BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1. Kenakalan Remaja Batas masa remaja kalau dilihat dari umur sangatlah sulit, karena datangnya fase puberitas ini tiap-tiap individu berlainan, namun pada umumnya terjadi pada umur 13 – 15 tahun. Oleh sebab itu kalau dilihat dari sisi umur maka yang dikatakan remaja adalah umur antara 12 sampai dengan 21 tahun dan belum kawin (Bambang Mulyono, 1995). Banyaknya remaja yang nakal merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal dan sangat memerlukan perhatian karena sungguh mengkhawatirkan. Dikatakan mengkhawatirkan karena banyak perilaku remaja yang menggangu ketenteraman masyarakat dan bahkan melanggar hukum, sehingga harus berurusan dengan yang berwajib. Banyak berita dalam surat kabar dan majalah maupun media elektronika yang memberitakan tentang kasus kenakalan remaja yang mengarah pada pelanggaran norma susila, mengganggu ketertiban umum, tindakan kekerasan maupun tindakan kriminal. Berikut ini beberapa contoh kenakalan remaja yang terjadi pada tahun 2012 : 1. Terlibat dalam kasus pencurian (http://www.radartarakan.co.id, Sabtu, 24 Maret 2012). 2. Membolos sekolah (http://uptpsrtjombang.blogspot.com, Selasa,24 Januari 2012). 3. Kebut-kebutan di jalanan (http://uptpsrtjombang.blogspot.com, Selasa,24 Januari 2012). 4. Penyalahgunaan narkotika (http://uptpsrtjombang.blogspot.com, Selasa,24 Januari 2012). 5. Perilaku seksual pranikah (http://uptpsrtjombang.blogspot.com, Selasa,24 Januari 2012). 6. Perkelahian antar pelajar (http://uptpsrtjombang.blogspot.com, Selasa,24 Januari 2012).
Dari berbagai contoh kenakalan remaja di atas kita dapat membagi kenakalan remaja tersebut menjadi dua yaitu kenakalan yang tidak berurusan dengan yang berwajib dan kenakalan yang berurusan dengan yang berwajib. Maka dalam mengartikan kenakalan remaja kita harus membedakan pengertian yang dikenal dengan istilah “Kejahatan anak dan Kenakalan remaja”. Pengertian kejahatan berkaitan dengan keputusan pengadilan atau tindak pidana, sedang batas umur di Indonesia tentang perbuatan menyimpang yang termuat dalam KUHP pada pasal 15 adalah orang yang berumur 16 tahun keatas bisa kenai pasal tindak pidana yang berarti melakukan kejahatan (Media Informasi). Mengenai pengertian kenakalan remaja ada banyak sekali pengertian kenakalan remaja baik pengertian secara umum maupun menurut para ahli. Berikut ini beberapa pengertian kenakalan remaja diantaranya : a. Kenakalan remaja adalah tingkah laku remaja yang menyalahi norma dan hukum yang berlaku dalam masyarakat (Depdikbud, 2000). b. Kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asosial bahkan anti sosial, agama, serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat (Bakolak Inpres, 2000). c. Kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau dursila yang merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja di mana itu disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial, sehingga remaja tersebut mengembangkan tingkah laku yang menyimpang (Kartono Kartini, 2005). d. Kenakalan remaja dalam arti Juvenille Delinquency : 1. Menurut kamus Webster’s New World Dictionary of the American Language memberi arti sebagai suatu kegagalan atau tidak menurut tuntutan hukum dan dalam tingkah laku anak tersebut seorang anti sosial atau pelanggar hukum, dan pada usia anak itu sudah akil balik (Emil H. Tambunan, 2002). 2. Juvenille delinquency adalah perbuatan anak-anak yang melangga norma-norma baik norma sosial, norma hukum, norma kelompok, mengganggu ketenteraman masyarakat, sehingga yang berwajib mengambil suatu tindakan pengasingan (Simanjuntak, 2005). 3. Juvenille delinquency adalah pengingkaran atau penyimpangan terhadap pola tingkah laku yang telah diterima masyarakat (Rusdi Efendi Alan AS, 2007).
Dari kutipan-kutipan itu maka dalam skripsi ini kenakalan remaja yang tidak sesuai atau melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat atau negara.
2.2. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja Dalam menguraikan bentuk-bentuk kenakalan remaja menurut Willian C. Kvaraceus, 1966 dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu : 1. Kenakalan remaja yang tidak dapat digolongkan pelanggaran hukum. a. Berbohong, memutar balikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutup kesalahan. b. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. c. Kabur, meninggalkan rumah tanpa ijin dari orang tua atau menentang keinginan orang tua. d. Keluyuran, pergi sendiri atau kelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif. e. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk menggunakan, Misal pisau atau pistol. f.
Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal.
g. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakantindakan yang kurang bertanggung jawab (a-moral dan a-susila). h. Membawa buku-buku cabul dan kebiasaan menggunakan bahasa yang tidak sopan, tidak senonoh. i.
Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan ekonomis maupun tujuan yang lain.
j.
Berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras atau menghisap ganja sehingga merusak dirinya.
2. Kenakalan yang dapat digolongkan pelanggaran terhadap hukum dan mengarah kepada tindakan kriminal, misalnya : a. Berjudi sampai mempergunakan uang dan taruhan benda yang lain. b. Mencuri, mencopet, menjambret, merampas dengan kekerasan atau tanpa kekerasan. c. Penggelapan barang.
d. Penipuan dan pemalsuan. e. Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, pemerkosaan. f.
Pemalsuan uang dan pemalsuan surat – surat keterangan resmi.
g. Tindakan – tindakan anti sosial ; perbuatan yang merugikan milik orang lain. h. Percobaan pembunuhan. i.
Menyebabkan kematian orang lain, turut tersangkut dalam pembunuhan.
j.
Pembunuhan.
k. Pengguguran kandungan. l.
Penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian seseorang.
Dari beberapa bentuk-bentuk kenakalan remaja diatas, penulis mengelompokan menjadi empat (4) bentuk kenakalan remaja berdasarkan tingkat kriminal, yakni: 1. Kenakalan biasa Misalnya: suka kluyuran, suka berkelahi, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit dan sebagainya.
2. Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran hokum Misalnya: meminjam barang tidak dikembalikan, berpakaian melanggar norma kesopanan, mengambil barang orang tua tanpa ijin dan sebagainya. 3. Kenakalan khusus Misalnya: penyalahgunaan narkotika, minum-minuman keras, hubungan sex diluar perkawinan, ikut organisasi terlarang, dan sebagainya. Misalnya: berbohong, membolos, kabur, dan lain-lain. 4. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum, yaitu berjudi , mencuri, mencopet dan lainlain.
2.3. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja Sebab-sebab Terjadinya Kenakalan Remaja 1. Faktor Internal (Dalam) a. Reaksi frustasi diri Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi yang berakibat pada banyaknya anak remaja yang tidak mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai
perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak kejutan, frustasi, ketegangan batin dan bahkan sampai kepada gangguan jiwa. b. Gangguan pengamatan dan tanggapan pada anak remaja Adanya gangguan pengamatan dan tanggapan di atas sangat mengganggu daya adaptasi dan perkembangan pribadi anak yang sehat. Gangguan pengamatan dan tanggapan itu, antara lain : halusinasi, ilusi dan gambaran semu. Tanggapan anak tidak merupakan pencerminan realitas lingkungan yang nyata, tetapi berupa pengolahan batin yang keliru, sehingga timbul interpretasi dan pengertian yang salah. Sebabnya ialah semua itu diwarnai harapan yang terlalu muluk, dan kecemasan yang berlebihan.
c. Gangguan berfikir dan intelegensi pada diri remaja Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi yang wajar terhadap tuntutan lingkungan. Berpikir juga penting bagi upaya pemecahan kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Jika anak remaja tidak mampu mengoreksi pekiranpekirannya yang salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada, maka pikirannya terganggu. d. Gangguan perasaan pada anak remaja Perasaan memberikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia. Jika semua tadi terpuaskan, orang merasa senang dan bahagia. Gangguan-gangguan fungsi perasaan itu antara lain :
1) Inkontinensi emosional ialah tidak terkendalinya perasaan yang meledak-ledak, tidak bisa dikekang. 2) Labilitas emosional ialah suasana hati yang terus menerus berganti-ganti dan tidak tetap. Sehingga anak remaja akan cepat marah, gelisah, tidak tenang dan sebagainya.
3) Ketidak pekaan dan mempunyai perasaan biasa disebabkan oleh sejak kecil anak tidak pernah diperkenalkan dengan kasih sayang, kelembutan, kebaikan dan perhatian. 4) Kecemasan merupakan bentuk “ketakutan” pada hal-hal yang tidak jelas, tidak riil, dan dirasakan sebagai ancaman yang tidak bisa dihindari. 2. Faktor Eksternal (Luar) Selain faktor dari dalam ada juga faktor yang datang dari luar anak tersebut, antara lain : a. Keluarga Tidak diragukan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan pribadi remaja dan menentukan masa depannya. Mayoritas remaja yang terlibat dalam kenakalan atau melakukan tindak kekerasan biasanya berasal dari keluarga yang berantakan, keluarga yang tidak harmonis di mana pertengkaran ayah dan ibu menjadi santapan sehari-hari remaja. Bapak yang otoriter, pemabuk, suka menyiksa anak, atau ibu yang acuh tak acuh, ibu yang lemah kepribadian dalam atri kata tidak tegas menghadapi remaja, kemiskinan yang membelit keluarga, kurangnya nilai-nilai agama yang diamalkan. semuanya menjadi faktor yang mendorong remaja melakukan tindak kekerasan dan kenakalan. Struktur keluarga anak nakal pada umumnya menunjukkan beberapa kelemahan/cacat di pihak ibu, antara lain ialah sebagai berikut:
1) Ibu ini tidak hangat, tidak mencintai anak-anaknya, bahkan sering membenci dan menolak anak laki-lakinya, sama sekali tidak acuh terhadap kebutuhan anaknya. 2) Ibu kurang mempunyai kesadaran mengenai fungsi kewanitaan dan keibuannya; mereka lebih banyak memiliki sifat ke jantan-jantanan. 3) Reaksi terhadap kehidupan anak-anaknya tidak adekuat, tidak cocok, tidak harmonis. Mereka tidak sanggup memenuhi kebutuhan anak-anaknya, baik yang fisik maupun yang psikis sifatnya. 4) Kehidupan perasaan ibu-ibu tadi tidak mantap, tidak konsisten, sangat mudah berubah dalam pendiriannya, tidak pernah konsekuen., dan tidak bertanggung jawab secara moral.
Beberapa kelemahan di pihak ayah yang mengakibatkan anaknya menjadi nakal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Mereka menolak anak laki-lakinya. 2) Ayah-ayah tadi hampir selalu absen atau tidak pernah ada di tengah keluarganya, tidak perduli, dan sewenang-wenang terhadap anak dan istrinya. 3) Mereka pada umumnya alkoholik, dan mempunyai prestasi kriminalitas, sehingga menyebarkan perasaan tidak aman (insekuritas) kepada anak dan istrinya. 4) Ayah-ayah ini selalu gagal dalam memberikan supervisi dan tuntunan moral kepada anak laki-lakinya. 5) Mereka mendidik anaknya dengan disiplin yang terlalu ketat dan keras atau dengan disiplin yang tidak teratur, tidak konsisten. Selain itu, ada juga beberapa faktor yang datang dari keluarga, antara lain :
1) Rumah tangga berantakan. Bila rumah tangga terus menerus dipenuhi konflik yang serius, menjadi retak, dan akhirnya mengalami perceraian, maka mulailah serentetan kesulitan bagi semua anggota keluarga, terutama anak-anak. Pecahlah harmonis dalam keluarga, dan anak menjadi sangat bingung, dan merasakan ketidakpastian emosional. Dengan rasa cemas, marah dan risau anak mengikuti pertengkaran antara ayah dengan ibu. Mereka tidak tahu harus memihak kepada siapa. Batin anak menjadi sangat tertekan, sangat menderita, dan merasa malu akibat ulah orang tua mereka. Ada perasaan ikut bersalah dan berdosa, serta merasa malu terhadap lingkungan. 2) Perlindungan lebih dari orang tua. Bila orang tua terlalu banyak melindungi dan memanjakan anak-anaknya, dan menghindarkan mereka dari berbagai kesulitan atau ujian hidup yang kecil, anak-anak pasti menjadi rapuh dan tidak akan pernah sanggup belajar mandiri. Mereka akan selalu bergantung pada bantuan orang tua, merasa cemas, bimbang, ragu dan harga dirinya tidak bisa tumbuh berkembang, Kepercayaan dirinya menjadi hilang. 3) Penolakan orang tua. Ada pasangan suami-istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu. Mereka ingin terus melanjutkan
kebiasaan hidup yang lama, bersenang-senang sendiri seperti sebelum kawin. Mereka tidak mau memikirkan konsekuensi dan tanggung jawab selaku orang dewasa dan orang tua. Anak-anaknya sendiri ditolak, dianggap sebagai beban, sebagai hambatan dalam meniti karir mereka. Anak mereka anggap cuma menghalang-halangi kebebasan bahkan cuma merepotkan saja. 4) Pengaruh buruk dari orang tua. Tingkah-laku kriminal, a-susila (suka main perempuan, korup, senang berjudi, sering mabuk-mabukan, kebiasaan minum dan menghisap rokok berganja, bertingkah sewenang-wenang, dan sebagainya) dari orang tua atau salah seorang anggota keluarga bisa memberikan pengaruh menular atau infeksius kepada anak. Anak jadi ikut-ikutan kriminal dan a-susila, atau menjadi anti-sosial. Dengan begitu kebiasaan buruk orang tua mengkondisionir tingkah-laku dan sikap hidup anak-anaknya. b. Lingkungan Sekolah yang Tidak Menguntungkan Sekolah kita sampai waktu sekarang masih banyak berfungsi,dari pada memberikan kesempatan luas untuk membangun aktivitas, kreativitas dan inventivitas anak. Dengan demikian sekolah tidak membangun dinamisme anak, dan tidak merangsang kegairahan belajar anak. Selanjutnya, berjam-jam lamanya setiap hari anak-anak harus melakukan kegiatan yang tertekan, duduk, dan pasif mendengarkan, sehingga mereka menjadi jemu, jengkel dan apatis. Di kelas, anak-anak-terutama para remajanya sering mengalami frustasi dan tekanan batin, merasa seperti dihukum atau terbelenggu oleh peraturan yang "tidak adil". Di satu pihak pada dirinya anak ada dorongan naluriah untuk bergiat, aktif dinamis, banyak bergerak dan berbuat; tetapi di pihak lain anak dikekang ketat oleh disiplin mati di sekolah serta sistem regimentasi. Ada pula guru yang kurang simpatik, sedikit memiliki dedikasi pada profesi, dan tidak menguasai didaktik, metodik mengajar. Tidak jarang profesi guru/dosen dikomersialkan, dan pengajar hanya berkepentingan dengan pengoperan materi ajaran belaka. Perkembangan kepribadian anak sama sekali tidak diperhatikan oleh guru, sebab mereka lebih berkepentingan dengan masalah mengajar atau mengoperkan informasi belaka.
c. Media elektronik TV, video, film dan sebagainya nampaknya ikut berperan merusak mental remaja, padahal mayoritas ibu-ibu yang sibuk menyuruh anaknya menonton TV sebagai upaya menghindari tuntutan anak yang tak ada habisnya. Sebuah penelitian lapangan yang pernah dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa film-film yang memamerkan tindak kekerasan sangat berdampak buruk pada tingkah laku remaja. Anak yang sering menonton film-film keras lebih terlibat dalam tindak kekerasan ketika remaja dibandingkan dengan teman-temannya yang jarang menonton film sejenis. Polisi Amerika menyebutkan bahwa sejumlah tindak kekerasan yang pernah ditangani polisi ternyata dilakukan oleh remaja persis sama dengan adegan-adegan film yang ditontonnya. Ternyata anak meniru dan mengindentifikasi film-film yang ditontonnya. d. Pengaruh pergaulan Di usia remaja, anak mulai meluaskan pergaulan sosialnya dengan teman-tema sebayanya. Remaja mulai betah berbicara berjam jam melalui telefon. Topik pembicaraan biasanya seputar pelajaran, film, TV atau membicarakan cowok/ cewek yang ditaksir dan sebagainya. Hubungan sosial di masa remaja ini dinilai positif karena bisa mengembangkan orientasi remaja memperluas visi pandang dan wawasan serta menambah informasi, bahkan dari hubungan sosial ini remaja menyerap nilai-nilai sosial yang ada di sekelilingnya. Semua faktor ini menjadi penyokong dalam pembentukan kepribadiannya dan menambah rasa percaya diri karena pengaruh pergaulan yang begitu besar pada diri remaja, maka hubungan remaja dengan teman sebayanya menentukan kualitas remaja itu. Kalau ini disadari oleh remaja, maka dengan sadar remaja akan menyeleksi teman pergaulannya. Dalam membahas mengenai faktor–faktor yang mempengaruhi atau motivasi timbulnya kenakalan remaja, kita dihadapkan pada beberapa pokok persoalan penting yang saling berkaitan dan saling berpengaruh. Motivasi itu sendiri merupakan faktor yang menentukan sejauh mana anak bertindak nakal. Remaja bertindak nakal bukanlah suatu pembawaan sejak lahir melainkan atas dorongan hatinya sendiri. Mereka mempelajari tindakan–tindakan nakal dari luar. Jadi
mereka tidak dengan sendirinya berbuat nakal tanpa melihat dan mencontoh. Atau dengan kata lain, mereka bertindak jahat atas pengalaman–pengalaman yang dipelajari Menurut Pranowo, 1997 ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja yaitu :
1. Frustasi Salah satu gangguan kejiwaan yang sering dialami seorang anak adalah frustasi atau kejengkelan sebagai akibat hambatan–hambatan untuk mencapai tujuan. Sebagaimana umumnya manusia yang frustasi cendrung menyalurkan frustasinya melalui tindakan–tindakan yang bersifat negatif. Demikian pula pada anak–anak yang tampaknya seolah– olah mau memberontak saja, baik di sekolah atau di rumah, kemungkinan besar sebagai akibat dari masalah yang bertumpuk dan tidak terselesaikan yang menggerogoti dirinya
(Media
Informasi, 1997). 2. Gangguan Tingkah Laku. Gangguan tingkah laku yang kurang wajar seperti berbohong, sering terjadi dan ini sebagai pemicu timbulnya persoalan dengan orang lain (Media Informasi, 1997). 3. Gangguan Mental. Gangguan mental seperti rasa cemas, takut, curiga terhadap orang lain bukan merupakan masalah yang fatal tetapi dapat menghambat atau mempengaruhi perkembangan mental anak–anak sehingga dapat menimbulkan perbuatan–perbuatan yang kurang wajar (Media Informasi, 1997). 4. Penyakit Mental. Penyakit mental seperti perasaan dimusuhi, dihina atau emosi yang dangkal dapat terjadi pada setiap manusia segala umur, namun yang terjadi pada anak remaja sangat sensitif atau potensial menimbulkan kenakalan remaja (Media Informasi, 1997). Gangguan–gangguan tersebut di atas dapat melekat pada faktor internal maupun eksternal. Menurut B. Simanjuntak faktor internal dan eksternal yang berkaitan erat
sebagai penyebab timbulnya kenakalan remaja yaitu : Faktor internal atau faktor yang ada atau terjadi dalam diri remaja itu sendiri :
1) Faktor Keturunan Meskipun faktor kenakalan bukanlah faktor biologis namun faktor keturunan sangat berpengaruh, Luella Cole menyatakan dalam bukunya, Psychology of Adolescence bahwa faktor keturunan yang dimaksud adalah warisan yang dimiliki oleh keluarga. Mungkin hal ini disebabkan antara lain karena keturunan keluarga yang buruk, sebagai akibat lemahnya pikiran dan sakit saraf. Akibat kelemahan ini si anak kurang dapat menyesuaikan diri, lambat belajar dan kurang dapat menghargai nilai–nilai hidup yang baik. Sedangkan yang mempunyai tenaga yang berlebihan cenderung agresif penuh semangat bertindak tanpa memikirkan perbuatan itu merugikan orang lain atau tidak (Media Informasi, 1997).
2) Faktor Kejiwaan Sehubungan perkembangan pribadi yang semakin pesat, merupakan suatu kewajaran bila remaja mengalami gangguan jiwa. Gangguan kejiwaan itu berubah menjadi kejengkelan bilamana remaja menemui hambatan–hambatan. Dan bila hambatan–hambatan itu sangat membatasi geraknya ia akan mendobrak melalui tindakan–tindakan kekerasan ( Media Informasi, 1997). Faktor eksternal yaitu faktor lingkungan tempat anak melakukan pergaulan hidup dan dibesarkan. Di dalam lingkungan ini terdapat proses interaksi dan initasi. Lingkungan itu meliputi : a. Lingkungan Keluarga Sebagai tempat atau lingkungan hidup anak yang paling fundamental. Dalam keluarga kebiasaan dan cara atau corak hidup orang tua berpengaruh besar dalam pola hidup anak. Oleh karena itu disharmoni keluarga dan broken home serta sikap memanjakan atau kekerasan dalam mengasuh dan mendidik anak merupakan kondisi yang tidak menguntungkan dan potensial untuk menimbulkan kenakalan anak (Media Informasi, 1997).
b. Lingkungan Sosial Budaya Manusia merupakan mahkluk sosial oleh karena itu tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial budaya yang terbentuk dalam masyarakatnya. Karena anak dibesarkan dan jiwanya tumbuh dalam lingkungan masyarakat, maka lingkungan sosial budaya sangat berpengaruh dalam perilaku dan sikap anak sehari-hari (Media Informasi, 1997). c. Lingkungan Sekolah Bagi anak-anak ternyata lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang penting dan berpengaruh, sehingga kalau lingkungan sekolah kurang menguntungkan dan tidak menarik bagi siswa maka dapat menimbulkan ulah atau perilaku siswa yang tidak diinginkan (Media Informasi. 1997). d. Media Komunikasi Massa (Media Massa) Media komunikasi massa seperti TV, radio, surat kabar, majalah dan film merupakan media informasi atau pemindahan buah pikiran ataupun perasaan seseorang kepada orang lain. Dengan demikian media komunikasi masa ini disamping memberikan manfaat juga dapat menimbulkan hal-hal yang kurang menguntungkan bagi perilaku anak.