BAB II PEMBELAJARAN DAN BACA TULIS AL-QUR’AN
A. Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an 1.
Pengertian Pembelajaran Membaca dan Menulis Al-Qur’an Secara istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction, istilah ini banyak dipengaruhi oleh psikologi kognitifwholistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media, sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses pembelajaran mengajar, dari guru sebagai sumber pembelajaran menjadi guru sebagai fasilitator yang me-manage berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa dalam pembelajaran mengajar1. Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa pembelajaran adalah proses mempembelajarankan siswa. Dalam hal ini Arief S. Sadiman menyatakan sebagai berikut. ”Kata pembelajaran sengaja dipakai sebagai padanan kata dari bahasa Inggris intruction. Kata Instruction mempunyai pengertian yang lebih luas daripada pengajaran. Jika kata pengajaran ada dalam konteks guru-murid di kelas (ruang) formal, pembelajaran atau instruction mencakup pula kegiatan pembelajaran mengajar yang tak dihadiri guru secara fisik. Oleh karena dalam instruction yang ditekankan adalah proses pembelajaran maka usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber pembelajaran
1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2006), hlm.78.
17
18
agar terjadi proses pembelajaran dalam diri siswa kita sebut pembelajaran”.2
Namun demikian, ada beberapa pandangan para ahli pendidikan yang menyatakan bahwa istilah pembelajaran lebih menitik beratkan kepada aktivitas dan partisipasi peserta didik. Semakna dengan penyataan tersebut adalah pernyataan Ngainun Naim dan Achmad Patoni sebagai berikut. ”Dalam kata pembelajaran terkandung arti yang lebih konstruktif, yaitu upaya membuat peserta didik dapat pembelajaran, butuh pembelajaran, terdorong pembelajaran, mau pembelajaran, dan tertarik untuk terus menerus pembelajaran. Dari pengertian ini sekilas terlihat bahwa dalam pembelajaran, titik tekannya adalah membangun dan mengupayakan keaktifan anak didik. Dengan keaktifan anak didik tersebut diharapkan mereka dapat memberoleh hasil lebih maksimal dari proses pembelajaran yang dilakukan”3. Ada beberapa karakteristik penting dari istilah pembelajaran, yakni: a.
pembelajaran berarti mempembelajarankan siswa;
b.
proses pembelajaran berlangsung di mana saja; dan
c.
pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan.4 Untuk mencapai hasil yang diharapkan, hendaknya guru dalam
menerapkan metode terlebih dahulu melihat situasi dan kondisi yang paling tepat untuk dapat diterapkannya suatu metode tertentu, agar dalam situasi dan kondisi tersebut dapat tercapai hasil proses pembelajaran dan membawa peserta didik ke arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
2
Arief S. Sadiman, et al. Media Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1993), hlm. 7. Ngainun Naim et al.. Materi Penyusunan Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), hlm 66 4 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,, hlm 78 3
19
Untuk itu dalam memilih metode yang baik guru harus memperhatikan tujuh hal di bawah ini: a.
Sifat dari pelajaran
b.
Alat-alat yang tersedia.
c.
Besar atau kecilnya kelas.
d.
Tempat dan lingkungan.
e.
Kesanggupan guru
f.
Banyak atau sedikitnya materi
g.
Tujuan mata pelajaran.5 Dalam Islam kata pembelajaran umumnya dikenal dengan istilah
ta‟lim dari kata allama-yu‟allimu-ta‟liman yang berarti mengajarkan ilmu atau pengetahuan.6 Istilah ini kemudian dipergunakan dalam alQur‟an di antaranya dalam Al-Qur‟an surat al-Alaq ayat 4 - 5 berikut.
)5-1 : (العلق “Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Kemudian istilah ta‟lim juga digunakan Nabi Muhammad untuk mengungkapkan adanya proses transfer pengetahuan dari satu orang ke orang lain. Misalnya dalam hadits yang menyebutkan bahwa nabi SAW adalah diutus sebagai pengajar, sebagai berikut :
5 6
4, hlm. 3
Roestiyah N.K., Didaktik Metodik, (Jakarta: Bina Aksara), 2000, cet. ke-4, hlm. 68. Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), cet ke-
20
ِ َعن عائِسة إِ َّن اهللَ ََلْ يَْب َعثِِْن ِال َر ُس ْو ُل اهلل َ َال ق َ َرض َي اهللُ َعْن َها ق َ َ َْ ) (رواه مسلم.يسًرا ِّ ُم َعنِّتًا ولَ ِك ْن بَ َعثَِِن ُم َعلِّ ًما ُم
“Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang menyusahkan dan merendahkan orang lain, akan tetapi Dia mengutusku sebagai seorang pengajar dan pemberi kemudahan.” (HR. Muslim).7 Sedangkan pengertian Al-Qur‟an dapat diuraikan sebagai berikut:
Al-Qur'an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada hamba-Nya yang 'ummi, penutup para Nabi dan Rasul yakni Muhammad SAW dengan perantara Malaikat Jibril as, yang lafadz dan maknanya dari Bahasa Arab yang terkumpul atau tertulis dalam kesatuan mushaf sebagai suatu mu'jizat, yang dimulai dari surat Al- Fatikhah dan diakhiri dengan surat AnNaas, yang dinukilkan secara mutawwatir, membacanya adalah suatu ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, serta sebagai pedoman hidup bagi kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat.8 Dari dua definisi yaitu pembelajaran dan Al-Qur'an jika dirangkaikan dapat didefinisikan bahwa pembelajaran membaca dan menulis Al-Qur'an adalah suatu proses mempembelajaranakan siswa yang bertujuan menghasilkan perubahan-perubahan berupa kemampuan membaca, menulis Al-Qur'an dimana kemampuan itu bersifat permanen yang dapat ditunjukkan dengan perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan maupun kebiasaan-kebiasaan atau perubahan aspek lainnya.
7
Abdul Fatah Abu Ghuddah, Ar-Rasul al-Muallim : Wa-asalibuhu fi Ta‟lim, terj. Moechtar Zoerni, 40 Metode Pendidikan dan Pengajaran Rasulullah SAW, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2009). Hlm. 26. 8 Imam Murjito, Pengantar Metode Qiro'ati, (Semarang : PGPQ Raudhatul Mujawwidin, 1999), hlm. 5
21
2.
Tujuan Pembelajaran Membaca dan Menulis Al-Qur'an Objek qoro'a (membaca yang terdapat dalam surat Al-Alaq) secara tekstual tidak disebutkan, sehingga arti kata qoro'a, membaca, menelaah, menyampaikan dan sebagainya. Karena objeknya tidak disebutkan, sehingga bersifat umum. Maka objek kata itu mencakup segala yang dapat dijangkau baik bacaan suci yang bersumber dari Tuhan maupun bacaan lainnya, baik menyangkut ayat-ayat yang tertulis maupun yang tidak tertulis sehingga mencakup telaah terhadap alam raya, masyarakat, ayat suci Al-Qur'an dan sebagainya. Perintah membaca, menelaah, dan menghimpun itu jika dikaitkan dengan "bi ismi rabbiku", pengaitan ini merupakan syarat sehingga menuntut dari sipembaca bukan sekedar melakukan bahasa dengan ikhlas, tetapi juga antara lain memilih bahan-bahan bacaan yang tidak mengantar kepada hal-hal yang bertentangan dengan "nama Allah SWT" itu.9 Adapun tujuan pembelajaran membaca Al-Qur'an sebagaimana yang dikemukakan para pakar adalah sebagai berikut: Menurut Abdurrahman an-nahlawi tujuan pembelajaran AlQur'an adalah “Mampu membaca dengan baik, memahami dengan baik dan menerapkan ajarannya. Disini terkandung segi ubudiyah dan ketaatan kepada Allah SWT, mengambil petunjuk dari
9
kalam-Nya,
M. Quraish Shihab, membumikan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1993), hlm. 163
22
taqwa kepadanya, melakukan segala perintahnya dan hendak kepadanya”.10 Menurut Mahmud Yunus, tujuan pembelajaran Al-Qur'an adalah : Pertama, Memelihara kitab suci dan membaca serta memperhatikan isinya, untuk jadi petunjuk dan pengajaran bagi kita dalam kehidupan dunia. Kedua,Mengingat hukum agama yang termaktub dalam Al-Qur'an, serta menguatkan dan mendorong berbuat kebaikan dan menjauhi kejahatan. Ketiga, Mengharap keridhoan dari Allah SWT dengan menganut iktikad dan sahdan. Keempat, Menanamkan ahklak yang mulia dengan mengambil ibrah dan pengajaran serta tauladan yang termaktub dalam AlQur'an. Kelima, Menanamkan perasaan keagamaan dalam hati dan menumbuhkannya, sehingga bertambah keimanan dan bertambah dekat kepada Allah.11
3.
Tahapan dalam Pembelajaran Membaca dan Menulis Al-Qur'an. a.
Tahapan dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an 1)
Membaca Al-Qur'an dengan Tartil Menurut pembacaan
Imam
yang
Murjito,
sempurna
“tartil
tajwidnya,
adalah
tingkatan
disertai
dengan
memikirkan makna yang terkandung dalam ayat-ayat yang dibacanya. Tartil adalah baik atau bagus dan benar, baik menurut susunannya dan benar menurut bentuk
bacaannya,
yakni membaca dengan elok dan halus.”12 Membaca dengan tartil itu lebih banyak memberi bekas dan rasa hormat kepada Al-Qur'an. Adapun hukum membaca
10
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung : Diponegoro, 1989), hlm. 184 11 M. Mahmut Yunus, Metode khusus Pendidikan Agama, (Jakarta : Hida Karya Agung, 1983), hlm. 61 12 Imam Murjito, op. Cit., hlm. 68
23
Al-Qur'an secara tartil adalah
disunnatkan, sebagaimana
disebutkan Imam Al-Ghozali dalam kitab Ihya Ulumuddin.
"Ketahuilah bahwa tartil disunatkan tidak semata-mata bagi pemahaman artinya, karena bagi orang 'ajam yang tidak mengerti akan arti Al-Qur'an juga disunatkan tartil dan pelanpelan dalam membaca. Karena yang demikian itu lebih mendekatkan pada memuliakannya dan menghormati serta lebih membahas hati dari pada terburu-buru dan cepat".13 Dalam pembahasan mengenai tartil ini, tidak lepas dari pengucapan lisan, oleh karena itu, guru mempunyai peranan yang
penting dalam pembelajaran membaca Al-Qur'an.
Karena pembelajaran membaca Al-Qur'an mengacu pada keterampilan
khusus,
maka
guru
harus
lebih
banyak
memberikan contoh, dan mengajarkannya berulang-ulang. Apabila salah dalam mengajarkan, akan berakibat fatal bagi murid, karena bacaan Al-Qur'an adalah wahyu. Berkaitan dengan masalah pengucapan, Elizabeth B. Hurloch dalam bukunya "Child and Growth Development" menggunakan: "The second way to encourage Gaggling is to teach the baby new sound combination to imitate. If, for example, he has bean saying" dada- da" over and over again until he pronounces the letter correctly, give him a new model, such as "la-la-la" or "ma-ma-ma" to imitate. By and 13
hlm. 278
Al-ImamAl-Ghazali, Ihya Ulumuddin Juz I, (Libanon: Dar al-Kitab Al-Islami, 1999),
24
dingvariety to his repertoire of babbling sound, you not only stimulate his interest to continue to bable, but you encourage him to develop the ability to control his, vocal mechanism. Thus, learning to talk, later, will be much casier than it would have been, had he only a limited foundation to build on".14 Terjemahnya : "Cara yang kedua untuk mendorong bercakap-cakap adalah dengan mengajar bayi tentang kombinasi bunyi baru untuk meniru. Jika, sebagai contoh ia tengah berkata-kata "da-da-da" berulang-ulang kali sampai ia melafalkannya dengan tepat, memberi dia suatu model baru, seperti "la-la-la" atau "ma-ma-ma" untuk meniru. Dengan menambahkan variasi pada daftar kata-kata untuk bercakap-cakap, kamu jangan hanya merangsang minatnya untuk melanjutkan untuk bercakap-cakap, tetapi kami juga harus mendorong dia untuk mengembangkan kemampuannya untuk mengendalikan mekanisme yang berkenaan dengan suaranya. Seperti itulah, pelajaran untuk berbicara, kemudian akan jauh lebih mudah, itu hanyalah suatu dasar yang sederhana yang mendasari". 2)
Mempelajari Bacaan Ghorib “Ghorib diambil dari kata:
yang artinya
pergi
mengasingkan diri. Namun yang dimaksud dengan „bacaan ghorib‟ adalah bacaan-bacaan yang asing/aneh di dalam bacaan Al-Qur'an, atau sukar dipahami (dalam membacanya) karena kurang populer digunakan sehari-hari”.15 Dikatakan sebagai bacaan yang asing, karena memang di dalam membacanya tidak sesuai dengan kaidah bacaan pada
14
Elizabeth B. Hurlock, Child and Growth Development, (USA : Mc. Gaw-will, Book Company, 1970), hlm. 157 15 Imam Murjito, Pelajaran Bacaan Gharib untuk Anak-Anak, (Semarang : Pendidikan AlQur'an Metode Qiro'ati, 2000), hlm. 1
25
umumnya, yakni kaidah tajwid. Misalnya seperti انَاyang keharusannya dibaca panjang satu alif karena 'fathah diikuti alif', tetapi harus dibaca pendek satu harakat. Agar pembaca yang awam bahasa Arab tidak melanggar peraturan-peraturan yang berlaku dalam ilmu tajwid dan ilmu qira'ati, sehingga sesuai dengan kehendak Allah SWT, maka para ulama qira'ah dan ulama ahli tajwid membuat tanda-tanda waqaf dalam mushhaf 'Utsmany yang pada mulanya polos tidak ada tandatandanya. Tanda-tanda waqaf dan washal itu fungsinya seperti tanda titik dan koma. Dari contoh-contoh bacaan ghorib di atas, akan menunjukkan bahwa pengajaran ghorib sangatlah penting untuk diketahui dan diamalkan, sebab tanpa pengetahuan tentang ghorib tersebut, pembacaan Al-Qur'an menjadi tidak karuan dan maksud kandungannya pun akan menjadi kabur, karena seenaknya saja kita membaca. Untuk itulah "bacaan ghorib" wajib diajarkan dan dipelajari semua orang agar tidak salah dalam membaca AlQur'an. Dengan demikian mengetahui atau mempelajari bacaan-bacaan ghorib hukumnya seperti membaca Al-Qur'an secara bertajwid, yaitu fardhu'ain. Tetapi perlu diperhatikan, bagi orang yang membaca Al- Qur'annya belum tartil (belum
26
bertajwid), sebaiknya tidak mempelajari bacaan-bacaan ghorib tersebut, sebelum bacaannya tartil terlebih dahulu. 3)
Mempelajari Ilmu Tajwid Tajwid menurut Muhammad Al-Mahmud dalam bukunya Hidayatul Mustafid adalah :
"Tajwid adalah ilmu yang mempelajari mengetahui hak dari masing-masing huruf dan sesuatu yang patut bagi masingmasing huruf tersebut berupa sifat-sifat huruf, bacaan panjang dan selain itu seperti tarqiq, tafkhim dan sebagainya".16 Sedangkan
menurut
para
ulama
tajwid
adalah
mengeluarkan (mengucapkan) huruf-huruf Al-Qur'an menurut aslinya satu persatu, mengembalikan huruf kepada makhrojnya (tempat keluarnya huruf) dan asalnya, dan menghaluskan pengucapannya dengan cara yang sempurna tanpa berlebihan, kasar, tergesa-gesa dan dipaksa-paksakan.17 Adapun yang dimaksud dengan kaidah ilmu tajwid suatu kaidah
yang
membaguskan
dipergunakan bacaan
untuk
Al-Qur'an
membetulkan
menurut
dan
aturan-aturan
hukumnya yang tertentu, yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
16 17
Muhammad Al-Mahmud, Hidayatul Mustafid, (Pekalongan: Hasan al-'Athos, t.th), hlm.3 Imam Murjito, Op. Cit., hlm. 61
27
Tujuan mengetahui kaidah ilmu tajwid : a.
Agar pembaca dapat membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an dengan bacaan yang fasih (tepat, baik dan benar) sesuai dengan makhroj dan sifat-sifat hurufnya.
b.
Agar dapat menjaga lisan pembaca dari kesalahankesalahan
pembacaan yang dapat menjerumuskan
keadaan perbuatan dosa. c.
Agar dapat menjaga dan memelihara kehormatan dan kesucian serta kemurnian Al-Qur'an dari segi bacaan yang benar.18 Hukum mempelajari ilmu tajwid dengan tujuan-tujuannya
adalah fardhu kifayah, sedangkan membaca Al-Qur'an dengan bertajwid (baik di dalam sholat maupun di luar sholat) adalah fardhu 'ain.19 Membaca Al-Qur'an haruslah senantiasa memperhatikan tajwidnya dengan baik, karena membaca AlQur'an merupakan suatu ibadah. Apabila dalam membacanya tidak mengikuti atau tidak memperhatikan tajwidnya maka termasuk orang-orang yang berdosa. Dengan demikian membaca Al-Qur'an dengan bertajwid adalah kewajiban syar'i yang telah ditetapkan didalam Al-Qur'an, Assunnah dan ijma' para ulama.
18 19
Ibid. Ibid, hlm. 62
28
b. Pembelajaran Menulis Al-Qur’an 1)
Hakikat Pembelajaran Menulis Al-Qur‟an Al-Qur‟an disebut al-Kitab yang berarti sesuatu yang ditulis. Tidak sedikit ayat-ayat al-Qur‟an yang berisi data tentang perintah untuk menuntut ilmu, yang pada prinsipnya juga menyuruh untuk belajar menulis lantaran pengembangan ilmu pengetahuan hanya dimungkinkan jika ada alat dokumentasinya, yaitu tulisan.20 Motivasi normatif al-Qur‟an tampak dalam ayatayatnya yang memerintahkan umat Islam untuk belajar menulis. Sebagaimana diisyaratkan dalam wahyu yang pertama turun yaitu pada surat al-„Alaq ayat 4 berikut;
)٤( الَّ ِذي َعلَّ َم بِالْ َقلَ ِم
“yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam” (Q.S. AlAlaq : 4).21 Di samping itu Allah juga bersumpah dengan kalam yang
merupakan
perantara
dalam
mengajar
manusia.
Bersumpah dengan kalam menunjukkan bahwa kalam adalah anugerah yang diberikan Allah kepada manusia. Dengan kalam manusia dapat mencatat ajaran Allah yang disampaikan Rasulullah, dapat menyampaikan berita, menulis keinginan dan 20
Ilham Khoiri R., Al-Qur‟an dan Kaligrafi Arab, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. 1, hlm. 129-130. 21 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung, CV. Diponegoro, 2009), hlm. 623.
29
perasaan juga buah pikiran. Sumpah Allah dengan kalam termaktub dalam al-Qur‟an awal surat al Qalam:
)١( ن َوالْ َقلَ ِم َوَما يَ ْسطُُرو َن “Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis,” (Q.S. Al-Qalam : 4).22 Atas dasar al-Qur‟an menggunakan bahasa Arab, maka kegiatan tulis menulis yang amat ditekankan adalah kegiatan tulis menulis huruf Arab (huruf hijaiyah) sebagai bahasa alQur‟an, bahasa penduduk surga, dan bahasa Rasulullah saw.23 Ahmad Syarifuddin juga menjelaskan bahwa disiplin tulis menulis sudah berkembang sejak masa kenabian. Abdullah bin Sa‟id bin Ash misalnya, mendidik banyak orang menulis di Madinah atas perintah Rasulullah SAW.24 Hal ini selaras dengan apa yang dijabarkan Muhammad Alawi AlMaliki Al-Makki Al Hasani yang menjelaskan bahwa sahabat Nabi yaitu Ubadah Ibnu Al-Shamit mengajarkan tulis menulis kepada ahlu al shuffah. 25
22
Ibid, 580 Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak, Membaca, Menulis, dan Mencintai Al-Qur‟an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), cet. 7, hlm.69 24 Muhammad Alawi Al-Maliki Al-Makki, Muhammad SAW Insan Al-Kamil, (Madinah: Mathobi‟I Al-Rasyid, 1411 H.), hlm. 271 25 Ibid, 23
30
“Dan Ubadah Ibnu Al Shamit berkata, “aku mendidik banyak orang dari kalangan ahlu al shuffah (penghuni emperan masjid) tulis menulis al-Qur‟an”. (HR. Bukhori). Imam Bukhari juga mengabadikan ucapan Abu Hurairah r.a. yang menunjukkan pentingnya tulis menulis:
،قال أبو ىريرة ما كان أحد أكثر حديثاً مِن عن رسول اهلل إال عبد اهلل بن عمرو فإنو كان يكتب وال أكتب
“Abu Hurairah r.a. berkata bahwa tidak ada sahabat Nabi SAW yang paling banyak meriwayatkan hadits melebihi diriku, hanya saja aku kalah dengan Abdullah Bin Amr karena dia tekun menulis (mencatat) sedang aku tidak menulis.” (HR. Bukhari). Pentingnya pembelajaran menulis karena di samping daya ingat manusia terbatas, juga karena sulitnya menguasai seluruh gagasan-gagasan secara mendetail dengan sekali atau dua kali membaca. Sejak awal masuk sekolah anak harus belajar menulis tangan karena kemampuan ini merupakan prasyarat bagi upaya belajar berbagai bidang studi yang lain. Kesulitan menulis dengan tangan tidak hanya menimbulkan masalah bagi anak tetapi juga bagi guru. Tulisan yang tidak jelas misalnya, baik anak maupun guru tidak dapat membaca tulisan tersebut.27
26
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Semarang: Toha Putra, t.t), juz I, hlm. 39 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), cet. Ke-2, hlm. 227 27
31
Jadi anak sejak dini diharapkan memiliki kemampuan menulis (kitabah) aksara al-Qur‟an dengan baik dan benar baik dengan cara imla‟ (dikte) atau setidak-tidaknya dengan cara menyalin (naskh) dari mushaf. 2)
Pengertian Menulis Sebagai Bagian Pembelajaran BTQ Ada banyak definisi tentang menulis. Dalam Wikipedia dijelaskan bahwa menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara.28 Mulyono Abdurrahman mendefinisikan bahwa menulis sebagai berikut : 1) Menulis
merupakan
salah
satu
komponen
sistem
Komunikasi; 2) Menulis adalah menggambarkan pikiran, perasaan, dan ide ke dalam bentuk lambang-lambang bahasa grafis; dan 3) Menulis
dilakukan
untuk
keperluan
mencatat
dan
berkomunikasi.29 Dalam literatur pendidikan Islam, pemahaman tentang tulis (menulis) dapat dikembangkan ke dalam dua aspek, yaitu: tulis dalam arti khat dan kitabah. Khat mengandung makna menulis
dengan
benar
dan
baik,
sedangkan
kitabah
mengandung makna menulis, mewasiatkan atau mewajibkan. 28
Wikipedia, “Menulis”, http://id.wikipedia.org/wiki/Menulis, (diakses pada tanggal 26 Maret 2013, pukul: 11.28 WIB), hlm.1. 29 Mulyono Abdurrahman, op. cit hlm. 224.
32
Dengan kata lain, si penulis berusaha menuangkan ide-ide, gagasan-gagasan dan pengalamannya dalam bahasa tulis, atau memberi komentar terhadap apa yang diamatinya, serta mewajibkan dirinya untuk menancapkan tulisan dalam benak dan hatinya. Hal ini sudah memasuki tulis tingkat lanjut.30 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi baik menggambaran pikiran, perasaan, maupun ideide pada suatu media dengan menggunakan aksara ataupun bahasa tulis untuk keperluan mencatat maupun berkomunikasi. Dalam skripsi ini penulis menghendaki “menulis” dengan pengertian khat, yaitu menulis dengan baik dan benar. Karena menulis yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah menulis dalam artian khat, maka hal ini tidak lepas dari menulis indah atau sering disebut kaligrafi. Namun, konteks menulis dalam arti khat ini tentu disesuaikan dengan tingkatan materi pada siswa sekolah dasar sebagai sarana agar siswa dapat menulis dengan benar ragam bentuk tulisan Arab sebagai bahasa tulis Al-Qur‟an, bukan dalam arti memperindah tulisan sebagaimana khat dipahami sebagai kaligrafi.
30
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum, Hingga Redefiisi Islamisasi Pengetahuan, (Bandung: Nuansa, 2003), Cet. 1, hlm. 125.
33
3)
Kaidah-kaidah dalam Pembelajaran menulis Huruf Arab Perlu dijelaskan di sini perbedaan yang mendasar antara huruf Arab dan huruf Latin, yaitu di antaranya adalah arah tulisan huruf latin dari kiri ke kanan, sedangkan huruf Arab dari kanan ke kiri (kecuali angka, yaitu ditulis dari arah kiri ke kanan). Tulisan Latin tidak mengenal adanya perubahan bentuk huruf yang bergantung posisi. Huruf “a” misalnya, yang terletak sendiri, di depan, di tengah ataupun di belakang, bentuknya sama saja/ tidak ada perubahan. Sebaliknya tulisan Arab mengenal adanya perubahan bentuk huruf bergantung posisinya pada suatu kata. Bahkan telah diketahui bersama bahwa huruf Arab ada yang tidak bisa disambung dengan huruf lain bergantung posisinya.31 Khat Naskhi merupakan patokan utama dari semua model bentuk tulisan Arab. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut: a) Bentuk huruf atau cara menulisnya tegak di atas garis, bagi huruf-huruf yang tegak dan mendatar. Bagi huruf yang cara menulisnya atau bentuknya agak bulat, sebagian ada di bawah garis. b) Posisi ujung pena tegak, artinya, kalau digoreskan ke atas dan ke bawah membentuk garis tipis/pipih sedang kalau
31
Agung Nugroho, “Menulis Huruf Arab dengan Komputer”, http://agungnugroho. web.id/?p=21, (diakses tanggal 5 februari 2014, pukul: 10.30 WIB), hlm.1
34
digoreskan ke samping kanan atau kiri akan membuat garis tebal/lebar. c) Ukuran tinggi huruf adalah Alif. d) Kepala huruf Fa, Qaf, dan Waw dibuat berlubang (vacum). e) Kepala huruf „Ain, Ghin (di tengah dan akhir kata) padat penuh atau tidak kosong (massive), juga Mim, di awal kata. f)
Cara menulisnya tidak membuat sudut, artinya sudut atau lekukan dibuat elastis (melengkung, tidak kaku atau runcing).32 Sedangkan menurut Ibnu Muqlah (yang dikutip D
Sirojuddin AR), bentuk tulisan barulah dianggap benar jika memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Tawfiyah (tepat), yakni setiap huruf harus mendapatkan usapan sesuai dengan bagiannya, dari lengkungan, kekejuran, dan bengkokan. 2) Itmam (tuntas), yakni setiap huruf harus diberi ukuran yang utuh, dari panjang, pendek, tipis, dan tebal. 3) Ikmal (sempurna), yakni setiap usapan garis harus sesuai dengan kecantikan bentuk yang wajar, dalam gaya tegak, terlentang, memutar dan melengkung.
32
Abdul Karim Husain, Seni Kaligrafi Khat Naskhi, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, t.t.), cet. Ke-4, hlm. 32.
35
4) Isyba‟ (padat), yakni setiap usapan garis harus mendapat sentuhan pas dari mata pena sehingga terbentuk suatu keserasian.
Dengan
demikian
tidak
akan
terjadi
ketimpangan, satu bagian tampak terlalu tipis atau kelewat tebal dari bagian yang lainnya, kecuali pada wilayahwilayah sentuhan yang menghendaki demikian. 5)
Irsal (lancar), yakni menggoreska kalam (pena) secara cepat-cepat, tidak tersandung atau tertahan sehingga menyusahkan, atau mogok di tengah-tengah sehingga menimbulkan getaran tangan yang kelanjutannya merusak tulisan yang sedang digoreskan.33 Adapun tata letak yang baik (khusnul wadh‟i) menurut
Ibnu Muqlah menghendaki perbaikan empat hal, yaitu: 1) Tarsif (rapat teratur), yakni tepatnya sambungan satu huruf dengan huruf lainnya. 2) Ta‟lif (tersusun), yakni menghimpun setiap huruf terpisah (tunggal)dengan lainnya dalam bentuk wajar namun indah. 3) Tastir (selaras, beres), yakni menghubungkan suatu kata dengan lainnya sehingga membentuk garisan yang selaras letaknya bagaikan mistar (penggaris).
33
D. Sirojuddin AR, op. cit., hlm. 93
36
4) Tansil (maksudnya: bagaikan pedang atau lembing, karena indahnya),
yakni
meletakkan
sapuan-sapuan
garis
memanjang yang indah pada huruf sambung.34 B. Metode Pembelajaran Membaca dan Menulis Al-Qur’an 1. Pengertian Metode Pembelajaran Metode berasal dari bahasa Yunani Greek, yakni Metha, berarti melalui, dan Hadas. artinya cara, jalan, alat atau gaya. Dengan kata lain, metode artinya jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu.35 Dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia,
susunan
W.J.S.
Poerwadarminta, bahwa metode adalah cara yang teratur dan berpikir baikbaik untuk mencapai suatu maksud.36 Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer pengertian metode adalah cara kerja yang sistematis untuk mempermudah sesuatu kegiatan dalam mencapai maksudnya.37 Dalam metodologi pengajaran agama Islam pengertian metode adalah suatu cara seni. dalam mengajar.38 Sedangkan secara terminologi atau istilah, menurut Mulyanto Sumardi, bahwa metode adalah rencana menyeluruh yang berhubungan dengan penyajian materi pelajaran secara teratur dan tidak saling
34
Ibid. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Balai Aksara 2001), hlm. 97 36 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: P.N. Balai Pustaka, 1986), hlm. 649. 37 Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Surabaya, CV. Koala, 1991), hlm. 1126 38 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 107 35
37
bertentangan dan didasarkan atas approach.39 Selanjutnya Muzayyin Arifin mengatakan bahwa. metode adalah salah satu alat atau cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.40 Dalam konteks pembelajaran, metode merupakan bagian dari strategi pembelajaran, strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam mengciptakan proses mengajar, agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai dan berhasil guna. Guru dituntut memiliki kemampuan mengatur secara umum komponen-komponen pembelajaran sedemikian rupa, sehingga terjalin keterkaitan fungsi antara komponen pembelajaran yang dimaksud. Penggunaan pembelajaran
metode
sangat
perlu
sebagai
bagian
penting
dari
karena
untuk
mempermudah
strategi proses
pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Tanpa metode pembelajaran yang jelas, proses pembelajaran tidak akan terarah, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sulit tercapai secara optimal, dengan kata lain pembelajaran tidak dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Strategi pembelajaran sangat berguna, baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru, strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran. Bagi siswa penggunaan strategi
pembelajaran
dapat
mempermudah
proses
pembelajaran
(mempermudah dan mempercepat memahami isi pembelajaran), karena setiap strategi pembelajaran dirancang untuk mempermudah proses 39 40
Mulyanto Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm. 12 Muzayyin Arifin, Loc Cit, hlm. 90
38
pembelajaran siswa.41 Keterkaitan antara metode pembelajaran dengan komponen pembelajaran guru dan siswa dapat digambarkan dalam bagan berikut : Bagan 1 Keterkaitan Strategi Pembelajaran dalam proses KBM
Metode Pembelajaran
Siswa
Peningkatan Hasil Belajar Siswa
2. Metode Pembelajaran Membaca dan Menulis Al-Qur’an Semua metode pembelajaran pada hakikatnya dapat diterapkan dalam semua kegiatan pembelajaran, tidak terkecuali dalam kegiatan pembelajaran membaca dan menulis Al-Qur‟an. Berdasarkan hasil analisa awal penulis metode-metode yang sering diterapkan dalam kegiatan pembelajaran membaca dan menulis adalah sebagai berikut : a.
Metode Ceramah Metode ceramah ini merupakan metode yang diterapkan dalam mengantarkan materi pelajaran, misalnya menjelaskan materi tentang hukum bacaan, jenis-jenis bacaan dan lain sebagainya.
b.
Metode Drill 1) Pengertian Metode Drill Ada beberapa pengertian metode drill atau penugasan atau latihan, definisi yang dikemukakan oleh para ahli antara lain sebagai berikut;
41
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 2-3
39
1) Menurut Nana Sudjana: Metode drill atau pemberian tugas atau resitasi tidak sama dengan pelajaran rumah tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas dapat merangsang anak untuk lebih aktif belajar baik secara individual maupun kelompok.42 2) Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain: Metode Penyajian bahan dimana guru memberikan tugas dan latihan tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Masalah tugas yang diberikan siswa dapat dilakukan di kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustakaan, di bengkel, di rumah siswa atau dimana saja asal tugas itu dapat dikerjakan.43 3) Menurut Mulyani dan Johan Permana Metode drill atau latihan atau pemberian tugas atau penugasan diartikan sebagai suatu cara interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya tugas dari guru yang dikerjakan peserta didik di sekolah ataupun di rumah secara perorangan atau kelompok.44 Metode drill adalah suatu cara mengajar di mana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa memiliki
42
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 2001),
hlm. 81 43
Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), edisi revisi, hlm. 85 44 Mulyani. S dan Johar Permana, Strategi Belajar Mengajar, (JATENG: DEPDIKBUD Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1999), hlm. 151
40
ketangkasan atau ketrampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari.45 Metode latihan (drill) pada umumnya digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau ketrampilan dari apa yang dipelajari.46 Latihan yang praktis, mudah dilakukan, serta teratur melaksanakan pembinaan kepada anak didik dalam meningkatkan sebuah ketrampilan akan lebih memungkinkan anak didik memiliki ketrampilan dengan sempurna. Hal ini juga menunjang anak didik untuk berprestasi dalam bidang tertentu. Berdasarkan uraian di atas pengertian metode drill adalah metode latihan dengan pemberian tugas adalah suatu cara dari guru dalam proses belajar mengajar untuk mengaktifkan siswa dalam belajar baik di sekolah maupun di rumah dan untuk dipertanggung jawabkan kepada guru. 2) Prinsip dan Petunjuk Penggunaan Metode Drill Adapun prinsip dan petunjuk penggunaan metode drill adalah: a) Siswa harus diberi pengertian yang mendalam sebelum diadakan latihan tertentu.
Latihan untuk pertama kali
hendaknya bersifat diagnosis, mula-mula kurang berhasil, kemudian diadakan perbaikan untuk kemudian biasa lebih sempurna. 45
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Pustaka, 2001), Cet. Ke-5, hlm.
125. 46
Nana Sudjana, op. cit. hlm. 86.
41
b) Latihan tidak perlu lama asalkan sering dilaksanakan. c) Harus disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa. 3) Proses latihan hendaknya mendahulukan hal-hal yang essensial dan berguna.47 Dalam pembelajaran membaca dan menulis Al-Qur‟an, metode drill diimplementasikan contohnya dalam kegiatan dimana guru memberikan latihan-latihan bentui-bentuk penulisan dan bacaan suatu rangkaian huruf Arab menjadi satu bacaan yang utuh, atau bisa saja dengan mengurai dan menggabung huruf terurai menjadi kalimat utuh yang bermakna. c.
Metode Hafalan 1) Pengertian Metode Hafalan Kata hafalan berasal dari “hafal” yang berarti “telah dapat mengucapkan dengan ingatan (tidak usah melihat buku)”.48 Jika diberi akhiran “an” maka berarti mempelajari tentang pelajaran supaya hafal.49 Dan juga berarti “berusaha merapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat”.50 Menurut pendapat yang lain, hafal dalam bahasa arabnya disebut dengan al-hafidz itu mempunyai arti “memelihara sesuatu
47
Roestiyah, Op. cit. hlm. 127. WJS. Poerwadarminta, Op.cit, hlm. 38 49 Ibid 50 Anton M Moelyono, et.al, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Balai Pustaka, Cet IV, 1993), hlm. 291 48
42
atau tidak lupa”.51 Arti al-hafidz menurut bahasa tiada bedanya dengan artinya menurut istilah, yaitu “menampakkan dan membacanya luas tanpa kitab”.52 Dari paparan tersebut di atas dapat ditarik benang merah bahwa metode hafalan adalah metode yang menitik beratkan pada daya ingatan (memory type of learning). Jadi metode hafalan maksudnya adalah suatu cara pembelajaran dengan menggunakan daya ingatan yang tajam untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Demikian arti metode ini penting karena ia merupakan suatu
teori
yang
mempersiapkan
terlebih
dahulu
untuk
menghadapi tiap pekerjaan. Metode inilah yang akan memimpin dari mulai hingga akhir, jadi tugasnya hanya menghantarkan saja bukan tujuan. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur‟an surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka 51
Syaikh Abd Ar-Rabb Nawabuddin, Kaifa Tahfadzul Qur‟anul Karim, Alih Bahasa, SD. Ziyat Abbas, Metode Praktik Hafal Al-Qur‟an, (Jakarta: CV. Firdaus, 1991), hlm. 27 52 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur‟an, Loc cit, hlm. 29
43
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An-Nahl : 125).53 2) Tujuan dan Prinsip-prinsip Metode Hafalan a) Tujuan Metode Hafalan Kegiatan pembelajaran harus mempunyai tujuan. Karena setiap tujuan yang tidak mempunyai tujuan akan berjalan meraba-raba, tak tentu arah tujuan. Tujuan yang jelas dan berguna akan membuat orang lebih giat, terarah dan sungguh-sungguh. Semua kegiatan harus berorientasi pada tujuannya. Segala daya dan upaya harus dipusatkan pada pencapaian tujuan, baik bahan pelajaran, metode dan teknik pelaksanaan kegiatan pembelajaran harus dapat menunjang tercapainya tujuan dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu metode hafalan bertujuan untuk memperkuat ingatan.54 Menurut Ballard, Briged dan Clanchy, John metode hafalan bertujuan untuk pembenaran atau penyebutan kembali materi.55 Tentang pentingnya metode hafalan dijelaskan dalam Al-Qur‟an surat Al-A‟la ayat 6-7 yang berbunyi:
53
Ibid, hlm. 21 Syaikh Abd Ar-Rabb Nawabuddin, Op cit, hlm. 172 55 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), hlm. 124 54
44
“Kami akan membacakan (Al-Qur‟an) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa, Kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi”.56 Dari ayat tersebut di atas jelaslah bahwa pentingnya mengulang ayat-ayat Al-Qur‟an yang telah dihafal. Dengan demikian metode hafalan bertujuan untuk memperkuat ingatan yang telah untuk dapat diulang kembali. b) Prinsip Metode Hafalan Untuk mempelajari bahan hafalan diperlukan jenis pembelajaran
menghafal
Pembelajaran
dengan
(memori
menghafal
type
of
sering
learning).
menimbulkan
penyakit verbalisme yaitu anak tahu menyebutkan kata-kata, definisi, rumus dan sebagainya tetapi tidak dipahami. Penyakit lain yang sering dijumpai akibat pembelajaran menghafal ialah intelektualitas penguasaan pengetahuan sebanyak-banyaknya
dari
buku
pelajaran
tanpa
menghubungkannya dengan realitas kehidupan sehari-hari. Untuk menghindarkan anak dari penyakit tersebut, perlu diperhatikan prinsip-prinsip, sebagai berikut: 56
Yayasan Penyelenggara dan Penerjemah Al-Qur‟an, Loc cit, hlm. 1051
45
(1) Bahan yang akan dihafalkan hendaknya diusahakan agar dipahami benar-benar oleh anak. (2) Bahan hafalan hendaknya merupakan suatu kebulatan (keseluruhan dan bukan fakta yang lepas). (3) Bahan yang telah dihafal hendaknya digunakan secara fungsional dalam situasi tertentu. (4) Active Recall hendaknya senantiasa dilakukan. (5) Metode keseluruhan atau metode bagian yang digunakan tergantung pada sifat bahan dan memahami makna kata penting setiap kalimat sulit.57 3) Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan dalam Metode Hafalan Dalam menghafal mata pelajaran hendaknya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) Umur Umur murid menentukan kecakapan untuk menerima pelajaran. (b) Keadaan Sekitar Keadaan sekitar memegang peranan dalam keberhasilan dalam menghafal pelajaran, dalam artian keadaan sekitar mempengaruhi psikis siswa. (c) Sifat bahan pelajaran 57
Zakiyah Darajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1996), hlm. 264
46
Tiap-tiap bahan pelajaran mempunyai sifat yang berlainan, seperti ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu agama.58 4) Macam-macam Metode Hafalan Untuk mencapai hasil hafalan yang baik, perlu adanya beberapa macam cara untuk menghafal. Adapun metode hafalan para ahli telah merumuskan metode-metode yang mempermudah dan mempercepat jalannya proses penghafalan, diantaranya Agus Sujanto membagi metode menghafal
menjadi 3 (tiga)
yaitu:
Metode K (keseluruhan), Metode B (bagian-bagian), Metode C (campuran). Metode K dipergunakan untuk menghafal sesuatu yang sedikit. Metode B dipergunakan untuk menghafal sesuatu yang banyak. Sedang metode C merupakan metode yang paling baik karena dengan metode ini anak mengamati secara keseluruhan lebih dahulu dan memperhatikan kesukarankesukarannya lebih dahulu, kemudian dihafalkan lebih dahulu baru nanti dihafalkan keseluruhan.59 The Liang Gie, pada pokoknya metode menghafal dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu : (1) Menghafal dengan melalui pandangan mata saja, Bahan pelajaran itu dipandang atau dibatin dengan penuh perhatian sambil otak bekerja mengingat-ingat, 58
Ibid, hlm. 10 Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta, Aksara Baru, 1981), hlm. 44-45
59
47
(2) Menghafal terutama dengan melalui pendengaran. Dalam hal ini bahan pelajaran itu dibaca dengan keras untuk dimasukkan dalam kepala melalui telinga. (3) Menghafal dengan melalui gerak gerik tangan, Yaitu dengan jalan menulis-nulis di atas kertas dengan potlot atau dengan menggerakkan-gerakkan ujung jari di atas meja sambil pikiran berusaha menanamkan pelajaran itu.60 Metode dalam pembelajaran menulis dan membaca huruf hijaiyah diimplementasikan dalam upaya meningkatkan daya ingat dan hapalan siswa pada materi-materi melafalkan ayat dengan benar, siswa diperintahkan untuk menghapalkan bagian ayat kemudian menghadapkan (setoran) hapalannya kepada guru, misalnya tentang ayat yang mengandung bacaan tertentu, dan surat-surat pendek. d.
Metode Reading Guide (Panduan Membaca) 1) Pengertian Strategi Reading guide Strategi yang digunakan untuk materi yang membutuhkan waktu banyak yang tidak mungkin dijelaskan semua dalam kelas dan untuk mengefektifkan waktu, maka siswa diberi tugas membaca teks yang telah ditentukan oleh guru dan siswa harus
60
The Liang Gie, Cara Belajar yang Efisein, (Yogyakarta, Center Study Progress, 1988), hlm. 127-128
48
mengerjakan dengan menjawab beberapa pertanyaan atau kisi-kisi diberi oleh guru.61 2) Tujuan a) Membantu peserta didik lebih mudah dan terfokus dalam memahami suatu materi pokok b) Untuk lebih memotivasi pembelajaran aktif secara individu.62 3) Langkah-langkah Strategi Reading guide a) Tentukan bacaan yang akan dipelajari b) Buat pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh peserta didik atau kisi-kisi dan boleh juga bagan atau skema yang dapat diisi oleh mereka dari bahan bacaan yang telah dipilih tadi. c) Bagikan bahan bacaan dengan pertanyaan atau kisi-kisinya kepada peserta didik. Tugas peserta didik adalah mempelajari bahan bacaan dengan menggunakan pertanyaan atau kisi-kisi yang ada. Batasi aktivitas ini sehingga tidak akan memakan waktu yang berlebihan. d) Bahas pertanyaan atau kisi-kisi tersebut dengan menanyakan jawaban kepada peserta didik. e) Diakhiri pelajaran beri ulasan secukupnya. 4) Kelebihan dan Kekurangan a) Kelebihan (1) Dengan strategi pembelajaran reading guide guru dapat 61 62
Group
Suwardi, Manajemen Pembelajaran, (Surabaya: JP Book, 2007), hlm. 67 Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, (Semarang: Rasail Media
49
(2) menguasai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan. (3) Strategi reading guide dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa cukup luas, sementara itu
waktu yang dimiliki untuk
pembelajarana terbatas (4) Strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar (5) Memupuk rasa tanggung jawab dalam segala tugas pekerjaan sebab dalam strategi reading guide anak-anak harus mempertanggung jawabkan segala sesuatu yang telah dikerjakan. b) Kekurangan (1) Karena strategi reading guide lebih ditekankan membaca dan menjawab soal maka cenderung siswa tidak terkondisi. (2) Sulit memberikan tugas karena perbedaan individual anak dalam kemampuan minat dan bakat (3) Seringkali anak-anak tidak mengerjakan tugas dengan baik, cukup menyalin pekerjaan temannya.63 Contoh dalam pelaksanaan metode pembelajaran reading guide dalam pembelajaran membaca dan menulis Al-Qur‟an antara
63
Ismail, ibid, hlm. 80
50
lain dengan siswa diperintahkan untuk membaca ragam perbedaan bentuk huruf hijaiyah dari segi cara membaca dan melafalkannya, guru memberikan bahan bacaan tata cara merangkai dan mengurai huruf dari dan menjadi lafad yang bermakna.
51
e.
Metode Modeling 1) Pengertian Metode Modeling Wina Sanjaya mendefinisikan bahwa Pemodelan atau modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap peserta didik.64 Jadi dapat disimpulkan bahwa metode modeling adalah teknik pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, dengan melalui peragaan suatu model (baik dari guru ataupun peserta didik) atau alat peraga lain yang bisa ditiru. Wujud alat peraga atau model tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis mata pelajaran, misalnya lagi dalam pembelajaran Membaca dan menulis Al-Qur‟an, ketika peserta didik akan belajar menulis teks Arab, guru dapat menghadirkan contoh teks Arab yang baik dan benar dari guru ataupun dari siswa sendiri, yaitu siswa yang dapat mencontoh struktur penulisan yang baik dan benar. Tujuan pokok penggunaan metode modeling dalam proses belajar mengajar adalah untuk memperjelas pengertian, konsep, dan memperlihatkan atau meneladani cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu.
64
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencan Prenada Media Group, 2006), cet. Ke-2, hlm. 121
52
2) Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Teknik Modeling Metode pembelajaran beraneka ragam jenisnya dan setiap metode pembelajaran ada kelemahan dan kelebihannya. Oleh sebab
itu
dalam
praktik
pembelajaran
mengguanakan satu metode metode
pembelajaran
antara
mustahil
hanya
pembelajaran. Jadi kombinasi dua
sampai
tiga
metode
pembelajaran merupakan suatu keharusan dalam proses belajar mengajar. Oleh karenanya, dalam pembelajaran membaca dan menulis Al-Qur‟an dengan menggunakan metode
modeling
banyak digabungkan dengan metode drill maupun hafalan, sebagai contoh guru mendemontrasikan dan mencontohkan bacaan qalqalah di surat Al-Ikhlas kemudian siswa diperintahkan untuk melafalkannya kembali, dalam kerangka ini guru menjadi model sebagai “panutan” dalam pembelajaran. Atau dalam pembelajaran menulis, guru mendemonstrasikan tata cara menulis, kemudian para siswa menirunya, dalam konteks ini guru menjadi model bagi siswanya.