Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an Oleh : Hj. Rodliyah Zaenuddin dan H. Chambali
Abstrak
القرآن الذي أنزله هللا على النيب حممد صلى هللا عليه وسلم ابللغة العربية وابلتأكيد ال لخل ن ون ال اضح أنه كان قادرا على.ى وعلى املرأ هذا يثبت أن اللغة العربية هلا نكانة عالية،املع .البقاء لعدة قرون بفضل كتاب هللا ابستددا اللغة العربية ألن اللغة العربية هي لغة الدي.وهبذا اللغة العربية هي لغة روحية على كل نسلم أينما كان .اليت يستددنها املسلم ن يف أداء صل اهتم الي نية القرآن واللغة العربية هي نثل جهتان ن العملة ال احدة اليت ال ميك أن فصلها ع بعضها وتعلم اللغة العربية ه شرط إلزاني ملعرفة القرآن الكرمي وتعلم كيفية السيطرة على.البعض وهكذا فإن دور اللغة العربية ن حيث أداة اإلتصال.القرآن ه يعين كتعلم اللغة العربية نفسها لإلنسان نع إخ انه وهي أيضا وسيلة اإلتصال بني البشر املؤن و خبالقه هللا سبحانه وتعاىل . الذي جتلى بشكل ن أشكال العبادة والصالة وهلم جرا Kata Kunci: Bahasa, Alqur’an, Metode. A. Pendahuluan Alqur’an yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad saw dengan bahasa Arab tentu bukan tanpa makna. Secara kasat mata, ini membuktikan bahwa bahasa Arab memiliki kedudukan yang tinggi. Terbukti ia mampu bertahan berabad-abad lamanya berkat adanya kitabullah yang menggunakan bahasa Arab. Bahkan berbicara tentang bahasa Arab dalam konteks kehidupan umat Islam, tidak bisa lepas dari pembicaraan al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam. Begitu pula sebaliknya, mengkaji tentang al-Qur’an berarti pula mempelajari bahasa Arab sebagai syarat wajib untuk menguasai al-Qur’an. Hubungan yang sinergis antara bahasa Arab dan al-Qur’an, tidak lain karena al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, yang sekaligus juga melibatkan secara
158
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
langsung atau tidak, tradisi kehidupan bangsa Arab sebagai basis umat Islam. Dengan demikian bahasa Arab merupakan lughah ruhiyah ( bahasa spiritual) bagi setiap muslim di mana saja dia berada. Karena bahasa Arab adalah bahasa agama yang mereka gunakan dalam melaksanakan ibadah mereka sehari-hari. Dari penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa bahasa Arab tidak hanya sebagai alat komunikasi antar umat Islam, tetapi juga sebagai alat komunikasi antar sesama manusia tanpa melihat agama, budaya dan pekerjaan mereka. Selain itu juga merupakan alat komunikasi manusia beriman dengan Allah, yang terwujud dalam bentuk ritual ibadah umat Islam. Hal ini selaras dengan pandangan Amir al-Mu’minin Umar bin alKhattab ra., beliau Berkata : احرصوا على تعلم اللغة العربية فانها جزء من دينكم “Hendaklah kamu sekalian keranjingan mempelajari bahasa Arab karena bahasa Arab merupakan bagian dari agamamu.”1 Sudah dapat dipastikan bahwa ada hikmah yang dapat kita temukan terhadap terpilihnya bahasa Arab sebagai bahasa Alqur’an. Namun hanya orang-orang yang mau merenung dan bertafakur saja yang dapat memahami hikmah tersebut, sehingga dapat memberikan manfaat bagi umat di masa yang akan datang. Bila kita telusuri perjalanan qishash al-anbiya’, kutubullah selalu diturunkan dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa nabi dan rosul yang akan menda’wahkannya dan bahasa masyarakat yang akan menerima da’wah tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad Arkoun; “Tuhan telah mengkomunikasikan kehendak-Nya pada umat manusia melalui para Nabi. Untuk itu, Dia memakai bahasa yang dapat dimengerti manusia, sehingga manusia dapat mengartikulasikan kalimat-kalimatNya dalam susunan sintaksis, retorika dan kosa katanya sendiri.”2 Dengan demikian jelaslah, bahwa Bahasa, pikiran, dan budaya adalah sesuatu yang tak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Berbahasa adalah juga berpersepsi tentang dunia nyata yang didasarkan pada kosakata yang terbentuk dalam sejarah sosial budaya yang panjang. Bahasa Arab sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari al-Qur’an, pada 1
Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), h. 7 2 Muhammad Arkoun, Pemikiran Modern Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1993), h. 37.
159
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
gilirannya, menjadi wahana yang membatasi ruang imajinasi umat manusia dalam mengekspresikan pikiran mereka untuk menafsirkan fenomena yang ada sesuai dengan pandangan Allah. Bahasa Arab di samping menjadi jendela bagi umat Islam dalam memaknai dan merepresentasikan kehidupan, tapi juga membatasi pikiran mereka agar tidak melenceng dari kehendak Allah Rab al-Alamien. Karenanya manusia harus terus menerus menyadari bahwa kemampuan mereka juga terbatas untuk dapat memahami, memaknai dan mengekspresikan apa yang sebenarnya dikehendaki Allah. B. Bahasa Arab Bagian Integral dari Al-Qur’an Alqur’an tidak dapat dipisahkan dari medium ekpressi linguistiknya yaitu Bahasa Arab, sehingga ia merupakan bagian integral dari Alqur’an. Walaupun Bahasa Arab bukan merupakan bahasa khusus orang-orang muslim, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Bahasa Arab merupakan bahasa yang sangat penting bagi orang Islam karena sumber hukum Islam yaitu al-Qur’an dikomunikasikan penciptanya dengan bahasa Arab. Hal ini didukung oleh Abdul ‘Alim Ibrahim yang menyatakan bahwa : “ اللغة العربية هى لغة العروبة واالسالمBahasa Arab merupakan bahasa orang Arab sekaligus juga merupakan bahasa orang Islam.”3 Al-Qur’an dan Bahasa Arab adalah bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Mempelajari bahasa Arab adalah syarat wajib untuk menguasai Alqur’an dan mempelajari Alqur’an berarti mempelajari bahasa Arab. Dengan demikian peranan bahasa Arab di samping sebagai alat komunikasi manusia dengan sesamanya juga merupakan alat komunikasi manusia beriman dengan Allah, yang terwujud dalam bentuk shalat, do’a-do’a dan sebagainya. 4 Untuk dapat memahami dan menguasai Al-Qur’an dengan baik maka diperlukan seperangkat ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan bahasa Arab yaitu ilmu al-ashwat al-arabiyah, huruf Arab, mufrodat dan al-qawaied an-nahwiyah wa as-sharfiyah. Begtu juga menguasai ilmu3
Azhar Arsyad, Bahasa Arab… Ibid., h. 8. Thoyar Yusuf dan Saeful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, Jakarta : Raja Grafindo Persada , 1997 , hal 188. 4
160
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an itu sendiri seperti makharij alhuruf, tajwid dan sebagainya. Di lembaga lembaga pendidikan yang dikelola oleh orang Islam termasuk di dalamnya pesantren, Al-Qur'an dan bahasa Arab merupakan pelajaran pokok yang harus dipelajari. Walaupun metode yang digunakan masih cukup sederhana, namun dapat diacungi jempol keberadaan kedua materi itu bertahan sampai sekarang. Bila diamati di berbagai lembaga pendidikan yang mengajarkan AlQur'an dan bahasa Arab di Indonesia, pada umumnya menggunakan metode yang bervariasi, antara pesantren salaf dengan pesantren modern juga berbeda. Hal ini tentu berdampak pada hasil belajar yang berbeda pula, khususnya dalam bidang kefasihan mengucapkan makharij al-huruf. C. Seputar Pembelajaran Al-Qur'an di Indonesia Jika kita mengkaji sejarah perkembangan pesantren, maka dapat ditemukan bahwa pada mulanya pembelajaran Al-Qur’an dan kitab-kitab fiqih dasar dilakukan di rumah guru yang menguasai bidang agama, yang kemudian dikenal dengan “guru ngaji”. Mereka tidak menetap di rumah gurunya tersebut tetapi setelah selesai belajar mereka pulang ke rumahnya masing-masing. Para pembelajar Al-Qur’an ini selain datang dari para tetangga guru ngaji tersebut, datang juga dari desa di sekitarnya. Pada perkembangan selanjutnya ada yang ingin menetap di rumah gurunya. Hal inilah kemudian menjadi cikal bakal berdirinya sebuah pesantren. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Zamakhsyari Dhofier bahwa pengajaran Al-Qur'an yang ada di Indonesia bermula berbentuk pendidikan tradisional. Pengajaran Al-Qur'an tidak memiliki sebutan tertentu dan pengajaran ini biasa disebut dengan nggon ngaji yang berarti tempat murid-murid belajar membaca Al-Qur'an , sedangkan kegiatan murid yang mengikuti pengajaran Al-Qur'an disebut dengan ngaji Al-Qur'an.5 Pendapat di atas diperkuat oleh Abdul Basit yang menyatakan bahwa sebelum ada sekolah formal sejenis Madrasah Mamba’ul Ulum pada tahun 1905 di Surakarta, biasanya pembelajaran al-Qur’an mengambil tempat di rumah-rumah penduduk yang sudah pandai membaca Al-Qur'an 5
Zamakhsyari Dhofir, Sekolah Al-Qur'an dan Pendidikan Islam di Indonesia, dalam Ulum Al-Qur'an vol. 3 No. 4 tahun 1992, hal. 88
161
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
atau bertempat di serambi masjid. Sejak tahun 1905 sebagian pembelajaran Al-Qur'an ini dilaksanakan di sekolah formal seperti madrasah. 6 Dengan demikian berdirinya sebuah pondok pesantren biasanya diawali oleh adanya kegiatan belajar mengajar tentang Al-Qur’an dan tentang agama Islam pada umumnya antara guru (yang kemudian disebut kyai) dan pembelajar (yang kemudian disebut santri) di sebuah masjid. Para siswa yang belajar dan menetap di rumah guru tersebut kemudian dikenal dengan istilah santri, sedangkan yang pulang setelah mengaji disebut dengan santri kalong. Pada perkembangan berikutnya, lembaga pendidikan Islam yang satu ini memiliki sistem pembelajaran dan kurikulum dengan kekhasannya tersendiri, yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dari perbedaan itu kemudian muncul istilah pesantren salaf dan pesantren modern. Sistem pembelajaran al-Quran pada kedua jenis pesantren ini juga berbeda. Pada pesantren salaf, biasanya santri bertatap muka langsung dengan gurunya, santri membaca al-Qur’an dan gurunya menyimak sambil sesekali membetulkan bacaan si santri, tanpa memberitahu hukum tajwidnya. Hal ini dimulai dari surat al-fatihah, kemudian juz amma dan dilanjutkan dengan surat al-Baqarah dan seterusnya, sampai santri dapat menamatkan seluruh isi al-Qur’an. Biasanya surat al-fatihah dan juz amma disetorkan oleh santri pada gurunya dengan sistem hafalan, sedangkan surat al-Baqarah dan seterusnya dengan melihat al-Qur’an (Bi an-nadhor). Sedangkan sistem pembelajaran al-Qur’an pada pesantren modern biasanya terintegrasi dengan pembelajaran di sekolah yang dikelolanya. Pelajaran tajwid diajarkan di sekolah sekaligus mempraktekkan hukumhukumnya dalam contoh yang diambil dari ayat al-Qur’an. Namun tidak dilakukan pembelajaran al-Qur’an secara tatap muka langsung dengan gurunya. Mereka hanya diberi kewajiban untuk tadarrus pada waktu yang sudah ditentukan dan ada ujian hafalan surat-surat tertentu. Adapun keberadaan pembelajaran al-Qur'an di sekolah-sekolah formal yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayan, sejak tahun 1980 mulai dimasukkan pada kurikulum di semua jenjang pendidikan mulai dari SD, SLTP, SLTA maupun Perguruan Tinggi baik Negeri maupun Swasta. Namun kondisinya masih sangat memprihatinkan, 6
Abdul Basit, Pemikiran dan Jejak Langkahnya dalam Ulum Al-Qur'an, vol. 2 No. 7, 1990, hal. 100
162
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
betapa tidak pembelajaran Al-Qur'an sampai saat ini masih belum memiliki jam pelajaran khusus, tetapi masih digabung dengan mata pelajaran pendidikan Agama Islam. Sementara itu PAI hanya diberi alokasi waktu 2 jam pelajaran per minggu, padahal didalamnya mencakup Sejarah Kebudayaan Islam, Fiqih, tafsir, hadits dan segala materi yang berkaitan dengan agama Islam. Dari gambaran di atas dapat diketahui bahwa al-Qur’an tidak diajarkan secara holistik dan berurutan. Al-Quran tidak dipelajari dari pengenalan huruf arab, bagaimana mengucapkan huruf-huruf tersebut, kemudian beralih ke ayat-ayat, berikutnya menginjak surat-surat yang ada dalam al-Qur’an. Pembelajaran al-Qur’an hanya berupa pembelajaran ayat-ayat tertentu saja dengan hukum tajwid sederhana. Mengingat pengalokasian waktu yang sangat sempit, pembelajarannya parsial dan tidak holistik serta penggunaan metode yang kurang variatif dan komunikatif, maka sudah dapat dipastikan hasil pembelajaran al-Qur’an tersebut jauh dari yang diharapkan. Pada gilirannya tentu banyak siswa, bahkan para alumni sekolah-sekolah tersebut masih banyak yang belum mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Melihat kondisi yang demikian, agaknya pemerintah perlu memberikan perhatian ekstra. Perhatian tersebut secara teknis tertuang dalam SKB Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No. 128 tahun 1982 dan No. 44 A tahun 1982 tentang usaha peningkatan kemampuan baca tulis huruf Al-Qur'an bagi umat Islam dalam rangka peningkatan penghayatan dan pengamalan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu adanya instruksi Menteri Agama No. 3 tahun 1990 tentang pelaksanaan upaya peningkatan kemampuan baca tulis Al-Qur'an. 7 juga memperkuat adanya perhatian pemerintah tersebut. Selain di pesantren-pesantren dan sekolah-sekolah formal Seperti yang dipaparkan terdahulu, terdapat juga lembaga-lembaga yang mengajarkan Al-Qur'an secara intensif yaitu Taman Kanak-Kanak AlQur'an ( TKA ), Taman Pendidikan Al-Qur'an ( TPA ) dan jenjang yang lebih tinggi yaitu Madrasah Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Lembaga-lembaga ini lebih menekankan pembelajaran Al-Qur'an untuk anak-anak.
7
Lihat sambutan Menteri Agama RI dalam Juz ‘amma dan terjemahannya, Jakarta, Depag Pusat, 1990
163
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
Adapun lembaga-lembaga pembelajaran al-Qur'an untuk tingkat lanjut yaitu mulai dari sekolah menengah sampai pada perguruan tinggi, biasanya dikelola oleh pondok pesantren seperti Madrasah Al-Qur'an. Model sekolah ini kemudian dikembangkan lagi menjadi Madrasah Penghafal Al-Qur'an ( Madrasah Huffadz Al-Qur'an ). Secara riil lembaga semacam ini terdapat di pesantren Al-Munawir Krapyak Yogyakarta dan pondok pesantren Mamba’ul Qur’an di Kudus. Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi dapat ditemukan di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an (PTIQ) dan Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) baik yang ada di Jakarta ataupun di Wonosobo. Agar dapat memperkaya khazanah metode pembelajaran alQur'an, dalam makalah ini akan dipaparkan berbagai metode yang digunakan di Indonesia, di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Metode Baghdadiyah Pembelajaran al-Qur’an dengan metode ini diawali dengan mengajarkan huruf hijaiyah, lalu surat al-fatihah dilanjutkan dengan bacaan tasyahud awal dan akhir (biasa dikenal dengan at-tahiyyat”), baru juz amma secara terbalik. Artinya urutannya mulai surat an-nas, al-falaq dan seterusnya. Juz amma yang dicetak terbalik dari belakang ini biasanya disebut dengan “turutan”. Metode ini banyak digunakan oleh pesantrenpesantren salaf di pulau Jawa seperti pesantren Krapyak Jogyakarta, Kempek Cirebon, Kepompong Solo, Yambuk Kudus, Sedayu Gresik dan sebagainya. Adapun pelaksanaan metode Baghdadiyah ini secara tehnis dapat diilustrasikan dalam gambaran berikut ini. Siswa menghadap guru ngaji secara individual, bergiliran seorang demi seorang dengan membaca juz amma terbalik / turutan, mulai dari huruf hijaiyah, alfatihah dan seterusnya. Capaian dari materi pembelajaran sangat bervariasi, ada siswa yang sekali menghadap dapat membaca banyak, ada juga yang sedikit, hal ini tergantung pada kemampuan siswa. Prinsip pembelajaran dengan menggunakan metode ini adalah bahwa setiap anak harus memulai pelajarannya dengan belajar huruf Hijaiyah. Guru mengajarkan huruf demi huruf dengan mengenalkan lambang huruf dan namanya serta bagaimana melafalkannya. Proses ini diawali dengan aktifitas Guru mencontohkan pelafalan huruf-huruf tersebut kemudian siswa yang sedang mendapat giliran mengikutinya atau menurutinya (sistem sorogan). Agaknya penggunaan nama “turutan”
164
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
untuk juz Amma disebabkan karena cara mengajarkan Al-Qur'an dengan metode ini adalah semata-mata menurut apa kata guru saja dan ditekankan pada suara. 8 Pelafalan siswa terhadap huruf-huruf tersebut dilakukan secara berulang-ulang, bila siswa sudah menguasainya maka dilanjutkan pada huruf-huruf berikutnya sesuai urutan yang ada dalam turutan tersebut. Bila dirasa oleh guru itu sudah cukup, maka giliran pun berganti dengan antrian berikutnya. Demikian seterusnya hingga dapat membaca dan melafalkan huruf Arab dengan baik. Pembelajaran huruf Hijaiyah ini biasanya diasuh oleh guru yang berbeda dengan pembelajaran membaca surat al-fatihah dan seterusnya. Apabila siswa sudah menamatkan pembelajaran huruf, maka dilanjutkan dengan pembelajaran surat-surat pendek yang ada pada juz Amma ( Juz 30) dengan bi an-nadhor (melihat teks), setelah mengkhatamkannya maka dilanjutkan dengan menghafalkannya. Di berbagai pesantren, salaf ataupun modern, hafalan surat-surat pendek ini termasuk dalam komponen penting dalam kurikulumnya karena sangat diperlukan dalam bacaan shalat. Metode Baghdadiyah ini, hanya mengajarkan membaca huruf Arab tapi tidak untuk menuliskannya. Pembelajaran menulis Arab biasanya dilakukan pada madrasah diniyah. Adapun siswa yang sudah mengkhatamkan Juz ‘Amma diperbolehkan belajar membaca Al-Qur'an dari permulaan secara berurutan sampai khatam. 9 2. Metode Khattatiyah Metode ini diawali dengan mengajarkan huruf-huruf Hijaiyah dari segi penulisannya. Penulisan tersebut lebih menekankan harfiyah bukan dalam bentuk kata atau kalimat. Setelah itu baru mengajarkan bunyi dari huruf-huruf tersebut atau yang dikenal dengan metode shautiyah atau metode suara untuk membaca tulisan-tulisan huruf Hijaiyah tersebut. Metode ini dikembangkan di Riau Sumatera dengan tokohnya yang sangat terkenal sebagai proklamator kemerdekaan RI yaitu Muh.Hatta.
8 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Hida Karya Agung, 1983, hal. 229 9 Karel A. Stenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Jakarta, Bulan Bintang, 1984, hal. 152
165
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
3. Metode Al-Banjari Metode mengajarkan al-Qur’an dengan menggunakan metode alBanjari ini dapat dikatakan sebagai pengembangan metode Baghdadiyah. Jika metode Baghdadiyah adalah diawali dengan mengeja huruf hijaiyah tetapi metode ini bukan mengeja huruf tetapi mengeja kalimat-kalimat alQur’an, misalnya kalimat al-hamdu lillah akan langsung dibaca ALHAMDU LILLAH tanpa harus mengeja huruf perhuruf dari kata tersebut. Pencetus metode ini adalah Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Beliau berasal dari Kalimantan Selatan dan pernah bermukim di Mekkah selama 30 tahun. Setelah pulang ke tanah air beliau mengembangkan metode ini, yang sudah barang tentu banyak dipengaruhi oleh metode pengajaran Al-Qur'an di Mekkah. 4. Metode Qiroati Metode Qiroati ini telah digagas oleh K.H.Dahlan Salim Zarkasyi pada tahun 1978 di Semarang. Beliau adalah salah seorang pengasuh TK Al-Qur'an Al-Mujawidin yang ada di kota tersebut. Untuk mengajarkan alQur’an dengan metode ini, beliau sudah menyiapkan buku metode Qiroati yang terdiri dari 10 jilid.10 Pada setiap jilid dari buku ini dilengkapi pokok-pokok bahasan yang dijelaskan secara singkat dengan petunjuk pengajarannya yang lengkap. Adapun materi pelajaran pada setiap jilid memuat rata-rata satu pokok bahasan. Materi bahasan pada jilid satu berisi pelajaran yang sederhana dan berlanjut pada jilid dua agak sedikit rumit, kemudian lebih rumit lagi dan begitu seterusnya. Metode Qiroati ini boleh dikatakan lebih sistematis dibandingkan dengan metode mengajarkan al-Qur’an yang lainnya. 5. Metode Iqra’ Metode ini digagas oleh H.As’ad Humam, beliau menyatakan bahwa metode Iqra’ merupakan penyempurnaan dari metode Qiroati. Hal ini diakuinya ketika beliau menyatakan bahwa penyusunan buku Iqra’ banyak terinspirasi oleh metode Qiroati. Oleh karenanya banyak dijumpai persamaan dalam beberapa hal diantara kedua buku tersebut. 11 Metode ini disusun lebih sistematis sehingga memudahkan mereka yang berkeinginan 10 K.H.Dahlan Salim Zarkasyi, Metode Praktis Belajar Al-Qur'an Qiroati, Jilid 1 s/d 10, Semarang, Al-Alawiyah, tt, hal.2. 11 H.As’ad Humam dalam kata pengantar untuk buku Iqra’. Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur'an Jilid I, Yogyakarta, Pengasuh Team Tadarus AMM 1994, hal.2.
166
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
untuk belajar membaca Al-Qur'an. Dengan cara ini diharapkan para pembelajar betul-betul mampu menguasai setiap materi pembahasan. Bila diperhatikan, buku pembelajaran membaca al-Qur’an dengan menggunakan metode Iqra’yang memiliki jumlah 6 jilid ini, di dalamnya memuat beberapa pokok bahasan. Dalam setiap jilidnya terdiri atas 3 bagian yaitu pokok pembahasan, lembar kerja dan evaluasi. Dalam evaluasi yang ada pada akhir setiap jilid biasanya dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan secara umum yang disebut dengan ebta. Ebta digunakan untuk menentukan lanjut atau tidaknya si pembelajar ke jilid berikutnya. Sedangkan ebta yang ada pada jilid 6 adalah untuk menentukan apakah si pembelajar dinyatakan lulus atau tidak untuk melanjutkan pada Al-Qur'an. Dalam menggunakan metode Iqra’ ini, guru menerapkan sistem membaca langsung bahan bacaan tanpa mengeja huruf demi huruf. Setiap guru diberi wewenang sepenuhnya untuk memberikan kelulusan atau tidaknya pada setiap halaman yang dibaca oleh si pembelajar. Biasanya setiap pembelajar memiliki buku prestasi, dimana dalam buku tersebut guru menuliskan kode L (lulus) atau BL (belum lulus). Namun untuk dapat melanjutkan dari satu jilid ke jilid berikutnya hanya boleh dilakukan oleh seorang guru ngaji yang telah ditunjuk. Hal ini dilakukan agar standard kualitas si pembelajar bisa dikendalikan.12 Metode Iqra’ menggunakan sistem Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Guru hanya boleh menjelaskan pokok materi bahasan, sedangkan si pembelajar harus secara aktif mempersiapkan materi bacaan sebelum disetorkan ke gurunya. Namun demikian, diharapkan guru tersebut harus tetap bersikap aktif, memperhatikan bacaan siswa dengan seksama. Sambil sesekali guru tersebut membetulkan atau memberikan isyarat, jika siswa salah baca dan memberikan semacam bentuk pujian bila bacaan siswa benar. Pada mulanya pembelajaran al-Qur’an dengan menggunakan metode Iqra’ ini, hanya digunakan pada TKA (Taman Kanak-kanak AlQur’an) dan TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Namun dalam perkembangan selanjutnya banyak digunakan di berbagai tingkat pendidikan, bahkan di pengajian-pengajian orang dewasa sekalipun. 12
AMM Yogyakarta, Mewtode Pengajran Iqro dan Pengelolaannya, Makalah tahu 1995, hal. 12.
167
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
Karena dalam realitas keseharian, banyak kalangan mengakui bahwa dengan menggunakan metode ini, guru dapat memberikan kemudahan pada siswa yang berkeinginan untuk belajar membaca Al-Qur'an. Dengan metode ini siswa dituntut untuk aktif dan berani membaca Al-Qur'an tanpa adanya paksaan dari guru. Dengan demikian pada diri siswa tumbuh keberanian untuk membaca al-Qur'an yang tentu pada gilirannya mereka akan dapat membacanya dengan baik dan benar. Dari semua metode yang telah dipaparkan di atas semuanya memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Metode Qiraati dan Iqra’ lebih tepat diterapkan pada anak-anak baik untuk siswa TK maupun siswa SD. Namun tidak menutup kemungkinan digunakan juga untuk orang dewasa. Khususnya ketika sudah diterbitkan buku Qiraati khusus untuk orang dewasa ( edisi mahasiswa ) sebanyak 2 jilid. Metode pengajaran AlQur'an dengan menggunakan buku ini sangat efektif bagi orang dewasa karena memang sudah dipersiapkan untuk mereka. Namun para pembimbing yang menggunakan buku tersebut harus lebih memperhatikan pengucapan makhraj dan tajwid dari para pembelajar, sehingga kedua buku tersebut dapat dengan mudah dikuasai. Kedua metode tersebut menekankan pada pembacaan Al-Qur'an secara fasih dan benar. Sedangkan metode Baghdadiyah dan Al-Banjari, jika diterapkan untuk pembelajaran al-Qur’an untuk anak-anak tentu akan memakan waktu lama. Oleh karenanya akan lebih tepat diterapkan pada orang-orang dewasa yang belum mengenal bacaan Al-Qur'an dan penekanannya pada hurufhuruf Al-Qur'an yang dilafadzkan secara fasih dan benar. D. Seputar Pembelajaran Bahasa Arab di Indonesia Bahasa Arab bukan hanya sekedar digunakan sebagai alat komunikasi antar sesama muslim, sesama manusia dan juga komunikasi dengan Allah. Keunggulan bahasa Arab dapat mengantarkannya menjadi bahasa ilmu pengetahuan, George Sarton dalam buku History of Science, mengatakan bahwa selama 350 tahun lamanya sains dimonopoli oleh umat Islam yang berkebangsaan Arab, Turki, Afghan dan Persia. Mereka tokohtokoh Kimia, al-Jabar, Kedokteran dan lain-lain dalam persemakmuran Islam. Diantara rentetan ilmuwan yang menonjol tampak Ibn Hayyan, alKhawarizmi, al-Razi, al-Masudi, Abdul Wafa, al-Bairuni dan Umar
168
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
Khayyam.13 Hal ini tentu berdampak pada kegairahan dan semangat dalam mempelajari bahasa Arab, yang kemudian pada gilirannya merupakan faktor penting dalam menyebarkan budaya dan peradaban manusia. Dalam perkembangan selanjutnya, bahasa Arab merupakan satusatunya bahasa yang tetap mempertahankan penampilannya yang original dalam bidang susunan bahasa, gramatika dasar dari nahwu sharaf serta kosa katanya. Sesuatu yang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keindahan bait syair jahily masih tetap dikagumi pecinta bahasa Arab walaupun telah dibuat sejak 1500 tahun yang lalu, seolah-olah ia adalah syair modern yang baru saja diciptakan, dengan kekhasan ungkapan bahasanya yang jelas dan mudah.14 Sehingga bahasa Arab lebih unggul dari bahasa-bahasa lain di dunia, karena penuturnya mampu mempertahankan bahasa Arab Klasik yang telah digunakan 4 atau 5 abad yang lalu dalam kondisi yang tetap terawat dan baik. Terlebih lagi ketika bangsa-bangsa Arab menduduki posisi yang unggul di bidang ekonomi lantaran sumber minyak buminya, kedudukan bahasa Arab pun makin tinggi. Hal ini memiliki dampak yang positif pada peningkatan motivasi untuk belajar bahasa Arab bagi pembelajarnya tanpa melihat status agama maupun pekerjaan mereka. Mereka berasal dari berbagai belahan dunia ada yang berprofesi sebagai guru, jurnalis, politikus, pegawai maupun pedagang. Bahkan konon di Jerman para pembelajar bahasa Arab dalam memotivasi dirinya untuk lebih giat belajar bahasa Arab tersebut dengan memberi nama file dalam komputernya dengan kata “OIL”.15 Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang menempati posisi yang sangat penting dalam dunia Islam, selain sebagai alat komunikasi sesama muslim dalam kehidupan keseharian maupun dalam forum-forum resmi di level international. Juga sebagai bahasa ilmu pengetahuan yang tetap terjaga originalitasnya. Untuk itu, kemauan dan kemampuan umat Islam untuk mendalami serta mempelajari bahasa Arab dan bahasa alQur’an secara integral dewasa ini akan dapat mengembalikan citra 13
Dr. Maurice Bucaille, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, terj., (Jakarta : Bulan Bintang, 1978, h. 142. 14 Dr. Jamil Isa, Min qadhaya al-lughah al-arabiyah al-muashirah (Tunis : Idarah altsaqafah, h 123) 15 Ceramah Dr.H.Sukamto, MA. Di IAIN SNJ Cirebon
169
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
baik dan potensi yang pernah dimiliki oleh umat manusia secara umum, bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Kedudukan bahasa Arab yang demikian tinggi, seharusnya berbanding lurus dengan motivasi mempelajarinya. Namun sangat disayangkan, motivasi mempelajari bahasa Arab pada umumnya sangat memprihatinkan. Banyak kita dengar murid murid madrasah di Indonesia menyatakan bahwa mata pelajaran bahasa Arab adalah mata pelajaran yang tidak menarik dan menjemukan. Padahal di sisi lain sebagai seorang muslim yang baik, tentu memiliki tanggung jawab moral untuk dapat menguasai bahasa Arab sebagai tangga terbawah untuk dapat memahami al-Qur’an yang nota bene sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam. Untuk itu, seyogyanya kita lakukan adalah bagaimana memperbaharui kesadaran masyarakat agar melihat bahasa Arab sebagai media yang dapat membantu pemahaman kita terhadap ajaran Islam. Selain itu penting juga untuk didayagunakan dalam berbagai bidang kehidupan, khususnya agar dijadikan sarana untuk mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Dengan demikian akan muncul motivasi yang tinggi dari dalam diri mereka untuk mempelajari bahasa Arab, sehingga kesulitan apapun yang mereka hadapi, mereka akan berusaha mengatasinya secara optimal. Oleh karenanya diharapkan pada para pengajar bahasa Arab untuk terus mengupayakan agar dalam diri peserta didiknya tumbuh motivasi yang kuat untuk mempelajari bahasa Arab baik untuk kepentingan agamanya maupun untuk keperluan dalam berbagai bidang kehidupan dunianya. Upaya tersebut harus dibarengi juga dengan upaya para pengajar bahasa Arab agar menyadari akan pentingnya meningkatkan kualitas dirinya baik dalam bidang content bahasa Arab itu sendiri maupun yang berkaitan dengan bagaimana mengajarkannya. Kita tidak dapat menutup mata, beberapa fakta menyatakan bahwa seseorang yang menguasai bahasa Arab, baik yang berkaitan dengan al-anashir al-lughawiyah maupun almaharat al-lughawiyah, tidak kemudian dengan serta merta mampu mengajarkannya dengan baik dan dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan. Sementara itu di sisi lainnya pemindahan tongkat estafet ilmu ini harus tetap bergulir sehingga keberlanjutan pengembangan bahasa Arab tidak menjadi mandeg.
170
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
Bila kita telusuri kondisi Pembelajaran bahasa Arab konventional yang ada di pondok pesantren di Indonesia, semula menggunakan metode qowa’id dan tarjamah ) ( طري قة القوا عد والترج مة. Metode tersebut bertahan dalam waktu yang cukup lama. Kemudian muncul metode-metode baru sebagai implikasi dari munculnya metode pengajaran bahasa asing khususnya bahasa Inggris. Beberapa metode bahasa asing tersebut kemudian diadopsi untuk pembelajaran bahasa Arab. Namun sangat disayangkan, dalam metode pengajaran bahasa Inggris cukup mengalami perkembangan yang signifikan, sementara itu untuk pembelajaran bahasa Arab tidak cukup menggembirakan, khususnya untuk dapat menghasilkan output yang berkualitas. Fenomena di atas mungkin disebabkan adanya beberapa faktor, diantaranya adalah faktor guru, murid, metode atau mungkin disebabkan oleh bahasa Arab itu sendiri yang konon sulit untuk diterima karena memang berbeda dengan bahasa asing lainnya. Selain itu ada beberapa asumsi yang dikemukakan oleh beberapa pakar bahasa juga melatar belakangi kesulitan pembelajaran bahasa Arab adalah seperti berikut ini: 1. Jika pengajaran bahasa Arab kurang berhasil selama ini, maka yang sering ditinjau kembali adalah segi metode pengajaran, pengajar dan yang belajar.16 2. Bagi para pembaca bahasa asing, kegiatan membaca adalah agar dapat memahami apa yang dibaca, sedangkan para pembaca bahasa Arab harus memahami lebih dahulu teks yang akan dibaca, supaya dapat membacaanya dengan benar.17 3. Para pembaca bahasa Arab tidak bisa membaca dengan benar kecuali jika sudah paham lebih dahulu apa yang hendak dibaca.18 4. Para pembaca tulisan bahasa Arab banyak mengalami kesulitan untuk membacanya dengan benar, karena mereka harus memikirkan teks sebelum membacanya bahkan sering kali
16 Mulyanto Sumardi, Pengajaran bahasa Asing : Sebuah Tinjauan dari segi Metodologi, Jakarta, Bulan Bintang, 1975, hal. 7 17 Abd al-‘Alim Ibrahin, al-Muwajih al-fanni Li Mudarisi al-Lughah al-‘Arabiyah, Dar al-Ma’arif, Kairo, 1978, hal. 206. 18 Ali Abd al-Wahid Wafi, Fiqh al-Lughah, Lajnah al-Bayan al-“araby, 1962, hal. 254
171
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
harus memahami terlebih dahulu maksud teks agar benar bacaannya.19 5. Kefasihan para ahli bahasa Arab menyebabkan mereka enggan menyempurnakan tulisannya, sehingga pemberian sakal dipandang sebagai penghinaan.20 Dari beberapa asumsi di atas, nampaknya problematika yang paling krusial adalah pemberian syakal pada huruf Arab. Karena hal ini berkaitan dengan penerapan gramatika bahasa Arab; nahwu dan sharaf serta unsur pemahaman (fahm al-maqru’). Hal ini agaknya selaras dengan ungkapan orang Barat yang mengatakan bahwa” orang Eropa, dengan membaca dapat memahami teks tetapi orang Arab harus faham dulu baru dapat membaca teks dengan benar”.21 Untuk dapat mengatasi hal di atas, memang bukan sesuatu yang sederhana. Setidaknya kita berusaha menguasai keterampilan yang paling fungsional di Indonesia, yaitu dapat membaca teks bahasa Arab dan memahaminya dengan baik. Kemampuan untuk memahami lambang-lambang bunyi bahasa Arab berupa huruf-huruf yang tersusun sebagai tulisan. Dapat mensuarakan lambang-lambang bunyi merupakan satu komponen keterampilan bahasa yang dikenal dengan maharat al-qira’ah (keterampilan membaca). Penguasaan terhadap maharat al-qira’ah mempunyai andil yang besar untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan. Karena hal ini bukan hanya bertujuan untuk sekedar dapat membaca saja tetapi sekaligus memahami maksud yang terkandung dalam teks Arab tersebut. Untuk itu para pembelajar harus mengetahui kaidah-kaidah bahasa Arab (ilmu nahwu dan shorof) dan juga menguasai kosa kata bahasa Arab. Dalam konteks pembelajaran al-Qur’an, sebagian umat Islam Indonesia sudah merasa puas, bila mereka merasa pandai membaca alQur’an meskipun tidak mengerti maknanya. Apalagi sekarang ini telah banyak terjemahan al-Qur’an dalam bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa lainnya. Kepuasan inilah yang menghentikan langkah mereka untuk terus mendalami bahasa Arab. Kepuasan yang demikian tentu harus segera 19 Muhammad Hasan Bakala, Abhas al-Nadwah al-‘Alamiyah al-Ula li al-ta’lim al-arabiyah lighair al-Natiqinabiha, Riyad, Uniersity of Riyad, 1980, hal. 115. 20 Abd. Al-Salim Mukarram, Al-Qur'an al-Karim wa’asaruhu fi al-Dirasah al-Nahwiyah, Kairo, Dar al-Ma’arif, 1965, hal. 41 21 Ibid h. 129
172
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
diluruskan, karena memahami al-Qur’an melalui terjemahan bukan suatu prestasi yang dapat dibanggakan. Karena tidak secara portable dan setiap saat memahami ayat-ayat al-Qur’an baik ketika membacanya di waktu sholat, mendengarkan ceramah orang lain dan sebagainya. E. Upaya Memahami al-Qur’an Via Penguasaan Bahasa Arab Kesenjangan yang begitu besar antara kedudukan bahasa Arab yang demikian tinggi, yang dapat membuka tabir cakrawala keilmuan terutama yang berkaitan dengan agama yang termaktub dalam al-Qur’an di satu sisi, sementara di sisi lain motivasi yang rendah pada pembelajar untuk mempelajari bahasa Arab tersebut, diharapkan sesegera mungkin mendapat pencerahan. Untuk dapat meminimalisir rentang kesenjangan kedua hal di atas agaknya harus mendapatkan perhatian dengan porsi yang lebih banyak. Upaya menumbuhkan motivasi baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik dalam mempelajari bahasa Arab, sebagai langkah awal dari penguasaan terhadap bahasa tersebut adalah merupakan keniscayaan. Karena bahasa Arab adalah kunci utama ilmu pengetahuan dan wadah peradaban Islam dan Arab sepanjang masa. Untuk itu, bagi yang ingin mendalami ajaran dan khazanah peradaban Islam dan Arab, iapun harus menguasai bahasa Arab. Solusi yang ditawarkan dalam mengatasi hal ini atau setidaknya dapat menumbuhkan motivasi dan timbul rasa senang mempelajari bahasa Arab sebagai langkah awal untuk memahami al-Qur’an adalah penggunaan berbagai metode, strategi yang menarik dan media pembelajaran serta materi yang sesuai dengan target. Untuk dapat memperoleh hasil belajar yang optimal, diperlukan adanya sinergitas antara guru dan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Peserta didik diharapkan dapat mendayagunakan semua inderanya, sementara guru menampilkan stimulus yang dapat diproses dengan berbagai indera. 22 Selain itu perlu disampaikan di sini bahwa dalam proses belajar mengajar, guru bagaikan seorang sutradara sekaligus sebagai seorang pemain, karena ia harus merencanakan pembelajaran yang akan ia lakukan 22
Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. (Jakarta :PT.Raja Grafindo Persada 2007) h. 9.
173
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup kemudian benar benar melaksanakan rencana pembelajaran tersebut di kelas. Guru sebagai tenaga professional juga harus memiliki kapabilitas yang mumpuni di bidang keilmuan yang menjadi ampuannya, mampu mengaplikasikan teori belajar dalam pengajaran, mampu memilih dan menerapkan metode mengajar yang efektif dan efisien, mampu melibatkan siswa berpartisipasi aktif serta mampu membuat suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Seorang guru bahasa Arab mempunyai tugas yang sangat mulia. Di dalam tugasnya ia mengemban misi selain sebagai orang yang mengajar bahasa, ia juga sekaligus sebagai orang yang dapat mengantarkan peserta didik untuk dapat memahami isi kandungan Alqur’an dan Hadits. Hal ini dapat difahami karena Alqur’an dan Hadits tidak dapat dipisahkan dari medium ekspressi linguistiknya yaitu bahasa Arab. Jaudat Rikabi menjelaskan bahwa guru bahasa Arab harus :23 Mencintai bidang studi yang dibinanya (bahasa Arab). Tanpa rasa cinta terhadap bahasa Arab maka tidak mungkin ia dapat memotivasi peserta didiknya untuk mencintai bahasa Arab. Selain itu, rasa cinta juga dapat memberikan gairah dan semangat kepada guru tersebut untuk selalu menciptakan inovasi-inovasi baru dalam teknik mengajar dan penggunaan media yang sesuai dengan materi ajar. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa solusi yang bisa ditawarkan untuk mengatasi kondisi pembelajaran bahasa Arab yang belum bisa mengantarkan pembelajarnya untuk mampu memahami al-Qur’an adalah menumbuhkan rasa cinta pada diri guru terhadap bahasa Arab. Bermula dari langkah awal tersebut dapat memberikan inspirasi pada peserta didik untuk menyenangi bahasa Arab juga dan termotivasi untuk mempelajarinya. Dengan rasa cinta juga, guru akan berusaha seoptimal mungkin untuk menggunakan berbagai metode , strategi yang menarik dan media pembelajaran serta materi yang sesuai dengan target. Hal ini tentu harus dimulai dari diri seorang guru bahasa Arab, karena guru adalah “Aham al-asyya’ fi at-tadris”. Pendapat di atas sejalan dengan Roja Taufiq Nashr yang menyatakan bahwa keberhasilan pengajaran bahasa Arab sangat ditentukan 23
Jaudat Rikabi, Thuruq Tadris al-Lughah al-Arabiyyah, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1986) h. 47-50.
174
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
oleh guru bahasa Arab yang profesional. 24 Seorang guru bahasa Arab harus memiliki kemampuan yang memadai dari aspek kebahasaan, mencintai bahasa Arab, memiliki dedikasi yang tinggi untuk terus membina peserta didiknya tanpa mengenal waktu dan berusaha terus untuk menemukan terobosan-terobosan baru dalam mengembangkan teknik mengajar dan penggunaan media yang sesuai dengan materi dan peserta didiknya. Yang dimaksud dengan aspek kebahasaan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Kamal Ibrahim Badri dan Mamduh Nuruddin dengan istilah unsur-unsur bahasa (al-Anashir al-Lughawiyah), yaitu alAshwath, al-huruf, al-Mufrodat dan al-Tarakib (an-Nahwiyah wa asSharfiyah). 25 Selain itu penguasaan terhadap ke empat unsur bahasa Arab tersebut juga merupakan suatu keniscayaan bagi orang yang ingin menguasai semua keterampilan berbahasa Arab (Al-Maharat alLughawiyah) yaitu Istima’, Kalam, Qira’ah dan Kitabah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siapapun yang ingin menguasai bahasa Arab dengan baik, yang pada gilirannya nanti akan dapat memahami al-Qur’an, maka ia harus memperhatikan 2 hal penting tersebut yaitu menguasai unsur-unsur bahasa (al-Anashir al-Lughawiyah) dan keterampilan berbahasa (AlMaharat al-Lughawiyah). Jika terjadi kekeliruan pada penerapan Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf maka akan besar pengaruhnya pada ma’na atau maksud dari kalimat yang sedang dikaji yang dalam hal ini adalah literatur berbahasa Arab. Terlebih lagi berbahayanya jika terjadi kekeliruan terhadap pemahaman al-Qur’an. Sebagai ilustrasi dapat disampaikan bahwa pada saat memahami potongan ayat 124 dari surat Al-Baqoroh yaitu واذ ابتلى ابراهيم ربه misalnya, Ilmu Nahwu (Sintaksis) akan sangat berperan untuk dapat memahami secara benar. Untuk itu kita harus mengetahui kedudukan dari masing-masing kata dalam kalimat tersebut. Untuk mengetahui kedudukan 24 Roja Taufiq Nashr, I’dad Mua’llim al-Lughah al-Arabiyyah li Ghair al-Nathiqin biha’ (Riyad: Jamiat al-Riyad, 1980) h. 13 – 17. 7 Dr. Kamal Ibrahim Badri dan Mamduh Nuruddin “Mudzakkirah Ususi Ta’limi al-Lughah al-Arabiyah, (KSA : Jami’ah al-Imam Muhammad bin Suud al-Islamiyah ) hal. 4
175
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
kata dalam kalimat adalah melalui alamat al-I’rab. Diantara tanda-tanda I’rab itu adalah syakl (dhammah. fathah, kasrah). Jika kata ابراهيمdiberi harakat dhamah berarti pelaku dan ربberharakat fathah berarti obyek maka artinya menjadi “ketika Ibrahim menguji Tuhannya”, tentu ini merupakan kekeliruan yang fatal. Yang benar adalah ابراهيمdiberi harakat fathah dan ربberharakat dhammah, sehingga artinya adalah “ketika Ibrahim diuji Tuhannya”. Begitu juga Ilmu Sharaf (Morfologi) akan sangat berperan dalam memahami kata أعلمpada منى
انت أعلم. Jika kata tersebut difahami
sebagai fiil mudhari’ berarti “saya mengetahui”, maka kalimat tersebut berarti “Kamu saya mengetahui dari saya”. Arti yang demikian tentu merupakan ma’na yang kacau balau dan tidak dapat difahami. Pemahaman yang benar adalah jika kata أعلمdifahami sebagai isim tafdhil (lebih mengetahui) sehingga artinya menjadi “Kamu lebih mengetahui dari saya. Dari paparan di atas dapat diketahui betapa pentingnya peran kedua ilmu tersebut dalam memahami literatur berbahasa Arab termasuk di dalamnya adalah al-Qur’an. Oleh karenanya kita memposisikan keduanya sebagai ilmu alat yang sangat penting. Bahkan lebih jauh dikatakan dalam sebuah pepatah bahwa “Sharaf adalah ibunya ilmu dan Nahwu adalah ayahnya
“ الصرف أم العلوم والنحو أبوها.
Dengan kedua ilmu tersebut, juga dapat menjadikan huruf konsonan yang dimiliki oleh huruf arab dapat dibunyikan dengan huruf vokal yaitu berupa syakl. Oleh karenanya untuk dapat membaca literatur berbahasa Arab dengan baik, si pembaca harus menentukan syakl (fathah, kasroh, dhomah atau sukun). Hal ini membutuhkan kemampuan untuk mengetahui kedudukan kata dalam kalimat tersebut (Ilmu Nahwu) dan kemampuan untuk dapat menentukan bentuk kata tersebut (Ilmu Sharf). Untuk dapat menentukan bentuk kata tersebut juga harus dibantu dengan pemahaman terhadap teks yang dibaca (fahm al-maqru’), yang dalam hal ini sudah dapat dipastikan memerlukan penguasaan kosa kata (mufradat).
176
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa ada beberapa persyaratan bagi seseorang untuk mampu membaca dan memahami literatur berbahasa Arab, yaitu harus menguasai ilmu-ilmu yang mendukung seperti Ilmu Nahwu dan Sharaf, dan juga menguasai mufrodat sehingga ada sedikit gambaran tentang isi teks yang sedang dibacanya. Beberapa persyaratan di atas, didukung oleh pendapat pakar bahasa Arab yaitu Drs. Abdul Haris MA, bahwa untuk dapat menguasai keterampilan membaca teks berbahasa Arab dan memahaminya diperlukan pemahaman terhadap 2 hal yaitu pemahaman kosa kata bahasa Arab serta pemahaman kata dan struktur kalimat bahasa Arab. Namun beliau lebih menekankan pada yang kedua, bahkan menuntut perhatian yang besar agar sampai pada tataran penerapan struktur-struktur tersebut. Sedang yang pertama bisa diatasi dengan merujuk pada kamus. 26 Pendapat tersebut di atas nampaknya tidak sepenuhnya sejalan dengan hasil kajian Thonthowi MA dalam makalah yang disampaikan pada Seminar bahasa Arab Internasional tahun 2008 di Malang, beliau menyatakan bahwa di antara penyebab kegagalan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia adalah guru melalaikan pentingnya hafalan kosa kata. Sebagai modal dasar belajar bahasa Arab siswa seharusnya sudah memiliki antara 300 – 600 kosa kata, karena menurut beliau orang yang sedang belajar bahasa Arab adalah sama halnya seperti orang membangun rumah, mereka harus sudah memiliki material bahan bangunannya dan mengenal karakternya masing-masing sehingga tinggal memasang dan menyusunnya saja.27 Namun di sisi lain beliau sejalan dengan pendapat di atas dari segi bahwa seseorang tidak dapat memahami teks dengan tanpa melibatkan 2 aspek pembangun kalimat yaitu “syntagma” (tarkib) sebagai bagian 14
Drs. Abdul Haris MA, 2003 : op Cit h.vi-vii Thonthowi, 2008 Kegagalan Pembelajaran Bahasa Arab, Penyebabnya dan Saran-saran Dionysius Thrax Makalah disampaikan pada Seminar Internasional, pada 23-25 Nopember 2008 di Malang, diselenggarakan oleh Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang bekerja sama dengan Ittihad al-Mudarisin li al-Lughah alArabiyah (IMLA).h.2
15
177
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
integral dari pembetukan bangunan sebuah kalimat serta “paradigma” (dalalah) sebagai elemen pembangun lainnya. Keduanya bersifat dinamis dan tidak dapat dipisahkan. 28 Adapun Dr. Abdul Rahman bin Ibrahim al-Fauzan dalam kajiannya menyatakan bahwa dalam kegiatan membaca, dibutuhkan 2 keterampilan pokok yaitu pengenalan dan pemahaman. Keterampilan dasar untuk pengenalan adalah keterkaitan ma’na dengan lambang huruf, pengenalan bagian-bagian kata, perbedaan nama huruf dan bunyinya, serta pengenalan arti kata dalam konteks. Adapun keterampilan dasar untuk pemahaman adalah mampu membaca ide secara keseluruhan, mampu memahami alur penulisan, mampu memahami sikap dan pandangan penulis, memahami ide pokok dalam setiap paragraph serta mampu menyimpulkan. 29 Namun lebih jauh beliau mengingatkan bahwa orang yang menguasai ilmu-ilmu dimaksud tidak dengan serta merta kemudian mampu membaca dan memahami semua teks berbahasa Arab baik klasik maupun kontemporer tanpa adanya latihan yang intensif dan pembiasaan yang kontinyu sampai kemudian terbentuk menjadi seperti orang membaca bahasanya sendiri (bahasa ibu). Hal senada disampaikan juga oleh Rusydi Ahmad Thu’aimah bahwa pembiasaan (Mumarasah) dalam mempraktekkan bahasa adalah sesuatu yang mutlak diperlukan, karena pada dasarnya bahasa adalah kebiasaan. Penguasaan suatu bahasa harus menjadikan bahasa sebagai suatu kebiasaan. 30
16
Ibid : 6 Al-Fauzan, Abdul Rahman bin Ibrahim. 2004. Mudzakkirah al-Daurah al-Tadribiyah Li Muallimi al-Lughah al-Arabiyah Fi al-Jamiat al-Islamiyah al-Hukumiyah bi Indonesia. Malang : Muassasah al-Waqfu al-Islamy. H.37-38 30 Tho'imah, Rusydi Ahmad. 1985. "Dalil 'Amal fi I'dad al-Mawad al-Ta'limiyah li Barnamaj Ta'lim al-Lughah al-Arabiyah".KSA: Jami'ah Umm al-Qurra' Ma'had al-Lughah alArabiyah. H.75 17
178
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
Hal ini diperkuat oleh pepatah bahasa Arab yang yang cukup terkenal bahwa penguasaan bahasa dapat dilakukan melalui pembiasaan. Pepatah Arab dimaksud yaitu
"والعادة ىف حاجةاىل التكرار,“ اللغة عادةBahasa
adalah kebiasaan, kebiasaan itu memerlukan pengulangan”, begitu juga dalam pepatah lainnya
التمرين الكثري والتعويد املستمر يؤداين اىل التييسري
“Banyak berlatih dan pembiasaan yang berkelanjutan dapat menghasilkan kemudahan". Latihan yang berkesinambungan dalam membaca literatur berbahasa Arab, selain berfungsi untuk memperlancar juga bermanfaat untuk memperbanyak perbendaharaan kosa kata. Sebab penguasaan kosa kata Arab dan kemampuan membaca teks berbahasa Arab adalah dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Membaca dan memahami teks berbahasa Arab membutuhkan perbendaharaan kosa kata yang dimiliki si pembaca. Sementara itu di sisi lain kosa kata juga dapat diperoleh dari hasil membaca teks. Berdasarkan paparan di atas, para pembelajar hendaknya terus berlatih dan melakukan pembiasaan dalam membaca literatur berbahasa Arab. Dengan demikian mufrodat mereka akan terus bertambah, sekaligus berlatih menerapkan ilmu nahwu dan sharaf yang sudah mereka kuasai. Yang pada gilirannya nanti mereka akan dapat membaca sesuai dengan gramatika bahasa Arab yang benar dan dapat memahami isi kandungan (fahm al-maqru’) dari literatur berbahasa Arab, termasuk di dalamnya alQur’an. Adapun yang berkaitan dengan teks wacana yang diharapkan dapat mengantarkan siswa untuk dapat memahami alQur’an tentu diawali dengan pembelajaran maharat al-Qira’ah dengan menggunakan teks wacana umum. Kemudian berlanjut kepada teks bahasa Arab yang berkaitan dengan al-Qur’an. Ada dua pilihan yang akan dipelajari yaitu 1. Teks al-Qur’an itu sendiri
179
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
sebagai materi atau 2. Teks cerita yang disadur dari cerita-cerita alQur’an. Demikian, urun rembuk yng dapat disampaikan penulis, Ala Kulli Hal membaca teks bahasa Arab harus dibiasakan. Pembiasaan tersebut meliputi; pembiasaan membaca kalimat sempurna (bukan kata-kata yang terpisah ), membiasakan untuk memperhatikan aksentuasi dan intonasi yang benar seiring dengan maknanya serta membiasakan membaca waqaf/berhenti pada tempatnya. Wa Allahu A’lam bi ash-shawab.
180
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
Daftar Pustaka Abdul Basit, Pemikiran dan Jejak Langkahnya dalam Ulum Al-Qur'an, vol.2 No.7. Abd. Al-Salim Mukarram,1965, Al-Qur'an al-Karim wa’asaruhu fi alDirasah alNahwiyah, Kairo: Dar al-Ma’arif. Al-Fauzan, Abdul Rahman bin Ibrahim. 2004. Mudzakkirah al-Daurah alTadribiyah Li Muallimi al-Lughah al-Arabiyah Fi al-Jamiat alIslamiyah al-Hukumiyah bi Indonesia. Malang : Muassasah al-Waqfu al-Islamy. AMM Yogyakarta, 1995, Metode Pengajaran Iqro dan Pengelolaannya. Arsyad, Azhar, 2007, Media Pembelajaran. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada Arsyad, Azhar, 2003, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. As’ad Humam, 1994, dalam kata pengantar buku Iqra’. Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur'an Jilid I, Yogyakarta Badri, Kamal Ibrahim dan Mamduh Nuruddin “Mudzakkirah Ususi Ta’limi al-Lughah al-Arabiyah, KSA : Jami’ah al-Imam Muhammad bin Suud al-Islamiyah Bakala, Muhammad Hasan, 1980, Abhas al-Nadwah al-‘Alamiyah al-Ula li al-ta’lim al-arabiyah lighair al-Natiqinabiha, Riyad: Uniersity of Riyad. Dhofir, Zamakhsyari, 1992, Sekolah Al-Qur'an dan Pendidikan Islam di Indonesia, dalam Ulum Al-Qur'an vol.3 No.4 Ibrahim, Abd al-‘Alim, 1978, al-Muwajjih al-fanni Li Mudarisi al-Lughat al-‘Arabiyah, Kairo: Dar al-Ma’arif. Jamil Isa, Min qadhaya al-lughah al-arabiyah al-muashirah, Tunis : Idarah al-tsaqafah.
181
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015
Upaya Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Arab dengan Alqur’an
Rodlyiah-Chambali
Jaudat Rikabi, 1986, Thuruq Tadris al-Lughah al-Arabiyyah, Damaskus: Dar al-Fikr. Karel A. Stenbrink, 1984, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Jakarta: Bulan Bintang. Menteri Agama RI dalam, 1990, Juz ‘amma dan terjemahannya, Jakarta: Depag Pusat Mahmud Yunus, 1983, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Hida Karya Agung. Maurice Bucaille, 1978, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, terj.Jakarta : Bulan Bintang. Mulyanto Sumardi, 1975, Pengajaran bahasa Asing : Sebuah Tinjauan dari segi Metodologi, Jakarta: Bulan Bintang. Nashr, Roja Taufiq, 1980. I’dad Mua’llim al-Lughah al-Arabiyyah li Ghair al-Nathiqin biha’ Riyad: Jamiat al-Riyad. Thonthowi, 2008, Kegagalan Pembelajaran Bahasa Arab, Penyebabnya dan Saran-saran Dionysius Thrax, Makalah disampaikan pada Seminar Internasional, pada 23-25 Nopember 2008 di Malang. Thuaimah, Rusydi Ahmad. 1985. "Dalil 'Amal fi I'dad al-Mawad alTa'limiyah li Barnamaj Ta'lim al-Lughah al-Arabiyah".KSA: Jami'ah Umm al-Qurra' Ma'had al-Lughah al-Arabiyah. Yusuf, Thoyar dan Saeful Anwar. 1997. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wafi, Ali Abd al-Wahid, 1962, Fiqh al-Lughah, Lajnah al-Bayan al-“araby. Zarkasyi, Dahlan Salim, Metode Praktis Belajar Al-Qur'an Qiroati, Jilid 1 s/d 10, Semarang: Al-Alawiyah.
182
El-Ibtikar Volume 04, nomor 01, Juli 2015