BAB II METODE PENELITIAN
2.1 Tempat danWaktuPenelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015 2.2Bahan-bahan 2.2.1 Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tempuyung yang diperoleh di JL. Marelan VII Pasar I Tengah, Lingkungan V Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan dan JL. Raya Medan Berastagi, Berastagi. 2.2.2 Pereaksi Akuademineralisata, asam nitrat 65% b/v, larutan baku besi 1000 µg/ml, larutan baku kalium 1000 µg/ml, larutan baku kalsium 1000 µg/ml, larutan baku natrium 1000 µg/ml. 2.3 Alat-alat Spektrofotometer Serapan Atom Hitachi Z-2000 lengkap dengan Lampu katoda besi, kalium, kalsium dan natrium, neraca analitik (AND GF-200), hot plate (FISONS), alat tanur (Nabertherm), blender, kertas saring, krus porselen, spatula, desikator dan alat – alat gelas (Pyrex).
4
Universitas Sumatera Utara
2.4 Identifikasi Sampel Identifikasi tanaman tempuyungdilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI, Bogor. 2.5 Pembuatan Pereaksi 2.5.1 Larutan HNO3 (1:1) Sebanyak 500 ml larutan HNO3 65% b/v diencerkan dengan 500 ml akua demineralisata (Herlich, 1990) 2.6 Prosedur Penelitian 2.6.1 Penyiapan Sampel Daun tempuyung pada bunga putih dan bunga kuning, dicuci dengan air mengalir, ditiriskan dan diangin-anginkan lalu dipotong kasar dan dihaluskan dengan menggunakan blender. 2.6.2 Proses Destruksi Kering Sampel yang telah dihaluskan ditimbang seksama sebanyak ± 10 g dalam krus porselen, dipanaskan di atas hot plate sampai kering dan mengarang. Diabukan di tanur dengan temperatur awal 100o C dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 500o C dengan interval 25o C setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 72 jam dan dibiarkan dingin (Helrich, 1990). 2.6.3 Pembuatan LarutanSampel Hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO3 (1:1) kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga larutan menjadi bening. Hasilnya dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan krus porselen dibilas dengan akua demineralisata sebanyak 3 kali. Dicukupkan volumenya dengan akua demineralisata hingga garis tanda, lalu disaring dengan kertas Whatman N0. 42 dengan membuang 5 ml filtrat pertama,
5
Universitas Sumatera Utara
kemudian filtrat selanjutnya ditampung didalam botol kaca. Larutan ini digunakan untuk analisis kuantitatif (Helrich, 1990). Perlakuan yang sama diulang sebanyak 6 kali untuk masing-masing sampel. 2.6.4 AnalisisKuantitatif 2.6.4.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium Larutan baku kalsium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 10 µg/mL). Larutan untuk kurva kalibrasi dibuat dengan memipetlarutan baku 10 µg/mL sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0 mL, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata masing-masing konsentrasinya 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 µg/mL dan diukur pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala udaraasetilen. 2.6.4.2 Pembuatan KurvaKalibrasiKalium Larutan baku kalium (1000 µg/mL) dipipet sebanyak 1 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 10µg/mL). Larutan untuk kurva kalibrasi dibuat dengan memipet larutan baku 10 µg/mL sebanyak 2,5; 4,0; 5,5; 7,0; dan 8,5mL, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata masing-masing konsentrasinya 0,5; 0,8; 1,1; 1,4 dan 1,7µg/mL dan diukur pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udaraasetilen.
6
Universitas Sumatera Utara
2.6.4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium Larutan baku kalsium (1000 µg/mL) dipipet sebanyak 5 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 50µg/mL). Larutan untuk kurva kalibrasi dibuat dengan memipetlarutan baku 50 µg/mL sebanyak 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; dan 3 mL, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata masing-masing konsentrasinya 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 dan 3,0 µg/mL dan diukur pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udaraasetilen. 2.6.4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi Larutan baku besi (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (konsentrasi 50 µg/ml). Larutan untuk kurva kalibrasi dibuat dengan memipetlarutan baku 50 µg/mLsebannyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 dan 5,0 mL, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata masing-masing konsentrasinya 2,0; 4,0; 6,0; 8,0 dan 10,0 µg/mL dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 248,3 nm dengan nyala udaraasetilen. 2.6.5 Penetapan Kadar Mineral dalamSampel 2.6.5.1 Penetapan Kadar Natrium Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai
7
Universitas Sumatera Utara
garis tanda (Faktor pengenceran = 50 ml/0,5 ml = 100 kali). Lalu
diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan di atur metodenya dimana penetapan kadar natrium dilakukan pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. 2.6.5.2 Penetapan Kadar Kalium Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,25 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan akuademineralisata sampai garis tanda (Faktor pengenceran = 100 ml/0,25 ml = 400 kali). Lalu diukur absorbansi dari masing-masing larutan sampel dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. 2.6.5.3 Penetapan Kadar Kalsium Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,25 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (Faktor pengenceran = 25 ml/0,25 ml = 100 kali). Lalu
diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan di atur metodenya dimana penetapan kadar kalsium dilakukan pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium.
8
Universitas Sumatera Utara
Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. 2.6.5.4 Penetapan Kadar Besi Larutan sampel diukur absorbansi dari masing-masing larutan sampel dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 248 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Kadar natrium, kalium,kalsium, dan besi dalam sampel dapat dihitung dengan rumus: Kadar Logam (µg/g) =
Konsentrasi (μg⁄mL) ×Volume (mL) ×Faktor pengenceran
2.6.6 Analisis Data Secara Statistik
Berat sampel (g)
2.6.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan Menurut Sudjana (2005), kadar natrium, kalium, kalsium dan besi yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik dengan metode standar deviasi menggunakan rumus sebagai berikut : �
∑�Xi- X� SD = � n-1
2
Keterangan : Xi = Kadar sampel 𝑋𝑋� = Kadar rata-rata sampel
Untuk mengetahui data ditolak atau diterima dilakukan uji-t yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
t hitung = �
� Xi- X � SD⁄√n 9
Universitas Sumatera Utara
dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan tingkat kepercayaan 99%, 𝛼𝛼 = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan rumus : Kadar, μ= ��� X ± �t(α⁄2,dk) × SD⁄√n�
� = Kadar rata-rata sampel Keterangan : X SD = Standar deviasi
dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) = Tingkat kepercayaan n = Jumlah pengulangan 2.6.6.2 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Antar Sampel Menurut Sudjana (2005), sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan varians (σ) tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah varians kedua populasi sama (σ1 = σ 2) atau berbeda (σ1 ≠σ 2) dengan menggunakan rumus: F0 =
𝑆𝑆12 𝑆𝑆22
Keterangan : F0 = Beda nilai yang dihitung S1 = Standar Deviasi sampel 1 (mg/100 g) S2 = Standar Deviasi sampel 2 (mg/100 g) Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus: to =
(𝑋𝑋1− 𝑋𝑋2 )
𝑆𝑆𝑆𝑆 �1/𝑛𝑛 1 + 1/𝑛𝑛 2
� 1 = kadar rata-rata sampel 1 (mg/100 g) Keterangan : X � 2 = kadar rata-rata sampel 2 (mg/100 g) X 10
Universitas Sumatera Utara
Sp = simpangan baku (mg/100 g) n1 = jumlah pengulangan sampel 1 n2 = jumlah pengulangan sampel 2 Dan jika Fo tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji distribusi t dengan rumus: to =
(𝑋𝑋1− 𝑋𝑋2 )
𝑆𝑆𝑆𝑆 �𝑆𝑆12 /𝑛𝑛 1 + 𝑆𝑆22 /𝑛𝑛 2
� 1 = kadar rata-rata sampel 1 (mg/100 g) Keterangan : X � 2 = kadar rata-rata sampel 2 (mg/100 g) X
Sp = simpangan baku (mg/100 g)
n1 = jumlah pengulangan sampel 1 n2 = jumlah pengulangan sampel 2 S1 = Standar Deviasi sampel 1 (mg/100 g) S2 = Standar Deviasi sampel 2 (mg/100 g) Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang diperoleh melewati nilai kritis t, dan sebaliknya. 2.6.7 Validasi Metode Analisis 2.6.7.1 Uji Perolehan Kembali (Recovery) Kecermatan atau akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar
11
Universitas Sumatera Utara
mineral dalam sampel setelah penambahan larutan baku dengan konsentrasi tertentu (Ermer, 2005). Larutan baku yang ditambahkan yaitu : 1,6 ml larutan baku natrium (konsentrasi 1000 µg/ml), 9,8 ml larutan baku kalium (konsentrasi 1000 µg/ml), 1,2 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 0,1 ml larutan baku besi (konsentrasi 1000 µg/ml). Sampel daun tempuyung yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama sebanyak 10 gram, lalu ditambahkan 1,6 ml larutan baku natrium (konsentrasi 1000 µg/ml), 9,8 ml larutan baku kalium (konsentrasi 1000 µg/ml), 1,2 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 0,1 ml larutan baku besi (konsentrasi 1000 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Prosedur pengukuran uji perolehan kembali dilakukan sama dengan prosedur penetapan kadar dalam sampel. Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini: Persen Perolehan Kembali=
Keterangan :
𝐶𝐶𝐹𝐹− 𝐶𝐶𝐴𝐴 𝐶𝐶𝐴𝐴∗
𝑥𝑥 100%
CA = Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku (µg/g) CF=
Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku (µg/g)
C*A= Kadar larutan baku yang ditambahkan (µg/g) 2.6.7.2 Simpangan Baku Relatif Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara
12
Universitas Sumatera Utara
berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan. Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah sebagai berikut: RSD = SD × 100% X
−
Keterangan :
X
= Kadar rata-rata sampel (µg/g)
SD
= Standar Deviasi (µg/g)
RSD
= Relative Standard Deviation
2.6.7.3 Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation) Menurut Harmita (2004), batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sebaliknya batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 𝑆𝑆𝑆𝑆
Simpangan baku � �= � 𝑋𝑋 Batas Deteksi (LOD) =
∑(𝑌𝑌−𝑌𝑌𝑌𝑌)2 𝑆𝑆𝑆𝑆
𝑛𝑛−2
3𝑥𝑥� 𝑋𝑋 � 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
Batas Kuantitasi (LOQ) =
𝑆𝑆𝑆𝑆
10 𝑥𝑥� 𝑋𝑋 � 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
13
Universitas Sumatera Utara