BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Struktur Modal Sebuah
perusahaan
dalam
menjalankan
aktivitas
usahanya
membutuhkan dana yang sangat besar, baik untuk produksi maupun untuk investasi. Kebutuhan dana ini tidak dapat sepenuhnya dipenuhi menggunakan modal sendiri. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan peminjaman dana ke pihak lain ataupun melakukan penundaan pembayaran beberapa kewajiban. Hutang yang dimiliki oleh perusahaan harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menambah beban bagi perusahaan yang pada akhirnya nanti dapat menyebabkan kerugian. Rasio hutang dalam sebuah laporan keuangan menunjukan seberapa besar asset yang dibiayai dengan hutang. Rasio ini menekankan kepada peran penting pendanaan hutang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh pendanaan hutang (Horne dan Wachowicz, 2009). Dengan mengetahui seberapa besar persentase hutang yang dimiliki, perusahaan dapat mencegah terjadinya gagal bayar. Menurut Sugiarto (2009) struktur modal perusahaan merupakan bagian dari struktur keuangan perusahaan yang mengulas tentang cara perusahaan mendanai aktivanya, dengan demikian terkait fungsi mendapatkan dana dari manajemen keuangan. Pernyataan bahwa struktur modal merupakan bagian 9
dari struktur keuangan perusahaan didasarkan pada cakupan struktur keuangan perusahaan menggambarkan bagaimana cara perusahaan mendanai aktivanya, baik dengan hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang, ataupun modal pemegang saham. Sumber dana perusahaan baik yang bersumber dari internal maupun ekternal akan terangkum dalam struktur modal perusahaan. Secara umum struktur modal yang optimal suatu perusahaan adalah kombinasi dari hutang dan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Berdasarkan penelitian Safrida (2008) bahwa struktur modal dan pertumbuhan perusahaan secara bersama-sama berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan dan penurunan perubahan total aktiva perusahaan akan meningkatkan harga per lembar saham terhadap ekuitas per lembar saham ketika perusahaan mengurangi penggunaan hutang dan meskipun penurunan perubahan total aktiva perusahaan, perusahaan masih mampu memperoleh dana di pasar modal untuk melakukan investasi sehingga nilai pasar per lembar saham terhadap ekuitas per lembar saham akan meningkat. Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, perusahaan sebaiknya menganalisis sejumlah faktor terlebih dahulu baru kemudian menetapkan suatu struktur modal sasaran. Sasaran ini dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu, manajemen sebaiknya memiliki struktur modal yang spesifik. Jika pada kenyataannya rasio hutang ternyata berada di bawah tingkat sasaran, ekspansi modal biasanya akan dilakukan
10
dengan menerbitkan hutang, sedangkan jika rasio hutang berada diatas tingkat sasaran, biasanya ekuitas yang akan diterbitkan Menurut Brigham & Houston (2011) ada empat faktor utama yang mempengaruhi keputusan struktur modal yaitu yang pertama, risiko bisnis atau risiko yang inheren dengan operasi risiko jika perusahaan tidak mengunakan hutang, semakin tinggi risiko bisnis perusahaan maka semakin rendah rasio hutang optimalnya. Yang kedua, dari posisi perpajakan perusahaan, salah satu alasan utama menggunakan hutang adalah bunganya yang dapat menjadi pengurang pajak yang selanjutnya akan mengurangi biaya hutang efektif. Akan tetapi jika sebagian besar laba telah dilindungi dari pajak maka tarif pajaknya akan rendah sehingga tambahan hutang mungkin tidak akan begitu menguntungkan lagi dibandingkan jika perusahaan memiliki tarif pajak efektif yang lebih tinggi. Faktor ketiga adalah fleksibiltas keuangan atau kemampuan untuk memperoleh modal dengan persyaratan yang wajar dalam kondisi yang buruk. Potensi kebutuhan dana dimasa depan maupun konsekuensi dari kekurangan dana
akan
mempengaruhi
sasaran
struktur
modal,
semakin
tinggi
kemungkinan kebutuhan modal dimasa mendatang, dan semakin buruk konsekuensi dari kekurangan dana maka neraca perusahaan harus semakin kuat. Dan faktor yang keempat adalah keagresifan manajemen, faktor ini tidak memiliki pengaruh pada struktur modal optimal yang sebenarnya tetapi ia memang akan mempengaruhi sasaran struktur modal perusahaan. Keempat faktor tersebut akan sangat mempengaruhi sasaran struktur modal, namun
11
kondisi operasi juga dapat menyebabkan struktur modal actual berbeda dari sasaran. Masih dalam bukunya Brigham & Houston (2011) dijelaskan ada beberapa teori mengenai struktur modal antara lain adalah sebagai berikut: 1. Modigliani-Miller (MM) Theory a. Teori MM tanpa pajak Teori struktur modal modern dimulai pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Merton Miller (teori MM) menerbitkan salah satu artikel keuangan. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan, dengan kata lain cara sebuah perusahaan dalam mendanai operasinya dengan hutang tidak akan berarti apa – apa, sehingga struktur modal adalah suatu hal yang tidak relevan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan Houston, 2011) yaitu: 1) Tidak terdapat agency cost. 2) Tidak ada pajak. 3) Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan. 4) Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan. 5) Tidak ada biaya kebangkrutan. 6) Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang. 7) Para investor adalah price-takers.
12
8) Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua preposisi yang dikenal sebagai preposisi MM tanpa pajak, antara lain: Preposisi I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang. Implikasi dari preposisi I ini adalah struktur modal dari suatu perusahaan tidak relevan, perubahan struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan dan weighted average cost of capital (WACC) perusahaan akan tetap sama tidak dipengaruhi oleh bagaimana perusahaan memadukan hutang dan modal untuk membiayai perusahaan. Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat apabila perusahaan melakukan atau mencari pinjaman dari pihak luar. Risk of the equity bergantung pada resiko dari operasional perusahaan (business risk) dan tingkat hutang perusahaan (financial risk). Brealey, Myers dan Marcus (2008) menyimpulkan dari teori MM tanpa pajak ini yaitu tidak membedakan antara perusahaan berhutang atau pemegang saham berhutang pada saat kondisi tanpa pajak dan pasar yang sempurna. Nilai perusahaan tidak bergantung pada struktur modalnya.
Dengan
kata
lain,
manajer
keuangan
tidak
dapat
meningkatkan nilai perusahaan dengan merubah proporsi hutang dan ekuitas yang digunakan untuk membiayai perusahaan.
13
b. Teori MM dengan pajak Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak. Dalam teori MM dengan pajak ini terdapat dua preposisi yaitu: Preposisi I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang. Implikasi dari preposisi I ini adalah pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus persen hutang. Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham. Implikasi dari preposisi II ini adalah penggunaan hutang yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat). Teori MM tersebut sangat controversial, implikasi teori tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya.
14
Dalam praktiknya, tidak ada perusahaan yang mempunyai hutang sebesar itu, karena semakin tinggi tingkat hutang suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan kebangkrutannya. Inilah yang melatarbelakangi teori MM mengatakan agar perusahaan menggunakan hutang
sebanyak-banyaknya,
karena
MM
mengabaikan
biaya
kebangkrutan. 2. Static Trade off Theory Model static trade off ini menjelaskan bahwa perusahaan akan memiliki struktur modal yang optimal berdasarkan adanya keseimbangan (trade-off) antara manfaat (benefit) dan biaya (costs) yang diperoleh dari penggunaan hutang. Menurut static trade off theory yang diungkapkan oleh Myers (2008), perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress). Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan. Static trade off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap
15
biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress). Static trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka tradeoff antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Penelitian yang pernah dilakukan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa perusahaanperusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat static trade-off theory. Static trade-off theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang. Dan juga dalam dunia nyata, perusahaan jarang menggunakan hutang 100 persen karena perusahaan mau membatasi hutangnya untuk menjaga biaya – biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan tetap rendah. 3. Pecking Order Theory Teori pecking order menunjukkan urutan pendanaan dimulai dari laba ditahan, hutang dan penerbitan saham (ekuitas) pada urutan terakhir. Laba ditahan adalah sumber internal, sedangkan hutang dan ekuitas adalah sumber dana eksternal. Teori ini didasarkan argumentasi bahwa penggunaan laba ditahan lebih aman dibandingkan sumber dana eksternal.
16
Penggunaan sumber dana eksternal melalui hutang hanya digunakan jika kebutuhan investasi lebih tinggi dari sumber dana internal. Teori pecking order menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang profitable umumnya meminjam dalam jumlah sedikit, tetapi bukan berarti perusahaan tersebut tidak memerlukan pendanaan eksternal. Perusahaan yang kurang profitable akan cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena dana internal tidak cukup dan hutang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai. Menurut Myers (2008), dalam pecking order theory dinyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah. Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004) terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu : a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan. b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang
17
paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa. c. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran dividen yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi. d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan dividen yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil. Tetapi dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kebijakan pendanaan untuk aktivitas usaha bersumber dari internal maupun eksternal yang akan terangkum dalam struktur modal perusahaan, maka
18
akan dijelaskan lebih lanjut mengenai sumber dari eksternal
yaitu
hutang dan dan efek dari berhutang akan muncul beban bunga. B. Pengertian Hutang Hutang sering disebut juga sebagai kewajiban, dalam pengertian sederhana dapat diartikan sebagai kewajiban keuangan yang harus dibayar oleh perusahaan kepada pihak lain. Kewajiban merupakan hutang untuk mendapatkan pendanaan yang membutuhkan pembayaran di masa depan dalam bentuk uang, jasa atau
asset lainnya. Kewajiban atau
liabilities
merupakan klaim pihak luar atas aset dan sumber daya perusahaan kini dan masa depan. ( John J.Wild, 2010). Menurut walter T.harirson (2011) Kewajiban adalah kewajiban untuk membayar suatu individu atau organisasi. Suatu hutang selalu merupakan kewajiban. Jenis kewajiban yang paling umum diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Hutang usaha, merupakan lawan langsung dari piutang usaha. De beers berjanji untuk membayar hutang yang berasal dari pembelian persediaan secara kredit atau dari tagihan utilitas yang ada di akun hutang usaha. 2. Wesel bayar, kebalikan wesel tagih, yang mencakup jumlah yang harus dibayar De beers karena De beers menandatangani promes untuk membayar sejumlah tertentu dimasa mendatang 3. Kewajiban akrual, adalah kewajiban atas suatu beban yang belum anda bayar, contohnya hutang bunga, hutang gaji, hutang pph.
19
Untuk menentukan suatu transaksi sebagai hutang atau bukan sangat tergantung pada kemampuan untuk menafsirkan transaksi atau kejadian yang menimbulkannya, seperti yang dikemukakan pada buku Chariri dan Ghozali (2007), yang meyebutkan bahwa hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang mungkin terjadi di masa yang mendatang yang mungkin timbul dari kewajiban sekarang dari suatu entitas untuk menyerahkan asset atau memberikan ke entitas lain dimasa mendatang sebagai akibat transaksi di masa lalu. Kewajiban pendanaan merupakan seluruh bentuk pendanaan kredit seperti wesel bayar jangka panjang dan obligasi, pinjaman jangka pendek dan sewa. Kewajiban operasi merupakan kewajiban yang timbul dari operasi seperti kreditor perdagangan, kredit yang ditangguhkan, dan kewajiban pensiun. Kewajiban umumnya dilaporkan lancar atau tidak lancar biasanya didasarkan pada kapan kewajiban tersebut jatuh tempo dalam waktu 1 tahun atau tidak. ( John J.Wild, 2010). Rudianto, (2009) berpendapat bahwa hutang adalah kewajiban untuk membayar kepada pihak lain sejumlah uang barang / jasa di masa mendatang akibat transaksi di masa lalu. Hutang di neraca menunjukan bahwa sebagian dari harta kekayaan yang dimiliki perusahaan berasal dari pinjaman pihak lain di masa lalu. Untuk dapat dikelompokan sebagai hutang, suatu kewajiban harus mempunyai
beberapa kriteria yaitu
jumlah nominal jelas, pihak
penerima jelas, dan berdasarkan transaksi yang telah terjadi di masa lalu.
20
Pengelompokan hutang berdasarkan jenis aktivitas transaksi atau yang menjadi penyebab munculnya hutang contohnya adalah hutang usaha, hutang bank, wesel bayar, obligasi atau surat hutang, hutang dividen, hutang pajak. Sedangkan berdasarkan jangka waktu jatuh temponya terdiri dari hutang jangka pendek, yaitu hutang yang harus dilunasi dalam tempo 1 tahun, contohnya hutang dagang, hutang dividen, hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo. Dan yang kedua adalah hutang jangka panjang yaitu hutang yang jatuh temponya lebih dari 1 atau 5 atau lebih dari itu, misalnya hutang obligasi, dan wesel bayar. Kewajiban biasanya diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang, hal ini merupakan cara untuk mengetahui hutang mana yang akan mempengaruhi perusahaan dalam jangka waktu yang lama (Carol Costa, 2007). Berikut merupakan penjelasannya : 1. Hutang Jangka Panjang Total hutang didalam neraca menunjukkan besarnya modal pinjaman yang digunakan dalam operasional perusahaan. Modal pinjaman ini dapat berupa hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang, tetapi pada umumnya hutang jangka panjang jauh lebih besar dibandingkan dengan hutang jangka pendek. Kewajiban tidak lancar atau jangka panjang merupakan kewajiban jatuh temponya tidak dalam 1 tahun atau 1 siklus operasi, mana yang lebih panjang. Kewajiban tidak lancar beragam bentuknya dan penilaian serta pengukurannya memerlukan pengungkapan atas seluruh batasan dan 21
ketentuan. Pengungkapan meliputi pula jaminan, persyaratan penyisihan dana pelunasan, dan provisi kredit berulang. Perusahaan harus mengungkapkan default atas provisi kewajiban, termasuk untuk bunga dan pembayaran kembali pokok pinjaman (John J.Wild, 2010). Menurut Sundjaja dkk (2007), hutang jangka panjang merupakan salah satu dari bentuk pembiayaan jangka panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun, biasanya 5 – 20 tahun. Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka (pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan obligasi (hutang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi, dalam surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan manajemen sehingga memilih untuk menggunakan hutang menurut Sundjaja dkk (2007) adalah dikarenakan biaya hutang itu terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar, jumlah bunga yang dibayarkan besarnya tetap, hasil yang diharapkan lebih rendah daripada saham biasa, tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan memakai hutang, pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat mengurangi pajak, dan fleksibilitas dalam struktur keuangan dapat dicapai dengan memasukkan peraturan penebusan dalam perjanjian obligasi.
22
Investor lebih memilih menanamkan investasi dalam bentuk hutang jangka panjang karena beberapa pertimbangan. Menurut Sundjaja dkk (2007), pemilihan investasi dalam bentuk hutang jangka panjang dari sisi investor didasarkan pada beberapa hal berikut: a) Hutang dapat memberikan prioritas baik dalam hal pendapatan maupun likuidasi kepada pemegangnya. b) Mempunyai saat jatuh tempo yang pasti. c) Dilindungi oleh isi perjanjian hutang jangka panjang (dari segi risiko). d) Pemegang memperoleh pengembalian yang tetap (kecuali pendapatan obligasi). Hutang jangka panjang menurut Carol Costa (2007) merupakan jumlah pokok pinjaman yang harus diangsur yang pembayarannya dilakukan setiap bulan dalam periode waktu yang panjang. Menurut Rudianto (2009) hutang jangka panjang biasa muncul karena adanya kebutuhan dana untuk pembelian tambahan aktiva tetap, menaikan jumlah modal kerja permanen, beli perusahaan lain, atau mungkin juga untuk melunasi hutang – hutang yang lain. Berdasarkan definisi dan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hutang jangka panjang merupakan pinjaman yang diperoleh perusahaan dari pihak ketiga atau kreditor, yang jatuh temponya lebih dari satu tahun, dan dilunasi dengan sumber-sumber yang bukan dari aktiva lancar, serta jumlah hutang jangka panjang tersebut tidak boleh melebihi jumlah modal sendiri.
23
2. Hutang Jangka Pendek Kadang kala perusahaan meminjam uang dalam jangka pendek untuk kegiatan operasi perusahaan yang biasa disebut dengan hutang (kewajiban) jangka pendek atau lancar. Carol Costa (2007) mengatakan kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban lancar yaitu hutang yang harus dibayar dalam waktu sebulan atau 2 bulan, dan biasanya tidak lebih dari setahun dan semua transaksi yang tercatat dalam akun ini diharapkan dapat dibayar dalam 30 hari. Kewajiban lancar atau jangka pendek merupakan kewajiban yang pelunasannya memerlukan penggunaan aset lancar atau
munculnya
kewajiban lancar lainnya. Periode yang diharapkan untuk menyelesaikan kewajiban adalah periode mana yang lebih panjang antara 1 thn dan 1 siklus operasi perusahaan. Terdapat dua jenis kewajiban lancar. Jenis pertama timbul dari aktivitas operasi meliputi hutang pajak, pendapatan diterima dimuka, uang muka, hutang usaha, dan beban operasi akrual lain,y seperti hutang gaji. Jenis kedua adalah kewajiban lancar timbul dari aktivitas pendanaan, meliputi pinjaman jangka pendek, bagian hutang jangka panjang yang jatuh tempo dan hutang bunga ( John J.Wild, 2010 ) Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hutang jangka pendek adalah kewajiban yang akan jatuh tempo dalam waktu kurang dari satu tahun atau siklus operasi normal perusahaan dan harus dilunasi dengan menggunakan aktiva lancar, serta kewajiban tersebut
24
berdasarkan transaksi yang telah terjadi. Hutang jangka pendek terdiri dari sebagai berikut : a) Hutang dagang, adalah hutang yang timbul karena adanya pembelian barang secara kredit. b) Hutang wesel, adalah hutang yang disertai dengan janji tertulis (yang diatur dengan undang-undang) untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu pada waktu tertentu di masa yang akan datang. c) Hutang pajak berlaku untuk perusahaan yang bersangkutan maupun pajak pendapatan karyawan yang belum disetorkan ke kas negara. d) Biaya Yang Masih harus Dibayar, adalah biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya. e) Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah sebagian (seluruh) hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka pendek, karena harus segera dilakukan pembayaran. f) Penghasilan yang diterima dimuka (Defered Revenue), adalah penerimaan uang yang untuk penjualan barang/jasa yang belum direalisir. C. Pengertian Beban Bunga Beban adalah pengorbanan yang harus dikeluarkan atau yang terjadi selama melaksanakan kegiatan usaha untuk memperoleh pendapatan. Beban dapat dibedakan atas beban usaha dan beban lain-lain. Beban bunga termasuk dalam beban lain-lain. Secara umum beban bunga merupakan sejumlah uang
25
yang dibayarkan sebagai kompensasi terhadap apa yang dapat diperoleh dari penggunaan hutang. Menurut Statement of Financial Accounting Standard Board no. 34 (FASB Statement no. 34) beban bunga adalah meliputi beban bunga yang diakui atas hutang-hutang atau kewajiban-kewajiban yang mempunyai tarif bunga eks-plisit dan bunga hipotetis atas kewajiban-kewajiban tertentu. Pada butir 7 dari statement tersebut menyatakan bahwa tujuan kapitalisasi bunga adalah untuk memperoleh suatu ukuran harga perolehan yang lebih teliti dalam menggambarkan total investasi perusahaan pada aktiva dan untuk membebankan biaya yang berhubungan dengan pemilikan sumbersumber yang akan bermanfaat pada periode yang akan datang di mana sumber tersebut dimanfaatkan untuk memperoleh penghasilan. Pada butir 8, masih dari statement tersebut menyatakan bahwa pada prinsipnya beban bunga dapat dikapitalisasi untuk semua aktiva yang memerlukan periode waktu tetentu agar aktiva tersebut berada dalam keadaaan siap pakai. Kapitalisasi bunga ke dalam harga perolehan aktiva perlu mempertimbangkan segi kepraktisannya. Jika manfaat informasi dari kapitalisasi bunga tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tambahan biaya akuntansi dan administrasi dalam memeroleh informasi maka beban bunga tersebut tidak perlu dikapitalisasi. Dalam FASB tidak dijelaskan bagaimana perlakuan bunga untuk kegiatan rutin tersebut. Dalam prakteknya, biasanya beban bunga untuk kegiatan rutin disajikan dalam laporan rugi-laba sebagai elemen biaya di luar
26
usaha atau biaya keuangan. Jika ditinjau dari segi kesatuan akuntansi, perlakuan beban bunga tersebut mengikuti teori proprietorship yang memandang semua penghasilan dan biaya memiliki posisi yang sama, yaitu sebagai penambah atau pengurang modal pemilik. Modifikasi dari teori ini dilakukan dengan memisahkan beban bunga menjadi bagian dari biaya di luar usaha atau biaya keuangan. Tetapi jika dipandang dari teori entity, beban bunga yang timbul dari kegiatan rutin maupun bukan rutin bukanlah elemen biaya tetapi adalah distribusi laba atau biaya modal yang diberikan kepada kreditur sebagai pihak yang menyerahkan dana. Jadi, prinsipnya sama dengan dividen yang dibayarkan kepada pemilik yang juga menyerahkan dananya kepada perusahaan. Hutang jangka panjang umumnya digunakan oleh perusahaan untuk pengadaan aktiva tetap. Oleh karena itu timbul masalah apakah beban bunga atas hutang jangka panjang dapat dikapitalisasi sebagai harga perolehan aktiva tetap. Dalam FASB Statement No. 34 butir 6 menyatakan bahwa harga perolehan historis untuk memperoleh suatu aktiva termasuk di dalamnya adalah harga perolehan yang terjadi untuk menjadikan aktiva tersebut dalam kondisi dan lokasi seperlunya sehingga siap digunakan. Jika suatu aktiva memerlukan jangka waktu tertentu untuk melaksanakan berbagai aktivitas dalam rangka aktiva tersebut berada pada kondisi dan lokasi yang diinginkan, beban bunga yang terjadi selama jangka waktu sebagai akibat adanya pengeluaran untuk aktiva tersebut adalah bagian dari harga perolehan historis pemilikan aktiva tersebut.
27
D. Pengertian Kinerja Keuangan dan Pengukuran Kinerja Keuangan Pada umumnya, pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran–ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Menurut Irham Fahmi (2011) Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan
telah
melaksanakan
dengan
menggunakan
aturan-aturan
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja keuangan perusahaan merupakan gambaran mengenai hasil operasi perusahaan yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan dalam periode tertentu, dan pada dasarnya merupakan cerminan dari kinerja manajemen pada periode tersebut. (Widiastuti Pratidina, 2011). Penilaian terhadap kinerja perusahaan diperlukan karena kinerja merefleksikan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dananya. Penilaian kinerja juga mutlak diperlukan mengingat risiko dan jumlah dana yang diinvestasikan oleh investor sangatlah signifikan. Pengukuran kinerja keuangan mempunyai arti yang penting bagi pengambilan keputusan baik bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan. Laporan keuangan merupakan alat yang dijadikan acuan penilaian untuk meramalkan kondisi keuangan, operasi dan hasil usaha perusahaan. Penilaian kinerja keuangan perusahaan harus didasarkan pada data keuangan yang dipublikasikan yang dibuat sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan yang berlaku. Analisis rasio keuangan bertujuan untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan (Mardiyanto, 2009) dan untuk megukur kemampuan 28
perusahaan dalam menghasilkan laba jenis rasio keuangan yang digunakan adalah rasio profitabilitas. Rasio Keuangan sebagai alat ukur kinerja keuangan dalam laporan keuangan perusahaan dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk memprediksi laba bersih dan dividen pada masa yang akan datang. Cara yang digunakan untuk mendukung prediksi tersebut adalah dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan. Analisis tersebut mengkombinasikan hubungan antara komponen keuangan yang satu dengan komponen keuangan yang lain. Dalam konteks manajemen keuangan, analisis tersebut dikenal dengan analisis rasio keuangan. Analisis rasio ini berguna untuk membandingkan kinerja perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain atau membandingkan kinerja satu perusahaan pada tahun ini dengan tahun yang lainnya. Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan, para investor menggunakan rasio profitabilitas untuk dapat mengukur tingkat pengembalian yang dapat diberikan oleh perusahaan kepada investor. Dan salah satu alat ukur financial yang umum di gunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi adalah Return On Asset (ROA). Menurut Gitman ( 2009 : 68 ) ‘ROA measures the overall effectiveness of management in generating profits with its available assets”. Dari definisi tersebut memiliki pengertian bahwa ROA digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas manajemen dalam menghasilkan laba dengan pemanfaatan dari assets yang dimiliki perusahaan.
29
Menurut Brigham dan Houston (2011), Return On Asset (ROA) dihitung dengan cara membandingkan laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan total assets. Semakin besar nilai ROA, menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian
investasi
semakin
besar.
“Nilai
ini
mencerminkan
pengembalian perusahaan dari seluruh assets atau seluruh pendanaan yang diberikan pada perusahaan. Return On Asset menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang dapat diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan, karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak dan (rata-rata) kekayaan perusahaan. Rasio Return On Asset dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Return On Assets =
Laba bersih setelah pajak Total aktiva
Menurut Halsey dkk (2005) para investor menggunakan ROA untuk megukur tingkat pengembalian investasi mereka dikarenakan ROA memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah pengukuran
ROA merupakan indikator
yang komprehensif untuk melihat keadaan suatu perusahaan
berdasarkan laporan keuangan yang ada, ROA mudah dihitung dan dipahami, ROA merupakan alat pengukur prestasi manajemen yang sensitif terhadap setiap pengaruh keadaan keuangan perusahaan, ROA dapat digunakan sebagai tolok ukur prestasi manajemen dalam memanfaatkan assets yang dimiliki perusahaan untuk memperoleh laba, dan sebagai alat dalam mengevaluasi atas penerapan kebijakan-kebijakan manajemen.
30
Disamping kelebihannya tersebut ROA memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah kurang mendorong manajemen untuk menambah assets apabila nilai ROA yang diharapkan ternyata terlalu tinggi, manajemen cenderung fokus pada tujuan jangka pendek bukan pada tujuan jangka panjang, sehingga cenderung mengambil keputusan jangka pendek yang lebih menguntungkan tetapi berakibat negatif dalam jangka panjangnya.
E. Kerangka Pemikiran Sebagian besar perusahaan berdiri di atas struktur modal yang bertumpu pada hutang. Struktur modal merupakan pertimbangan antara hutang dan modal sendiri. Perusahaan perlu mencapai struktur modal yang optimal sehingga biaya modal rata-rata perusahaan dapat diminimalkan atau perusahaan dapat memaksimalkan kinerjanya. Struktur modal merupakan masalah yang sangat penting bagi perusahaan kerena mempunyai efek langsung terhadap posisi keuangan perusahaan yang pada akhirnya nanti akan mempengaruhi nilai perusahaan. Kesalahan dalam menentukan struktur modal akan berdampak luas, apabila perusahaan terlalu besar dalam menggunakan hutang, maka beban tetap yang harus ditanggung perusahaan pun
semakin besar.
Hal ini berarti akan
meningkatkan risiko finansial, yaitu risiko saat perusahaan tidak dapat membayar beban bunga atau angsuran-angsuran hutangnya Besar tidaknya angka rasio struktur modal menunjukkan besar sedikitnya jumlah hutang dari pada modal sendiri yang diinvestasikan pada
31
aktiva tetap yang digunakan untuk mendapatkan keuntungan. Semakin besar angka rasio struktur modal berarti semakin besar jumlah hutang, sehingga semakin besar bagian dari laba operasi yang akan digunakan untuk membayar beban bunga tetap, dan menambah banyak aliran kas yang dikeluarkan untuk membayar angsuran pinjaman, maka berakibat berkurangnya total laba bersih setelah pajak yang akan diterima perusahaan. Peran
hutang
dalam
pendanaan
untuk
menjalankan
operasional
perusahaan harus dapat terpenuhi agar kegiatan operasional yang dilakukan oleh perusahaan akan berjalan secara efisien, dan pada akhirnya kinerja keuangan akan semakin meningkat. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan
kerangka konseptual yang dapat dilihat pada gambar 2.1. berikut ini :
Hutang ( X1)
Kinerja Keuangan Perusahaan (Y) Beban Bunga ( X2)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
F. Penelitian – penelitian Sebelumnya Sebagai acuan dari penelitian ini dikemukakan pula penelitianpenelitian sebelumnya, yaitu : Penelitian Safrida (2008) bahwa struktur modal dan pertumbuhan perusahaan secara bersama-sama berpengaruh negatif dan signifikan terhadap 32
nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan dan penurunan perubahan total aktiva perusahaan akan meningkatkan harga perlembar saham terhadap ekuitas perlembar saham ketika perusahaan mengurangi penggunaan hutang dan meskipun penurunan perubahan total aktiva perusahaan, perusahaan masih mampu memperoleh dana di pasar modal untuk melakukan investasi sehingga nilai pasar perlembar saham terhadap ekuitas perlembar saham akan meningkat. Pradhono dan Yulius Jogi Christiawan, (2004) mengatakan bahwa beban bunga yang rendah belum tentu mencerminkan kas yang besar. Dalam hal ini arus kas mempunyai nilai lebih untuk menjamin kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang, arus kas menunjukkan hasil operasional yang dananya telah diterima tunai oleh perusahaan saat dibebani dengan beban bunga yang bersifat tunai dan benar-benar sudah dikeluarkan oleh perusahaan. Soliha dan Taswan (2002) menemukan bukti bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan Modigliani dan Miller bahwa dengan memasukkan pajak penghasilan perusahaan, maka penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Wald (1999) melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana perusahaan memilih pendanaan, studi pada perusahaan di Perancis, Jerman, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat. Hasil penelitiannya menunjukan adanya perbedaan pada perusahaan masing-masing negara terutama terletak pada
33
korelasi antara hutang dengan risiko, profitabilitas, ukuran perusahaan dan pertumbuhan perusahaan. Perbedaan ini disebabkan karena kebijakan perpajakan dan masalah agensi, biaya kebangkrutan, asimetri informasi dan konflik antara kreditor dengan pemegang saham. Masidonda,
dkk
(2001)
meneliti
variabel-variabel
yang
mempengaruhi struktur pendanaan dan pengaruhnya bersama beban bunga, return on asset terhadap rentabilitas modal sendiri pada industri makanan dan minuman yang go publik di Bursa Efek Jakarta sampai tahun 1997. Hasil penelitiannya variabel struktur aktiva, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan, beban pajak, dan laba ditahan berpengaruh signifikan terhadap struktur pendanaan dan variabel ukuran perusahaan dan beban pajak berpengaruh sangat signifikan dan dominan terhadap struktur pendanaan.
34