EVALUASI RENDAHNYA REALISASI PENDAPATAN NEGARA TAHUN 2013 Abstrak Penerimaan Negara merupakan pemasukan yang diperoleh Negara dan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah. Penerimaan pajak memberikan kontribusi paling besar terhadap total penerimaan. Tidak terrealisasi penerimaan pajak akan berakibat berkurangnya penerimaan Negara. Penyebab tidak terealisasi penerimaan pajak adalah menurunnya tarif pajak, adanya kebijakan intensif pajak yang tidak tepat sasaran, terjadinya pengemplangan pajak dan penghindaran pajak oleh wajib pajak, dan adanya tekanan ekonomi global.
A. Pendahuluan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada hakikatnya merupakan rencana kerja pemerintah yang akan dilakukan dalam satu tahun yang dituangkan dalam angka-angka rupiah. Di dalam rencana kerja tersebut terdapat target-target yang harus dicapai oleh pemerintah, termasuk target jumlah penerimaan negara yang akan dicapai. Penerimaan negara merupakan pemasukan yang diperoleh negara untuk membiayai dan menjalankan program-program pemerintah. Pemerimaan negara bersumber dari berbagai sektor. Penerimaan negara digunakan untuk membiayai pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam postur APBN penerimaan negara terbagi menjadi tujuh sektor, yaitu pajak dalam negeri, pajak perdangangan internasional, penerimaan sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba BUMN, PNBP lainnya, pendapatan BLU, dan Hibah.
B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013 Besarnya penerimaan Negara pada tahun 2013 telah ditargetkan dalam APBN 2013. Namun target ini mengalami revisi pada APBN-P. Berdasarkan gambar 1, penerimaan pajak dalam negeri memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan Negara tahun 2013. Besarnya presentasi target penerimaan pajak dalam negeri adalah sebesar 73,3 % dari total penerimaan Negara. Hibah memberikan kontribusi yang paling kecil terhadap penerimaan Negara, yaitu sebesar 0.3 %.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 71
Gambar 1. Persentase Target Pendapatan Berdasar APBN-P 2013
Bagian Pemerintah atas Penerimaan Laba BUMN, 2,42
Pendapatan BLU, 1,56
Sumber Daya Alam, 13,53
Pajak Perdagangan Internasional, 3,22
Hibah 0,3
Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya, 5,68
Pajak Dalam Negeri, 73,30
Sumber: Nota Keuangan APBN-P 2013
1. Perkembangan Target dan Realisasi Penerimaan Negara 20062013 Realisasi atas target penerimaan Negara selalu mengalami perkembangan (Tabel 1). Target penerimaan Negara di dalam APBN memiliki kecenderungan selalu meningkat. Penerimaan Negara yang terrealisasi juga memiliki kecenderungan meningkat. Target penerimaan Negara yang tertulis dalam APBN selalu terkoreksi meningkat, kecuali pada tahun 2007. 2009, dan 2013. Koreksi atas APBN tercantum dalam APBN-P. Pada tahun 2007 penurunan target penerimaan Negara mengalami penurunan karena terjadinya krisis ekonomi di Amerika Serikat yang berakibat pada pergeseran nilainilai ekonomi dunia. Pergeseran nilai-nilai ekonomi dunia yang mengancam ke arah resesi diperkirakan akan mempengaruhi kondisi perekonomian nasional pada semua negara di dunia yang melakukan perdagangan internasional1. Sedangkan penurunan penetapan target penerimaan Negara pada tahun 2009 disebabkan oleh pengaruh krisis global yang terjadi pada tahun 2008 yang berdampak pada perubahan
Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 5 Nomor 2, Desember 2008, “Krisis Finansial Amerika dan Perekonomian Indonesia”, Teguh Sihono 1
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 72
asumsi dasar ekonomi makro2. Terjadinya ketidakpastian ekonomi global berakibat pada melambatnya pertumbuhan perekonomian pada tahun 20133. Tabel 1 Perkembangan Penerimaan Negara Tahun 2006-2013 (Miliar Rupiah) Penerimaan Negara
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
APBN
625,24
723,06
781,35
985,70
949,66
1.086,37
1.311,39
1.529,67
APBN-P
659,12
694,09*
894,99
871,00*
992,40
1.169,91
1.358,21
1.502,00*
Realisasi 637,99** 707,81 981,61 * mengalami penurunan dari APBN ** mengalami penurunan dari APBN-P
848,76**
995,27
1.210,60
1.338,11
1.438,89**
Pada tahun 2007, 2008, 2010 dan 2011 penerimaan Negara melebihi dari target yang tertulis dalam APBN-P. Sedangkan tahun 2006, 2009, 2012 dan 2013 penerimaan Negara tidak mencapai target yang telah ditentukan. Pada tahun 2006 penerimaan Negara tidak mencapai target dikarenakan adanya perlambalan kegiatan ekonomi beberapa sektor, penurunan impor barang modal, penurunan tarif bea masuk4. Penyebab tidak tercapainya realisasi penerimaan Negara pada tahun 2009 adalah terjadinya krisis keuangan, sehingga memperlambat pertumbuhan di sektor riil di Indonesia. Kondisi penurunan ekonomi global (global economic slowdown) selama tahun 2012 telah berimbas pada turunnya ekspor komoditas sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor industri pengolahan. Akibatnya pembayaran pajak yangberasal dari Wajib Pajak sektor ini mengalami penurunan. Pada tahun 2013 realisasi penerimaan Negara mencapai titik terrendah selama 8 tahun terakhir. Besar realisasi pada tahun ini hanya mencapai 95,8% dari target yang telah disepakati dengan DPR.
UU No 26 Tahun 2009 UU No. 15 Tahun 2013 4 LKPP 2006 2 3
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 73
Gambar 2. Perkembangan Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah (%)
109.68 103.48
101.98
100.29
96.79
2006
98.52
97.45
2007
2008
2009
95,80
2010
2011
2012
2013
Sumber: LKPP
Target penerimaan Negara dalam APBN dari tahun ke tahun pasti akan mengalami revisi dalam APBN-P. Revisi yang dilakukan biasanya meningkatkan target penerimaan Negara. Namun pada tahun 2009 dan 2013 revisi yang dilakukan adalah penurunan target penerimaan Negara. Penurunan target ini biasa bersamaan dengan tahun politik. 2. Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2013 Tabel 2 Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2013 APBNP
Realisasi
(Miliar)
(Miliar)
73,30
71,57
97,64
Pajak Perdagangan Internasional
3,22
3,30
102,31
Penerimaan Sumber Daya Alam
13,53
15,73
116,31
Bagian Pemerintah atas Laba BUMN
2,42
2,36
97,68
Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya
5,68
4,84
85,31
Pendapatan BLU
1,56
1,71
109,78
Hibah Sumber: LKPP 2013
0,30
0,47
159,07
Uraian Pajak Dalam Negeri
Persentase realisasi terhadap APBN-P (%)
Sektor memberikan kontribusi paling besar terhadap total peneriman Negara dan hibah adalah sektor Pajak dalam negeri. Apabila dalam sektor Pajak Dalam Negeri target penerimaan Negara tidak dapat terealisasi, maka total penerimaan Negara juga tidak akan
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 74
mencapai target. Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya memiliki nilai realisasi yang paling rendah, yaitu sebesar 85,31 %. Namun rendahnya angka realisasi dari PNBP Lainnya ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap total penerimaan Negara. Hal ini terjadi karena kontribusi PNBP Lainya hanya sebesar 5,68 % dari total pendapatan Negara dan Hibah. Tabel 2 Realisasi Pajak Dalam Negeri Uraian a.
PPh Migas
b.
PPh Non-Migas
c.
PPh Fiskal
d.
PPh Ditanggung Pemerintah
e.
APBN-P (Rp Milliar)
Realisasi (Rp Milliar)
Persentase realisasi (%)
74.278
88.747,45
119,48
464.481,9
413.808,3
89,09
0,849 3.885,5
3.886,193
100,02
PPN dan PPnBM
423.708,3
384.713,5
90,80
f.
PBB
27.343,8
25.304,58
92,54
g.
BPHTB
h.
Cukai
104.729,7
108.452,1
103,55
i.
Pajak Lainnya
5.402
4.937,083
91,39
Penerimaan pajak dalam negeri bersumber dari beberapa sektor antara lain PPh, PPN, PPnBM, PBB, Cukai dan Pajak lainnya. Dalam APBN-P2013, PPh Non-Migas dan PPN & PPnBM memberikan kontribusi yang paling besar terhadap target penerimaan Pajak Dalam Negeri. Namun realisasi dari dua sektor pajak ini paling rendah selama tahun 2013. Realisasi PPh Non-Migas pada tahun 2013 sebesar Rp 413, 81 T atau sebesar 89,09% dari target APBN-P 2013. Sedangkan realisasi PPN dan PPnBM di tahun 2013 sebesar 90,8%. a. PPh Non Migas Penerimaan Negara dari PPh Non-Migas terbagi menjadi PPh pasal 21, 22, 22 Impor, 23, 25/29 OP, 25/29 Badan, 26, dan PPh Non Migas Lainnya. PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan5. Target besaran PPh pasal 21 yang akan dicapai pada tahun 2013 sebesar Rp 101,915 T atau sebesar 22% dari PPh Non-Migas. Namun target ini tidak terealisasi sepenuhnya. PPh
5
Booklet PPh Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 75
pasal 21 hanya terealisasi sebesar 88,47% dari target dalam APBN-P. Gambar 3. Postur PPh Non-Migas Berdasarkan APBN-P PPh Non Migas Lainnya 0% PPh Ps 26 7%
PPh Final 15%
PPh Ps 21 22%
PPh Ps 22 2% PPh Ps 22 Impor 9%
PPh Ps 25/29 Badan 39%
PPh Ps 23 5% PPh Ps 25/29 OP 1% Sumber: UU APBN 2013
Tidak tercapainya target PPh pasal 21 disebabkan oleh: i. Adanya penurunan tarif PPh Pemungutan PPh pasal 21 berdasar pada UU PPh tahun 1983 yang mengalami perubahan pada tahun 1994, tahun 2000, dan tahun 2008. Dalam perubahan-perubahan tersebut, tarif PPh Pasal 21 cenderung menurun. Pada tahun 2008, penurunan tarif pajak PPh pasal 21 adalah kebijakan strategis yang ditujukan untuk melindungi pekerja pada masa krisis keuangan global. Namun pada prakteknya pemberian stimulus fiskal ini tidak dinikmati oleh pekerja sebagai sasaran. Perusahan yang mempekerjakan pekerjalah yang memanfaatkan fasilitas ini6. ii. Rendahnya Kesadaran masyarakat dalam membayar pajak Kesadaran masyarakat dalam membayar pajak masih sangat rendah. Sehingga diperlukan usaha lebih dari pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Tanpa adanya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, maka potensi penerimaan PPh pasal 21 tidak dapat direalisasikan secara maksimal. Rendahnya Hartanti, tesis, Undip, “Analisis Manfaat Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi PPh Pasal 21 dan Intensif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Tahun 2009 Bagi Wajib Pajak” 2009, Magister Akuntansi. 6
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 76
kesadaran masyarat ini bias menjadi indikasi masih rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola pajak. Peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak Pada tahun 2012 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menaikkan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak. Adanya peningkatan PTKP ini menyebabkan menurunnya jumlah penerimaan PPh pasal 21.
iii.
Tabel 3.Realisasi PPh Non-Migas Tahun 2013 (dalam Milliar rupiah) Jenis PPh Non Migas
APBN-P
Realisasi
Realisasi (%)
1.
PPh Ps 21
101.915,00
90.162,28
88,47
2.
PPh Ps 22
6,600,93
6.837,15
103,58
3.
PPh Ps 22 Impor
42.704,15
36.332,46
85,08
4.
PPh Ps 23
24.530,78
22.207,24
90,53
5.
PPh Ps 25/29 OP
6.
PPh Ps 25/29 Badan
7. 8.
6.443,34
4.383,41
68,03
180.116,52
154.294,87
85,66
PPh Ps 26
32.779,51
27.983,97
85,37
PPh Final
69.349,09
71.569,99
103,20
42,56
36,92
86,74
9. PPh Non Migas Lainnya Sumber: LKPP 2013
PPh pasal 25/29 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan dari objek pajak non final. PPh pasal 25/29 memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan PPh Non-Migas. Dalam APBN-P, PPh Ps 25/29 Badan ditargetkan sebesar Rp 180,12 T. Namun realisasi PPh Ps 25/29 hanya sebesar 85.66%.
b. PPN dan PPnBM Pada tahun 2013 APBN-P menetapkan target penerimaan PPN dan PPnBM sebesar Rp 423,71 T. Namun jumlah penerimaan yang terealisasi hanya sebesar Rp 384,71 T, atau hanya terealisasi sebesar 90,8%. Tabel 4. Realisasi Penerimaan PPN dan PPnBM Tahun 2013 Uraian
Realisasi
PPN dan PPnBM Dalam Negeri
238,309.75
PPN dan PPnBM Impor
146,270.50
PPN dan PPnBM Lainnya Total
133.27 384,713.52
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 77
Boks Rawan Terjadinya Tindakan Penghindaran dan Penggelapan Pajak “Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengungkapkan, sekitar 60 persen perusahaan tambang di Indonesia tak membayar pajak dan royalty kepada Negara. Menurut Abraham, banyaknya perusahaan tambang yang mangkir dari kewajiban membayar pajak karena adanya kesepakatan illegal dengan aparat dan pejabat di daerah. Hal itu terlihat dari tidak seimbangnya kemajuan di daerah, baik secara infrastruktur maupun ekonomi. Dalam hitungannya, Indonesia berpeluang menerima pemasukan sebesar Rp 15.000 trilliun setiap tahun dari hasil mengelola sumber daya alam. Bila dibagi rata, maka setiap warga negara Indonesia akan mendapatkan Rp 20 juta setiap bulan.” (kompas.com/2/7/2013). Tingginya praktik tax avoidance dan tax evasion di sektor industry ekstraktif/ pertambangan, penggalian dan sektor industry pengolahan sudah sangat memprihatinkan. Sektor pertambangan & penggalian pada tahun 2012 sumbangan terhadap tax ratio hanya sebesar 6,3%. Di mana total penerimaaan pajak di sektor pertambangan dan penggalian tahun 2012 hanya sebesar Rp 60,73 triliun, padahal PDB untuk sektor ini sudah sebesar Rp 970,6 triliun. Dalam praktiknya, sektor ini sangat rawan terjadinya praktik-praktik tax avoidance dan tax evasion terutama untuk sub sektor migas dan sub sektor pertambangan batubara. Penerimaan pajak dari sub-sektor migas jauh di bawah potensi ekonomi yang dimiliki oleh sektor ini. Lemahnya regulasi dan system pengawasan di sektor migas dan transparansi yang kurang serta praktik-praktik tax avoidance dan tax evasion yang dilakukan oleh perusaha migas (asing dan dalam negeri) merupakan tindakan yang sangat merugikan keuangan Negara. Pada tahun 2012, penerimaan PPh Migashanya sebesar Rp 67,9 triliun, bandingkan dengan PDB di sub sektor migas yang mencapai Rp 673,1 triliun. Artinya, sub sektor migas hanya menyumbang tax ratio sebesar 10,6 %. Sumbangan sub-sektor migas terhadap total tax ratio sebesar 10,6 %. Sumbangan sub-sektor migas terhadap total tax ratio ini masih jauh dibandingkan dengan Malaysia, Venezuela, dan beberapa negara penghasil migas lainnya yang rata-rata sudah mencapai 22,5%. Tax ratiodi sektor industry engolahan juga belum optimal. Walaupun penerimaan pajak di sektor ini tiap tahun mengalami peningkatan tapi belum optimal bila dibandingkan dengan potensi ekonomi dari sektor tersebut. Tahun 2012, tax ratio di sektor industri pengolahan baru mencapai 12,6%. Contoh kasus transfer pricing (penghindaran pajak) yang dilakukan oleh Asian Agri Group dan Wilmar International Limited,triliunan potensi pajak yang hilang tiap tahunnya. Di sektor pertanian termasuk di dalamnya sub-sektor kehutanan, perkebunan, perikanan, dan tanaman pangan merupakan sektor yang sumbangan tax ratio-nya paling rendah dibandingkan sektor lain. Tahun 2012, tax ratio sektor pertanian hanya sebesar 1,2%.
Sumber: Fact sheet: “Evaluasi Realisasi Penerimaan Pajak 2013: Berada pada Titik Terendah sejak 2011” Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 78
Penyebab utama tidak terealisasinya target pernerimaan PPN dan PPnBM adalah rendahnya transaksi ekonomi pada tahun 2013 sebagai akibat tidak stabilnya perekonomian dunia. 7 Realisasi PPN dan PPnBM Impor masih dibawah realisasi penerimaan PPN dan PPnBM Impor. Prakarsa Wiko Saputra (2013) menyatakan rendahnya penerimaan PPN dan PPnBM karena buruknya kinerja ekspor Indonesia8. c. Penyebab Rendahnya Realisasi Pajak pada Tahun 2013 Secara umum rendahnya capaian target penerimaan pajak pada tahun 2013 disebabkan oleh beberapa hal antara lain9: a. Rendahnya kemampuan otoritas pajak dalam menjangkau wajib pajak b. Kurang memadainya sumberdaya manusia di otoritas pajak, baik dari sisi jumlah dan kemampuan integritas yang buruk (korup). c. Lemahnya perencanaan, implementasi dan pengawasan di otoritas pajak. Otoritas pajak berada dibawah kementrian Keuangan dan tidak berdiri sendiri memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kinerja otoritas perpajakan. d. Tingginya praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion) oleh wajib pajak badan dan pribadi. Global finance Integrity (2011) merilis dari tahun 20012010, total uang illegal yang keluar dari Indonesia sebesar US $ 123M. Setiap tahun rata-rata uang illegal yang keluar sebesar US$ 10,9 M atau Rp 120-130 T10. e. Tekanan krisis ekonomi global yang berdampak pada pelemahan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun potensi penerimaan pajak tinggi, namun pemerintah memberikan paket intensif pajak kepada perusahan-perusahaan besar sehinga target penerimaan pajak sulit tercapai. f. Terjadinya guncangan pada sisi neraca perdanganan yang berdampak pada depresiasi mata uang rupiah menyebabkan munculnya kebijakan fiskal untuk menjaga keseimbangan makro
7
http://nasional.sindonews.com/read/783883/16/realisasi-pajak-rendah
8
http://microsite.metrotvnews.com/metronews/read/2013/12/19/2/202506/PenerimaanPajak-Jeblok 9 Fact sheet: “Evaluasi Realisasi Penerimaan Pajak 2013: Berada pada Titik Terendah sejak 2011” 10 http://gfintegrity.org/wpcontent/uploads/2014/05/Illicit_Financial_Flows_from_Developing_Countries_2002-2011HighRes.pdf Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 79
ekonomi. Hal ini mendorong pemerintah untuk mengeluarkan insentif perpajakan. C. Penutup Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, ditemukan suatu trend yang berulang. Revisi target penerimaan Negara dalam APBN-P memiliki kecenderungan selalu meningkat. Namun di tahun-tahun politik, revisi yang dilakukan cenderung mengurangi target penerimaan Negara. Pajak dalam negeri memberikan kontribusi paling besar dalam penerimaan Negara, namun tidak terealisasi. Tahun 2013, penerimaan Negara yang tidak mencapai target atau tidak terealisasi 100 % adalah jenis-jenis penerimaan yang memiliki kontribusi yang paling besar. Tidak tercapainya target penerimaan Negara dikarenakan penurunan tariff pajak, pemberikan intensif pajak yang tidak tepat sasaran, rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, Tingginya praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion) oleh wajib pajak badan dan pribadi, rendahnya integritas para pegawai pajak dan adanya tekanan dari ekonomi global. (RC)
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 80