Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
BI`AH ARABIYYAH (Pembentukan Dan Peranannya Dalam Pembelajaran Bahasa Arab) Oleh : Masri`ah, M.Ag.
Abstrak
البيئة (اللغة العربية) هى مجيع األشياء والعوامل املادية واملعنوية الىت من شأهنا أن توثر ىف عملية التعليم وترغب الطالب ىف ترقية اللغة العربية وتدفعهم وتشجيعهم على تطبيقها ىف واقع حياهتم اليومية أو هى كل ما يسمعه املتعلم وما يشاهده من املوثرات املهية واإلمكاانت احمليطة به املتعلقة ابللغة العربية املدروسة والىت ميكنها أن توثر ىف .جهوده للحصول على النجاح ىف تعلم وتعليم اللغة العربية Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dan menentukan keberhasilan proses pembelajaran adalah lingkungan(bi`ah) tak terkecuali lingkungan berbahasa.Keberadaan lingkungan berbahasa Arab menjadi sangat penting karena ia selalu hadir melingkupi,memberi nuansa dalam pembelajaran bahasa Arab.Lingkungan berbahasa Arab tidak hanya menjadi sumber dan motivasi belajar ,melainkan juga menjadi asset dan kebanggaan bagi lembaga pendidikan itu sendiri.
Kata kunci: Pembelajaran, Bahasa arab, Lingkungan berbahasa.
A. Pendahuluan
Pembelajaran bahasa Arab di Indonesia sudah dilaksanakan sejak masuknya Islam ke nusantara ini, di mana model pembelajaran pada saat itu masih sangat tradisional dan sederhana, yaitu dengan cara menggunakan metode mengeja al Hajai (alphabetic methods) dalam
49
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
mengenal bunyi dan huruf-huruf Arab. Tujuan pembelajaran bahasa Arab pada saat awal masuknya Islam adalah untuk memenuhi kebutuhan sebagai seorang muslim dalam melaksanakan ibadah sholat lima waktu, dzikir dan berdo’a kepada Allah SWT. Kalau dilihat dari
proses
perkembangan
dan keberadan
pembelajaran bahasa Arab di Indonesia sejak masuknya Islam hingga sampai saat ini telah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1 Pertama, pembelajaran bahasa Arab pada mulanya melalui pengenalan lafazd-lafazd yang digunakan dalam ibadah-ibadah dan do’ado’a. Oleh karena itu sebagai materinya adalah bagian akhir al Qur’an (Juz Amma) dan bacaan yang dibaca dalam sholat. Melalui model inilah bahasa arab mulai dikenalkan dan diajarkan pada orang-orang muslim. Kedua, pembelajaran bahasa Arab melalui pengajaran dan penjelasan materi-materi agama Islam yang dilaksanakan di mushola/surau-sebagai cikal bakal berdirinya pondok pesantren. Metode yang digunakan dalam pembelajaran model ini adalah metode gramatikal dan penerjemahan secara lisan (Grammar and Translation method) Ketiga, kebangkitan pembelajaran bahasa Arab, hal ini ditandai dengan reorentasi (tujuan) baru dalam pembelajaran bahasa Arab di pondok-pondok
pesantren,
hal
inilah
yang
mendorong
dan
membangkitkan lembaga-lembaga tinggi Islam untuk mengakaji dan menela’ah ulang pembelajaran bahasa yang sudah ada dan berlangsung di pesantren-pesantren atau lembaga yang mengajarkan bahasa Arab secara universal.
1Abdul Hamid, 2006 ,Kemampua Dosen Bahasa Arab Perguruan Tinggi Agama Islam
diIndonesia, Jurnal el Hikmah,Vol. lll nomor. 2 Januari UIN Malang hal. 33
50
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
Keempat, pembelajaran bahasa Arab dalam tahap pencarian dan percobaan terhadap materi, tujuan dan metode yang digunakan. Oleh karenanya pada tahap ini metode dianggap sebagai kunci keberhasilan dalam pembelajaran bahasa Arab, maka hampir seluruh lembaga Islam, baik perguruan tinggi atau pondok pesantren berusaha untuk mencoba berbagai macam metode yang ada dalam pembelajaran bahasa Arab utamanya adalah metode langsung (Direct Method). Kelima, pembelajaran bahasa Arab dalam tahapan yang matang, yaitu pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan metode selektif (Eclectic Method),
penggunaan
metode
ini
disesuaikan
dengan
kondisi
lingkunganya, dimana metode-metode tersebut telah diteliti dan diujicobakan dalam waktu yang cukup lama dalam pembelajaran bahasa Arab pada tahapan-tahapan sebelumnya. Dalam pembelajaran bahasa Arab, ada tiga istilah yang harus dipahami lebih dahulu dalam rangka usaha mencari kemungkinan perbaikan cara mengajar Bahasa Arab sehingga hasil yang ingin dicapai dapat maksimal. Ketiga istilah yang dimaksud adalah approach, metode dan teknik. Penggunaan istilah itu oleh para ahli sering dicampur adukkan antara satu dengan lainnya, sehingga ta`rif (batasan atau definisi) ketiga istilah tersebut hampir tidak memiliki perbedaan yang jelas. Secara professional, konsepsi-konsepsi tentang pengajaran bahasa sudah selayaknya memiliki istilah-istilah yang tepat dan dapat disetujui oleh semua pihak yang bergerak dalam bidang yang sama. Dalam rangka mencapai tujuan inilah perlu kiranya pengertian dan konsep yang tepat bagi pemerhati bahasa, untuk memetakan antara istilah pendekatan, metode dan teknik. Edwad Anthony, sebagaimana dikutip Rodhliyah dkk.
51
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
(dalam artikelnya “Approach, Method and Technique” menjelaskan konsep ketiga istilah tersebut sebagai berikut:2 1. Approach, yang dalam Bahasa Arab disebut madkhal, adalah seperangkat asumsi berkenaan dengan hakekat bahasa dan hakikat belajar mengajar bahasa. Approach bersifat aksiomatis (filosofis). Ia berorientasi pada pendirian, filsafat, dan keyakianan yaitu sesuatu yang diyakini tetapi tidak mesti dapat dibuktikan. Misalnya saja asumsi dari oral approach yang menyatakan bahwa bahasa adalah apa yang kita dengar dan ucapkan sedangkan tulisan hanyalah refresentasi dari ujaran. 2. Method yang dalam bahasa Arab disebut thariqah adalah rencana menyeluruh berkenaan dengan penyajian materi bahasa secara teratur, dimana tidak ada satu bagiannya yang bertentangan dengan bagian lain dan kesemuanya berdasarkan atas approach. 3. Teknique, yang dalam bahasa Arab disebut uslub atau yang familiar di Indonesia disebut strategi yaitu kegiatan spesifik yang sesungguhnya terjadi di dalam kelas dan merupakan implementasi dari pada metode. Teknik harus sejalan dengan metode karena itu tidak boleh bertentangan dengan approach. Teknik bergantung pada imaginasi, kegiatan (aktifitas, kreatifitas pengajar dan susunan keadaan kelas). Teknik merupakan suatu hal yang penting yang sering disoroti dalam sistim pembelajaran bahasa karena sukses tidaknya suatu pembelajaran bahasa tergantung strategi yang digunakan, karena strategi inilah yang menentukan tercapainya isi dan cara mengajarkan bahasa.
2Rodliyah,dkk,2005,Metodologi
dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab,STAIN
Cirebon, hal 52
52
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
Salah satu srategi dalam menunjang tercapainya pembelajaran bahasa Arab adalah dengan sistem pengembangan yang bervariasi diantaranya penciptaan Bi`ah Arabiyyah. Bi`ah Arabiyah adalah suatu kondisi lingkungan kearaban dengan berbagai kegiatan bernuansa kearaban,baik percakapan sehari-hari maupun kegiatan lain, kegiatan tersebut meliputi bahasa komunikasi bahasa Arab, dan kajian kaidahkaidah bahasa Arab. Semua itu dilakukan oleh para santri secara kontinyu dalam satu lokasi karena itu akan memudahkan para santri untuk berhubungan satu dengan yang lain dan mengembangkan kemampuan berbahasa Arab secara optimal. Penerapan Bi`ah Arabiyah penting karena para santri akan termotivasi untuk menggunakan bahasa Arab yang dipelajarinya penuh keberanian dan percaya diri. Dengan demikian lingkungan sangatlah penting dalam pengembangan kebahasaan.3 Salah satu karakteristik bahasa, tak terkecuali Bahasa Arab, bahwa bahasa bersifat tumbuh-kembang dan tidak stagnan, baik dalam tataran personal maupun sosial. Secara personal, bahasa dapat berkembang bersamaan dengan bertambahnya usia dan pengalaman pemakainya. Sedangkan secara sosial, bahasa dapat berkembang melalui interaksi dan komunikasi antar pemakai bahasa.4 Dengan demikian sesungguhnya bahasa merupakan perlambang dari pemakainya. Artinya, ia hidup bila para pemakainya hidup dan iapun mati bila mereka mati. Ia akan maju dan berkembang, bila mereka maju dan berkembang. Sebaliknya, bahasa menjadi lemah dan terbelakang bila mereka juga demikian.
3Nurhidayanti,2003,Model Pengembangan Lingkungan di Pondok mantingan,hal. 3 4Madkur ,Ali Ahmad,1991,Tadris funun Al Lughah Al arabiyyah.Riyadh:Darul Al sawwaf,
hal. 33
53
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
Bahasa, dilihat dari aspek fungsionalnya, adalah alat komunikasi yang digunakan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan segala urusannya.5Berdasarkan fungsi bahasa tersebut, maka tujuan pembelajaran suatu bahasa hendaklah berarti melatih kebiasaan atau otomatisasi fungsi pendengaran, pengertian tentang apa yang didengar dan dibaca, pengutaraan pendapat sekaligus menuliskannya. Namun dalam operasionalnya, tugas merealisasikan tujuan pengajaran tersebut bukanlah hal yang mudah, yang mana dalam prosesnya terdapat berbagai macam kesulitan yang mungkin akan dihadapi, baik dalam faktor akademis maupun nonakademis. Faktor akademis yang menjadi kendala tersebut meliputi: (1) waktu yang memadai, (2) lingkungan belajar yang kondusif bagi pengembangan bahasa, (3) jumlah siswa yang cukup untuk pembinaan komunikasi bahasa, dan (4) tingkat kecakapan siswa. Sedangkan faktor nonakademis yang meliputi: (1) perlengkapan tempat belajar pada umumnya termasuk bangunan, (2) perlengkapan pengajaran, (3) alat peraga, (4) buku perpustakaan, (5) masalah keuangan, dan (6) transportasi Tulisan ini akan memaparkan tentang urgensi Bi`ah Arabiyah atau lingkungan berbahasa Arab untuk mempercepat tingkat pemerolehan bahasa Arab yang kini dianggap sebagai problem mendasar yang kerap menghambat kemampuan berbahasa pada diri pelajar dilembaga pendidikan . Kesulitan dalam membiasakan pelajar untuk berahasa asing termasuk juga bahasa Arab, telah menggugah para ahli bahasa dan aktivis akademik untuk membuat terobosan atau alternatif baru dalam merealisasikan tujuan pengajaran bahasa Arab tersebut di atas. Diantaranya yang paling menonjol adalah asramaisasi para pelajar bahasa 5Loc.
54
Cit.
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
dimana mereka dilokalisasikan disebuah asrama(pemondokan) yang biasanya terletak di areal atau lingkungan sekolah, fenomena tersebut tidak lain dilatar belakangi minimnya tingkat perolehan bahasa bagi pelajar asing.
B. Pemerolehan Bahasa Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat interaksi dengan sesamanya. Bahasa adalah alat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam berinteraksi. Setiap bangsa memiliki bahasa yang berbeda- beda dan mempunyai ciri khas sendiri. Dalam kehidupan masyarakat selalu mendengar aneka ragam bahasa yang dihasilkan baik secara lisan maupun secara tertulis. Keanekaragaman bahasa yang terdapat pada masyarakat dapat kita simpulkan bahwa mereka menghasilkan bahasa pertama dan kedua. Bahasa pertama merupakan bahasa lisan yang pertama kali didengar oleh seseorang ketika ia dilahirkan dari rahim ibunya yang diperoleh secara alamiah dan digunakan dalam berkomunikasi sehari- hari dalam masyarakat hingga ia bisa ber bicara dan menulis untuk tahap hidup selanjutnya. Sedangkan bahasa kedua merupakan bahasa asing yang dipelajari dan dipahami dari luar lingkungan kehidupannya.6 Dalam dunia belajar –mengajar bahasa dikenal istilah pemerolehan bahasa (iktisa:ab al Lughah-language acquisition dan pembelajaran bahasa (ta`alum
al-lughah-language
learning).
Pemerolehan
adalah
proses
penguasaan bahasa kedua secara alamiah melalui bawah sadar dengan cara berkomunikasi langsung dengan orang –orang yang menggunakan bahasa tersebut. Sedangkan belajar adalah proses penguasaan bahasa, terutama kaidah
6Syahrul
55
Afandi, 2010:1
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
–kaidahnya secara sadar sebagai akibat dari pengajaran oleh guru atau sebagai hasil belajar secara mandiri.7 Menurut Krashen8 ada dua cara yang berbeda dan masing-masing mandiri, bagi manusia untuk mengembangkan kemampuan berbahasa. Yang pertama disebut pemerolehan(acquisition), yakni proses seperti anak yang dialami oleh anak sewaktu mengembangkan bahasa pertamanya. Pemerolehan bahasa terjadi secara bawah sadar. Selama proses pemerolehan ini si pemeroleh lazimnya tidak sadar bahwa ia sedang memperoleh bahasa “ia hanya sadar bahwa ia sedang menggunakan bahasa untuk berkomunikasi”. Oleh karena itu hasilyang dicapai melalui proses ini juga bawah sadar. Pembelajaran (learning) adalah istilah yang mengacu pada pengetahuan secara sadar mengenai bahasa, pengetahuan akan kaidah-kaidah itu menguasai tata bahasanya dan dapat berbicara mengenai hal itu. Pengetahuan formal mengenai bahasa atau prose belajar secara eksplisit, dapat dikaitkan dengan istilah pembelajaran Pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah proses yang dipergunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit, ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi, dengan ucapan-ucapan orang tua sampai dia memilih, berdasarkan suatu ukuran atau takaran penilaian, tata bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari bahasa tersebut. Anak-anak melihat dengan pandangan yang cerah akan kenyataan-kenyataan bahasa yang dipelajarinya dengan melihat tata bahasa asli orang tuanya, serta
7Ahmad Fuad Effendi, 2009, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang:Misykat, hal. 205 8Krasen,S.D.1982.Formal dan informal Linguistic Environments in Langue Acquisition and
Language Learning.
56
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
pembaharuan-pembaharuan yang telah mereka perbuat, sebagai tata bahasa tunggal. Kemudian dia menyusun atau membangun suatu tata bahasa yang baru serta yang disederhanakan dengan pembaharuan-pembaharuan yang dibuatnya sendiri.9 Pemerolehan bahasa sekaligus merupakan jenis yang seragam, dalam arti bahwa semua manusia mempelajari satu dan juga merupakan jenis yang khusus, dalam arti bahwa hanya manusialah yang mempelajari satu.10 Membahas tentang pemerolehan bahasa, tidak dapat lepas dari perlengkapan pemerolehan atau acquisition device yang merupakan suatu perlengkapan hipotetis yang berdasarkan suatu input data linguistic primer dari suatu bahasa, menghasilkan suatu output yang terdiri atas suatu tata bahasa adekuat secara deskriptif buat bahasa tersebut. Peralatan atau perlengkapan pemerolehan bahasa haruslah merupakan keberdikarian bahasa atau language-independent yaitu mampu mempelajari setiap bahasa manusia yang mana saja pun.11Ada yang mengatakan bahwa perlengkapan pemerolehan bahasa atau language acquisition device adalah kotak hitam atau black box. Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan akan adanya suatu model pemerolehan atau acquisition mode.Yang dimaksud dengan model pemerolehan bahasa adalah suatu teori siasat yang dipergunakan oleh pelajar untuk menyusun suatu tata bahasa yang tepat bagi bahasanya untuk mempelajari bahasanya berdasarkan suatu sample data linguistik utama yang terbatas.12
9Guntur 10Ibid,
hal. 14
11Ibid. 12Ibid.
57
Tarigan, 2003,Psikolinguistik, Jakarta:Raja Grafindo hal. 194
Hal. 20-23 hal . 25-30
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
Dengan istilah ‘pemerolehan bahasa’, kita maksudkan proses yang dilakukan oleh kanak-kanak mencapai sukses penguasaan yang lancar serta fasih terhadap bahasa ibu mereka. Istilah ‘pemerolehan’ (atau inquisition) kita pakai sebagai pengganti ‘belajar’ atau learning.13 Dalam pembelajaran bahasa Arab, penguasaan para pelajar terhadap bahasa ibu mereka, jelas turut membantu mempercepat tingkat pemerolehan bahasa kedua (asing) yang dipelajari. Namun, hal ini pun perlu pembiasaan dan lingkungan belajar yang kondusif.
C. Aliran-Aliran dalam Pemerolehan Bahasa Dalam kaitannya dengan belajar bahasa kedua, ada 3 (tiga) aliran yang sangat berpengaruh yaitu: (1) Aliran Behaviorisme, (2) Aliran Nativisme, dan (3) Aliran Interaksionisme. Pertama, Aliran Behaviorisme. Aliran ini menyoroti aspek prilaku kebahasaan yang langsung bisa diamati dan hubungan antara rangsangan dan reaksi yang terjadi (hubungan atau asosiasi antara stimulus dan renponse). Seorang pengikut aliran behaviorisme menganggap bahwa prilaku bahasa yang efektif tidak lain daripada membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan.
Apabila
reaksi
itu
direstui
(reinforced),
maka
besar
kemungkinannya reaksi ini akan diulangi dan lambat laun akan menjadi kebiasaan (language habit). Jadi, dengan jalan semacam inilah si pembelajar mempelajari bahasa. Belajar, menurut teori ini merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme. Kedua, Aliran Nativisme. Para penganut aliran nativisme (Chomsky, McNeil dan rekan-rekan mereka) parcaya bahwa setiap manusia normal yang
13Ibid.
58
Hal. 248
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
lahir di dunia telah dilengkapi dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD), dengan LAD ini, menurut mereka- seorang anak belajar dan memperoleh bahasa yang dipakai orang sekelilingnya. Jadi yang dibawa dari lahir hanya LAD (alatnya), sedang bahasa apa yang akan diperoleh si anak ditentukan oleh alam sekelilingnya, yakni ditentukan oleh masukan bahasa yang dipakai oleh masyarakat di sekeliling anak yang sedang tumbuh ini. Semua anak yang normal bisa belajar bahasa apa saja yang dipakai oleh masyarakat sekelilingnya. Maka sekiranya seorang anak diasingkan sejak lahir dan tidak diberi masukan bahasa, maka anak ini tidak memperoleh bahasa atau dengan kata lain LAD ini tidak mendapatkan masukan sebagaimna mestinya, sehingga “kotak hitam” tidak bisa menghasilkan bahasa bagi anak tersebut. Lebih lanjut para pengikut aliran nativisme mengasumsikan bahwa LAD mempunyai kemampuan untuk mengklasifikasi data (maskan) sedemikian rupa sehingga data itu bisa dikelompok-kelompokkan secara teliti dan sekaligus membuat aturan-aturan gramatika. Chomsky berpendapat, tanpa kemampuan yang istimewa ini tidaklah mungkin seorang anak bisa menguasai bahasa kesatunya yang begitu rumit dan abstrak dalam waktu yang relative singkat. Ketiga, Aliran Interaksionisme. Belakangan ini ada aliran baru yang terkenal dengan nama interaksionisme. Penganut aliran ini menganggap bahwa terjadinya penguasaan bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua adalah berkat adanya interaksi antara masukan bahasa yang di exposekan kepada pembelajar dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Bukti-bukti memang menunjukkan pentingnya interaksi antara masukan dan LAD. Seorang anak yang sejak lahir sudah dilengkapi dengan LAD, tidak
59
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
secara otomatis bisa menguasai bahasa tertentu tanpa dihadirkannnya masukan yang sesuai untuk keperluan ini. Teori pemerolehan mutakhir tentang pemerolehan bahasa kedua berpijak pada asumsi bahwa terjadinya penguasaan bahasa disebabkan oleh kebutuhan pembelajar untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang sedang ditekuni. Jadi yang terpenting bagi pembelajar bukan sistem bahasa kedua, tetapi apa yang dapat digunakan dengan bahasa kedua ini untuk berinteraksi dengan orang lain. Aliran interaksionisme memberi peran lebih banyak kepada latihan-latihan yang bersifat interaksi seperti bertanya dan menjawab, mengadakan negosiasi mengenai makna, dan yang sejenis dengan ini di mana pembelajar “dipaksa” berkomunikasi dengan bahasa sasaran. Dengan jalan semacam ini pembelajar dapat “mempreteli” struktur bahasa sasaran dan mencoba memahami makna ujaran-ujaran yang digunakan dalam interaksi yang sangat mendekati percakapan yang wajar. Jadi, karena seorang pelajar bahasa kedua merasa perlu untuk berkomunikasi dalam bahasa yang sedang dipelajarinya, maka yang penting baginya ialah terus mengadakan interaksi dengan orang lain dengan cara mendengarkan, membaca, berbicara dan menulis
D. Konsep Lingkungan Bahasa (Bi`ah Lughawiyah) Lingkungan bahasa adalah segala sesuatu yang didengar dan dilihat oleh pembelajar berkaitan dengan bahasa target yang sedang dipelajari, sebagaimana yang diusulkan oleh krasen, ada dua jenis lingkungan berbahasa yaitu lingkungan formal dan informal. Faktor yang paling penting dalam akselerasi penguasaan suatu bahasa adalah al-ta’arrudl al-lughawi. Yaitu, seorang pembelajar menerjunkan dirinya ke dalam lingkungan pengguna bahasa yang sedang dia pelajari. Di
60
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
ibaratkan oleh Dr. Shalih bahwa al-ta’arrudl al-lughawi dapat diumpamakan dengan al-ta’arrudl li al-syams, atau siapa yang menginginkan dapat sinar matahari, maka hendaknya dia keluar ruangan dan berada langsung di bawah sinar matahari. Dan yang dimaksud dengan al-ta’arrudl al-lughawi adalah seorang pembelajar bahasa harus berada pada lingkungan bahasa yang dia sedang pelajari, Menurutnya, bahwa lingkungan bahasa –dalam hal ini bahasa Arab- itu ada dua macam. Pertama,Lingkungan Asli. Kedua, Lingkungan Buatan. Sebagai perbandingan, menurut Dr. Shalih, siapa yang berada pada lingkungan bahasa yang sedang dia pelajari, ia dapat diibaratkan sebagai 50 (lima puluh) guru mengajari 1 (satu) murid yang sudah pasti akan sangat efisien dan efektif dalam akselerasi belajar bahasa yang sedang dia pelajari, sedangkan yang belajar dikelas dan tidak berada di asrama atau lingkungan bahasa yang sedang dipelajari hanyalah satu orang guru yang mengajari 30 (tiga puluh) atau 40 (empat puluh) murid yang tentu saja tidak bisa dibandingkan efesiensi dan efektifitasnya dengan yang pertama.. Beliau juga menekankan dan menceritakan bahwa seorang guru bahasa arab sebagai bahasa kedua lalu dia tidak berbicara bahasa arab maka sepatutnya dia dipecat. Metode tawassuliyah yang dikembangkan di asrama bahasa memberi kesempatan bagi siswa yang terbelakang atau lemah untuk mendapat bantuan dari siswa yang lebih maju. Sebaliknya, siswa yang maju membantu yang terbelakang Hal ini dapat mewujudkan akselerasi pembelajaran karena didalamnya terdapat Metode komunikatif praktis, tanpa perlu di ketahui apakah metode itu benar atau salah. Lingkungan bahasa menurut Dulay,Burt dan Krashen adalah segala sesuatu yang di dengar dan dilihat oleh pembelajar tentang bahasa baru yang dipelajarinya. Hal ini bisa meliputi berbagai situasi seperti percakapan di
61
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
restoran, dan di toko-toko, nonton tv, membaca rambu lalu lintas, termasuk aktivitas di dalam kelas, yang memberi kesempatan pada pembelajar untuk mendengar dan melihat berbagai hal yang berkaitan dengan bahasa baru yang dipelajarinya.Lingkungan bahasa menurut Dulay Burt dan Lrashenbisa bersifat formal dan juga bisa bersifat informal.14 Lingkungan formal, mencakup berbagai aspek pendidikan formal dan non formal dan sebagian besar berada di dalam kelas atau laboratorium. Apakah lingkungan formal ini memberikan masukan kepada pembelajar berupa sistem bahasa (pengetahuan unsur-unsur bahasa) atau wacana bahasa (keterampilan berbahasa) tergantung kepaka tipe pembelajaran atau metode yang digunakan oleh pengajar. Namun kecenderungan bahwa lingkungan formal memberikan lebih banyak sistem bahasa daripada wacana bahasa. Lingkungan informal, memberikan pajanan komunikasi yang alamiah, dan sebagian besar berada diluar kelas.Oleh karena itu lingkungan informal ini memberian banyak wacana bahasa dari pada sistem bahasa. Bentuknya bisa berupa bahasa yang digunakan oeh guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa, buku bacaan umum, koran dan majalah, siaran radio, televisi,film dan sebagainya. Lingkungan bahasa yang paling dominan di dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia, baik di madrasah, sekolah, pesantren maupun perguruan tinggi adalah lingkungan formal . Sedang kan lingkungan informalnya sangat terbatas untuk tidak mengatakan tidak ada bila dibandingkan dengan
penbelajaran bahasa Inggris yang di dukung oleh
lingkungan informal yang kaya. Padahal pelaksanaan proses belajar mengajar bahasa Arab di dalam kelas masih mengidap banyak sekali kekurangan, antara lain lemahnya kompetensi komunikasi guru, tidak terarahnya penggunaan 14Dulay
62
Burt, Loc.Cit.
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
metode, terbatasnya materi dan media termasuk buku teks , rendahnya minat siswa, terbatasnya jam pelajaran, buruknya naskah tes, dan sebagainya.Oleh karena itu sangat logis apabila pembelajaran bahasa arab belum memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.
E. Pengertian dan Tujuan Bi`ah Arabiyah Menurut Hornby,15 Bi`ah Arabiyah berarti lingkungan berbahasa Arab. Dalam pendidikan formal, atmosfer berbahasa Arab dapat diciptakan oleh guru disekolah atau di asrama khusus bagi pelajar biasa dikenal dengan boarding school. Sedangkan pengertian asrama menurut pemerintah nomor 524/KMK.03/2001, adalah bangunan sederhana yang dibangun dan dibiayai oleh universitas atau sekolah ,perorangan dan atau pemerintah daerah yang diperuntukan khusus untuk pemondokan pelajar atau mahasiswa. Adapun tujuan diadakannya asrama adalah:(1)memberi kemudahan tempat tinggal kepada pelajar yang jauh dan tidak berkemampuan dari segi keuangan, (2)menjaga keselamatan pelajar dari masalah sosial seperti melakukan perbuatan diluar yang dinilai tidak pantas,(3)melatih
pelajar
berdisiplin serta menyemaikan sikap berdikari ,(4)asrama memberikan kesempatan yang baik untuk pengenalan aktifitas . Didalam asrama pula mahasiswa akan merasakan keramahan para pengashnya secara sabar dan telaten maka keberlangsungan kegiatan pembelajaran menjadi semakin kondusif, maka pembelajaran bahasa Arab akan semakin sukses.
15Hornby,As tt,Oxford Advanced Leaners Dictionary of current english,England:Oxford
University Tt. Hal 91
63
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
Penempatan siswa dalam asrama, sebenarnya sangat mirip dengan apa yang disebut dengan program homestay yang akhir-akhir ini banyak dijadikan model untuk mempelajari bahasa kedua yang biasanya diambil pada masa liburan. Menurut Ahmad Fuad effendi,16 untuk dapat menciptakan lingkungan bahasa Arab di madrasah, sekolah, pesantren atau perguruan tinggi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi: 1. Adanya sikap positif kepada bahasa Arab dan komitmen yang kuat untuk memajukan pengajaran bahas Arab dari pihak –pihak yang terkait. Pihakpihak yang dimaksudkan disini adalah (1)guru bahasa Arab sendiri, (2)pimpinan lembaga. Akan lebih kuat lagi bila sikap dan komitmen yang sama juga dimiliki oleh segenap kependidikan dan non kependidikan lainnya. 2. Adannya beberapa figur di lingkungan lembaga pendidikan yang mampu berkomunikasi dengan bahasa Arab , jika tidak dimungkinkan adanya penutur asli, yang berperan penggerak sekaligus tim kreatif untuk menciptakan lingkungan bahasa Arab. 3. Adanya
alokasi dana yang memadai, baik untuk pengadaan sarana
prasarana yang mendukung maupun insentif bagi penggerak dan tim kreatif penciptaan lingkungan berbahasa. 4. Adanya” aturan main” atau pedoman yang jelas mengenai format dan model pengembangan lingkungan berbahasa Arab yang dikehendaki. Aturan main ini menjadi sangat penting untuk mengikat komitmen dan menyatukan visi dan tekad bersama untuk membangun lingkungan berbahasa Arab. Sedapat mungkin aturan main itu dapat disosialisasikan sejak mahasiswa mulai menginjakkan kakinya di kampus agar mereka 16Ahmad Fuad Effendi, Op.Cit, hal. 208
64
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
mempunyai sikap dan apresiasi yang positif terhadap bahasa Arab. Jika dipandang perlu, dalam aturan itu dibentuk juga semacam ”mahkamah alLugah” yang berfungsi sebagai pemantau, pengawas kedisiplinan berbahasa Arab, sebagai pemutus dan pengeksekusi hukuman- hukuman tertentu bagi pelanggar kesepakatan bersama. Adapun prinsip-prinsip penciptaan lingkungan berbahasa yang perlu dijadikan sebagai landasan penegembangan sistem pembelajaran bahasa Arab adalah sebagai berikut: 1.
Pertama, prinsip keterpaduan dengan visi, misi dan orentasi pembelajaran bahasa Arab. Penciptaan lingkungan berbahasa harus diletakkan dalam kerangka mendukung pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Arab dan pemenuhan suasana yang kondusif bagi pendaya gunaan bahasa Arab secara aktif.
2. Kedua, prinsip skala prioritas dan gradasi program. Implementasi penciptaan lingkungan berbahasa Arab harus dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan skala prioritas tertentu , misalnya ketika bertemu antar pembelajar mengucapkan ahlan wa sahlam, shaba al khair, kaifa haluk ila liqa dan sebagainya. 3. Ketiga, kebersamaan dan partisipasi semua pihak. Kebersamaan dalam bahasa asing, secara psikologis dapat memberikan nuansa yang kondusif dalam berbahasa, sehingga mahasiswa yang tidak bisa berkomunikasi akan merasa malu, kemudian berusaha untuk bisa dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 4. Keempat, prinsip konsistensi dan keberlanjutan. Yang paling sulit dalam penciptaan lingkungan berbahasa adalah sikap konsistensi (istiqamah) dari komunitas bahasa itu sendiri. Karena itu diperlukan adanya sebuah
65
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
sistem yang memungkinkan satu sama lain saling mengontrol dan membudayakan penggunaan bahasa Arab secara aktif. 5. Kelima, prinsip pendaya gunaan teknologi dan multi media. Diantara yang dapat membuat lingkungan berbahasa arab adalah teknologi informasi dan pendayagunaan multi media. Keberadaan TV yang dapat memancarkan siaran dari Timur Tengah perlu di optimalkan penggunaannya. Dipandang perlu juga sivitas akademik diberikan akses untuk menggunakan internet, terutama yang berbasis di negara-negara Arab, agar dapat diperoleh informasi yang aktual tentang bahasa Arab, dan pada giliranya dapat diperkenalkan kosa- kata baru untukdi konsumsi civitas akademika.
F. Penciptaan Lingkungan bahasa Arab Formal Agar lingkungan formal dapat berfungsi memberikan pemerolehan wacana bahasa bukan sekedar sistem bahasa maka kegiatan pembelajran dikelas hendaknya menerapkan gabungan pendekatan komunikatif, quantum dan kontesktual antara lain: 1. Menggunakan strategi interaksionis yang bertumpu pada kegiatankegiatan komunikatif bukan dril-dril mekanistik manipulatif, dan tdak terfokus pada penjelasan kaidah-kaidah. 2. Menggunakan materi yang bervariasi dengan memperbanyak bahan bahan otentik dan memperhatikan prinsip-prpnsip kebermaknaan. 3. Memperluas input kebahasaan mahasiswa dengan penugasan membaca buku, majalah, koran berbahasa Arab, mengikuti siaran radio dan televisi berbahasa Arab, menonton film berbahasa Arab dan sebagainya.
66
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
4. Memberikan
peran
yang
Masri’ah
dominan
kepada
mahasiswa
untuk
berkomunikasi. Guru”tidak banyak bicara”tapi mengarahkan dan memfasilitasi. 5. Sedapat mungkin menggunakan bahasa Arab, meskipun penggunaan bahasa Indonesia dalam keadaan tertentu tidak ditabukan. 6. Menggunakan metode yang relevan dan teknik-teknik yang bervariasi tapi tidak bertentangan dengan pendekatan yang telah ditetapkan. 7. Merancang dan menyelenggarakan berbagai kegiatan penunjang, seperti latihan menulis insya` harian, pidato, wawancara, dan sejenisnya.
G. Penciptaan Lingkungan bahasa Arab informal Lingkungan informal yang sesungguhnya bagi pembelajar bahasa Arab adalah negeri Arab itu tidak akan menemui sendiri .Pmbelajar bahasa Arab di Indonesia tidak akan menemukan lingkugnan seperti itu, meskipun dia tinggal dikampung Arab. Oeh karena itu perlu diciptakan ”Lingkungan bahasa Arab”.Apabila berhasil tidak mustahil akan tercipta lingkungan yang mendekati lingkungan Arab yang sesungguhnya. Menciptakan lingkungan bahasa Arab informal, harus diakui bukan merupakan sesuatu hal yang mudah, untuk itu diperlukan kesabaran, ketelatenan, konsistensi,dan waktu yan panjang. Berbagai strategi telah dicobakan oleh beberpa lembaga pendidikan, ada yang berhasil namun tidak sedikit yang mengalami kegagalan. Strategi –strategi terseut antara lain sebagai berikut: 1. Sumberdaya Manusia Pengadaan sumberdaya manusia yan memiliki kompetensi komunikatif bahasa Arab baik lisan maupun tulis mereka menjadi “model” sekaligus penggerak aktifitas kebahasaan. Peningkatan kemampuan guru dalam
67
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
komunikasi lisan maupun tulis ,perlu terus ditingkatkan dengan berbagai cara yan bisa ditempuh sesuai dengan situasi, kondisi, dan kesempatan yang tersedia. 2. Lingkungan Psikologis Penciptaan lingkungan psikologis yang kondusif bagi pengembangan pembelajaran bahasa Arab, hal ini bisa dimulai dengan pembentukan citra positif dimata mahasiswa, dengan cara: (a)Memberikan penjelasan kepada mereka secara obyektif, realistis ,tidak berlebih lebihan, tentang peranan bahasa Arab sebagai bahasa agama Islam, bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa komunikasi Internasional juga berperan dalam pembentukan bahasa Indonesia. (b)Menjelaskan kepada mereka manfaat kemampuan berbahasa Arab bagi yang memilikinya dalam kehidupan pribadi dan sosial termasuk hubungannya dalam dunia kerja. (c)Menampilkan pengajaran bahasa Arab sedemikian rupa sehingga membentuk citra pelajaran bahasa Arab sebagai pelajaran yang menyenangkan, tidak sulit dan bermanfaat. 3. Lingkungan Bicara Penciptaan lingkungan bicara, yaitu lingkungan yang menggunakan bahasa Arab dalam interaksi sehari-hari secara bertahap. Lingkungan bicara ini adalah yang paling kuat dampaknya dalam pemerolehan bahasa Arab. Beberapa teknik yang bisa dicobakan antara lain: a. Guru bahasa Arab”rajin”menggunakan bahasa Arab dalam berbicara dengan siswanya minimal mengenai hal- hal yang sederhana. b. Dibudayakan penggunaan ungkapan-ungkapan bahasa Arab dalam pergaulan sehari-hari dilingkungan belajar misalnya, ahlan wasahlan, syukran,`afwan, kaifa haluk, mabruk dan lainnya.
68
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
c. Ditetapkan adanya hari bahasa Arab (yaum arabi) .Pada hari itu semua komunikasi antar siswa, siswa dengan guru ,pimpinan sekolah, termasuk layanan administrasi, harus menggunakan bahasa Arab. d. Penerapan “lorong berbahasa Arab”,semua warga yang lewat harus berbicara dengan menggunakan bahasa Arab e. Menerapkan sanksi edukatif tapi tidak memberatkan. 4. LingkunganPandang /Baca Menciptakan lingkungan pandang /baca relatif lebih mudah, sebagai contoh pengaraban papan nama (tertentu) seperti kepala sekolah, ruang guru, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, pengmuman- pengumuman yang berkaitan dengan bahasa Arab, program pemajangan mufrodat dan asalib di depan ruang kelas secara periodik (harian ,mingguan), pemasangan poster- poster yang berisi kata- kata hikmah dalam bahasa Arab. 5. Lingkungan Dengar Menciptakan lingkungan dengar bisa dilakukan dengan menyampaikan pengumuman- pengumuman lisan dalam bahasa Arab, ada juga sekolah yang menggunakan aba-aba dalam baris berbaris seperti ilal amam sir, ilal yasar dur. qif, sawwu dst. Dan ternyata hal seperti itu bisa menimbulkan rasa
kegembiraan
dan
kesenangan
tersendiri
bagi
para
siswa
.Memperdengarkan dan mengajarkan lagu -lagu Arab fusha juga perlu diprogramkan. 6. Lingkungan pandang dengar bisa diciptakan dengan memanfaatkan teknologi informasi, misalnya pemutaran film berbahasa Arab atau menampilkan tayangan televisi Arab dengan bantuan antena parabola. 7. Pembentukan kelompik pecinta bahasa Arab.
69
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
Pembentukan kelompok- kelompok pecinta bahasa Arab dengan berbagai aktifitas yang bernuansa bahasa Arab seperti latihan percakapan, latihan pidato,diskusi,seminar,pemutaran lagu-lagu dan sebagainya. 8. Penyelenggaraan Pekan Arabi Kegiatan dalam pekan Arabi ini beraneka ragam tapi semuanya bernuansa bahasa Arab, misalnya lomba pidato ,lomba mengarang, lomba penulis puisi, lomba kaligrafi, macam- macam kuis, cerdas- cermat, penampilan lagu-lagu, baca puisi, drama dll. Semuanya menggunakan bahasa Arab. 9. Self Acces Center Penyediaan sanggar bahasa Arab, sesuai dengan namanya SAC adalah pusat untuk mengakses berbagai pengetahuan secara mandiri
tanpa
bimbingan guru. Sebuah SAC lengkap dengan: (a)ruang untuk pimpinan, (b)ruang studio yang berisi komputer lengkap dengan internet, CD Writer dan multimedia, televisi dan parabola, mesin fotokopi, (c)ruang rapat dan diskusi,dan (d) ruang utama, ruang ini menjadi pusat kegiatan SAC. Ruang ini dapat dibagi menjadi sub-sub ruang sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan program, antara lain:(a)pojok komputer dan internet,(b) pojok audio visual yang dilengkapi dengan berbagai macam sofware berbahasa Arab,(c )ruang menyimak, (d)ruang baca, (e) ruang percakapan.
H. Faktor- faktor pendukung terciptanya Bi`ah Arabiyyah Faktor yang mendukung terciptanya Bi`ah Arabiyyah: 1. Pertama, tersedianya pembimbing bahasa yang memiliki kompetensi kebahasaan yang memadai dari para pengasuh yang tinggal berdampingan dengan siswa- siswi di asrama. 2. Kedua, kurikulum dan metode pembelajaran bahasa Arab yang variasi dan terus dikembangkan secara kreatif dan inovatif.
70
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
3. Ketiga media pembelajaran yang cukup. 4. Keempat materi- materi pelajaran yang menggunakan bahasa Arab. 5. Kelima adanya konsultan dan seksi penggerak bahasa. 6. Keenam adanya tata tertib , peraturan yang ketat.
I. Faktor faktor penghambat terciptanya Bi`ah Arabiyyah Sedangkan faktor penghambat terciptanya Bi`ah Arabiyyah yaitu: 1. Pertama kurangnya kesadaran dari sebagian mahasiswa untuk berbahasa asing di asrama. 2. Kedua, minimnya kesempatan
praktek berbahasa asing di luar
asrama. 3. Ketiga
minimnya
materi
bahasa
Arab
yang
diajarkan
di
madrasah/sekolah dan tidak adanya materi pelajaran lain yang mengunakan bahas asing. Ketiga faktor penghambat diatas,lebih banyak disebabkan oleh perbedaan
iklim
belajar
perpaduan
antara
asrama
dan
madrasah.
Tampaknya,iklim belajar di madrasah dan tuntunan sekolah memang berbeda dan sedikit menghambat program kerja asrama dalam menciptakan Bi`ah Arabiyyah. Hal ini dapat dimaklumi,karena wilayah kebijakan asrama hanya terbatas pada area asrama dan penghuninya. Sedangkan para siswa di madrasah banyak yang tidak menetap di dalam asrama, sedangkan mereka terdiri dari siswa yang latar belakangnya sangat homogen dengan kemampuan bahasa yang berbeda-beda,sehingga pergaulan antar siswa yang menetap di asrama dengan siswa yang tidak menetap menimbulkan gesekan prilaku berbahasa. Kedua pihak saling mempengaruhi dalam interaksi berbahasa dan pergaulan.
71
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
J. Solusi atas problem penghambat terciptanya Bi`ah Arabiyyah Solusi yang diperlukan para pengelola sekolah atau asrama: 1. .Pertama, memperbanyak materi kebahasaan di asrama, baik dengan materi bahasa Arab maupun materi kajian kitab- kitab klasik/modern. 2. Kedua, mengoptimalkan pembinaan kebahasaan di asrama dengan menyediakan tenaga pembina yang cukup dan memiliki kreadibilitas di bidang bahasa asing. 3. Ketiga, menegakan disiplin bahasa. 4. Keempat, mengadakan kegiatan-kegiatan asrama yang dapat mejadi media praktek berbahasa.
K. Penutup Keberadaan asrama sangat diperlukan bagi pelajar bahasa Arab dengan alasan:(1)kurikulum pembelajaran asrama di desain untuk mengoptimalkan kurikulum madrasah, sehingga prestasi berbahasa yang dimiliki siswa asrama lebih unggul daripada non asrama, (2)keberadaan asrama sangat efektif dalam menjalankan program kebahasaan dan keagamaan,(3)minimnya materi dan waktu pembelajaran bahasa dapat diatasi dengan adanya program bahasa di asrama,dan (4)memudahkan penciptaan tradisi berbahasa asing bagi penghuni asrama. Dalam menjaga konsistensi kegiatan berbahasa, peraturan perlu ditegakan dengan langsung menentukan beberapa sanksi yang bersifat kemanusiaan. Selain itu harus ada program kerja yang jelas dalam hubungannya dengan upaya penciptaan Bi`ah Arabiyyah. Perlunya strategi inovatif dalam pembelajaran bahasa Arab di asrama , diantaranya menyelenggarakan kegiatan –kegiatan kebahasaan dan menerapkan metode pembelajaran aktif dan bermain untuk menghilangkan rasa jenuh.
72
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
Faktor- faktor pendukung yang memudahkan terciptanya Bi`ah Aarabiyyah
yaitu:(a)tersedianya
pembimbing
kompetensi
kebahasaan
memadai,(b)kurikulum
yang
bahasa
yang memiliki dan
metode
pembelajaran yang bervariasi dan terus dikembangkan secara kreatif dan inovatif,(c)media pembelajaran yang cukup,(d)materi materi
pelajaran
dengan menggunakan bahasa Arab, (e)adanya konsultas atau penggerak bahasa,(f)adanya tata tertib. Adapun faktor penghambat terciptanya bi`ah Arabiyyah di asrama adalah (a)kurangnya kesadaran dari sebagian siswa untuk berbahasa asing di asrama,(b)minimnya kesempatan praktek pada jam- jam belajar,(c)minimnya materi berbahasa Arab. Solusi yang bisa dilakukan para pengelola asrama adalah:(a)pengelola asrama bersama warga perlu membangun asrama yang representatif untuk menampung siswa,(b)mengadakan kegiatan- kegiata yang menyenangkan untuk menghilangkan rasa jenuh,(c)menerapkan metode pembelajaran yang variatif, inovatif dan interaktif.
73
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013
Bi`ah Arabiyyah
Masri’ah
DAFTAR PUSTAKA Al –Hadidy,Aly tt, Musykilah Ta`lim al Lughah Al Arabiyyah, Kairo : Daar Al Kitabah Al Araby Al Khuly,1989, Asalib al Tadris Al Arabiyyah, Riyadh Chaer,Abdul,2003, Psikolinguistik Kajian Teoritik, Jakarta : Rineka Cipta Fuad Effendi, Ahmad, 2009, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang:Misykat Halimi Zuhdi,2009 Al Bi`ah Al Lughawiyah takwiinuha wa dauruha fi Al iktisaab Al Arabiyyah, UIN Malang. Hamid, Abdul, 2006 ,Kemampua Dosen Bahasa Arab Perguruan Tinggi Agama Islam diIndonesia, Jurnal el Hikmah,Vol. lll nomor. 2 Januari UIN Malang. Hornby,As tt,Oxford Advanced Leaners Dictionary of current english,England:Oxford University Krasen,S.D.1982.Formal dan informal Linguistic Environments in Langue Acquisition and Language Learning Madkur ,Ali Ahmad,1991,Tadris funun Al Lughah Al arabiyyah.Riyadh:Darul Al sawwaf Nurhidayanti,2003,Model Pengembangan Lingkungan di Pondok mantingan Rodlyah,dkk,2005,Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab,STAIN Cirebon Sarjoe, Psikologi, Pasuruan :Garuda Tarigan , Guntur, 2003,Psikolinguistik, Jakarta:Raja Grafindo Wafi,Abdul Wahid, Al Lughah wal Mujtama`, Kairo : Daar al-Nahdhat
74
El-Ibtikar Volume 02, nomor 02, Desember 2013