OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA DALAM RAPBNP 2011
Pendahuluan
R
I
Perkembangan pada perekonomian domestik dan eksternal menyebabkan perkembangan ekonomi
PR
makro tidak sesuai lagi dengan asumsi yang digunakan dalam APBN 2011. Oleh karena itu perlu
D
dilakukan perubahan dan penyesuaian terhadap asumsi makro. Adapun perubahan asumsi makro yang
TJ
EN
diusulkan oleh Pemerintah adalah sebagai berikut :
SE
a. Perrtumbuhan ekonomi ; 6,4% menjadi 6,5%
BN
–
b. Inflasi 5,3% menjadi 6%
KS AN AA N
d. Suku bunga SPN 3 bulan : 6,5% menjadi 5,6%
AP
c. Kurs : Rp9.250 menjadi Rp8.800/US$
e. Harga minyak (ICP) : US$80 menajdi US$ 95/barel Lifting : 970 ribu bph menjadi 945 ribu bph
f.
LA
Perubahan asumsi dasar ekonomi makro tersebut tentunya membawa konsekuansi pada besaran-
AN D
pajak dan non pajak maupun hibah.
PE
besaran dalam komponen APBN termasuk di dalamnya adalah perubahan pada pendapatan negara baik
AR
AN
Penerimaan Perpajakan
G
Dalam APBN 2011 2011 penerimaan perpajakan ditetapkan sebesar Rp850,3 Triliun yang terdiri dari
AN
G
pajak dalam negeri Rp 830,1 triliun dan pajak perdagangan internasional Rp46,9 Triliun. Dalam RAPBNP
IS A
yang diusulkan pemerintah, penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai Rp877,0 T atau naik Rp26,8
AL
Triliun dari target semula. {Penerimaan perpajakn sebesar Rp877,0 Triliun tersebut terdiri dari pajak
AN
dalam negeri sebesar Rp830,01 Triliun dan pajak perdagangan internasional Rp46,9 Triliun. Adapun
BI R
O
rincian perubahan untuk setiap jenis penerimaan perpajakan adalah sebagi berikut : Item a. Pajak Dalam Negeri 1) Pajak Penghasilan - PPh Non Migas - PPh migas 2) PPN 3) PBB
APBN 2011 827,2 420,5 364,9 55,6 312,1 27,7
RAPBNP 2011 830,1 430,3 366,7 63,6 298,4 29,1
Selisih thd APBN 2,8 9,8 1,8 8,0 (13,7) 1,4
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 7
0,0 4,2 68,1
0,0 5,3 23,9
I
3,6 20,3
D
b. Pajak Perdagangan 23,0 46,9 Inernasional 1) Bea Masuk 17,9 21,5 2) Bea Keluar 5,1 25,4 Sumber : Keterangan Pemerintah tentang POkok-Pokok Perubahan APBN TA 2011
R
0,0 4,2 62,8
PR
4) BPHTB 5) Pajak lainnya 6) Cukai
EN
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa peningkatan penerimaan perpajakan sebagian besar bersumber
SE
TJ
dari bea keluar dan pph migas.
BN
–
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian atas kebijakan tersebut adalah :
AP
a. Pemerintah menyatakan bahwa peningkatan PPh migas dari 55,6 Triliun menjadi Rp 63,6 Triliun
KS AN AA N
atau 14,4% dari target APBN karena lebih tingginya harga ICP. Artinya peningkatan PPh migas tersebut semata-mata karena peningkatan faktor harga, bukan karena upaya pemerintah sendiri seperti upaya peningkatan volume migas. Bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu
LA
volume/lifting minyak turun dari 970 ribu bph menjadi 945 ribu bph.
PE
b. Pemerintah juga menyatakan bahwa pajak perdagangan internasional naik 104,0% dari target
AN
APBN nya karena naiknya CPO. Lagi-lagi, peningkatan pajak perdagangan internasional tersebut
D
karena faktor harga, bukan faktor peningkatan volume/produksi CPO.
AN
c. Sementara itu, kenaikan PPh non migas yang memerlukan effort Pemerintah pada RAPBNP 2011
AR
hanya sebesar 1,8 Triliun. PPN justru diusulkan turun dalam RAPBN P 2011. Sebagaimana
G
G
diketahui, bahawa pada tahun 2011 terdapat paket kebijakan baru berkenaan dengan PPh dan
AN
PPN, antara lain yaitu : Penegasan pengenaan PPh pasal 26 atas royalti produk film impor dan pengenaan PPN
IS A
-
BI R
O
AN
AL
atas pemanfaatan barangkena pajak (BKP) tidak berwujud terhadap produk film impor
-
Pemberian kepastian hukum atas ekspor jasa kena pajak (JKP) yang dikenakan PPN
-
Penyederhanaan prosedur pembebasan PPh pasal 22 Impor atas impor barang
Sejauhmana kebijakan baru tersebut berimplikasi terhadap peningkatan pendapatan negara?
Piutang Pajak sebagai Potensi Pendapatan Negara? Sebenarnya, selain dari sumber-sumber di atas, masih ada sumber potensi pendapatannegara yang berasal dari pajak yaitu piutang pajak . Piutang pajak adalah piutang yang timbul atas pendapatan pajak Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 8
sebagaimana diatur dalam undang-undang perpajakan, yang belum dilunasi sampai dengan akhir periode laporan keuangan. Piutang pajak diakui pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan/atau Surat Tagihan Pajak (STP) dan telah dilaksanakan proses penagihannya. Pengakuan ini disebabkan adanya potensi pendapatan negara yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan
R
I
(Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 06 Mengenai Akuntansi Piutang).
31 Desember 2009
53,788,164,621
-
Ditjen Pajak
45,173,077,395,398
49,999,727,823,996
Ditjen Bea dan Cukai
10,318,356,917,933
13,659,045,063,184
SE 54.008.060.540.425
KS AN AA N
BUN
AP
BN
Ditjen Anggaran
31 Desember 2010
TJ
31 Desember 2008
–
Unit Pengelola
EN
D
PR
Adapun saldo piutang pajak 2008 – 2010 adalah sebagai berikut :
-
145.443.077
55,545,222,477,952
63.658.918.330.257
70.945.271.446.620
AN
D
Sumber : BPK RI, LKPP
AN
PE
LA
Total
16.937.210.906.195
G
G
AR
Dari data di atas dapat dilihat bahwa total piutang pajak setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Halini berarti SKP yang diterbitkan oleh Pemerintah belum disetujui oleh Wajib Pajak. Peningkatan tersebut dapat mengindikasikan: adanya potensi peningkatan penerimaan perpajakan untuk tahun yang akan datang
•
indikasi kurang efektifnya aparat perpajakan dalam melakukan penagihan piutang pajak.
AL
IS A
AN
•
AN
Piutang Pajak di DJP berdasarkan umur utang 2008 – 2010 31 Desember 2008
31 Desember 2009
31 Desember 2010
Kurang dari 1 tahun
12.239.111.738.000
13,167,888,974,329
17.268.606.805.698
1 tahun dan kurang dari 3 tahun
9.776.181.927.000
12.641.269.957.462
11.089.759.076.321
3 tahun dan kurang dari 5 tahun
10.213.857.380.000
9.037.953.073.649
7.425.345.018.956
5 tahun atau lebih
12.943.926.315.000
15,152,615,818,556
18.224.349.638.997
BI R
O
Umur Piutang
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 9
Jumlah
45.173.077.360.000
49.999.727.823.996
54.008.060.540.425
Prosentase umur piutang ≥ 5 tahun terhadap total piutang
28.65%
30.31%
33.74%
Sumber : BPK RI , LKPP 2009 dan LKPP 2010
R
I
Dalam Piutang Pajak sebesar Rp54.008.060.540.425 tersebut terdapat penyisihan piutang pajak sebesar
PR
Rp9.451.456.569.984 dan piutang yang telah kadaluwarsa penagihannya sebesar Rp2.643.980.605.859.
dan
telah
mendapatkan
persetujuan
dari
Menteri
Keuangan
sebesar
TJ
Rp202.240.100.719
EN
D
Dari Piutang Pajak yang telah kadaluwarsa tersebut, telah diusulkan penghapusan sebesar
SE
Rp45.802.510.018.
BN
–
Dalam rangka pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak melayani Wajib
AP
Pajak yang mengajukan keberatan, banding dan peninjauan kembali. Nominal surat ketetapan pajak
KS AN AA N
yang diajukan keberatan, pembetulan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan atas surat ketetapan pajak dan banding/gugatan yang belum mendapat keputusan atau putusan sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 adalah Rp44.238.374.913.828.
Apakah penerimaan perpajakan dalam RAPBNP 2011 tersebut pemerintah sudah
D
-
AN
PE
44,2 Triliun. Yang menjadi pertanyaan adalah :
LA
Dengan demikian, masih terdapat potensi penerimaan negara dari piutang pajak pada DJP sebesar Rp
Sejauhmana piutang pajak per 31 Desember 2010 tersebut berpotensi menjadi
AR
-
AN
memperhitungkan potensi dari penagihan piutang pajak?
IS A
AN
G
G
penerimaan negara?
AL
Resiko Fiskal Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) dari Sisi Pendapatan Negara :
AN
Dalam penerimaan perpajakan dalam APBN 2011 termasuk di dalamnya adalah PPh DTP sebesar Rp3,5
BI R
O
Triliun dan PPN DTP sebesar Rp9,3 Triliun . Apabila dalam RAPBNP 2011 ini Pemerintah masih tetap mempertahankan kebijakan pajak DTP , harus diperhatikan resiko fiskal dari DTP tersebut yaitu bahwa penerimaan perpajakan menjadi over value dari penerimaan yang sesugguhnya diterima Pemerintah. Hal ini berimplikasi pada perhitungan Penerimaan Dalam Negeri Neto.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 10
Usulan perubahan besaran Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam RAPBNP 2011 adalah sebagai berikut :
I
R
PR
D
27,6 45,2 15,0
EN
27,6 45,2 15,0
–
BN
b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya d. Pendapatan BLU
Selisih thd APBN 24,5 19,5 12,2 7,3 5,0 5,0 0,0 0,0 0,0
TJ
RAPBNP 2011 187,6 168,8 119,7 49,1 18,8 15,4 0,4 2,9 0,2
SE
APBN 2011 163,1 149,3 107,5 41,8 13,8 10,4 0,4 2,9 0,2
AP
Item a. Penerimaan SDA 1) SDA Migas - Minyak Bumi - Gas Bumi 2) Non Migas - Pertambangan Umum - Panas Bumi - Kehutanan - Perikanan
0,0 4,9 0,4
KS AN AA N
Sumber : Keterangan Pemerintah tentang POkok-Pokok Perubahan APBN TA 2011 Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa sebagain besar peningkatan PNBP bersumber dari usaha pertambangan yang meliputi minyak bumi, gas bumi maupun pertambangan umum. Kenaikan
LA
PNBP sebesar Rp29,8 Triliun tersebut didorong oleh kenaikan harga minyak dan bahan tambang.
PE
Sementara itu tidak ada peningkatan sama seakli dari SDA lain seperti panas bumi, kehutanan dan
D
AN
perikanan.
AN
Berdasarkan studi ICW, terdapat kebocoran dalam penerimaan dalam industri pertambangan. Berikut
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
adalah selisih penerimaan pertambangan versi LKPP dan ICW :
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 11
I R PR D EN TJ SE – BN AP KS AN AA N LA PE AN
D
Tabel di atas adalah perbandingan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan perhitungan ICW
AR
memperkuat temuan pengemplangan royalti yang dilakukan oleh perusahaan
G
menurut ICW
AN
berdasarkan data produksi dan skema fiskal yang berlaku dalam industri pertambangan. Tabel ini
G
pertambangan batu bara selama tahun 2001 hingga 2007 yang terungkap pada tahun 2008 yang
IS A
AN
mencapai Rp 17 trilyun.
AN
AL
Artinya, sebenarnya masih terdapat potensi pendapatan negara dari industri pertambangan seandainya
BI R
O
Pemerintah menegakkan transparansi dan akuntabilitas atas penerimaan dari industri pertambangan.
Panas Bumi sebagai Alternatif Baru Sumber PNBP
Mengingat SDA mempunyai sifat tidak terbarukan, tentu lama-kelamaan akan habis. Sementara itu kebutuhan energi di masa depan untuk menggerakan roda perekonomian akan semakin besar. Untuk mengatasi kelangkaan sumber-sumber energi tersebut, perlu dicarikan alternatif sumber energi baru yang lebih ramah terhadap lingkungan. Pemakaian energi ramah lingkungan sudah menjadi Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 12
kecenderungan baru sebagai dampak dari kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Alternatif sumber energi baru yang cukup menjanjikan di Indonesia adalah panas bumi. Ini mengingat
I
sumber panas bumi di Indonesia cukup banyak. Berdasarkan data Departemen Energi dan Sumber Daya
PR
R
Mineral (ESDM), potensi energi panas bumi Indonesia mencapai 27.140,5 MW. Dari potensi yang ada,
D
hingga tahun 2006 baru termanfaatkan sekitar 3% atau 807 MW saja (selengkapnya lihat tabel potensi
EN
panas bumi di Indonesia). Tercatat dari tabel tersebut, wilayah Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Nusa
SE
TJ
Tenggara memiliki sumber energi panas bumi yang cukup besar untuk dikembangkan. Sayangnya hingga
–
saat ini baru beberapa kawasan saja yang dikembangkan dan telah berproduksi secara komersil,
BN
diantaranya Lapangan panas bumi Kamojang, Gunung Salak, Gunung Darajat (Jawa Barat), Sibayak,
Provinsi
17
2.
Sumatera Utara
3.
Sumatera Barat
4.
Bengkulu
5.
Sumatera Selatan
6.
Lampung
7.
Bangka-Belitung
-
16
3626
2
16
1698
-
5
1273
-
5
1911
-
13
2855
-
3
75
-
1
25
-
Jambi
8
1047
-
10.
Banten
7
835
-
11.
Jawa Barat
38
5626
725
12.
Jawa Tengah
14
1626
60
13.
Yogyakarta
1
10
-
14.
Jawa Timur
11
1156.5
-
15.
Bali
5
301
-
16.
NTT
18
1042
-
17.
NTB
3
144
-
PE AN
D AN
AR
G
G
AN Riau
IS A AL AN
Potensi Energi Produksi (MW) (MWe)
1310
LA
NAD
9.
O
Jumlah Lokasi
1.
8.
BI R
KS AN AA N
No.
AP
Sarulla (Sumatera Utara) dan Lahendong (Sulawesi Utara).
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 13
Sulawesi Utara
5
865
20
19.
Gorontalo
2
40
-
20.
Sulawesi Tengah
14
366
-
21.
Sulawesi Selatan
16
374
-
22.
Sulawesi Tenggara
13
301
-
23.
Maluku Utara
9
309
-
24.
Maluku
6
225
-
25.
Papua
2
50
-
26.
Kalimantan Barat
3
50
-
251
27140.5
PR D EN
TJ SE 807
–
Total
R
I
18.
KS AN AA N
AP
BN
(Sumber : Pelatihan Pemodelan Ekonomi Energi MARKAL PUSDATIN Departemen ESDM Th 2006)
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
***
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 14