4
BAB II DASAR TEORI
2.1 Mekanisme Penyinaran Sinar-X Sinar-X yang dipancarkan dari sistem pembangkit sinar-X merupakan pancaran foton dari interaksi elektron dengan inti atom di anoda. Pancaran foton tiap satuan luas disebut penyinaran atau exposure. Foton yang dihasilkan dari sistem pembangkit sinar-X dipancarkan
ketika elektron menumbuk anoda. Beda tegangan
antara katoda dan anoda menetukan besar energi sinar-X, juga mempengaruhi pancaran sinar-X. Dilihat dari spektrumnya sinar-X dibedakan menjadi 2 yaitu sinar-X kontinyu dan sinar-X karasteristik. Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek. Hal ini dipertegas dengan penelitian Friedsish dan Knipýing pada tahun 1912, yang mengemukakan bahwa panjang gelombang sinar-X sama dengan sinar ultraviolet (
?
= 10-8 cm ) yaitu gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang yang pendek (Van Der Plassts, 1972). Interaksi dengan materi terjadi bila sinar-X ditembakkan pada suatu bahan. Sinar-X yang ditembakkan mempunyai energi yang lebih tinggi sehingga mampu mengeksitasi elektron-elektron dalam atom sasarannya. 2.2 Pembentukan Sinar-X Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm C. Rontgen pada tahun 1895 dari universitas Worzburg jerman. Penemuan ini berawal dari pemberian beda potensial antara katoda dan anoda hingga beberapa kilovolt pada tabung sinar-X. Perbedaan potensial yang besar ini mampu menimbulkan arus elektron sehingga elektron-elektron yang dipancarkan akibat pemanasan
filamen akan dipercepat
menuju target dalam sebuah tabung hampa udara. Gambar 2.1 berikut ini adalah gambar skema tabung Sinar-X (Hoxter,1982).
Universitas Sumatera Utara
5
Gambar 2.1 Skema tabung sinar-X (Hoxster,1982) Keterangan gambar: 1. Katoda
4. Keping wolfarm
7. Anoda
2. Filamen
5. Ruang hampa
8. Diapragma
3. Bidang fokus
6. Selubung
9. Berkas sinar guna
Prinsip kerja dari pembangkit sinar-X dapat dijelaskan sebagai berikut, beda potensial yang diberikan antara katoda dan anoda menggunakan sumber yang bertegangan tinggi. Produksi sinar-X
dihasilkan dalam suatu tabung berisi suatu
perlengkapan yang diperlukan untuk menghasilkan sinar-X yaitu bahan penghenti atau sasaran dan ruang hampa. Elektron bebas terjadi karena emisi dari filamen yang dipanaskan. dengan sistem fokus, elektron bebas yang dipancarkan terpusat menuju anoda. Gerakan elektron ini akan dipercepat dari katoda menuju anoda bila antara katoda dan anoda diberi beda potensial yang cukup besar. Gerakan elektron yang berkecepatan tinggi dihentikan oleh suatu bahan yang ditempatkan pada anoda. Tumbukan antara elektron dengan anoda ini menghasilkan sinar-X, pada tumbukan antara elektron dengan sasaran akan ada energi yang hilang. Energi ini akan diserap oleh sasaran dan berubah menjadi panas sehingga bahan sasaran akan mudah memuai. Untuk menghindarinya bahan sasaran dipilih yang berbentuk padat. Bahan yang biasa digunakan sebagai anoda adalah platina, wolfram, atau tungsten.
Universitas Sumatera Utara
6
Untuk menghasilkan energi sinar-X yang lebih besar, tegangan yang diberikan ditingkatkan sehingga menghasilkan elektron dengan kecepatan yang lebih tinggi. Dengan demikian energi kinetik yang dapat diubah menjadi sinar-X juga lebih besar.
2.3 Radiografi Sinar-X \
Radiografi sinar-X adalah ilmu yang mempelajari citra suatu objek yang
diradiasi dengan sinar-X. Bila sinar-X dilewatkan pada suatu objek, maka sebagian radiasi yang ada akan diteruskan sehingga citra objek dapat direkam pada film. Satuan yang biasa digunakan untuk penyinaran radiografi adalah Rontgen, disingkat R. Satu Rontgen dapat diartikan sebagai sejumlah sinar-X agar menghasilkan ion- ion yang membawa muatan satu statcoulomb tiap centimeter kubik diudara dengan suhu nol derajat celsius pada tekanan 760 mmhg.
(2.1)
Satu Rontgen dari radiasi foton mempunyai energi rata-rata antara 0.1 Mev sampai 3.0 Mev yang mampu menghasilkan dosis serap sebesar 0.96 rad. Dengan demikian dapat dikatakan imenghasilkan dosis sebesar 1 rad. Jadi,
1 R = 1 rad
Keluaran sistem generator sinar-X dipengaruhi oleh arus listrik, waktu penyinaran, besarnya potensial dan jarak target. Secara matematis dapat dinyatakan dengan persamaan :
Keluaran =
k (I .t )(V ) 2 d2
(2.2)
Dengan, k
= konstanta penyinaran
I
= arus tabung
t
= waktu penyinaran
V
= Potensial tabung sinar-X
d
= jarak target terhadap sumber radiasi
Universitas Sumatera Utara
7
Potensial (kV), Arus (mA) dan waktu (t) mempengaruhi densitas bayangan. Pemilihan potensial (kV) yang terlalu rendah akan menyebabkan penyinaran yang diberikan tidak mampu menghasilkan densitas pada film. Sedangkan pemilihan potensial (kV) yang terlalu tinggi akan menimbulkan gambar film yang buruk sehingga informasi yang diperlukan hilang (kabur). Waktu penyinaran digunakan untuk menentukan lamanya penyinaran. Hal ini terutama dimaksudkan untuk mengurangi ketidaktajaman gambar yang dihasilkan di film karena gerakan objek yang diambil. Dengan waktu penyinaran yang minimal dapat digunakan untuk mengontrol densitas rata-rata bayangan. Bila waktu penyinaran yang dipilih ditingkatkan atau diperbesar akan mengakibatkan gambar yang dihasilkan di film menjadi kurang tajam. Hal ini terjadi bila ada faktor gerakan dari objek yang diradiasi. Hubungan antara variasi waktu penyinaran dengan potensial dapat dinyatakan dengan persamaan:
mAs1 kV2 = mAs 2 kV1
4
(2.3)
Dengan, mA s1, s2
: arus listrik yang diberikan :
waktu penyinaran
kV1 , kV2 : potensial yang diberikan
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 2.2 : Distribusi Radiasi Sinar-X Gambar 2.2 menunjukkan adanya pengurangan intensitas sinar-X . Radiasi sinar-X dipancarkan dari fokus tabung sinar-X dalam arah garis lurus. Pancaran itu kemudian didistribusikan dalam Jarak yang semakin besar. Hal ini menyebabkan intensitas sinar-X itu menjadi berkurang dengan perbandingan kuadrat jarak. Bila jarak yang diberikan diperbesar menjadi dua kalinya, maka intensitasnya berkurang menjadi seperempatnya, dan bila jaraknya diperbesar tiga kali lipat maka intensitasnya berkurang menjadi sepersembilan dari intensitas semula. Hubungan antara waktu penyinaran dengan jarak sumber radiasi ke film dinyatakan dengan persamaan:
mAs1 d12 = mAs2 d 2 2
(2.4)
Dengan , mA
: arus listrik yang diberikan
s1 , s2
: waktu penyinaran
d1 , d2 : jarak sumber radiasi ke film Dari persamaan (2.3) dan (2.4) dapat dinyatakan hubungan antara potensial dan jarak sumber radiasi:
d12 kV2 = d 22 kV1
4
(2.5 )
Universitas Sumatera Utara
9
Dengan , d1 , d2
: jarak sumber radiasi ke film
kV1, kV2 : potens ial yang diberikan
Gambar 2.3 : Kurva karakteristik film
Gambar 2.3 adalah Perubahan Log Penyinaran Mempengaruhi Densitas Film (Daerah 1). Pengaruh yang terjadi pada daerah ini sangat kecil. Densitas pada daerah ini disebabkan oleh adanya basic fog (densitas latar belakang) yang dimiliki setiap film. Pada daerah 2 (daerah toe), terjadi peningkatan log penyinaran. Densitas bertambah secara perlahan. Daerah ini menunjukkan efek penyinaran. Pada daerah 2-3 (straight- line part), densitas meningkat secara linier terhadap log penyinaran. Kemiringannya merupakan gradien film. Gradien film menyatakan kontras film. Kontras film merupakan kemampuan film untuk membedakan densitas yang disebabkan oleh dua penyinaran yang hampir sama. Secara matematis dapat dinyatakan dengan persamaan:
Dengan , tg α
: gradien film
D1 , D2
:
densitas hasil penyinaran
Universitas Sumatera Utara
10
E1 , E2 : penyinaran ( J/m2 ) Pada daerah 3-4 (daerah shoulder), densitas meningkat dengan intensitas penyinaran yang sangat tinggi.
2.4 Pengaruh Faktor Eksposi Terhadap Hasil Radiografi 2.4.1 Pengaruh Tegangan Tabung Terhadap Hasil Radiograf Tegangan tabung merupakan faktor yang dominan dalam penentuan tingkat energi sinar-X yang dihasilkan guna menembus objek yang akan diperiksa, sehingga akan berpengaruh pada variasi tingkat energi radiasi sinarX yang ditangkap oleh radiograf. Variasi tingkat energi tersebut dapat memberikan perbedaan nilai intensitas radiasi sinar-X objek satu dengan objek lainnya sehingga timbul kontras pada gambaran radiograf. Nilai kontras di radiograf merupakan perbedaan nilai densitas satu dengan yang lain dan dalam jarak yang berdekatan (D1 – D2 ). Semakin tinggi besar tegangan tabung yang diberikan dapat mengurangi nilai kontras. Hal itu disebabkan oleh semakin banyaknya intensitas sinar-X yang diterima oleh radiograf sehingga variasi kehitaman pada radiograf akan menurun. Perubahan tegangan tabung akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kua litas sinar-X. Dengan menggambarkan pancaran radiasi sinar-X bersifat radial kesegala arah, maka Intensitas radiasi sebanding dengan kuadrat tegangan tabung yang dirumuskan sebagai berikut (Marshal 1944) : I αV 2
(2.7)
Dengan I menyatakan Intensitas Sinar- X, V tegangan antara anoda dan katoda, α adalah lambang equivalen. 2.4.2 Pengaruh Arus Tabung (mA) Dan Waktu Eksposi (s) Terhadap Radiograf Besarnya arus tabung dan waktu eksposi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perubahan densitas pada film dengan semua variabel yang lain tetap (Carrol, 1985). Kuantitas dari Sinar-X yang diterima oleh radiograf menyebabkan timbulnya rentang atau range densitas yang berbedabeda pada radiograf.
Universitas Sumatera Utara
11
Densitas tidak hanya dikatakan sebagai suatu derajat kehitaman yang terjadi pada film ) Rontgen, tetapi densitas merupakan perhitungan numerik (angka) yang dapat dihitung jika diketahui derajat cahaya insiden dan nilai cahaya transmisi yang melewati film (Bushong, 2001). Dua pertimbangan yang mendasar mengenai densitas ditunjukkan dengan logaritma adalah perhitungan logaritma tepat untuk menunjukkan perbedaan angka yang lebar dengan skala angka kecil, sedangkan alasan yang lain adalah pertimbangan super posisi nilai densitas. Apabila film superposisi maka nilai densitas adalah penjumlahan dari densitas yang dihasilkan sehingga dapat diilustrasikan bahwa intensitas cahaya awal adalah 1000 dan mengenai lapisan emulsi film pertama akan mendapatkan densitas 1 dengan menyerap cahaya 90% dan selanjutnya mengenai emulsi film kedua yang menghasilkan nilai densitas 2 sehingga nilai densitas total adalah 3. Kuantitas sinar-X juga ditentukan oleh jumlah elektron persatuan waktu dari katoda ke anoda yang mencapai atom target dan dinamakan sebagai kuat arus tabung. Dengan menaikkan arus tabung dapat meningkatkan jumlah elektron yang tertumbuk ke anoda sehingga jumlah foton sinar-X yang dihasilkan akan semakin banyak. Intensitas sinar-X yang terbentuk sebanding dengan besarnya arus tabung (Marshal, 1944)
I merupakan intensitas sinar-X,
adalah lambang ekuivalen, dan i
menyatakan besar arus tabung (jumlah elektron persatuan waktu yang dihasikan pada anoda). Hubungan antara arus tabung (mA) dan waktu eksposi (s) terhadap densitas, oleh karena itu apabila terjadi peningkatan terhadap nilai arus tabung menjadi dua kali mA semua, maka dilakukan penurunan waktu eksposi menjadi setengahnya untuk menghasilkan nilai densitas yang sama (Carrol, 1985).
Universitas Sumatera Utara
12
2.4.3 Pengaruh Jarak Antar Tabung dan Image Reseptor (FFD) terhadap hasil Radiografi Pengaruh jarak terhadap penyinaran pada image reseptor adalah berbanding terbalik dengan kuadratnya. FFD turut berperan terhadap intensitas yang diteruskan sampai dengan ke image reseptor tetapi tidak berpengaruh terhadap kualitas radiasi sinar-X yang dipancarkan (Bushong, 2001) Intensitas sinar-X yang terbentuk oleh image reseptor berbanding terbalik dengan jarak pangkat dua. Hubungan perubahan intensitas dengan perubahan jarak image receptor dikenal sebagai hukum kuadrat jarak terbalik, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut (Marshall, 1944) :
I1α
Dimana, I 0 merupakan intensitas
I0 2 d
2.9
awal, I1 intensitas intensitas setelah
pertambahan jarak , α adalah lambang ekuivalen, dan d menyatakan perubahan jarak image reseptor terhadap sumber sinar-X. Dengan demikian semakin panjang jarak yang diberikan maka intensitas sinar-X yang diterima reseptor akan berkurang dan mengakibatkan penurunan nilai densitas pada radiograf tersebut. 2.5 Interaksi Sinar-X Dengan Materi Interaksi sinar-X dengan materi akan terjadi bila sinar-X yang dipancarkan dari tabung dikenakan pada suatu objek.
Sinar-X
yang terpancar merupakan
panjang gelombang elektromagnetik dengan energi yang cukup besar. Gelombang elektromagnnetik ini dinamakan foton. Foton ini tidak bermuatan listrik dan merambat menurut garis lurus. Bila sinar-X mengenai suatu objek, akan terjadi interaksi antara foton dengan atom-atom dengan objek tersebut. Interaksi ini menyebabkan foton akan kehilangan energi yang dimiliki oleh foton. Besarnya energi yang diserap tiap satuan massa dinyatakan sebagai satuan dosis serap, disingkat Gray. Dalam jaringan tubuh manusia, dosis serap dapat diartikan sebagai adanya 1 joule energi radiasi yang diserap 1 kg jaringan tubuh (BATAN). 1 gray =1 joule / kg
Universitas Sumatera Utara
13
Interaksi radiasi dengan materi tergantung pada energi radiasi, Jika berkas sinar-X melalui bahan akan terjadi proses utama yakni:
2.5.1 Efek foto listrik Dalam proses foto listrik energi foton diserap oleh atom yaitu elektron, sehingga elektron tersebut dilepaskan dari ikatannya dengan atom. Elektron yang keluar dari atom disebut foto elektron. Peristiwa efek foto listrik ini terjadi pada energi radiasi rendah (E < 1 MeV ) dan nomor atom besar.
Gambar 2.4 : Efek Foto listrik (Krane K, 1992)
Bila foton mengenai elektron dalam suatu orbit dalam atom, sebagian energi foton (Q) digunakan untuk mengeluarkan elektron dari atom dan sisanya dibawa oleh elektron sebagai energi kinetik nya. Seluruh energi foton dipakai dalam proses tersebut: E = hf = Q +Ek
(2.4)
Universitas Sumatera Utara
14
Denga n, Q = energi ikat elektron, Ek = energi kinetik E = energi (joule) F = frekwensi (hertz) h = konstanta plank (6,627 x 10-34 J.s)
2.5.2 Efek Compton Penghamburan compton merupakan suatu tumbukan lenting sempurna antara sebuah foton dan sebuah elektron bebas. Dimana foton berinteraksi dengan elektron yang dianggap bebas (tenaga ikat elektron lebih kecil dari energi foton datang), seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.5 : Penghamburan compton: suatu tumbukan lenting sempurna antara sebuah foton dan sebuah elektron (Beiser, 2003). Dalam suatu tumbukan antara sebuah foton dan elektron bebas maka tidak mungkin semua energi foton dapat dipindahkan ke elektron jika momentum dan energi dibuat kekal. Hal ini dapat diperlihatkan dengan berasumsi bahwa reaksi semakin dimungkinkan. Jika hal itu memang benar, maka menurut hukum kekekalan semua energi foton diberikan kepada elektron dan didapatkan:
E = mc2
(2.5)
Universitas Sumatera Utara
15
Menurut hukum kekekalan momentum, semua momentum foton (p) harus dipindahkan ke elektron, jika foton tersebut menghilang:
p=
E = mv c
(2.6)
Dengan, E = energi (Joule) m = massa (Kg) c = Kecepatan cahaya (m/dtk) p = momentum ? = kecepatan elektron (m/dtk)
2.5.3
Produksi pasangan Sebuah foton yang energinya lebih dari 1.02 MeV. Pada saat bergerak dekat
dengan sebuah inti, secara spontan akan menghilang dan energinya akan muncul kembali sebagai suatu positron dan elektron seperti yang digambarkan berikut:
Gambar 2.6 : Proses pembentukan pasangan, dimana foton berubah menjadi energi positron dan elektron (Beiser, 2003) 2.6 Sifat-Sifat Fisik Sinar-X
Universitas Sumatera Utara
16
Sinar-X merupakan gelombang elektromgnetik dengan panjang gelombang 0,01-10 Å, sehingga sinar-X mempunyai daya tembus sangat besar. Dalam radiodiagnostik biasanya digunakan sinar-X dengan panjang gelombang 0,1-1 Å, yang terdiri dari sinar-X kontinyu dan sinar-X diskret (curry,dkk,1990). Sebagai radiasi elektromagnetik, sinar-X mempunyai beberapa sifat fisis, yaitu: daya tembus, pertebaran (hamburan), penyerapan (absorbsi), efek fotografi, pendar fluor (fluorosensi) dan efek biologi.
Gambar 2.7 : Spektrum radiasi elektromagnetik
1. Daya Tembus Sinar-X dapat menembus bahan dengan daya tembus sangat besar dan digunakan unuk radiografi. Semakin tinggi tegangan tabung sinar-X yang digunakan serta semakin rendah nomor atom suatu benda maka daya tembus sinar-X akan semakin besar.
Universitas Sumatera Utara
17
2. Hamburan. Apabila sinar-X melewati suatu bahan/zat,
maka berkas tersebut
bertebaran kesegala arah. Hal ini dapat mengakibatkan tampak pengaburan kelabu secara menyeluruh pada citra radiograf dari film. 3. Penyerapan (Absorbsi Radiasi) Sinar-X dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau ketebalan/volume/kepadatannya atau makin besar nomor atomnya , makin besar pula penyerapannya. 4. Efek Fotografi Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak mbromida) setelah diproses secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap. 5. Fluorosensi Sinar-X dapat
menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium
tungsten (Zine sulfida) memendarkan cahaya (luminisensi) jika bahan tersebut dikenai sinar-X. 2.7
Faktor-Faktor Yang Menentukan Intensitas Sinar-X Faktor-faktor yang memengaruhi intensitas Sinar-X yang dihasilkan dari suatu
pemaparan atau disebut faktor eksposi adalah tegangan tabung, Arus tabung, jarak fokus ke film, waktu eksposi. 2.7.1
Tegangan Tabung Tegangan tabung sinar-X atau beda potensial antara anoda dengan katoda
Selain menentukan energi maximum sinar-X yang dihasilkan, juga menentukan paparan sinar-X.(Sprawls,1987). Gambar berikut ini adalah gambar spektrum sinar-X dengan tegangan tabung yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
18
Gambar 2.8 Spektrum sinar-X pada tegangan tabung yang berbeda (Sprawls,1987).
Paparan sinar-X kira-kira sebanding dengan faktor pangkat dua dari besarnya tegangan tabung yang digunakan (Meredith, 1977). Dengan kata lain jika tegangan tabung atau energi sinar-X dinaikkan dua kali lipat maka paparan sinar-X akan menjadi empat kalinya sehingga daya tembusnya semakin besar. Hubungan antara tegangan tabung dengan intensitas dapat dilihat pada persamaan 2.1 berikut ini:
I1 V1 ∝ I 2 V2
2
(2.1)
Dengan V1 adalah tegangan tabung awal (Volt),V2 adalah tegangan tabung akhir (Volt), I1 adalah Intensitas awal, I2 adalah Intensitas sinar-X akhir. Penambahan tegangan tabung akan menambah jumlah pancaran radiasi dari target atau meningkatkan intensitas radiasi yang dipancarkan (Chesney,1980). Pemilihan tegangan tabung (V) yang terlalu rendah akan menyebabkan penyinaran yang diberikan tidak mampu menghasikan densitas pada film sedangkan pemilihan tegangan tabung yang terlalu tinggi akan menimbulkan radiograf yang buruk sehingga informasi yang diperlukan hilang (kabur).
Universitas Sumatera Utara
19
Tegangan (V) antara anoda dengan
katoda menunjukkan kecepatan dari
elektron-elektron, semakin besar kecepatan elektron menumbuk anoda maka semakin besar pula energi yang terkonversi ke dalam energi sinar-X (Meredith,1977).
Paparan = i . t (v2 )
2
(2.2)
d
Dengan i adalah arus tabung dan t adalah waktu penyinaran, v adalah tegangan tabung sinar-X dan d adalah jarak target terhadap sumber radiasi (cm). 2.7.2 Arus Tabung Arus tabung didefenisikan sebagai jumlah elektron persatuan waktu yang bergerak dari katoda ke anoda. Paparan sinar-X yang terjadi sebanding dengan besarnya arus tabung (Merredith,1977) Hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut:
I1 i1 ∝ I2 i2
(2.3)
Dengan I1 adalah intensitas sinar-X awal, I2 adalah intensitas sinar-X akhir, i adalah kuat arus (Ampere). 2.7.3
Jarak Fokus Ke Film (FFD) Jarak fokus ke film (FFD) adalah jarak antara titik tumbuk sinar-X (fokus)
dengan letak film radiograf. Perubahan pada FFD akan selalu berakibat pada perubahan nilai paparan sinar-X yang mencapai film, karena intensitas sinar-X berbanding terbalik dengan jarak (invers square law). Apabila d merupakan jarak dari fokus ke film maka paparan sin-X dapat dituliskan menjadi (Chesney,1989).
I1 d2 ∝ 2 I 2 d1
2
(2.4)
Universitas Sumatera Utara
20
2.7.4
Waktu Exposi (dalam menit) Waktu exposi menunjukkan lamanya penyinaran, semakin lama waktu
penyinaran semakin besar sinar-X yang dihasilkan. 2.8
Paparan Paparan adalah parameter dosis radiasi yang diatur pada pesawat Rontgen .
Satuannya adalah (Rontgen). Keluaran tabung sinar-X mempunyai nilai kV, mA dan waktu eksposi yang bervariasi, untuk dapat membandigkan keluaran tabung sinar-X biasanya dengan menentukan perbandingan antara paparan dengan hasil kali arus dan waktu (mR/mAs). Keluaran hasil kali arus dengan waktu (mAs) terhadap tabung dapat diukur pada dua lokasi, di udara dan di bawah phantom. Pengukuran jauh lebih efektif dalam udara terhadap perubahan kecil pada keluaran tabung sinar-X (phantom akan menyaring sejumlah keluaran sinar-X). Namun perbandingan pengeluaran paparan dengan hasil kali kuat arus dengan waktu (mR/mAs) tidak menyediakan informasi spesifik mengenai setiap perubabahan keluaran yang mungkin terjadi seperti perubahan tegangan tabung dan kuat arus tabumg (kV, mA), kalibrasi pewaktu meskipun kesimpulan kesimpulan bisa dibuat. Perbandingan keluaran paparan dengan hasil kali kuat arus dengan waktu (mR/mAs) merupakan cara cepat untuk evaluasi linieritas/repetabilitas pembangkit arus sinar-X. 2.9
Densitas Densitas merupakan derajat kehitaman dari suatu radiograf. Kehitaman yang
dihasilkan berhubungan langsung dengan banyaknya paparan yang diterima film sinar-X atau penerangan cahaya yang berasal dari intensifying screen, sehingga densitas atau derajat kehitaman radiografi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut (Bushong dkk, 1998):
D = log
I0 Ii
(2.5)
Dengan D adalah densitas pada film, I0 adalah intesitas sinar-X mula-mula yang datang pada film, I1 adalah intensitas sinar-X yang diteruskan. Densitas diukur menggunakan suatu alat yang dinamakan densitometer. Alat ini menggunakan suatu berkas sinar yang secara langsung sistem optiknya memperlihatkatkan intensitas sinar yang dipancarkan dalam bentuk densitas. Densitas
Universitas Sumatera Utara
21
yang terjadi pada suatu film dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis film, energi radiasi, jumlah paparan dan kondisi pemerosesan (Curry, 1990). 2.10 Linearitas dan Repeatabilitas Meskipun pengukuran-pengukuran perbandingan keluaran paparan dengan kuat arus
dan waktu (mR/mAs) hanyalah metode yang digunakan untuk
menyimpulkan pengujian kalibrasi kuat arus (mA), pengukuran-pengukuran perbandingan keluaran paparan dengan kuat arus kali waktu (mR/mAs) dapat digunakan dalam hal lain, misalkan penentu
kemampuulangan (repeatabilitas).
Kemampuulangan , yaitu kemampuan pembangkit untuk memproduksi eksposi yang sama untuk teknik yang sama. Sering kali ahli teknologi ingin mengurangi waktu eksposi misalkan, untuk anak kecil atau orangtua yang tidak dapat menahan nafasnya dan harus menaikkan kuat arus (mA) secara proporsional agar dapat bekerja dengan baik. Meskipun mAs yang sama dapat dipilih, keluaran sinar-X pada tabung dapat berbeda dan radiograf yang dihasilkan tidak memuaskan. Hal ini benar jika planel mA tertinggi dipakai. Pengujian linieritas menetukan
keluaran
tabung sinar-X, yang menggunakan
perbandingan keluaran paparan dengan kuat arus dan waku (mR/mAs), untuk berbagai kombinasi planel timer dan kuat arus (mA). Kecuali jika keluaran di jaga dalam toleransi yang ketat, sangatlah tidak mungkin untuk menukarkan kombinasi kuat arus dan waktu, meski pada kuat arus yang sama dan menghasilkan radiograf dengan kwalitas konsisten. Biro kesehatan Radiologi
standard Amerika (menjadi acuan internasional)
mensyaratkan bahwa peralatan sinar-X baru harus dapat menjaga linearitas 10 % dari satu arus tabung (planel mA) ke arus tabung lainnya dan untuk pesawat Rontgen yang lama harus dapat menjaga lineritas 25% dari pesawat baru (Gray, 1983). Ini berarti pada pesawat rontgen baru jika pembangkit sinar –X mempunyai enam planel mA sangat mungkin untuk mendapatkan linieritas 50% dan masih memenuhi peraturan internasional bahwa linieritas dapat dijaga pada 10% terhadap keseluruhan jangkauan kerja pembangkit. Tegangan tabung (kV) dan linieritas hanyalah sebagian masalah dalam pengujian pembangkit sinar-X. Jika pembangkit tidak dapat diulang, selanjutnya pengujian tegangan tabung ( kV) optimal dan linieritasnya menjadi hal yang tidak
Universitas Sumatera Utara
22
penting. Kemampu-ulangan keluaran dari tabung tidak akan sama jika kita membuat dalam satu barisan dalam satu teknik. Namun sebuah pembangkit haruslah repeatable dalam batas yang masuk akal, setiap
saat dilakukan perubahan teknik dan lalu
kembali lagi pada kV, mA dan waktu eksposi yang sama . Hal ini khususnya menjadi masalah saat pembangkit bertambah umur dan komponen mekaniknya mulai aus. Mungkin ditemukan pembangkit yang sama tuanya dan juga sama barunya yang dapat mendekati pengaturan kV yang diinginkan dari arah yang sama tiap waktu, misalkan untuk mendapatkan 80 kV. Dalam banyak pembangkit, masalah ini tidak dapat dikoreksi. Dengan evaluasi dari pembangkit sinar-X, dapat memastikan bahwa peralatan telah teruji dengan tepat dan dapat lebih mampu mendiagnosa masalahmasalah yang sebelumnya berjalan yang tidak tepat. Disamping itu beberapa masalah yang tidak mudah dikoreksi (pembangkit baru mungkin jadi penyelesaian) dapat diidentifikasi dan itu memungkinkan pembangkit bekerja pada daerah yang bemasalah tersebut.
Universitas Sumatera Utara