BAB II PEMECAHAN MASALAH DAN METODE TAPPS
A. Masalah (Problem) Suatu masalah (problem) muncul ketika kita memiliki suatu tujuan – suatu keadaan yang ingin kita capai – akan tetapi tidak dengan segera diketahui bagaimana tujuan tersebut dapat dipenuhi (Holyoak dalam Pate, 2004). Dalam kaitan dengan aktivitas pembelajaran, suatu masalah dapat muncul dengan sendirinya atau sengaja diberikan sebagai suatu perlakuan dengan tujuan tertentu. Masalah yang dengan sengaja dimunculkan memenuhi pengertian yang diusulkan oleh James (dalam Hidayah, 2006) yaitu bahwa masalah (problem) merupakan suatu pertanyaan yang diajukan untuk diselesaikan. Dalam penelitian ini masalah (problem) merupakan suatu tugas berupa pertanyaan cerita yang menuntut siswa untuk melaksanakan proses pencapaian jawaban mengikuti situasi dalam pertanyaan (problem solving). Masalah tersebut diberikan pada perlakuan untuk melatih siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah (Problem solving skill).
B. Pemecahan Masalah (Problem Solving) William Brownell (dalam Stice, 1987) mengusulkan suatu definisi umum tentang problem solving sebagai berikut: “problem solving berkenaan (a) hanya untuk tugas perseptual dan konseptual, (b) sifat dasar yang ada pada subjek, atau sifat asli, dari pembelajaran sebelumnya, atau organisasi tugas-
8
tugas, mampu untuk memahami, tetapi (c) untuk mana ia tidak mengetahui cara untuk mencapai kepuasan pada saat itu. (d) Subjek mengalami kebingungan dalam situasi masalah, tetapi ia sama sekali tidak mengalami kebingungan. Dalam hal ini ia diselamatkan oleh kondisi yang digambarkan pada poin (b). Selanjutnya problem solving dijadikan suatu proses dimana subjek melepaskan diri dari masalah.” Dalam hal ini Brownell mendefinisikan pemecahan masalah sebagai serangkaian situasi dimana suatu masalah berubah menjadi proses penyelesaian. Mayer (dalam Kirley, 2003) mendefinisikan pemecahan masalah (Problem solving) sebagai serangkaian proses dimana pemecah masalah harus menemukan hubungan antara pengalaman dan masalah yang sedang dihadapi kemudian bertindak di dalam penyelesaian. Mayer juga mengusulkan tiga karakteristik problem solving sebagai berikut:
“Three characteristics of problem solving: 1) Problem solving is cognitive but inferred from behavior. 2) Problem solving results in behavior that leads to a solution. 3) Problem solving is a process that involves manipulation of or operations on previous knowledge”
Definisi yang lebih sederhana diajukan oleh Dhillon, Gobert dan Simon, dan Woods. Menurut Dhillon (dalam Selçuk, Gamze, & Erol 2008) problem solving adalah tugas penyelidikan dengan jalan solver mengeksplorasi alur penyelesaian dari informasi yang diberikan untuk mencapai suatu sasaran. Gobert dan Simon (dalam Pate, 2004) medefinisikan problem solving sebagai
9
proses sederhana untuk menemukan solusi terbaik melangkah dari keadaan yang diberikan menuju penyelesaian. Sedangkan Woods (dalam Stice, 1987) mendefinisikan Problem solving sebagai proses memperoleh suatu solusi atau pemecahan yang memuaskan untuk sebuah masalah cerita, atau setidaknya suatu masalah yang belum pernah ditemui oleh seorang pemecah masalah. Dari definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses dalam mencapai suatu solusi. Suatu model proses pemecahan masalah ditunjukkan dalam bagan gambar 2.1 (Gick dalam Kirkley, 2003).
Gambar 2.1 Model Proses Pemecahan Masalah (Problem Solving Process)
Model dari Gick ini mengidentifikasi rangkaian dasar dari tiga aktivitas kognitif dalam pemecahan masalah: o Representing the problem mencakup pengerahan konteks pengetahuan yang sesuai dan mengidentifikasi tujuan dan kondisi awal yang sesuai untuk masalah.
10
o Solution
search
mencakup
pemilahan
sasaran
atau
tujuan
dan
mengembangkan rencana tindakan untuk mencapai sasaran (goal). o Implement solution mencakup pelaksanaan rencana tindakan dan mengevaluasi hasil. Pemecahan masalah merupakan suatu proses bertingkat. Setiap langkah dalam penyelesaian masalah adalah hasil dari langkah sebelumnya dan menjadi pendukung bagi langkah selanjutnya. Setiap langkah pemecahan masalah dipandang sebagai kemampuan yang terpisah dan dikategorikan ke dalam sub-kemampuan. Kemampuan-kemampuan tersebut dipertimbangkan sebagai bagian analitis (heuristic) dari proses pemecahan masalah yang mencakup mendefinisikan, investigasi, mereview, dan memproses informasi mengenai masalah. Dengan kata lain, langkah-langkah itu dapat disebut sebagai suatu strategi. Strategi adalah serangkaian set langkah-langkah yang digunakan oleh seorang pemecah masalah (problem solver) dalam mencapai suatu penyelesaian (solution). Strategi pemecahan masalah merupakan suatu teknik penyelesaian tidak berarti memberikan jaminan untuk penyelesaia yang pasti benarn, tetapi menyediakan tuntunan dalam proses pemecahan masalah (Mayer dalam Stice 1987). Strategi pemecahan masalah banyak diajukan dalam berbagai referensi. Salah satu trategi yang baik untuk diajarkan pada siswa diusulkan oleh G. Polya karena sederhana, langsung mendekati masalah, dan “terdengar” benar (Stice, 1987). Strategi Polya banyak digunakan dalam berbagai studi tentang pemecahan masalah. Langkah-langkah yang dilakukan
11
dalam strategi pemecahan masalah menurut Polya (dalam Selçuk, Gamze, & Erol, 2008; dan Stice, 1987), adalah sebagai berikut:
1.
Understanding the Problem (Mengenali apa yang ditanyakan) Pendekatan dalam memahami masalah dapat dilakukan dengan menjawab beberapa pertanyaan pengarah berikut ini. Apakah yang ditanyakan? Data apa yang diberikan? Bagaimanakah kondisi masalah? Apakah mungkin memenuhi kondisi tersebut? Apakah kondisi tersebut mencukupi untuk menemukan yang ditanyakan? Ataukah tidak mencukupi? Atau berlebihan? Atau
bertentangan? Buatlah gambar.
Tuliskan notasi yang sesuai. Pisahkan bagian-bagian dari kondisi masalah. Dapatkah kamu menuliskannya?
2.
Devising a plan (Respon terhadap apa yang dipertanyakan) Petunjuk dalam pelaksanaan langkah perencanaan ini yaitu dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: pernahkah kamu melihat masalah ini sebelumnya? Atau pernahkah kamu menemukan masalah yang sama dengan sedikit perbedaan? Apakah kamu mengetahui masalah yang berhubungan? Apakah kamu mengetahui teorema yang dapat digunakan? Lihatlah pada besaran yang ditanyakan! dan berusahalah untuk memikirkan masalah yang tidak asing, dengan masalah yang sama atau sejenis.
12
Jika ada masalah yang sesuai dengan yang kamu hadapi dan dapat diselesaikan sebelumnya. Dapatkah kamu menggunakan penyelesaian masalah itu? Dapatkah kamu manggunakan metode penyelesaian masalah itu? Haruskah kamu menggunakan beberapa bantuan agar dapat digunakan? Dapatkah kamu mengemukakan kembali masalahnya? Dapatkah kamu mengulangnya secara berbeda? Kembalilah pada ketentuan-ketentuan yang berlaku. Jika kamu tidak dapat menyelesaikan masalah yang diusulkan, berusahalah untuk menyelesaikan beberapa masalah yang berhubungan terlebih dahulu. Dapatkah kamu membayangkan masalah
yang
berhubungan? Masalah yang lebih umum? Masalah yang lebih khusus? Masalah yang sejalan? Dapatkah kamu menyelesaikan sebagian dari masalah? Simpanlah sebagian keadaannya, lengkapi bagian yang lainnya, kemudian seberapa jauh besaran yang ditanyakan dapat ditentukan, apakah mungkin untuk diubah? Dapatkah kamu menemukan sesuatu yang berguna dari data? Dapatkah kamu memikirkan data lainnya yang tepat untuk menentukan yang ditanyakan? Dapatkah kamu mengubah data yang diketahui, agar pertanyaan dan data diketahui yang baru muncul? Apakah semua data telah digunakan? Apakah kamu telah menggunakan semua kondisi yang ada? Apakah kamu telah melakukan perhitungan untuk semua kemungkinan dalam masalah?
13
3.
Carrying out the plan (Mengembangkan hasil respon) Petunjuk dalam melaksanakan langkah ini yaitu laksanakanlah rencanamu untuk memperoleh jawaban, periksalah setiap langkahnya. Dapatkah kamu melihat dengan jelas bahwa setiap langkah yang kamu ambil telah benar? Dapatkah kamu membuktikan bahwa penyelesaian tersebut benar?
4.
Looking Back (Pemeriksaan, apa yang hasil penyelesaian katakan kepada saya?) Petunjuk dalam pelaksanaan langkah ini yaitu dapatkah kamu memeriksa jawaban yang diperoleh? Dapatkah kamu memeriksa penjelasannya? Dapatkah kamu menemukan kambali jawaban yang sama dengan cara yang berbeda? Dapatkah kamu mengamatinya sekilas? Dapatkah kamu menggunakan jawaban, atau metode, untuk beberapa masalah lainnya? Beberapa referensi yang membahas mengenai strategi pemecahan
masalah Polya menjelaskan indikator tiap langkah pemecahan masalah sebagai berikut (Heller, 1992; Selçuk, Gamze, & Erol, 2008; dan Stice, 1987). a. Memahami masalah (Understanding the Problem) 1) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi, 2) Mengidentifikasi area pengetahuan yang berhubungan, 3) Mengidentifikasi batasan-batasan masalah, 4) Mengumpulkan informasi,
14
5) Menentukan informasi penting di dalam masalah, 6) Mengemukakan kembali masalah dalam bentuk yang berbeda (mengungkapkan dengan kata-kata sendiri, membuat gambar, diagram atau grafik yang sesuai dengan masalah).
b. Membuat suatu rencana pemecahan masalah (Devising a plan) 1) Menentukan suatu rencana alternatif, 2) Mengidentifikasi prinsip-prinsip, aturan-aturan, dan hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah, 3) Menentukan persamaan matematis yang sesuai untuk menyelesaikan soal, dan 4) Menterjemahkan.
c. Melaksanakan pemecahan masalah (Carrying out the plan) 1) Memilih satu solusi masalah yang sesuai, 2) Mengikuti aturan, prinsip-prinsip dan hukum untuk menentukan kuantitas yang diminta, 3) Menggunakan persamaan matematis untuk menyelesaikan masalah, dan 4) Melakukan operasi aljabar.
d. Pemeriksaan solusi (Looking Back) 1) Memeriksa kelayakan jawaban yang diperoleh,
15
2) Memeriksa besar dan satuan jawaban yang diperoleh, dan 3) Menyampaikan hasil penyelesaian masalah
Efektif atau tidaknya penyelesaian suatu masalah bergantung pada kecakapan yang dimiliki oleh seorang pemecah masalah. Banyak ahli pemecah masalah mengalami kesulitan dalam memverbalkan strategi pemecahan masalah yang mereka gunakan karena strategi pemecahan masalah telah mereka lakukan dengan sendirinya. Ketika seorang ahli pemecah masalah memverbalkan bagaimana mereka memecahkan suatu masalah, akan jelas bahwa suatu strategi telah mereka gunakan (Wankat & Oreovicz, 1992). Menurut Woods et al. (dalam Stice, 1987) seorang pemecah masalah yang baik melaksanakan sebagian atau seluruh aspek-aspek berikut: 1. Mengetahui bahwa terdapat suatu masalah. 2. Kemampuan-kemampuan prasyarat: a. Pengetahuan dasar yang dimiliki menyinggung daerah masalah b. Kemampuan “mempelajari” diperlukan untuk memilih informasi lain yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. c. Motivasi untuk menyelesaikan masalah d. Faktor pengalaman memunculkan “feelings” mengenai asumsi-asumsi apa saja yang mungkin dibutuhkan dan seberapa logis jawaban yang diperoleh. e. Kemampuan untuk mengkomunikasikan hasil. f. Kemampuan kelompok, jika menggunakan pendekatan kelompok.
16
3. Secara keseluruhan, mengatur strategi. 4. Langkah-langkah
spesifik
alternatif
dalam
strategi
(kontradiksi,
pertimbangan dengan analogi, bekerja terbalik, menyelesaikan masalah yang lebih sederhana terlebih dahulu, dan lain-lain). 5.
Pengetahuan heuristic yang memberikan arahan tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya.
6. Kecakapan mencipta, menggeneralisasi dan menyederhanakan.
C. Pemecah Masalah Ahli (Expert) dan Pemula (Novice) Dalam berbagai referensi dijelaskan bahwa terdapat perbedaan antara pemecah masalah ahli (expert) dan pemecah masalah pemula (novice) dalam menyelesaikan masalah yang sama. Individu yang secara sadar dan efektif menerapkan strategi pemecahan masalah disebut sebagai “expert problem solvers” atau ahli dalam memecahkan masalah. Dalam memecahkan permasalahan,
seorang
ahli
(expert)
memiliki
kecenderungan
untuk
menganalisis masalah secara kualitatif terlebih dahulu dengan bergantung pada konsep dasar yang berlaku sebelum melangkah pada penyelesaian masalah dalam bentuk persamaan dan perhitungan matematis. Ketika ditantang dengan suatu permasalahan kuantitatif, seorang “expert problem solver” melaksanakan penyelesaian masalah dengan mengikuti empat fase analisis, yaitu: 1) analisis konsep (mengorientasikan, mengeksplorasi), 2) analisis
strategi
(merencanakan,
memilih),
3)
analisis
kuantitatif
17
(melaksanakan, menentukan, menjawab), dan 4) meta-analisis (merefleksi, memeriksa, menarik, menghubungkan). Sedangkan “novice problem solvers” atau pemula adalah individu yang tidak dapat menerapkan strategi pemecahan masalah dengan baik. Berbeda dengan expert, seorang pemula (novice) pada umumnya memulai penyelesaian masalah dengan rumus matematis kemudian mensubstitusikan variabel atau data yang diketahui ke dalamnya, dan selajutnya mencari rumus lain dimana mereka masih dapat mensubstitusikan variabel-variabel kuantitatif lainnya. Seorang novice seringkali menggunakan strategi coba-coba (trial-and-error) dalam melaksanakan pemecahan masalah. Strategi yang digunakan tersebut sangat tidak efektif dan tidak dapat membantu novice menjadi pemecah masalah yang lebih baik. Perbedaan yang ditunjukkan oleh seorang expert dan novice banyak dijelaskan dalam berbagai referensi diantaranya yaitu dari Kirkley (2003). Kirkley menjelaskan perbedaan antara expert dan novice dalam pengetahuan declarative dengan tiga poin:
Pertama, pemecah masalah ahli (expert) memiliki gambaran dan pemahaman yang mendalam tentang bidang yang dikuasai (konteks). Pemecah masalah ahli mampu untuk menggambarkan gudang pengalaman pemecahan masalah yang telah lalu pada daerah masalah yang sama, dan dapat mengganti berbagai metode dan strategi. Pemula (novice) tidak mengetahui lebih banyak dari ahli mengenai konteks masalah. Pemula
18
membuat lebih banyak kesalahan dari pada ahli, dan kesalahan mereka biasanya berhubungan dengan miskonsepsi dari pada pengabaian atau perkiraan sembarang.
Kedua, pemecah masalah ahli menyatukan peningkatan pengetahuan declarative untuk menghasilkan perubahan yang dinamis, model system personal mental atau ruang masalah untuk memecahkan tingkatan masalah tertentu. Pemula biasanya menyandarkan diri pada kenaifan, tidak lengkap, struktur yang kurang baik, dan bahkan model mental yang salah. Kesalahan model mental sering kali menjadi sumber kesalahan pemecahan masalah pemula.
Ketiga, pemecah masalah ahli memiliki attitude yang positif dan percaya diri bahwa berbagai masalah dapat dipecahkan melalui analisis yang sama. Pemula biasanya tidak memiliki hal tersebut.
Heller dkk (1992) menjelaskan mengenai karakteristik pemecahan masalah expert dalam enam poin. Karakteristik tersebut yaitu: a. Menunjukkan pemahaman konseptual Apakah deskripsi fisika menunjukkan pemahaman mengenai konsep dan hubungan-hubungan fisika dengan jelas? b. Ketergunaan deskripsi Apakah informasi esensial yang dibutuhkan dalam solusi ditampilkan? c. Persamaan matematika dengan deskripsi
19
Apakah
persamaan
spesifik
yang
digunakan
konsisten
dengan
penggambaran fisis? d. Kelayakan perencanaan Apakah solusi menunjukkan bahwa persamaan-persamaan yang sesuai telah ditentukan sebelum dilakukan manipulasi aljabar pada persamaan? Apakah solusi menyertakan indikasi bagaimana untuk mengkombinasikan persamaan untuk memilih suatu jawaban? e. Perkembangan logika Apakah solusi matematis berkembang secara logis dari gambaran umum prinsip-prinsip
fisika
hingga
formulasi
variabel-variabel
masalah
menggunakan definisi tertentu? Apakah sejumlah substitusi variabel hanya dilakukan setelah solusi aljabar variabel yang ditanyakan diperoleh? f. Ketepatan matematika Terlepas dari kesalahan-kesalahan kecil, apakah matematika yang digunakan layak? Atau apakah solusi menggunakan pernyataan matematis yang cacat dalam menentukan jawaban?
Selain Kirkley dan Heller, Wankat dan Oreovicz (1992) juga menjelaskan perbedaan pemula (novice) dan ahli (expert) pemecah masalah dalam beberapa karakteristik pada tabel berikut.
20
Tabel 2.1 Perbandingan Expert dan Novice Problem Solver Characteristic Memory Attitude Categorize
Novices
Experts
Small pieces Few items Try once and then give up Anxious
“Chunks” or pattern ~ 50,000 items
Superficial details
Fundamentals
Can-do if persist Confident
Many techniques to redescribe Fast and accurate Take time defining tentative problem May redefine several times ~ 4 times faster Work forwards with known procedures
Problem statement
Difficulty redescribing Slow and inaccurate Jump to conclusion
Simple welldefined problems
Slow Work backward
Strategy
Trial and error
Use a strategy
Information
Don't know what is relevant Cannot draw inferences from incomplete data
Recognize relevant information Can draw inferences
Parts (harder problems)
Do NOT analyze into parts
First step done (harder problems)
Try to calculate (Do It step)
Sketching
Often not done
Limits
Do not calculate
Equations
Memorize or look up detailed equations for each circumstance
Analyze parts Proceed in steps Look for patterns Define and draw Sketch Explore Considerable time Abstract principles Show motion May calculate to get quick fix on solution Use fundamental relations to derive needed result
21
Solution procedures
“Uncompiled” Decide how to solve after writing equation
Monitoring solution progress
Do not do
If stuck
Guess Quit
Accuracy
Not concerned DO NOT Check
“Compiled” procedures Equation and solution method are single procedure Keep track Check off versus strategy Use Heuristics Persevere Brainstorm Very accurate Check and recheck
Do not do
Do from broad experience
Evaluation of result Mistakes or failure to solve problems
Learn what should have done Develop new problem solving methods Use paper and pencil Very active Sketch, write questions, flow paths.Subvocalize (talk to selves)
Ignore it
Actions
Sit and think Inactive Quiet
Decisions
Do NOT understand process No clear criterion
Understand decision process Clear criterion
D. Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) pertama kali diselidiki oleh Claparede (Woodworth dalam Stice, 1987) dan kemudian digunakan oleh Bloom dan Broder dalam penelitian mereka mengenai problemsolving processes of college students (dalam Stice, 1987). Selanjutnya Art. Wimbey dan Jack Lochhead mengembangkan lebih lanjut metode TAPPS dalam
usaha
untuk
meningkatkan
pembelajaran
membaca
(reading),
matematika, dan fisika.
22
Dengan metode TAPPS kelas dibagi ke dalam sejumlah pasangan (pair) yang terdiri dari dua orang siswa. Salah satu anggota pada tiap pasangan berperan sebagai Problem Solver (PS). Tugas PS yaitu untuk memecahkan masalah dan mengucapkan dengan keras (loud) semua hal yang ia pikirkan selama memecahkan masalah. Seorang PS melakukan aktivitas “thinking aloud” selama menjalankan tugasnya. Anggota pasangan yang lain disebut sebagai listener (L). Listener (L) bertugas untuk memperhatikan apa yang PS lakukan dan memberikan dorongan kepada PS untuk membantu verbalisasi. Tugas lain bagi L yaitu ia harus berusaha untuk memahami setiap langkah, pengalihan, dan kekeliruan yang dibuat oleh PS. Ketika alasan yang diungkapkan untuk suatu langkah tidak jelas, maka L bertanya apa yang PS lakukan dan mengapa. Listener (L) dapat menunjukkan kesalahan dalam operasi aljabar atau perhitungan, tetapi ia tidak boleh menunjukkan secara spesifik letak kesalahan yang dilakukan. Peran PS dan L harus ditukar setelah menyelesaikan setiap masalah, tetapi mereka tidak boleh menukar perannya ketika masalah yang sedang dipecahkan belum selesai. 1. Peran Problem solver (PS) Dalam problem solving & comprehension, Whimbey dan Lochhead (1984) menjelaskan mengenai karakteristik problem solver (PS) yang baik dalam lima bagian. a. Sikap positif. Problem solver yang baik memiliki kepercayaan yang kuat bahwa permasalahan teoritis dapat diselesaikan melalui kehati-hatian, dan analisis
23
secara mendalam. Problem solver yang buruk, seringkali menunjukkan opini bahwa “kamu mengetahui jawaban masalah atau kamu tidak mengetahuinya, dan jika kamu tidak mengetahui jawabannya maka lebih baik kamu menyerah atau menebak.” Problem solver yang buruk tidak mempelajari
bahwa
pertama
kali
suatu
masalah
dapat
terlihat
membingungkan, jalan pengerjaan masalah tidak terlihat jelas, tetapi secara teliti masalah dipecahkan dengan menunjukkan dengan tepat satu bagian informasi dan kemudian menyusul yang lainnya, suatu masalah yang sulit dapat sedikit demi sedikit dianalisis. Problem solver yang buruk kekurangan dalam dua hal yaitu pengalaman dan kepercayaan diri ketika berhadapan dengan masalah-masalah yang diselesaiakan melalui tahapan-tahapan analisis. b. Memperhatikan ketelitian. Problem solver yang baik sangat peduli untuk memahami faktafakta dan hubungan secara menyeluruh dan akurat dalam masalah. Mereka hampir memaksakan dalam melakukan pemeriksaan apakah pemahaman mereka terhadap masalah benar dan lengkap atau tidak. Sedangkan problem solver yang buruk pada umumnya kekurangan semangat perhatian mengenai masalah. Sebagai contoh seorang pemecah masalah yang baik mengulang pembacaan soal beberapa kali hingga mereka yakin telah memahaminya. Pemecah masalah yang buruk sebaliknya, sering kali melalaikan masalah karena mereka tidak mengetahui secara cermat bagaimana keadaannya.
24
c. Memecah masalah menjadi bagian-bagian. Problem solver yang baik mempelajari bahwa analisis masalahmasalah kompleks dan gagasan-gagasannya dilakukan dengan memecah ide-ide tersebut menjadi langkah-langkah kecil. Mereka belajar untuk memecahkan masalah dimulai dari bagian dimana mereka dapat membuat beberapa pengertian tentangnya, dan kemudian meneruskan dari bagian tersebut. Sebaliknya pemecah masalah yang buruk tidak mempelajari pendekatan untuk memecahkan masalah yang kompleks ke dalam sub masalah berhadapan dengan satu langkah dan yang lainnya. d. Hindarkan menebak-nebak. Pemecah masalah yang buruk cenderung melocat pada kesimpulan dan menebak jawaban tanpa melalui setiap langkah yang dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa jawaban yang diperoleh akurat. Terkadang mereka membuat penilaian intuitif di tengah masalah tanpa memeriksa apakah penilaian tersebut benar atau tidak. Di saat yang lain mereka mengerjakan bagian masalah melalui jalannya, tetapi kemudian menyerah pada pertimbangan dan menebak suatu jawaban. Problem solver yang baik cenderung untuk mengerjakan masalah dari awal hingga akhir dengan langkah yang teliti. e. Keaktifan dalam pemecahan masalah. Problem solver yang baik cenderung untuk lebih aktif saat menghadapi masalah teoritis. Secara sederhana, mereka melakukan
25
sebanyak hal yang berusaha untuk mereka pahami dan menjawab pertanyaan yang sulit. Beberapa referensi menjelaskan petunjuk dalam melaksanakan peran problem solver (PS) dalam metode TAPPS sebagai berikut (Jeon, 2005; Lee, 1998; Pate, 2004; Stice, 1987; dan Wankat & Oreovicz, 1992). a) Posisikan tempat duduk agar kamu dan temanmu nyaman dalam melaksanakan diskusi. b) Siapkan kertas catatan, alat tulis, kalkulator dan segala sesuatu yang mungkin dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. c) Mungkin ada petunjuk-petunjuk atau saran mengenai cara-cara dalam mendekati masalah tertentu. Bicarakanlah hal ini dengan temanmu sebelum memulai diskusi. d) Baca soal dengan keras (hingga terdengar oleh siswa L). e) Mulailah menyelesaikan masalah yang kamu hadapi. Kamu mengerjakan soal, temanmu hanya mendengarkan dan menanggapi terhadap apa yang kamu katakan, jangan “bekerjasama” dalam penyelesaian. f) Berpikir sambil berbicara (Thinking Aloud) tidak mudah. Pertama kali mungkin kamu mengalami kesulitan memilih kata-kata yang tepat, jangan mencari kata-kata tersebut, katakan apa saja yang muncul dalam pikiranmu. Kamu dan temanmu berusaha saling membantu satu sama lain, dan tidak ada yang menilaimu.
26
g) Kembalilah pada bagian penyelesaian soal mana pun yang kamu inginkan. Gunakan kata-kata seperti, "saya mencocokkan. Lebih baik saya mengulangnya kembali." "tidak, ini tidak berhasil... kita lihat... hmmm." h) Berusahalah untuk memecahkan sebuah masalah meskipun kamu pikir itu tidak penting. Jangan berpikir kamu tidak belajar apa pun. Saat kamu menyelesaikan sebuah soal, pahami apa yang kamu pikirkan dan pelajari tentang proses penyelesaian soal tersebut hingga kamu dapat melihat perkembanganmu
sendiri.
Kemudian
biarkan
juga
temanmu
menyumbangkan gagasannya. 2. Peran Listener (L) Peran L memiliki dua tugas utama, yaitu secara kontinyu memeriksa ketelitian, dan menuntut vokalisasi (Whimbey dan Lochhead, 1984). a) Memeriksa ketelitian secara kontinyu. Karena ketelitian sangat penting, L harus secara kontinu memeriksa ketelitian PS. Ketelitian ini mencakup perhitungan yang dilakukan, diagram yang digambar, dan setiap kesimpulan yang dicapai. Dengan kata lain ketelitian PS harus diperiksa dalam setiap langkah masalah, tidak hanya pada hasil akhirnya saja. Temukan kesalahan yang dilakukan dalam barbagai aktivitas. Pertama, L harus secara aktif mengikuti pekerjaan PS. L harus mengikuti setiap langkah yang dilakukan PS, dan harus benar-benar memahami setiap langkah. Kedua, L tidak boleh membiarkan PS melangkah terlalu cepat dari pemikirannya. Dalam hal ini L dapat meminta PS untuk menunggu sebentar
27
untuk memeriksa kesimpulan. Ketiga, L tidak boleh mengerjakan masalah secara terpisah dari PS. Listener harus mendengar, maksudnya secara aktif bekerja bersama-sama dengan PS, tidak bekerja sendiri. Terakhir, jika L menemukan kesalahan, ia hanya boleh menunjukkan bahwa telah terjadi suatu kesalahan, tetapi tetap tidak boleh memberikan jawaban yang benar. Secara singkat, L membantu untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam pelajaran, suatu kemampuan yang dapat berguna dalam setiap tugas pelajaran. Listener harus memeriksa setiap langkah dan setiap kesimpulan yang dicapai PS. L tidak boleh membiarkan PS melangkah pada langkah kedua sebelum ia memeriksa langkah yang pertama. Jika ditemukan suatu kesalahan, kesalahan tersebut harus ditunjukkan tanpa memberikan jawaban yang benar. b) Menuntut vokalisasi. Fungsi kedua dari L adalah untuk memastikan bahwa PS mevokalkan semua langkah utama yang diambil dalam memecahkan masalah. Thinking aloud merupakan bagian penting dalam metode ini. Ini adalah satu-satunya cara untuk mengkomunikasikan dan memonitor pemikiran. Pemecahan masalah sederhana pun tidak boleh diabaikan, seluruh langkah harus tetap di ucapkan, sehingga vokalisasi dapat dilakukan dengan mudah ketika menemui masalah yang lebih sulit. Jika PS melewati satu langkah atau lebih selama melakukan pemecahan tanpa thinking aloud, maka L harus meminta PS untuk kembali pada langkah tersebut dan menjelaskannya.
28
Petunjuk pelaksanaan peran L dijelaskan sebagai berikut (Jeon, 2005; Lee, 1998; Pate, 2004; Stice 1987; dan Wankat & Oreovicz, 1992). a) Munculkan anggapan sesegera mungkin bahwa kamu bertindak sebagai penanya dan tidak ada kritikan, dan bahwa kamu tidak mengkritisi saat kamu mengajukan pertanyaan seperti “uraikanlah,” “apa yang sedang kamu pikirkan sekarang?” “dapatkah kamu periksa bagian itu?” b) Tugas listener (L) adalah untuk: o Meminta agar PS tetap berbicara, tetapi jangan terus menyela saat PS berpikir. o Yakinkan bahwa PS mengikuti strategi pemecahan masalah dan tidak melewatkan langkah apa pun saat menyelesaikan soal. o Membantu PS meningkatkan ketelitiannya. Pemeriksaan ketelitian dapat dilakukan dengan meminta mengulang kembali penyelesaian agar lebih jelas. o Membantu mengikuti pencerminan proses mental PS. o Pastikan bahwa kamu memahami setiap langkah yang dilakukan oleh PS. c) Jangan mengerjakan permasalah sendiri. Mungkin lebih baik jika kamu tidak mengambil alat tulis, dan ikuti langkah penyelesaian soal yang dilakukan PS secara aktif. d) Jangan membiarkan PS melanjutkan langkah penyelesaian masalah jika: o Kamu tidak memahami apa yang PS lakukan. Katakanlah, “saya tidak mengerti,” atau “saya tidak dapat memahami langkah itu.”
29
o Kamu berpikir telah terjadi kesalahan. Minta PS “agar memeriksanya,” atau tanyakan “apakah itu benar?” o Jangan memberikan petunjuk. Jika PS terus membuat kesalahan pemikiran
atau
perhitungan,
kemudian
bantu
ia
menemukan
kesalahannya, tetapi jangan memperbaikinya. 3. Peran bagi Guru Tugas guru pada kelas pemula dalam melaksanakan TAPPS sebaiknya terbatas untuk mengatur pelaksanaan metode. Guru dapat duduk bersama kelompok pasangan siswa, memonitor aktivitas mereka dan memberikan perhatian khusus kepada siswa L. Dalam penerapan selanjutnya, guru dapat
mengambil
peran
listener.
Melalui
peran
tersebut,
guru
mempromosikan pemikiran aktif melalui penggunaan strategi bertanya yang mengharuskan para siswa untuk menampilkan proses-proses berpikir mereka. Empat strategi tersebut yaitu (Confrey dalam Stice, 1987): a) minta para siswa untuk mendiskusikan penafsiran mereka terhadap masalah, b) minta para siswa untuk menguraikan dengan tepat metoda-metoda penyelesaian masalah yang mereka lakukan, c) minta para siswa untuk mempertahankan jawaban dan penyelesaian masalah, d) minta para siswa untuk menyelidiki kembali langkah-langkah dalam penyelesaian masalah,
30
Dengan melaksanakan keempat strategi ini siswa seperti meninjau ulang penyelesaian soal, seolah-olah mereka terlibat dalam proses memecahkan masalah tersebut. Interaksi guru-siswa ditunjukkan dengan berfokus pada kata-kata atau penjelasan yang diberikan oleh siswa dan dari penerimaan guru terhadap pandangan siswa pada alur penyelesaian masalah. Sebagai masukan bagi siswa, adakalanya guru diharuskan untuk menjadi model problem solver yang mahir (expert) bagi siswa. Siswa jarang melihat orang yang mahir dalam memecahkan permasalahan, sangat jarang mengetahui seorang problem solver (PS) memecahkan masalah sambil membicarakannya. Dengan menguraikan suatu proses pemikiran dengan suara keras (thinking aloud), guru mendemonstrasikan dua proses yaitu proses berpikir dengan suara keras (thinking aloud), dan proses berpikir guru tersebut yang mencakup “jalan buntu”, kekeliruankekeliruan, dan perbaikan-perbaikan yang menjadi ciri pemecahan masalah yang sebenarnya. Sangat penting bagi guru untuk meminta siswa L dalam pasangan agar mengungkapkan apa yang telah PS lakukan dan pikirkan selama proses pemecahan masalah. Perhatian terhadap siswa L berbeda dengan PS. Dengan meminta siswa L menguraikan proses penyelesaian masalah, guru dapat merasa yakin telah melibatkan semua siswa dalam pembelajaran. Jika L tidak dapat menguraikan kembali penyelesaian yang telah dilakukan PS, maka ia harus diarahkan untuk menyimak kembali penyelesaian
31
masalah sampai mereka siap untuk membahasn penyelesaian masalah tersebut. Jika penjelasan yang disampaikan tidak bisa dipahami, maka guru sebaiknya mengajukan pertanyaan-pertanyaan kembali kepada L untuk memperjelas pernyataan-pernyataan tersebut. Guru sebaiknya berpindah terlebih dahulu ke pasangan yang lain, dan kembali ke pasangan sebelumnya dalam beberapa menit saat L siap untuk membahas penyelesaian masalahnya.
E. Kelebihan Metode TAPPS Pembelajaran yang baik dalam melatih kemampuan pemecahan masalah adalah dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk mempraktekan proses pemecahan masalah. Akan tetapi menerima umpan balik agar dapat mengetahui bagaimana proses pemecahan masalah hingga dapat meningkatkan kemampuan juga perlu untuk diberikan. Model pembelajaran yang memberikan dua kesempatan tersebut diantaranya yaitu melalui metode TAPPS. Metode ini memberikan kesempatan bagi seluruh kelas untuk mempraktekkan pemecahan masalah (Stice, 1987). Dengan kerjasama siswa secara berpasangan dalam menyelesaikan suatu masalah memberikan kesempatan bagi siswa untuk: 1) Dialog pada TAPPS membantu membangun kerangka kerja kontekstual yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman siswa (MacGregor, 1990),
32
2) Setiap anggota pada pasangan TAPPS dapat saling belajar mengenai strategi pemecahan masalah satu sama lain, sehingga mereka dapat memahami proses berpikir masing-masing (Jhonson dan Chung, 1999), Selain itu dengan aktivias “thinking aloud” dalam peran PS memberikan manfaat: 1) Meningkatkan kesadaran dalam kemampuan-kemampuan proses ketika menyelesaikan suatu masalah (Whimbey & Lochhead, 1984; Woods dalam Lee, 1998) 2) Menuntut PS untuk berpikir sambil menjelaskan, sehingga dapat melatih pola berpikir mereka agar lebih terstruktur (Stice, 1987), 3) Memungkinkan siswa untuk melatih konsep, mengaitkannya dengan kerangka kerja yang sudah ada, dan menghasilkan pemahaman materi yang lebih mendalam (Slavin, 1995). Keunggulan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dijelaskan dalam berberapa referensi diantaranya yaitu: 1) Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) memberikan kesempatan bagi seluruh siswa di dalam kelas untuk mempraktekkan strategi pemecahan masalah. 2) Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) menyediakan monitoring bagi siswa dalam mempraktekkan strategi pemecahan masalah melalui aktivitas berpasangan (pair). 3) Dengan aktivitas thinking aloud metode TAPPS memberikan kesempatan bagi siswa untuk melatih kemampuan verbal, ketelitian dalam memecahkan
33
masalah, dan menumbuhkan keberanian untuk mengungkapkan pemikiran mereka. 4) Aktivitas pembelajaran relatif sederhana dan tidak terlalu rumit dalam penerapannya di dalam pembelajaran.
F. Gerak Melingkar Beraturan (GMB) Dalam pembahasan kinematika gerak, terdapat bahasan mengenai gerak dua dimensi atau gerak dalam bidang datar diantaranya yaitu gerak parabola dan gerak melingkar. Dalam hubungan dengan mata pelajaran fisika sebagai salah satu mata pelajaran adaptif di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dimana materi yang diberikan disesuaikan dengan jurusan atau program yang ditempuh siswa. Dengann kondisi tersebut konsep gerak melingkar dipandang sebagai materi yang perlu untuk diberikan secara lebih mendalam bagi siswa SMK. Gerak melingkar memiliki lintasan berbentuk lingkaran, karenanya peninjauan gerak melingkar dapat dilakukan dengan cara meninjau besaranbesaran atau komponen-komponen linear, dan dapat juga dilakukan dengan cara meninjau besaran-besaran atau komponen-komponen sudutnya. 1. Komponen linear gerak melingkar Besaran-besaran linear gerak melingkar adalah panjang lintasan linear atau jarak tempuh, perubahan posisi, laju, dan kecepatan linear. Untuk meninjau suatu gerak melingkar biasanya digunakan pusat lingkaran sebagai titik acuan.
34
B ݎ ሬሬሬറ
θ
∆ݏ
∆ݎറ
A ݎ ሬሬሬറ
O
Gambar 2.2. Posisi Gerak Melingkar Sebuah benda yang bergerak dengan lintasan dari A ke B seperti pada gambar. Panjang lintasan linear benda adalah sepanjang busur lungkaran ∆s. Besaran scalar lintasan linear ∆s besarnya adalah ∆ = ݏ൬
ߠ ൰ 2ߨݎ 2ߨ
∆s = θr
Atau
Secara vektor hubungan ini dinyatakan sebagai ሬሬሬറ ݎ ݔറ ݏറ = ߠ 2. Komponen sudut atau anguler gerak melingkar Komponen
anguler
gerak
melingkar
dinyatakan
dengan
menggunakan nilai-nilai besaran sudut meliputi posisi anguler, perubahan posisi anguler, kelajuan anguler, dan kecepatan anguler. t=t θt θ
t0 = 0 θ0
Gambar 2.3. Lintasan Anguler Gerak
35
Lintasan anguler gerak melingkar adalah sudut putaran yang ditempuh oleh gerak melingkar, dinyatakan dengan ∆θ = θt – θ0 Kelajuan anguler merupakan kemampuan untuk menempuh sudut putaran. Kelajuan anguler rata-rata sebuah benda yang bergerak melingkar dinyatakan sebagai sudut putaran yang ditempuh benda pada tiap satu satuan selang waktu, dinyatakan dengan persamaan: ࣓ =
∆ߠ ∆ݐ
Kecepatan anguler rata-rata sebuah benda yang bergerak melingkar didefinisikan sebagai peruahan posisi anguler benda pada setiap satu satuan selang waktu, dinyatakan dengan ߱ ሬറ =
∆ߠറ ∆ݐ
Arah verktor kecepatan anguler ditunjukkan pada gambar 2.4. ߱ ሬറ ݎറ
ݒറ
Gambar 2.4. Kecepatan Anguler Dari gambar 4.5 di atas, hubungan vector kecepatan sudut, kecepatan anguler, dan jari-jari lintasan memenuhi hubungan: ݒറ = ߱ ሬറ ݎ ݔറ Hubungan scalar laju linear, laju anguler, dan jari-jari lintasan yaitu v = ωr
36
3. Penerapan konsep gerak melingkar beraturan a) Perpindahan gerak pada dua roda sepusat v2 R1
v1
R2 Gambar 2.5. Dua roda sepusat Kedua roda memiliki periode (T) atau frekuensi (f) sama. Dengan demikian kedua roda memiliki kecepatan sudut yang sama ω1 = ω2, atau ࢜ଵ ࢜ଶ = ܴଵ ܴଶ b) Perpindahan gerak pada dua roda yang bersinggungan ω2
ω1 R1
R2
Gambar 2.6. Dua roda saling bersinggungan Kedua roda memiliki periode (T) dan frekuensi yang berbeda. Kecepatan sudut kedua roda berbeda, tetapi besar kecepatan linier kedua roda sama. v1 = v2 dengan v = ωr, maka ω1.R1 = ω2.R2 atau ࣓ଵ ܴଶ = ࣓ଶ ܴଵ
37
Jika roda-roda bergigi terhubung saling bersinggungan, maka hubungan persamaan di atas dengan jumlah gigi-gigi roda yaitu: ܴଶ ܼଶ ࣓ଵ = = ࣓ଶ ܴଵ ܼଵ c) Perpindahan gerak pada dua roda yang terhubung dengan tali atau rantai v R1
R2
Gambar 2.7. Dua roda terhubung tali atau rantai Roda-roda yang terhubung tali atau rantai memiliki kecepatan linear dengan besar/nilai dan arah yang sama. v1 = v2 dengan v = ωr, maka ω1.R1 = ω2.R2 atau ܴଶ ࣓ଵ = ࣓ଶ ܴଵ
38