BAB II MODEL PENDIDIKAN INKLUSI
A. Pendidikan Inklusi 1. Pengertian Pendidikan Inklusi a.
Pengertian Pendidikan Adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, perbuatan, cara mendidik.1 Pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan sesuatu hal yang telah terjadi itu. Abdul Latif, mengatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”2 Menurut Abuddin Nata, “pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.3
1
Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm. 204. 2 Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm. 7. 3 Abuddin Nata, filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 5.
28
29
Dalam pengertian yang sederhana dan umum, makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.4 b.
Pengertian Inklusi Secara etimologi berasal dari bahasa inggris “ inclusion “ yang berarti terbuka. Banyak sekali interpretasi mengenai konsep pendidikan inklusi ini, Ada sebagian orang yang mengartikannya sebagai mainstreaming, ada juga yang mengartikan sebagai full inclusion yang berarti menghapus sekolah khusus. Namun demikian pengertian pendidikan inklusi pada umumnya adalah penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat yang mengalami hambatan baik fisik maupun psikis atau dalam arti lebih luas yaitu keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam kurikulum, lingkungan dan interaksi yang ada di sekolah tanpa membeda-bedakan latar belakang.5 Sedangkan secara terminologi Menurut Direktorat Jendral pendidikan luar biasa dengan mengambil pendapat para ahli, ada beberapa pengertian tentang pendidikan inklusi yang beragam, diantaranya yang dikemukakan oleh Stainback dan Stainback bahwa “sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua di kelas yang sama”. Sedangkan menurut Staub dan Peck bahwa pendidikan inklusi adalah menempatkan anak berkelainan tingkat ringan , sedang,
4 5
Fuad Hasan, Dasar-dasar Kependidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 2. Permendiknas, No. 41 Th. 2007, Tentang Standar Proses, hlm. 46.
30
dan berat secara penuh di kelas regular. Selanjutnya Sapon-Shevin mengemukakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat di sekolah reguler bersama-sama teman seusianya.6 Jadi Pendidikan inklusi adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Konsep pendidikan
inklusi
mempresentasikan
merupakan
keseluruhan
konsep
aspek
yang
pendidikan berkaitan
yang dengan
keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Keberadaan pendidikan inklusi bukan saja penting untuk menampung anak yang berkebutuhan khusus dalam sebuah sekolah yang terpadu, melainkan pula dimaksudkan untuk mengembangkan potensi dan menyelamatkan masa depan mereka dari diskriminasi pendidikan yang cenderung mengabaikan anak-anak berkelainan7. Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan inklusi juga dapat dimaknai sebagai satu bentuk reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan kesempatan, keadilan, dan perluasan akses pendidikan bagi semua, peningkatan
6
Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Mengenal Pendidikan Terpadu Ditjend. Pend. Dasar dan Menengah Dep. Pend. Nasional, 2004, hlm. 8-10. 7 Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 26-27.
31
mutu pendidikan, upaya strategis dalam menuntaskan wajib belajar 9 tahun, serta upaya mengubah sikap masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus.8 Pendidikan inklusi terjadi mana kala pengintegrasian dalam penempatan peserta didik di kelas-kelas reguler berdasarkan atas ide pandangan hidup yang berbeda dengan pandangan sebelumnya. Konsep inklusi berdasarkan atas gagasan bahwa sekolah reguler harus menyediakan lingkungan belajar bagi seluruh peserta didik sesuai dengan
kebutuhannya,
kelainannya.
Sekolah
apapun inklusi
tingkat
kemampuan
menyelenggarakan
ataupun berbagai
keterampilan berkaitan dengan budaya, sosial, kelompok etnik, dan latar belakang sosial.9 Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil. 2. Tujuan Pendidikan Inklusi Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan 8
Ibid., hlm. 25. Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Sleman: PT Intan Sejati, 2009), hlm. 15. 9
32
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara ( UU No 20 tahun 2003, Pasal 1 ayat 1). Oleh sebab itu inti dari pendidikan inklusi adalah hak asasi manusia atas pendidikan. Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak mendiskriminasikan dengan kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain.Tujuan praktis yang ingin dicapai dalam pendidikan inklusi meliputi tujuan langsung oleh anak, oleh guru, oleh orang tua dan oleh masyarakat. a. Tujuan yang ingin dicapai oleh anak dalam mengikuti kegiatan belajar dalam inklusi antara lain adalah: 1) Berkembangnya kepercayaan pada diri anak, merasa bangga pada diri sendiri atas prestasi yang diperolehnya. 2) Anak dapat belajar secara mandiri, dengan mencoba memahami dan menerapkan pelajaran yang diperolehnya di sekolah ke dalam kehidupan sehari-hari. 3) Anak mampu berinteraksi secara aktif bersama teman-temannya, guru, sekolah dan masyarakat. 4) Anak dapat belajar untuk menerima adanya perbedaan, dan mampu beradaptasi dalam mengatasi perbedaan tersebut. b. Tujuan yang ingin dicapai oleh guru-guru dalam pelaksanakan pendidikan inklusi antara lain adalah: 1) Guru akan memperoleh kesempatan belajar dari cara mengajar dengan setting inklusi. 2) Terampil dalam melakukan pembelajaran kepada peserta didik yang memiliki latar belakang beragam. 3) Mampu mengatasi berbagai tantangan dalam memberikan layanan kepada semua anak. 4) Bersikap positif terhadap orang tua, masyarakat, dan anak dalam situasi beragam.
33
5) Mempunyai peluang untuk menggali dan mengembangkan serta mengaplikasikan berbagai gagasan baru melalui komunikasi dengan anak di lingkungan sekolah dan masyarakat. c. Tujuan yang ingin dicapai bagi orang tua antara lain adalah: 1) Para orang tua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana cara mendidik dan membimbing anaknya agar lebih baik dari pada di rumah, dengan menggunakan teknik yang digunakan guru di sekolah. 2) Mereka secara pribadi terlibat, dan akan merasakan keberadaanya menjadi lebih penting dalam membantu anak untuk belajar. 3) Orang tua akan merasa dihargai, merasa dirinya sebagai mitra sejajar dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas kepada anaknya. 4) Orang tua mengetahui bahwa anaknya dan semua anak yang di sekolah, menerima pendidikan yang berkualitas sesuai dengan kemampuan masing-masing individu anak. d. Tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan inklusi antara lain adalah: 1) Masyarakat akan merasakan suatu kebanggaan karena lebih banyak anak mengikuti pendidikan di sekolah yang ada di lingkungannya. 2) Semua anak yang ada di masyarakat akan terangkat dan menjadi sumberdaya yang potensial, yang akan lebih penting adalah bahwa masyarakat akan lebih terlibat di sekolah dalam rangka menciptakan hubungan yang lebih baik antara sekolah dan masyarakat.10 Adapun tujuan pendidikan inklusi menurut Raschake dan Bronson, terbagi menjadi empat yakni bagi pihak sekolah, bagi guru, dan bagi masyarakat. Lebih jelasnya sebagai berikut: a.
Bagi anak berkebutuhan khusus 1) Anak akan merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya. 2) Anak akan memperoleh bermacam-macam sumber untuk belajar dan bertumbuh.
10
Nizha, “Pendidikan Inklusi Sejarah dan http://nizhathecheerrfulgirl.blogspot.com/2014/03/pendidikan-inklusi-sejarah-tujuandan.html?m=1. Diakses 15 September 2014.
Tujuan”.
34
3) Meningkatkan harga diri anak. 4) Anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan menjalin persahabatan bersama teman sebaya. b.
Bagi pihak sekolah 1) Memperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan dalam satu kelas. 2) Mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang memiliki keunikan dan kemampuan yang berbeda satu dengan yang lainnya. 3) Meningkatkan kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa empati pada keterbatasan anak. 4) Meningkatkan kemampuan untuk menolong dan mengajar semua anak dalam kelas.
c.
Bagi guru 1) Membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan. 2) Menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. 3) Guru akan merasa tertantang untuk menciptakan metodemetode baru dalam pembelajaran dan mengembangkan kerja sama dalam memecahkan masalah. 4) Meredam kejenuhan guru dalam mengajar.
d.
Bagi masyarakat 1) Meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat. 2) Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap anggota masyarakat tentang proses demokrasi. 3) Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar anggota masyarakat.11
11
Suparjo, “Pendidikan Inklusi.” http://apsijbi2013.blogspot.com/2013/01/pendidikan-inklusi-suparjomphil_16.html. Diakses 30 September 2014.
35
Sedangkan menurut Mohammad Takdir Ilahi, tujuan pendidikan inklusi ada dua macam, yakni: a.
Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memilki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
b.
Mewujudkan
penyelenggaraan
pndidikan
yang
menghargai
keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.12 3. Karakteristik Pendidikan Inklusi Hakikat pendidikan inklusi sesungguhnya berupaya memberikan peluang sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang terbaik dan memadai demi membangun masa depan bangsa. Hal ini sesuai dengan kebijakan pendidikan inklusif, yang terterang dalam Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif yang menyatakan bahwa “sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.” Berkaitan dengan layanan penuh bagi anak berkebutuhan khusus, karakter pendidikan inklusi tentu saja sangat terbuka dan menerima tanpa
12
Mohammad Takdir Ilahi, op. cit., hlm. 39-40.
36
syarat anak Indonesia yang berkeinginan kuat untuk mengembangkan kreativitas dan ketrampilan mereka dalam satu wadah yang sudah direncanakan dengan matang. Pendidikan inklusi secara praktis berbeda dengan sisitem pendidikan sebelumnya yang terkesan memusatkan perhatian pada anak tanpa mempedulikan sistem pengajaran yang digunakan sehingga secara tidak langsung telah mengubur impian untuk mendapatkan akses dan jaminan mutu pendidikan yang sesuai dengan landasan ataupun ideologi pendidikan inklusi itu sendiri. Karakteristik pendidikan inklusi ada beberapa poin penting, yaitu sebagai berikut: a. Kurikulum yang Fleksibel Penyesuaian kurikulum dalam penerapan pendidikan inklusi tidak harus terlebih dahulu menekankan pada materi pembelajaran, tetapi yang paling penting adalah bagaimana memberikan perhatian penuh pada kebutuhan anak didik. Jika ingin memberikan materi pelajaran kepada anak berkebutuhan khusus, harus memperhatikan kurikulum apa yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Kurikulum yang fleksibel harus menjadi prioritas utama dalam memberikan kemudahan kepada mereka yang belum mendapatkan layanan pendidikan terbaik demi menunjang karir dan masa depan. Berikan pula materi yang sesuai dengan kebutuhan mereka, terutama berkaitan dengan masalah ketrampilan dan potensi pribadi mereka yang belum berkembang.
37
b. Pendekatan Pembelajaran yang Fleksibel Dalam aktivitas belajar mengajar, sistem pendidikan inklusi harus memberikan pendekatan yang tidak menyulitkan mereka untuk memahami materi pelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan. c. Sistem Evaluasi yang Fleksibel Dalam melakukan penilaian harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal pada umumnya, karena anak berkebutuhan khusus memiliki tingkat kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak normal pada umumnya sehingga memerlukan keseriusan dari seorang guru dalam melakukan penilaian. d. Pembelajaran yang Ramah Proses pembelajaran dalam konsep pendidikan inklusi harus mencerminkan pembelajaran yang ramah. Pembelajaran yang ramah bisa
membuat
anak
termotivasi
dan
terdorong
untuk
terus
mengembangkan potensi dan skill mereka sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki. Karakteristik dalam pendidikan inklusi tergabung dalam beberapa hal seperti hubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber dan evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut: a. Hubungan
38
Ramah dan hangat, contoh untuk anak tuna rungu: guru selalu berada di dekatnya dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum. Pendamping kelas( orang tua ) memuji anak tuna rungu dan membantu lainnya. b. Kemampuan Guru, peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda serta orang tua sebagai pendamping. c. Pengaturan tempat duduk Pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti, duduk berkelompok di lantai membentuk lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama sehingga mereka dapat melihat satu sama lain. d. Materi belajar Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh pembelajarn matematika disampaikan melalui kegiatan yang lebih menarik, menantang dan menyenangkan melalui bermain peran menggunakan poster dan wayang untuk pelajaran bahasa. e. Sumber Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh meminta anak membawa media belajar yang murah dan mudah didapat ke dalam kelas untuk dimanfaatkan dalam pelajaran tertentu. f. Evaluasi Penilaian, observasi, portofolio yakni karya anak dalam kurun waktu tertentu dikumpulkan dan dinilai.13
13
Mohammad Takdir Ilahi, op. cit., hlm. 42-47.
39
4. Kurikulum Pendidikan Inklusi Kurikulum merupakan komponen yang sangat penting, sebab di dalamnya bukan hanya menyangkut tujuan dan arah pendidikan saja tetapi juga pengalaman belajar yan harus dimiliki oleh setiap siswa serta bagaimana mengorganisasikan pengalaman itu itu.14 Secara sederhana, kurikulum memberikan gambaran tentang kegiatan belajar dalam suatu lembaga pendidikan. Tidak heran bila dalam kurikulum tidak sekedar dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan anak didik oleh pendidikanya, tetapi juga segala kegiatan yang menyangkut kependidikan dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak didik dalam rangka mencapai hakikat tujuan pendidikan yang sebenarnya, terutama perubahan tingkah laku yang menjadi cerminan dari kualitas anak didik yang berkepribadian luhur. Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodifikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan memepertimbangkan karakteristik dan tingkat kecerdasannya. Dalam
hal
ini
tentu
disesuaikan
dengan
kebutuhan
anak
berkebutuhan khusus sehingga kurikulum akademik dapat dipilah menjadi tiga. Pertama, anak dengan kemampuan akademik rata-rata dan di atas tinggi disiapkan kurikulum terpadu dengan kurikulum normal atau kurikulum modifikasi. Kedua, anak dengan kemampuan akademik sedang
14
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 10.
40
(di bawah rata-rata) disiapkan kurikulum fungsional/vokasional. Ketiga, anak dengan kemampuan akademik sangat rendah disiapkan kurikulum pengembangan bina diri. Juga perlu disiapkan kurikulum kompensatoris, yaitu kurikulum khusus untuk meminimalisasi barier pada setiap anak berkebutuhan khusus sebelum belajar aspek akademik. Menurut Permendiknas no. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi,
satuan
pendidikan
penyelenggaraan
pendidikan
inklusi
menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya. 15 Dalam
pembelajaran
inklusi,
model
kurikulum
bagi
anak
berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi empat, yakni: a. Duplikasi Kurikulum Yakni anak berkebutuhan khusus menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya sama dengan siswa rata-rata/reguler. Model kurikulum
ini
cocok
untuk
peserta
didik
tunanetra,
tunarungu,tunawicara, tunadaksa, dan tunalaras. Alasannya karena peserta didik tersebut tidak mengalami hambatan intelegensi, namun demikian perlu memodifikasi proses, yakni menggunakan huruf Braille, dan tunarungu menggunakan bahasa isyarat dalam penyampaiannya. b. Modifikasi Kurikulum
15
Suparjo, op. cit.
41
Yakni kurikulum siswa rata-rata/reguler disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan/potensi anak berkebutuhan khusus. c. Subtitusi Kurikulum Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata ditiadakan dan diganti dengan yang kurang lebih setara. Model kurikulum ini untuk anak berkebutuhan khusus dengan melihat situasi dan kondisinya d. Omisi Kurikulum Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu ditiadakan total, karena tidak memungkinkan bagi anak bekebutuhan khusus untuk dapat berfikir setara dengan anak rata-rata.16 Pelaksanaan pendidikan inklusi dipandang perlu untuk menguraikan komponen-komponen kurikulum. Beberapa komponen kurikulum yang sudah dimodifikasi agar sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus, antara lain sebagai berikut: a. Tujuan Tujuan kurikulum dimaksudkan untuk perkembangan tuntutan, kondisi, dan kebutuhan masyarakat dan disadari oleh pemikiranpemikiran yang sesuai dengan nilai-nilai filosofis. b. Materi atau Bahan Ajar Untuk mencapai tujuan mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki
16
Sepucuk Tunas Bangsa, “Kurikulum dan Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)”. http://sepucuktunasbangsa.blogspot.in/2011/01/kurikulum-dan-pendidikan-inklusifbagi.html?m=1. Diakses, 1 Oktober 2014.
42
inteligensi di atas normal, materi di dalam kurikulum sekolah reguler dapat diperluas dan diperdalam dan ditambah materi baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting untuk anak berbakat. Sementara untuk anak berkebtuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit. Demikian pula untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lalmban belajar atau tuna garahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitan seperlunya atau bahkan dihilangkan bagian tertentu. c. Strategi pembelajaran Ditinjau dari proses pembelajaran, strategi pembelajaran ada dua, yaitu: 1) perencanaan pembelajaran hendaknya dibuat berdasar hasil asesmen dan dibuat bersama antara guru kelas dan guru khusus dalam bentuk program pembelajaran individual. 2) pelaksanaan pembelajaran lebih mengutamakan metode pembelajaran kooperatif dan partisipatif, memberi kesempatan yang sam dengan siswa lain, menjadi tanggung jawab bersama dan dilaksanakan secara kolaborasi antara guru khusus dan guru kelas, serta dengan menggunakan media, sumber daya, dan lingkungan yang beragam sesaui dengan keadaan. d. Media pembelajaran
43
Penggunaan media sebagai perantara dalam proses pembelajaran memiliki nilai dan fungsi yang amat berharga bagi terciptanya iklim pembelajaran yang kondusif. Melalui penggunaan media anak didik dilatih untuk memperkuat kepekaan dan keterampilan secara optimal dengan ditopang oleh motivasi guru. e. Evaluasi kurikulum Penilaian kurikulum dimaksudkan untuk melihat atau menaksir keefektifan
kurikulum
yang
digunakan
oleh
guru
dalam
mengaplikasikan kurikulum tersebut.17 5. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Inklusi Evaluasi pembelajaran bagi peserta didik berarti kegiatan menilai proses dan hasil belajar, bagi yang berupa kegiatan kurikuler, ko-kurikuler, maupun ekstrakurikuler. Penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan dan prestasi belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Begitupula
penilaian
sebagaimana
disebutkan
dalam
pasal
Permendiknas tersebut, adalah: a.
Penilaian hasil belajar bagi peserta didik pendidikan inklusi mengacu pada jenis kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
17
Mohammad Takdir Ilahi, op. cit., hlm 172-177
44
b.
Peserta didik yang mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan standar nasional pendidikan atau di atas standar nasional pendidikan wajib mengikuti Ujian Nasional.
c.
Peserta didik yang berkebutuhan khusus dan mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di bawah standar pendidikan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
d.
Peserta didik yang menyelesaikan dan lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidika mendapatkan ijaah yang blankonya dikeluarkan oleh pemerintah.
e.
Peserta didik yang berkebutuhan khusus menyelesaikan pendidikan berdasarkan kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan di bawah standar nasional pendidikan mendapatkan Surat Tanda Tamat Belajar yang blankonya dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang brsangkutan.
f.
Peserta didik yang memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat atau jenjang yang lebih tinggi pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau satuan pendidikan khusus.
45
B. Model Pendidikan Inklusi 1. Pengertian Model Pendidikan Inklusi Model adalah contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.18 Model adalah rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi.19 Jadi model adalah bentuk dari suatu konsep yang akan dihasilkan sesuai dengan keinginan. Pendidikan inklusi pada dasarnya memiliki dua model. Pertama yaitu model inklusi penuh (full inclusion). Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual dalam kelas reguler. Kedua yaitu model inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull out dengan bantuan guru pendamping khusus. Model lain misalnya dikemukakan oleh Brent Hardin dan Marie Hardin. Brent dan Maria mengemukakan model pendidikan inklusif yang mereka sebut inklusi terbalik (reverse inclusive). Dalam model ini, peserta didik normal dimasukkan ke dalam kelas yang berisi peserta didik berkebutuhan khusus. Model ini berkebalikan dengan model yang pada umumnya memasukkan peserta didik berkebutuhan khusus ke dalam kelas yang berisi peserta didik normal. 18
Meity Taqdir Qodratilah, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar (Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2011), hlm. 326. 19 http://id.wikipedia.org/wiki/Model. Diakses, 22 September 2014.
46
Model inklusi terbalik agaknya menjadi model yang kurang lazim dilaksanakan. Model ini mengandaikan peserta didik berkebutuhan khusus sebagai peserta didik dengan jumlah yang lebih banyak dari peserta didik normal. Dengan pengandaian demikian seolah sekolah untuk anak berkebutuhan khusus secara kuantitas lebih banyak dari sekolah untuk peserta didik normal, atau bisa juga tidak. Model pendidikan inklusi seperti apapun tampaknya tidak menjadi persoalan berarti sepanjang mengacu kepada konsep dasar pendidikan inklusi. Model
pendidikan
inklusi
yang diselenggarakan
pemerintah
Indonesia yaitu model pendidikan inklusi moderat. Pendidikan inklusi moderat yang dimaksud yaitu pendidikan inklusi yang memadukan antara terpadu dan inklusi penuh. Model moderat ini dikenal dengan model mainstreaming. Model pendidikan mainstreaming merupakan model yang memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja.Filosofinya tetap pendidikan inklusi, tetapi dalam praktiknya anak berkebutuhan khusus disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Melihat kondisi dan sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia, model pendidikan inklusi lebih sesuai adalah model yang mengasumsikan bahwa inklusi sama dengan mainstreaming. Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut :
47
a. Kelas Reguler Penuh Model kelas reguler penuh yaitu anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama. b. Kelas Reguler dengan Cluster Cara ini bebeda dengan model yang petama, yaitu anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus. c. Kelas Reguler dengan Pull Out Anak berkebutuhan khusus dalam model ini, belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. d. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out Yaitu anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktuwaktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing khusus. e. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian Cara atau model ini adalah dengan mengelompokkan anak berkebutuhan khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
48
f. Kelas Khusus Penuh di Sekolah Reguler Yang dimaksud model kelas khusus penuh di sekolah reguler adalah anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler. Berikut adalah gambaran model pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus, adalah sebagai berikut:20 1. Kelas Reguler / Inklusi Penuh X X
X X X X
X X
X X X X X X
X X
X X X X
X X
X X
X Y X Y
X Y X Y
X = Non ABK Y = ABK G1 = Guru Kelas / Mapel
G1
2. Kelas Reguler dengan Cluster X X
X X XY XY
X X X X
XY XY G2
X X X X
X X
X X
X X X X
X X X X
X = Non ABK Y = ABK G1 = Guru Kelas / Mapel G2 = GPK
G1
20
Subagya, “Pusat Sumber Pendidikan Khusus Peran dan Tugas Guru Pembimbing Khusus (GPK)”, Makalah yang disampaikan dalam seminar Pokja Pendidikan Inklusif Prov. Jateng yang Diselenggarakan PLB FKIP UNS, 11 Maret 2015.
49
3. Kelas Reguler dengan Pull Out X X
X X X X
X X
X X X X X X
X X
X X X X
X X
X X
X Y X Y
X Y X Y
RS YYY G2
X = Non ABK Y = ABK
G1
G1 = Guru Kelas / Mapel G2 = GPK RS = Ruang Sumber
4. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out X X
X X XY XY
YYYY
X X X X XY XY
RS G2
G2 X X
X X
X X X X
X X
X X
X X X X G1
X = Non ABK Y = ABK G1 = Guru Kelas / Mapel G2 = GPK RS = Ruang Sumber
50
5. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
YY KH
X X
X X
X X
X X X X
X X
YY
X X X X
G1 + G2
X = Non ABK Y = ABK G1 = Guru Kelas/ Mapel G2 = GPK KH = Kelas Khusus
6. Kelas Khusus Penuh di sekolah Reguler X X
X X X X
X X
X X X X X X
X X
X X X X
X X
X X
X X X X
X X X X
YY G2
KH YY
X = Non ABK G1 Y = ABK G1 = Guru Kelas/ Mapel G2 = GPK KH = Kelas Khusus
51
Dengan demikian, pendidikan inklusi seperti pada model di atas tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian anak berkebutuhan khusus dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkebutuhan khusus yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).21 2. Faktor Penghambat dan Pendukung Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi dimaknai sebagai salah satu wadah untuk mencapai ketuntasan wajib belajar sembilan tahun serta untuk efisiensi layanan pendidikan.Pelaksanaan pendidikan inklusi tentu saja ada berbagai macam faktor yang mendukung dan ada pula faktor penghambat dalam pencapaian tujuan pendidikan inklusi tersebut. Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi, antara lain sebagai berikut:
21
Asruly Wulandari. “Model dan Kuriklum Pendidikan http://asrulywulandari.wordpress,com/2013/06/05/model-dan-kurikulum-pendidikaninklusif/.Diakses 12 Sepetember 2014.
Inklusif”
52
a. Masih adanya kesulitan menyelaraskan antara standar layanan persekolahan reguler yang selama ini berjalan dan variasi kebutuhan belajar anak berkebutuhan khusus. b. Sekolah belum mampu menyediakan program yang tepat, bagi anak berkebutuhan khusus dengan kondisi kecerdasan di bawah rata-rata (tunagrahita). c. Belum ada sistem evaluasi hasil belajar, baik normatif dan sumatif yang tepat sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. d. Kurangnya
sarana
dan
sumber
belajar
asesabilitas
untuk
mengakomodasi kebutuhan mobilitas dan belajar anak berkebutuhan khusus. e. Belum semua guru reguler memiliki kompetensi memberikan layanan anak berkebutuhan khusus dan masih minimnya guru khusus di sekolah inklusif, meskipun bukan suatu keharusan (identik) antara sekolah khusus dan sekolah inklusi. f. Belum seluruh warga sekolah memiliki kesepemahaman tentang pendidikan inklusi dan layanan anak berkebutuhan khusus. g. Masih adanya anggapan keberadaan anak berkebutuhan khusus akan mempengaruhi ketuntasan hasil belajar akhir tahun, akibatnya anak berkebutuhan khusus dipindahkan di SLB menjelang ujian. h. Layanan inklusi masih belum menyatu dalam sistem dan iklim sekolah sehingga ada dua label siswa anak berkebutuhan khusus dan reguler.
53
i. Belum semua pengambil kebijakan termasuk bidang pendidikan memahami tentang sistem inklusi. j. Secara pengelolaan pelaksanaan pendidikan inklusi kurang dipersiapkan dengan komprehensif. k. Belum optimalnya penyediaan bahan ajar sesuai kebutuhan anak berkebutuhan khusus.22 Menilik banyaknya faktor penghambat dalam praktik pendidikan inklusi tersebut menunjukkan masih perlunya penataan dan pembenahan yang lebih komprehensif. Pendidikan inklusi merupakan agenda besar yang melibatkan banyak pihak yang berkaitan dengan diri anak sampai dengan lingkungannya. Dalam pelaksanaannya pendidikan inklusi adalah program yang merespon perbedaan individu yang melibatkan keseluruhan tatanan dan proses yang tersedia bagi setiap siswa, dan bukannya terpisah dari mereka. Pendidikan inklusi yang berhasil untuk anak berkebutuhan khusus membutuhkan perubahan mulai dari tataran paragdimatis hingga pada tataran operasional. Keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusi pastinya dipengaruhi oleh faktor-faktor penting yang mendukungnya, antara lain sebagai berikut: a. Fleksibilitas Kurikulum (Bahan Ajar) Kurikulum merupakan salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi
22
Mohammad Takdir Ilahi, op. cit., hlm. 131.
54
pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolak ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan. Kurikulum meniscayakan adanya keselarasan tujuan dan program yang dijalankan berjalan simultan. Tujuan yang hendak dicapai setidaknya telah tergambar dalam program yang tertuang di setiap kurikulum sehingga mencerminkan harmonisasi terget pencapaian yang saling melengkapi satu sama lain. Komponen-komponen penting kurikulum yang sudah dimodifikasi yang menentukan masa depan belajar anak berkebutuhan khusus, yaitu: 1) Tujuan 2) Materi atau Bahan Ajar 3) Strategi Pembelajaran 4) Media Pembelajaran 5) Evaluasi Kurikulum b. Tenaga Pendidik (Guru) Faktor penentu keberhasilan pendidikan inklusi yang tidak kalah pentingnya adalah adanya tenaga pendidik atau guru yang profesional dalam bidangnya masing-masing untuk membina dan mengayomi anak berkebutuhan khusus c. Lingkungan dan Penyelenggara Sekolah Inklusi Banyak faktor pendukung yang berkaitan dengan lingkungan, diantaranya peran orang tua, sekolah khusus (SLB), dan pemerintah.
55
Peran orang tua sangat menentukan bagi peningkatan motivasi dan kepercayaan diri anak agar tetap tidak putus asa dalam menjalani kehidupan. Pemerintah juga berperan penting dalam menentukan pelaksanaan pendidikan inklusi. Pemerintah dituntut untuk membantu dalam
merumuskan
kebijakan-kebijakan
internal
sekolah,
meningkatkan kualitas guru dan tenaga kependidikan melalui berbagai latihan di bidang inklusi, menyediakan guru khusus, menyediakan subsidi berupa anggaran bantuan khusus dan dalam pengadaan media, alat,
dan
sarana
khusus
yang
diperlukan
sekolah,
program
pendampingan, monitoring dan evaluasi program, maupun dalam sosialisasi ke masyarakat luas. d. Sarana-Prasarana Sarana dan prasarana merupakan faktor penting dalam pelaksanaan pendidikan inklusi. Sarana dan prasarana hendaknya disesuaikan dengan tuntutan kurikulum (bahan ajar) yang telah dikembangkan. Sarana dan prasarana berkaitan langsung dengan ruang kelas, perpustakaan, ruang bimbingan dan konseling (BK), dan ruang multimedia. e. Evaluasi Pembelajaran Evaluasi pembelajaran dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus seperti yang terkutip dalam pasal 7 sampai 9 Permendiknas nomor 70 tahun 2009 bahwa, satuan penyelenggara pendidikan inklusi menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan
56
yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat. Komponen pendukung dan penentu keberhasilan sekolah inklusi khususnya pembelajaran di kelas yaitu guru, sarana, dan prasarana belajar, sebisa mungkin perlu dipersiapkan dan dikondisikan agar anak berkebutuhan khusus tidak diperlakukan diskriminatif. Efektivitas keberhasilan program pembelajaran pada program pendidikan inklusi ini sangat ditentukan oleh dukungan semua pihak termasuk keselarasan pandangan terhadap anak berkebutuhan khusus, antar pemerintah, guru, dan masyarakat.23
23
Ibid., hlm. 167-187.