut tidak mengurangi porsi bagian pemerintah dari panas bumi. Di samping itu, telah diterbitkan pula Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.011/ 2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang Untuk Kegiatan Eksplorasi Di Sektor Migas dan Panas Bumi, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/ 2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Platform Pengeboran atau Produksi Terapung atau Di Bawah Air sebesar nol persen. Selain itu, untuk mendorong investasi di sektor-sektor tertentu akan dilakukan pengurangan beban pajak melalui pajak ditanggung pemerintah untuk PPN dan bea masuk sebesar masing-masing Rp7,8 triliun dan Rp2,0 triliun. Kemudian, untuk meningkatan daya saing obligasi pemerintah dalam memasuki pasar internasional, Pemerintah menanggung Pajak
RAPBN-P 2008
II-15
Bab II
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Penghasilan atas pembayaran bunga obligasi internasional sesuai dengan asas timbal balik dengan negara lain. Langkah-langkah administrasi Selain langkah-langkah kebijakan di atas, dilakukan pula berbagai langkah-langkah administrasi dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan. Langkah-langkah administrasi tersebut dilakukan antara lain melalui intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan perpajakan, mengoptimalkan penerimaan pajak dari perusahaan swasta dan BUMN, terutama dari penjualan komoditas yang mengalami kenaikan harga, dan dampak positif dari telah selesainya percepatan restitusi yang dilakukan pada tahun 2007. Berdasarkan langkah-langkah tersebut penerimaan PPh diperkirakan akan bertambah sebesar Rp6,5 triliun dan penerimaan PPN dan PPnBM bertambah sebesar Rp7,0 triliun. Secara garis besar dampak langkah-langkah kebijakan dan administrasi perpajakan dapat dilihat pada Tabel II.6. Tabel II.6 Kebijakan dan Administrasi Perpajakan RAPBN-P 2008 (miliar rupiah) 1. Kebijakan a. Pajak Penghasilan (PPh) 1.
Tarif PPh tetap (PPh badan 30%, PPh orang pribadi 35%)
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1.
Pengenaan PPN listrik golongan tertentu
c. Bea Masuk 1. Fasilitas bea masuk terigu 2. Fasilitas bea masuk kedelai 3 Penurunan Tarif Bea masuk Beras d. Bea Keluar 1.
Menaikan tarif pajak ekspor CPO menjadi 15% apabila harga CPO mencapai US$1.100 per ton
2. Administrasi a. Pajak Penghasilan (PPh) 1.
Intensifikasi dan optimalisasi penerimaan PPh perusahaan terutama dari penjualan komoditas yang mengalami kenaikan harga
b. Pajak Pertambahan Nilai 1.
Intensifikasi dan telah selesainya percepatan restitusi pada tahun 2007
9.000 9.000 1.500 1.500 (2.200) (1.000) (1.000) (200) 1.000 1.000 14.500 6.500 6.500 7.000 7.000
c. Cukai
1.000
1.
1.000
Intensifikasi Cukai
Total dampak kebijakan dan administrasi
II-16
9.300
23.800
RAPBN-P 2008
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
Dari pokok-pokok perubahan kebijakan perpajakan tersebut di atas, serta perubahan asumsi ekonomi makro, maka target penerimaan PPh migas dalam RAPBN-P 2008 direncanakan menjadi Rp46.736,6 miliar, atau lebih tinggi Rp5.086,8 miliar (12,2 persen) dari target yang ditetapkan dalam APBN 2008. Perubahan rencana penerimaan PPh migas tersebut disebabkan karena meningkatnya harga minyak (ICP) dari US$60,0/barel dalam APBN 2008 menjadi US$83,0/barel dalam RAPBN-P 2008, meskipun lifting minyak menurun dari 1,034 MBCD menjadi 0,910 MBCD dalam periode yang sama. Sementara itu, target penerimaan PPh Non-Migas dalam RAPBN-P tahun 2008 direncanakan menjadi Rp250.360,0 miliar, yang berarti lebih rendah Rp13.951,6 miliar (5,3 persen) dari target yang ditetapkan dalam APBN 2008. Penurunan rencana penerimaan PPh Non-Migas tersebut disebabkan antara lain adanya penyesuaian dasar perhitungan PPh Non-Migas tahun 2008 berdasarkan realisasi penerimaan PPh tahun 2007, dan pengaruh penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga minyak dan pangan dunia, serta menurunnya asumsi pertumbuhan ekonomi dari 6,8 persen menjadi hanya 6,4 persen. Gejala penurunan pertumbuhan ekonomi ini tidak hanya dialami oleh Indonesia, namun juga dialami oleh negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Uni Eropa. Target penerimaan PPN dan PPnBM dalam RAPBN-P tahun 2008 diperkirakan menjadi sebesar Rp195.412,9 miliar, atau meningkat 4,1 persen dibandingkan target yang ditetapkan dalam APBN 2008. Perubahan tersebut disebabkan karena program percepatan restitusi PPN telah selesai dilakukan pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 restitusi PPN akan berjalan normal kembali. Hal lain yang juga berpengaruh terhadap penerimaan PPN dan PPnBM adalah adanya perubahan asumsi inflasi dari 6,0 persen pada APBN 2008 menjadi 6,5 persen pada RAPBN-P 2008. Kemudian, target penerimaan PBB pada RAPBN-P tahun 2008 diperkirakan meningkat sebesar Rp1.644,2 miliar atau 6,8 persen dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan dalam APBN 2008, yaitu dari Rp24.159,7 miliar menjadi sebesar Rp25.803,9 miliar. Peningkatan rencana penerimaan PBB ini dipengaruhi oleh realisasi harga minyak (ICP) tahun 2007 yang tinggi, yang sangat berpengaruh terhadap penerimaan PBB sektor pertambangan. Peningkatan penerimaan PBB pertambangan tersebut merupakan penyumbang terbesar kenaikan penerimaan PBB tahun 2008. Selain itu, lebih tingginya penerimaan PBB dipengaruhi oleh kecenderungan peningkatan harga tanah dan bangunan, serta didukung oleh upaya ekstensifikasi dan intensifikasi PBB. Dalam RAPBN-P tahun 2008, penerimaan BPHTB ditargetkan mengalami peningkatan sebesar Rp559,5 miliar (11,5 persen) dari target yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp4.852,7 miliar menjadi Rp5.412,2 miliar. Kenaikan rencana penerimaan BPHTB tersebut mengimbangi kenaikan PBB sebagai akibat kecenderungan peningkatan harga dan volume transaksi atas tanah dan bangunan. Selanjutnya, dalam RAPBN-P tahun 2008, penerimaan cukai ditargetkan sebesar Rp45.717,5 miliar. Jumlah ini, berarti mengalami peningkatan sebesar Rp1.291,0 miliar bila dibandingkan dengan target penerimaan cukai dalam APBN tahun 2008. Penerimaan cukai pada RAPBN-P 2008 tersebut dapat dicapai dengan didukung kebijakan pemerintah di bidang cukai hasil tembakau yang mendorong perbaikan daya saing industri hasil tembakau, serta mengandalkan pertumbuhan produksi alamiah yang ditunjang oleh peningkatan daya beli masyarakat.
RAPBN-P 2008
II-17
Bab II
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Prediksi penerimaan cukai tahun 2008 dibuat dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, elastisitas permintaan terhadap kenaikan harga dan kebijakan yang ditetapkan atas Harga Jual Eceran (HJE) dan Tarif. Sasaran penerimaan cukai tahun 2008 dilandasi data empiris pertumbuhan nominal produksi barang kena cukai (BKC), khususnya produksi hasil tembakau sebesar 4,5 persen, dan diasumsikan tidak ada beban tambahan dalam bentuk perubahan tarif atau harga jual eceran. Demikian juga dengan rencana penerimaan pajak lainnya dalam RAPBN-P tahun 2008 ditargetkan akan mencapai Rp3.341,7 miliar, atau meningkat sebesar Rp397,1 miliar (13,5 persen) bila dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN 2008. Peningkatan rencana penerimaan pajak lainnya ini selain disebabkan pertimbangan kesadaran masyarakat semakin meningkat dalam memenuhi kewajiban perpajakan, khususnya Bea Meterai, juga perkiraan akan semakin membaiknya administrasi perpajakan. Dari pajak perdagangan internasional, sasaran penerimaan bea masuk dalam RAPBN-P 2008 diperkirakan akan mencapai Rp17.880,3 miliar. Jumlah ini berarti menurun sebesar Rp60,5 miliar (0,3 persen) bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan Bea Masuk yang dianggarkan dalam APBN tahun 2008. Penurunan bea masuk tersebut disebabkan karena adanya fasilitas pembebasan bea masuk yang diberikan untuk mendukung investasi dan kebutuhan stabilisasi harga pangan. Sementara itu, penerimaan bea keluar dalam RAPBN-P tahun 2008 direncanakan sebesar Rp10.811,3 miliar. Jumlah ini berarti mengalami kenaikan sebesar Rp6.745,4 miliar atau 165,9 persen bila dibandingkan dengan target penerimaan bea keluar dalam APBN tahun 2008. Kenaikan bea keluar tersebut terutama dipengaruhi oleh penyesuaian tarif bea keluar kelapa sawit, CPO dan produk turunannya sebagai langkah yang diambil oleh Pemerintah untuk menjamin kebutuhan bahan baku industri minyak goreng, serta menjaga stabilitas harga minyak goreng dalam negeri. Di samping itu, Pemerintah juga berencana untuk melakukan ekstensifikasi bea keluar bagi komoditi pertambangan tertentu. Penerimaan bea keluar dalam implementasinya memiliki fungsi budgeter dan fungsi regulasi. Sebagai fungsi budgeter, penerimaan bea keluar diharapkan setiap tahunnya dapat terus meningkat. Namun dalam pelaksanaannya fungsi bea keluar lebih ditekankan sebagai regulasi. Oleh karena itu efektivitas kebijakan bea keluar tidak hanya dilihat dari tercapainya target penerimaan bea keluar dalam APBN, tetapi juga dilihat dari tercapainya tujuan dari kebijakan pengenaan bea keluar. Dengan diberlakukannya UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, maka mulai tahun 2008 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bertanggung jawab atas pemungutan bea keluar. Adapun tujuan dari kebijakan pengenaan bea keluar sesuai PP Nomor 35 Tahun 2005 adalah: (i) menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri; (ii) melindungi kelestarian sumber daya alam; (iii) mengantisipasi pengaruh kenaikan harga yang cukup drastis dari barang ekspor tertentu di pasar internasional; dan (iv) menjaga stabilitas harga barang tertentu di dalam negeri.
II-18
RAPBN-P 2008
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
Boks II.1 Insentif Perpajakan Dalam Rangka Mendukung Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Pokok Kecenderungan melambatnya ekonomi global dan meningkatnya harga komoditas pangan akan mempengaruhi perekonomian Indonesia melalui meningkatnya ekspektasi inflasi masyarakat. Saat ini, harga beberapa komoditas pangan strategis di dalam negeri meningkat drastis, seperti beras, tepung terigu, gandum, kedelai, dan minyak goreng. Dampak akhir dari peningkatan harga-harga tersebut adalah menurunnya pendapatan riil masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan Pemerintah untuk mencegah penurunan pendapatan riil masyarakat tersebut adalah melalui intervensi kebijakan fiskal, yaitu melalui penurunan harga dan/atau peningkatan pendapatan masyarakat. Penurunan harga dapat dilakukan melalui pengurangan beban pajak atau pemberian subsidi harga. Sedangkan, peningkatan pendapatan masyarakat dapat dilakukan melalui pemberian bantuan langsung kepada masyarakat, seperti cash transfer. Kedua instrumen tersebut diharapkan pada akhirnya meningkatkan pendapatan riil masyarakat. Untuk mengatasi masalah tersebut, Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Pokok (PKSHPP) yang akan dicanangkan Pemerintah dilakukan melalui pengurangan beban pajak atas beberapa komoditas pangan strategis (beras, minyak goreng, tepung terigu dan gandum, serta kedelai) dan penambahan subsidi pangan. Pengurangan beban pajak dan pemberian subsidi pangan (antara lain beras dan minyak goreng) diharapkan dapat mengurangi biaya perusahaan, sehingga harga dapat dikendalikan pada tingkat yang wajar. Pengurangan beban pajak dilakukan melalui: (i) pemberian fasilitas perpajakan, seperti penurunan tarif dan pembebasan tarif; dan (ii) pemberian pajak ditanggung Pemerintah (DTP). Pajak ditanggung Pemerintah (DTP) adalah pajak terutang suatu perusahaan, baik swasta maupun BUMN yang ditanggung oleh Pemerintah melalui penyediaan pagu anggaran dalam subsidi pajak. Dengan demikian, dalam perhitungan anggaran Pemerintah akan bersifat netral, karena penerimaan perpajakan akan bertambah sebesar nilai DTP dan pada saat yang sama subsidi pajak juga bertambah sebesar nilai DTP yang dicatat pada penerimaan. Sedangkan fasilitas perpajakan mengandung pengertian pemberian keringanan perpajakan, berupa bebas pajak atau pengurangan pajak untuk jangka waktu tertentu. Dengan demikian, akan menimbulkan potential loss pada penerimaan perpajakan. Insentif perpajakan diberikan pada perusahaan swasta dan BUMN, baik untuk PPh impor, PPN impor dan PPN dalam negeri, bea masuk, serta bea keluar. Untuk beras dilakukan penurunan tarif bea masuk impor dari Rp550/kg menjadi Rp450/kg sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.011/2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Beras. Komoditas minyak goreng mendapat fasilitas PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan minyak goreng (curah maupun dalam kemasan) di dalam negeri. Selain itu, dilakukan kenaikan tarif bea keluar atas produk CPO dan turunannya pada tingkat harga tertentu untuk mengamankan harga minyak goreng dalam negeri sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.011/2008 tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor Tertentu dan Besaran
RAPBN-P 2008
II-19
Bab II
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Tarif Pungutan Ekspor. Untuk komoditas tepung terigu dan gandum diberikan fasilitas PPN ditanggung Pemerintah atas impor dan/atau penyerahan dalam negeri gandum dan tepung terigu dan fasilitas penurunan tarif bea masuk atas impor tepung gandum diturunkan dari 5,0 persen menjadi nol persen. Komoditas kedelai dilakukan penurunan tarif PPh Pasal 22 impor atas impor kedelai dari 2,5 persen menjadi 0,5 persen,serta penurunan tarif bea masuk impor atas impor kacang kedelai dari 5,0 persen menjadi nol persen. Selain insentif perpajakan tersebut, untuk lebih mendukung program stabilisasi harga komoditas pangan strategis, juga dilakukan langkah-langkah administrasi dalam rangka memperlancar pasokan dalam negeri, berupa penerapan jalur hijau bagi impor barang pokok strategis dengan memperhatikan profil importir. Dampak Insentif Pajak Dalam Rangka Mendukung Program Stabilisasi Harga Dampak (triliun Rp) Komoditas
Insentif Pajak
Potential Loss
1. Beras
-
Penurunan tarif bea masuk impor
2. Minyak Goreng
-
PPN ditanggung Pemerintah
-
Kenaikan tarif bea keluar atas produk CPO dan turunannya PPN Terigu ditanggung Pemerintah
-
PPN Gandum ditanggung Pemerintah
-
Penurunan tarif bea masuk impor
1,0
-
Penurunan tarif PPh Pasal 22 impor
0,1
-
Penurunan bea masuk impor
1,0
3. Gandum dan Terigu
4. Kedelai
Total
DTP
0,2 3,0 1,0 0,5 1,4
3,3
4,9
2.3.1.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun 2008 Dalam RAPBN-P 2008, perubahan PNBP sangat dipengaruhi oleh perubahan berbagai indikator ekonomi makro terutama harga minyak mentah di pasar internasional, tingkat lifting minyak, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Hal tersebut disebabkan karena struktur PNBP dalam RAPBN-P 2008 masih didominasi oleh penerimaan SDA yang berasal dari minyak bumi dan gas alam yang memberikan kontribusi sebesar 64,7 persen dari keseluruhan sasaran penerimaan PNBP atau sebesar 94,3 persen dari sasaran penerimaan SDA. Berdasarkan asumsi ekonomi makro yang dipakai sebagai basis perhitungan RAPBN-P tahun 2008, dan sekaligus mempertimbangkan berbagai langkah kebijakan yang akan diambil oleh Pemerintah, maka target PNBP direncanakan berubah menjadi Rp235.219,2 miliar. Jumlah ini berarti menunjukkan adanya kenaikan sebesar Rp47.983,1 miliar atau 25,6 persen II-20
RAPBN-P 2008
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
apabila dibandingkan dengan sasaran PNBP dalam APBN tahun 2008. Kenaikan target PNBP dalam RAPBN-P tahun 2008 tersebut terutama terjadi akibat kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional, sehingga diperkirakan akan meningkatkan penerimaan dari sektor migas dan bagian pemerintah atas laba BUMN. Selanjutnya pada Tabel II.7 dapat dilihat perubahan PNBP dalam RAPBN-P 2008.
Tabel II.7 *) Penerimaan Negara Bukan Pajak, 2008 ( miliar rupiah) % thd PDB
RAPBN-P
% thd PDB
187.236,1 126.203,2
4,3 2,9
235.219,2 161.387,1
5,5 3,8
117.922,0 84.317,0 33.605,0 8.281,2 5.306,4 66,6 5.239,8 2.774,8 4,8 1.498,7 1.271,3 200,0 23.404,3 37.628,6
2,7 2,0 0,8 0,2 0,1 0,0 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,5 0,9
152.240,9 122.330,7 29.910,3 9.146,1 6.171,4 74,1 6.097,3 2.774,8 4,8 1.498,7 1.271,3 200,0 31.404,3 42.427,8
3,6 2,9 0,7 0,2 0,1 0,0 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,7 1,0
APBN Penerimaan Negara Bukan Pajak a. Penerimaan SDA i. Migas - Minyak bumi - Gas alam ii. Non Migas - Pertambangan umum - Iuran tetap - Pendapatan Royalti Batubara - Kehutanan - Iuran hak pengusahaan hutan (IHPH) - Provisi sumber daya hutan (PSDH) - Dana reboisasi - Perikanan b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya
*) Perbedaan angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan Sumber: Departemen Keuangan
Pokok-pokok Perubahan Kebijakan PNBP Meskipun target lifting minyak mentah diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan yang ditetapkan dalam APBN 2008, yaitu dari 1,034 juta barel per hari menjadi 0,910 juta barel per hari. Realisasi PNBP SDA migas dalam RAPBN-P 2008 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan sasaran PNBP yang telah ditetapkan dalam APBN 2008. Jumlah perkiraan PNBP SDA migas tersebut bersumber dari perkiraan penerimaan SDA minyak bumi dan penerimaan SDA gas alam. Peningkatan perkiraan PNBP SDA minyak bumi tersebut lebih dikarenakan adanya faktorfaktor eksternal, diantaranya: (i) lebih tingginya perkiraan harga ICP dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2008, yaitu dari US$60 per barel menjadi US$83 per barel; dan (ii) depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dibandingkan
RAPBN-P 2008
II-21
Bab II
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2008, yaitu dari Rp9.100 menjadi Rp9.150 per US$. Penerimaan PNBP yang berasal dari sumber daya alam (SDA) non migas bersumber dari sektor Pertambangan Umum yang terdiri dari iuran tetap dan royalty serta penerimaan yang berasal dari penjualan hasil tambang. Dalam RAPBN-P tahun 2008 pendapatan dari iuran tetap dan royalty komoditi pertambangan diperkirakan meningkat sebesar Rp865,0 miliar. Salah satu kebijakan pemerintah dalam meningkatkan PNBP adalah dengan melakukan inventarisasi kegiatan usaha dari perusahaan Kuasa Pertambangan, verifikasi yang lebih intensif dan melakukan penagihan terhadap perusahaan yang mempunyai tunggakan kewajiban kepada negara. Untuk mencapai target penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN untuk tahun 2008, penghitungan penerimaan tersebut dihitung berdasarkan pay out ratio antara 10-50 persen dari laba bersih yang dibukukan BUMN pada tahun sebelumnya dengan tetap memperhatikan kepentingan perusahaan, negara, serta manajemen dan karyawan perusahaan. Seiring dengan peningkatan kinerja BUMN dan meningkatnya harga minyak mentah dunia yang berdampak pula pada peningkatan harga komoditi lain yang merupakan komoditi substitusi dari minyak mentah seperti harga gas alam, batu bara, dan harga CPO, penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN pertambangan juga diperkirakan mengalami windfall karena meningkatnya harga minyak mentah dan kenaikan dari dividen interim BUMN non-Pertamina. Perubahan perkiraan asumsi makro, terutama karena lebih tingginya perkiraan harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional (ICP) dari US$60,0 per barel dalam APBN tahun 2008 menjadi US$83,0 per barel dalam RAPBN-P tahun 2008 mengakibatkan meningkatnya PNBP Lainnya dari pendapatan minyak mentah Domestic Market Obligation (DMO). Sementara itu dalam rangka meningkatkan PNBP Lainnya pada Kementerian/ Lembaga akan dilakukan upaya-upaya antara lain: (i) pengidentifikasian dan penginventarisasian potensi PNBP Lainnya dan pencarian sumber-sumber PNBP Lainnya yang belum tergali secara optimal; (ii) ekstensifikasi dengan ditetapkannya jenis dan tarif PNBP baru; dan (iii) intensifikasi penagihan pada sumber-sumber PNBP Lainnya. Berdasarkan pokok-pokok perubahan kebijakan PNBP di atas, termasuk perubahan indikator ekonomi makro, dalam RAPBN-P tahun 2008, target penerimaan SDA direncanakan menjadi Rp161.387,1 miliar. Penerimaan SDA merupakan sumber penerimaan terbesar bagi PNBP sehingga dalam RAPBN-P tahun 2008, kontribusi penerimaan SDA terhadap keseluruhan PNBP mencapai 68,6 persen, atau sekitar 19,3 persen dari total Penerimaan Dalam Negeri. Sebagian besar dari rencana penerimaan SDA dalam tahun 2008 tersebut berasal dari penerimaan SDA Migas (94,3 persen), sedangkan sisanya berasal dari SDA Non-Migas yang terdiri dari SDA Pertambangan Umum, SDA Kehutanan, dan SDA Perikanan. Target penerimaan SDA Migas dalam RAPBN-P tahun 2008 direncanakan menjadi Rp152.240,9 miliar, berarti mengalami kenaikan sebesar Rp34.318,9 miliar atau 29,1 persen bila dibandingkan dengan target penerimaan SDA dalam APBN tahun 2008. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan migas dalam tahun 2008 tersebut dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor eksternal, di antaranya: (i) lebih tingginya perkiraan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN II-22
RAPBN-P 2008
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
2008; dan (ii) depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dari target penerimaan SDA migas tahun 2008 tersebut, Rp122.330,7 miliar bersumber dari penerimaan SDA minyak bumi dan sisanya Rp29.910,3 miliar bersumber dari penerimaan SDA gas alam. Target Penerimaan SDA Non-Migas dalam RAPBN-P tahun 2008 diperkirakan sebesar Rp9.146,1 miliar, atau meningkat Rp845,0 miliar atau 10,4 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN tahun 2008. Penerimaan SDA Non-Migas ini masih didominasi oleh penerimaan dari pertambangan umum (67,5 persen dari total penerimaan SDA NonMigas), kemudian disusul oleh penerimaan kehutanan dan penerimaan perikanan. Target penerimaan SDA Pertambangan Umum dalam RAPBN-P tahun 2008 direncanakan menjadi Rp6.171,4 miliar. Rencana penerimaan SDA Pertambangan Umum tahun 2008 tersebut meliputi iuran tetap (landrent) Rp74,1 miliar dan iuran eksplorasi dan eksploitasi (royalty) Rp6.097,3 miliar. Perubahan penerimaan SDA Pertambangan Umum tersebut menunjukkan adanya peningkatan sebesar Rp865,0 miliar atau 16,3 persen bila dibandingkan dengan target penerimaan SDA Pertambangan Umum yang ditetapkan dalam APBN tahun 2008. Penerimaan SDA Kehutanan dalam RAPBN-P tahun 2008 diperkirakan sebesar Rp2.774,8 miliar. Penerimaan SDA Kehutanan didasarkan pada rencana karya tahunan, yaitu luas produksi kayu untuk provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi (DR) yang meliputi hutan tanaman (Perhutani), produksi hutan tanaman industri dan produksi hasil hutan bukan kayu. Rencana penerimaan SDA Kehutanan RAPBN-P tahun 2008 tersebut terdiri dari: (i) penerimaan dana reboisasi (DR) sebesar Rp1.271,3 miliar; (ii) penerimaan provisi sumber daya hutan (PSDH) sebesar Rp1.498,7 miliar; serta (iii) iuran hak pengusahaan hutan (IHPH) sebesar Rp4,8 miliar, sama dengan target penerimaan SDA Kehutanan yang ditetapkan dalam APBN tahun 2008. Kemudian, target penerimaan SDA Perikanan dalam RAPBN-P 2008 diperkirakan sama dengan yang ditetapkan dalam APBN tahun 2008 sebesar Rp200 miliar. Jumlah ini meliputi: (i) penerimaan SDA yang berasal dari pungutan pengusahaan perikanan (PPP); dan (ii) penerimaan dari pungutan hasil perikanan (PHP). Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN Dalam RAPBN-P tahun 2008, target penerimaan yang berasal dari bagian pemerintah atas laba BUMN (dividen) direncanakan menjadi Rp31.404,3 miliar. Jumlah ini berarti menunjukkan adanya peningkatan sebesar Rp8.000,0 miliar atau 34,2 persen bila dibandingkan dengan target penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN yang dianggarkan dalam APBN tahun 2008. Peningkatan sebesar Rp8.000,0 miliar tersebut diperkirakan akan dipenuhi dari dividen interim PT Pertamina dan beberapa BUMN lainnya. PNBP Lainnya PNBP Lainnya di antaranya berasal dari: (i) kegiatan-kegiatan pelayanan dan pengaturan yang dilaksanakan oleh masing-masing kementerian/lembaga kepada masyarakat sesuai
RAPBN-P 2008
II-23
Bab II
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
dengan tugas pokok dan fungsinya; (ii) rekening dana investasi (RDI); (iii) domestic market obligation (DMO); dan (iv) penjualan hasil tambang. Dalam RAPBN-P tahun 2008, target penerimaan PNBP Lainnya direncanakan mencapai Rp42.427,8 miliar, atau naik sebesar Rp4.799,2 miliar atau 12,8 persen dibandingkan target yang ditetapkan dalam APBN tahun 2008. Peningkatan target PNBP Lainnya berasal dari kenaikan: (i) pendapatan dari minyak mentah Domestic Market Obligation (DMO); (ii) penerimaan yang berasal dari Departemen Komunikasi dan Informasi terutama dari pendapatan hak dan perijinan (BHP frekuensi); (iii) penerimaan yang berasal dari penjualan hasil tambang; serta (iv) percepatan pembayaran RDI. Selanjutnya dalam Tabel II.8. dapat dilihat rincian perubahan PNBP lainnya dalam RAPBN-P 2008.
Tabel II.8 PNBP Lainnya Tahun 2008 (miliar rupiah)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penerimaan Departemen Pendidikan Nasional Departemen Kesehatan Departemen Komunikasi dan Informasi Kepolisian Republik Indonesia Badan Pertanahan Nasional Departemen Hukum dan HAM Departemen Luar Negeri Departemen Perhubungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Penerimaan lain: Rekening Dana Investasi (RDI) Domestic Market Obligation (DMO) Migas Penerimaan lainnya Total PNBP Lainnya
APBN
RAPBN-P
4.201,3 2.879,2 5.555,2 1.525,3 1.300,0 1.216,7 380,0 510,3 484,1
4.201,3 2.879,2 6.505,2 1.525,3 1.300,0 1.216,7 380,0 510,3 484,1
4.829,0 6.456,5 8.291,0
6.829,0 7.905,3 8.691,4
37.628,6
42.427,8
Sumber: Departemen Keuangan
2.3.2. Hibah Tahun 2008 Dalam RAPBN-P 2008, penerimaan hibah diperkirakan akan mencapai Rp2.705,9 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp566,2 miliar (26,5 persen) bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan hibah yang dianggarkan dalam APBN 2008. Perubahan perkiraan
II-24
RAPBN-P 2008
Pendapatan Negara dan Hibah RAPBN-P 2008
Bab II
penerimaan hibah tahun 2008 tersebut disebabkan oleh karena adanya perubahan asumsi nilai tukar rupiah terhadap US dolar dari semula Rp9.100/US dolar menjadi Rp9.150/US dolar. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan hibah tahun 2007 sebesar Rp1.703,8 miliar, maka perkiraan penerimaan hibah dalam tahun 2008 tersebut meningkat sekitar Rp1.002,1 miliar. Sebagian besar dari hibah tersebut akan dipergunakan untuk membiayai berbagai program yang terkait dengan proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias, yang akan dikelola langsung oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh – Nias, sebagai lembaga yang telah ditunjuk guna menangani proses rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias pasca bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami. Selain itu dana hibah akan dipergunakan untuk membiayai berbagai program ataupun proyek yang telah disepakati bersama antara Pemerintah Indonesia dengan pihak pemberi hibah berdasarkan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU).
RAPBN-P 2008
II-25