BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Sumber Dana Pihak ketiga 1. Pengertian Dana Pihak Ketiga Dana pihak ketiga merupakan sumber dana bank yang berasal dari masyarakat sebagai nasabah dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito. Berdasarkan UU No.10 tahun 1998, dapat dikatakan bahwa besarnya penyaluran kredit bergantung kepada besarnya dana pihak ketiga yang dapat dihimpun oleh perbankan. Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia No.10/19/PBI/2008 menjelaskan, “Dana Pihak Ketiga bank, untuk selanjutnya disebut DPK, adalah kewajiban bank kepada penduduk dan bukan penduduk dalam rupiah dan valuta asing”. Umumnya dana yang dihimpun oleh perbankan dari masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit (Warjiyo dalam Francisca dan Siregar, 2009). Dana pihak ketiga terdiri dari Giro (Demand Deposit), Tabungan (Saving Deposit) dan Deposito (time deposit). Menurut Kasmir (2006:64), bahwa : “Dana pihak ketiga adalah dana yang dihimpun oleh bank yang berasal dari masyarakat, yang terdiri dari simpanan giro, simpanan tabungan dan simpanan deposito.”
9
Menurut Veithzal Rivai (2007:413), bahwa : “Dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan, dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing.” Berdasarkan beberapa pengertian dari dana pihak ketiga diatas maka dapat disimpulkan bahwa dana pihak ketiga adalah dana yang dihimpun bank yang berasal dari masyarakat baik dalam mata uang rupiah atau mata uang asing yang terdiri dari simpanan giro, simpanan tabungan, dan simpanan deposito. Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi suatu bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Pencairan dari sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan sumber lainnya. Dana pihak
ketiga
merupakan
sumber
likuiditas
untuk
memperlancar
pembiayaan yang terdapat di sisi aktiva neraca bank.
2. Jenis-Jenis Sumber Dana Dana Pihak Ketiga a. Simpanan Giro (Demand Deposit) Pengertian simpanan giro atau yang dibiasa disebut rekening giro menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 adalah :
10
“Simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya dengan cara pemindahbukuan.” Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2007:413), giro adalah : “Simpanan masyarakat dalam rupiah atau valuta asing pada bank yang transaksinya (penarikan dan penyetoran) dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah bayar lainnya dan atau dengan cara pemindahbukuan.” Berdasarkan beberapa pengertian giro diatas maka dapat disimpulkan bahwa giro adalah simpanan masyarakat dalam rupiah atau valuta asing pada bank yang transaksinya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, dan cara pembayaran lainnya. b. Simpanan Tabungan (Save Deposit) Pengertian tabungan menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah : “Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.” Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2007:415), tabungan adalah : “Simpanan pihak ketiga dalam rupiah dan atau valuta asing pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu dari masing-masing bank penerbit, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro atau alat lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.”
11
Berdasarkan beberapa pengertian tabungan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tabungan adalah simpanan dari masyarakat dalam rupiah maupun valuta asing yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro atau alat pembayaran lain yang dipersamakan dengan itu. Tabungan ini dikatakan pula sebagai dana yang sensitif atau peka terhadap perubahan sehingga disebut pula sebagai dana yang labil yang sewaktu-waktu dapat ditarik atau disetor oleh nasabah, meskipun frekuensi pengambilannya relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan giro. c. Simpanan Berjangka (Time Deposit) Simpanan berjangka merupakan simpanan jenis ketiga yang dikeluarkan oleh bank simpanan berjangka mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) lebih panjang dan tidak dapat ditarik setiap saat atau setiap hari. Kepada setiap deposan (pemilik deposito) akan diberikan imbalan bunga atas depositonya. Bagi bank bunga yang diberikan kepada para deposan merupakan bunga tertinggi, jika dibandingkan dengan simpanan giro dan tabungan, sehingga deposito oleh sebagian bank dianggap sebagai dana mahal.
12
Keuntungan bagi bank dengan menghimpun dana lewat deposito adalah uang yang tersimpan relatif lebih lama, mengingat deposito memiliki jangka waktu yang relatif panjang dan frekuensi penarikan yang juga jarang. Dengan demikian bank dapat dengan leluasa untuk menggunakan kembali dana tersebut untuk keperluan penyaluran kredit. Pengertian deposito menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 adalah : “Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah menyimpan dengan pihak bank.” Menurut Veithzal Rivai (2007:417), bahwa : “Deposito Berjangka adalah Simpanan pihak ketiga (rupiah dan valuta asing) yang diterbitkan atas nama nasabah pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.”
3. Contoh Perhitungan Dana Pihak Ketiga (laporan keuangan BRI) 2009 SIMPANAN NASABAH Giro Pihak ketiga Pihak yang mempunyai hubungan istimewa
Giro Wadiah
13
2008
49.959.614
39.841.943
5.302
6.062
49.964.916
39.848.005
129.297
74.999
Tabungan Pihak ketiga Pihak yang mempunyai hubungan istimewa
Tabungan Wadiah Tabungan Mudharabah
Deposito Berjangka Pihak ketiga Pihak yang mempunyai hubungan istimewa
Deposito Berjangka Mudharabah
Jumlah Simpanan Nasabah
104.068.469
87.798.704
50.266
37.497
104.118.735
87.836.201
313.800
-
30.731
240.558
99.842.774
73.043.694
191.525
276.982
100.034.299
73.320.676
1.336.483
217.000
255.928.261
201.537.439
B. Inflasi 1. Pengertian Inflasi Sukirno (2006) menjelaskan bahwa inflasi dapat didefinisikan sebagai “suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam sesuatu perekonomian”. Tingginya inflasi menimbulkan akibat buruk kepada individu, masyarakat dan kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Salah satu akibat penting dari peningkatan inflasi adalah cenderung menurunkan taraf kemakmuran segolongan besar masyarakat. Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya hargaharga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
14
barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. (www.bi.go.id) Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
1) Kelompok Bahan Makanan 2) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau 3) Kelompok Perumahan 4) Kelompok Pangan 5) Kelompok Kesehatan 6) Kelompok Pendidikan dan Olah Raga 7) Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
15
2. Komponen Inflasi Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, Prathama dan Mandala (2001:203) a. Kenaikan harga Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya. b. Bersifat umum Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum naik. c. Berlangsung terus-menerus Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat, karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.
3. Jenis-jenis Inflasi Inflasi menurut tingkat keparahannya dapat digolongkan menjadi empat golongan (Sarwoko, 2005), yaitu :
a. Inflasi ringan, dibawah 10% setahun b. Inflasi sedang, antara 10% - 30% setahun c. Inflasi berat, 30% - 100% setahun dan d. Hiperinflasi, inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun. Kelajuan inflasi begitu besar dan tidak bisa terbendung oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
16
oleh pemerintah. Zimbabwe merupakan salah satu contoh negara yang sedang mengalami hiperinflasi.
Contoh: Amir seorang pegawai negeri memperoleh gaji Rp. 60.000.000 setahun dan laju inflasi 10%. Bila penghasilan Amir tidak mengalami perubahan, maka ia akan mengalami penurunan pendapatan riil sebesar 10% x Rp. 60.000.000 = Rp. 6.000.000. Kerugian akan dialami bagi mereka yang menyimpan kekayaan dalam bentuk uang tunai.
4. Mengukur dan Menghitung Inflasi a. Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya: Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen. b. Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI). c. Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga ratarata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
17
d. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu. e. Indeks harga barang-barang modal. f. Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa. (www.id.wikipedia.org) Untuk menghitung besarnya inflasi terlebih dahulu harus diketahui indek harga konsumen (IHK). IHK adalah ukuran perubahan harga dari kelompok barang dan jasa yang paling banyak dikonsumsi oleh rumah tangga dalam jangka waktu tertentu. untuk menghitung IHK digunakan rumus : IHK =
Harga sekarang
x 100%
Harga pada tahun dasar Contoh menghitung IHK : Harga jenis barang tertentu pada tahun 2003 Rp. 50.000 dan harga pada tahun dasar Rp. 40.000, maka IHK tahun 2003 adalah : IHK
=
50.000
x 100%
125%
40.000 Rumus untuk menghitung Laju inflasi adalah : Laju Inflasi = IHK Periode n - IHK tahun sebelumnya Contoh soal : IHK bulan Agustus 2009 sebesar 115,34 dan IHK pada bulan september
18
2009 sebesar 125,30, maka laju inflasi bulan september adalah : Laju inflasi = 125,30 - 115,34
9.96% (Purwanto, 2006)
5. Dampak Inflasi a. Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Sebaliknya,
orang
yang
mengandalkan
pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi. b. Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat. c. Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur,
19
nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman. d. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. (www.bi.go.id)
20
C. Tingkat Suku Bunga 1. Pengertian Tingkat Suku Bunga Samuelson dan Nordhaus (2004) menjelaskan bahwa bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang disebut sebagai persentase dari jumlah yang dipinjamkan. Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah : Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur.
2. Fungsi Suku Bunga Fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) adalah : a. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan. b. Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaanperusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah
memberi
tingkat
bunga
yang
lebih
rendah
dibandingkan sektor lain. c. Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.
21
3. Macam-macam bunga Menurut
Kasmir
(2011:133)
Dalam
kegiatan
perbankan
konvensional sehari-hari, ada dua macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu: a. Bunga simpanan Merupakan harga beli yang harus dibayar bank kepada nasabah pemilik simpanan. Bunga ini diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa, kepada nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito. b. Bunga pinjaman Merupakan bunga yang dibebankan kepada para peminjam (debitur) atau harga jual yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh seandainya bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga terpengaruh ikut naik dan demikian juga sebaliknya.
22
4. Komponen-Komponen Bunga Kredit Adapun komponen dalam menentukan suku bunga kredit menurut Kasmir (2011:137) antara lain: a. Total biaya dana Merupakan biaya untuk memperoleh simpanan setelah ditambah dengan cadangan wajib (reserve reqiurement) yang telah ditetapkan pemerintah. b. Laba yang diinginkan Merupakan laba atau keuntungan yang ingin diperoleh bank dan biasanya dalam persentase tertentu. Penentuan besarnya laba juga sangat mempengaruhi besarnya bunga kredit. c. Cadangan resiko kredit macet Merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang diberikan, karena setiap kredit yang diberikan pasti mengandung suatu resiko tidak terbayar. d. Biaya operasi Merupakan
biaya
yang
dikeluarkan
oleh
bank
dalam
melaksanakan kegiatan operasinya. Biaya ini terdiri dari biaya gaji, biaya administrasi, biaya pemeliharaan dan biaya-biaya lainnya. e. Pajak Yaitu pajak yang dibebankan
pemerintah kepada bank yang
memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya.
23
5. Contoh Perhitungan Bunga Kredit Untuk lebih jelasnya metode dasar penentuan bunga kredit yang ditawarkan kepada nasabah (based lending rate) dengan menggabungkan semua komponen-komponen yang ada akan dijelaskan dengan contoh berikut, (Kasmir, 2011:138-139) : Bank AKEK ANTAK menentukan suku bunga untuk simpanan tertinggi pada deposito berjangka yaitu 18%. Total biaya operasi diperkirakan sekitar 6%. Sedangkan cadangan resiko kredit macet sekitar 1%. Laba yang diinginkan bank ditetapkan sebesar 5%. Cadangan wajib atau reserve requirement (RR) yang ditetapkan pemerintah adalah 5% serta pajak 20%. Berapa besarnya based lending rate yang ditetapkan oleh bank AKEK ANTAK? a. Langkah pertama adalah menentukan besarnya biaya (cost of fund) dana dengan rumus sebagai berikut : Cost of fund =
Bunga yang dibebankan 100% - cadangan wajib
Cost of fund =
18% 100% - 5%
Cost of fund =
18%
=
95%
24
18,95%, dibulatkan menjadi 19%
b. Langkah kedua memasukkan cost of fund ke dalam komponen lainnya (ditambahkan) Total biaya dana rata-rata (cost of fund)
19,0%
Laba yang diinginkan
5,0% 24,0%
Cadangan resiko kredit macet
1,0% 25,0%
Total biaya operasi
6,0% 31,0%
Pajak 20% dari laba (5%)
1,0%
Bunga kredit yang diberikan (based lending rate)
32,0%
D. Kredit Usaha Kecil dan Menengah (UKM) 1. Pengertian Kredit Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Menurut Taswan (2006:155) menyatakan bahwa : Kredit berasal dari kata credere atau creditum. credere berasal dari bahasa Yunani yang berarti kepercayaan, sedangkan creditum berasal dari bahasa Latin yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Arti kata tersebut memiliki implikasi bahwa setiap kegiatan perkreditan harus dilandasi kepercayaan. Tanpa kepercayaan, maka tidak
25
akan terjadi pemberian kredit atau sebaliknya, tidak ada calon nasabah menyepakati kredit karena pemberian kredit oleh bank memiliki nilai ekonomi bagi nasabah perorangan atau badan usaha. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan sejumlah nominal tertentu yang dipercayakan kepada pihak lain dengan penangguhan waktu tertentu yang dalam pembayarannya akan disertakan adanya tambahan berupa bunga sebagai kompensasi atas risiko yang ditanggung oleh pihak yang memberikan pinjaman.
2. Jenis-jenis Kredit Menurut Kegunaannya a. Kredit Modal Kerja Yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk membiayai modal kerja usaha, misalnya untuk pembelian barang dagangan. b. Kredit Investasi Yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai investasi suatu usaha, misalnya kredit untuk pembangunan pabrik, pembelian mesin dan penyiapan infrastruktur lainnya. c. Kredit Konsumsi Yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan konsumsi, kredit ini sering disebut juga personal loan. Contoh: kredit pemilikan rumah (KPR), kredit untuk pembelian kendaraan, kredit untuk pendidikan dan sebagainya.
26
Dalam Penelitian ini, jenis kredit yang menjadi objek adalah kredit modal kerja. Jenis Kredit inilah yang berpengaruh terhadap perkembangan sektor UKM.
3. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM) : a. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Mengacu kepada Undang-Undang No 9 Tahun 1995 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/9 Bkr tahun 2001. Kriteria Usaha Kecil adalah, sebagai berikut: 1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau 2) Memiliki hasil penjualan bersih tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- per tahun 3) Milik Warga Negara Indonesia 4) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menegah atau besar.
27
5) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. (Suhardjono, 2003:53) b. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Kriteria Usaha Menengah menurut Instruksi Presiden No. 10 tahun 1999 adalah : 1) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200.000.000,sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2) Milik Warga Negara Indonesia 3) Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang usaha yang dimiliki,dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. 4) Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum,
dan/atau
badan
(M.Kwartono Adi, 2007:13)
28
usaha
yang
berbadan
hukum.
4. Jenis Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Jenis usaha kecil dan menengah dikategorikan berdasarkan jenis produk atau jasa yang dihasilkan, maupun aktivitas yang dilakukan oleh suatu usaha kecil, serta mengacu pada kriteria UKM menurut KADIN, juga kriteria dari Bank Indonesia (BI), yaitu: a. Usaha perdagangan Terdiri dari keagenan yaitu: agen koran dan majalah, sepatu, pakaian dan lain-lain. Pengecer yaitu: minyak, sembako, buah-buahan. Ekspor/impor: berbagai produk lokal dan internasional. Sektor informal: pengumpulan barang bekas, kaki lima dan lain-lain. b. Usaha pertanian Terdiri dari pertanian pangan maupun perkebunan: bibit dan peralatan pertanian, buah-buahan dan lain-lain. Perikanan darat/laut: tambak udang, pembuatan krupuk ikan dan produk lain dari hasil perikanan dan laut. Peternakan dan usaha lain yang termasuk lingkup pengawasan departemen. Pertanian: produsen telur ayam, susu sapi, dan lain-lain produk hasil peternakan. c. Usaha Industri Terdiri dari industri logam/kimia: pengrajin logam, kulit, keramik, fiberglass,
marmer
dan
lain-lain.
Industri makanan/minuman:
makanan tradisional, minuman ringan, catering, produk lainnya. Pertambangan: galian. Aneka industri kecil: pengrajin perhiasan,
29
ukiran batu dan lain-lain. Konveksi: produsen garment, batik, tenunikat, dan lain-lain. d. Usaha Jasa Terdiri dari konsultan: hukum, pajak, manajemen. Perencana: perencana teknis, perencana sistem. Perbengkelan: bengkel mobil, elektronik, jam. Transportasi: travel, taksi, angkutan umum. Restoran: rumah makan, coffe shop, cafetarian, dan lain-lain. e. Usaha Jasa konstruksi Terdiri dari kontraktor bangunan, jalan, kelistrikan, jembatan, pengairan dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan teknis konstruksi bangunan. (www.bi.go.id)
5. Contoh Perhitungan Kredit UKM Dalam perhitungan ini, penulis menggunakan metode sliding rate karena metode ini yang digunakan dalam perbankan untuk menghitung fasilitas kredit yang bersifat produktif. Dengan menggunakan metode sliding rate, maka perhitungan jumlah bunga yang dibayar didasarkan kepada jumlah sisa pinjamannya. Dalam bukunya, Kasmir (2011:142-143) menjelaskan contoh perhitungan angsuran kredit adalah sebagai berikut: PT. Waghete telah memperoleh persetujuan fasilitas kredit dari bank Cartenz senilai Rp. 90.000.000,- jangka waktu kredit adalah 1 tahun (12 bulan). Bunga dibebankan sebesar 24% setahun. Disamping itu, PT. Waghete juga dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 400.000,-.
30
Hitunglah jumlah angsuran setiap bulannya. Jawab: PPJ
=
Rp. 90.000.000,12 bulan
=
Rp. 7.500.000,- per bulan
Bunga =
% bunga 1 tahun x (sisa pinjaman) 12 bulan
a. Angsuran bulan ke-1 Pokok pinjaman ……………………………………. Rp. 7.500.000,Bunga
24% x Rp. 90.000.000,12 bulan ………………………….Rp. 1.800.000,-
Jumlah angsuran 1 ……………………………………Rp. 9.300.000,b. Angsuran bulan ke-2 Pokok pinjaman …………………………………….. Rp. 7.500.000,Bunga
24% x Rp. 82.500.000,12 bulan ………………………….Rp. 1.650.000,-
Jumlah angsuran 2 ………………………………….. Rp. 9.150.000,Catatan : Jumlah Rp. 82.500.000,- berasal dari pinjaman Rp. 90.000.000,dikurangi PPJ bulan pertama Rp. 7.500.000,-
31
c. Angsuran bulan ke-3 Pokok pinjaman ……………………………………. Rp. 7.500.000,Bunga
24% x Rp. 75.000.000,12 bulan …………………………. Rp. 1.500.000,-
Jumlah angsuran 3 ………………………………….. Rp. 9.000.000,-
Demikian pula seterusnya untuk bunga bulan ke 4, ke 5 sampai bulan 12 perhitungan bunganya tetap dihitung dari sisi pinjamannya.
32
E. Kerangka Berfikir
=parsial = simultan
Dana Pihak Ketiga (X1)
Usaha Kecil Menengah (Y)
Inflasi (X2)
Tingkat suku bunga (X3)
F. Penelitian Terdahulu Cokro
Wahyu
Sejati
(2004)
“Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi Alokasi KUK Pada Bank-Bank Umum di Indonesia (Pada tahun 2004:02 2005:12)” menyimpulkan bahwa Variabel independen Jumlah dana yang dihimpun bank berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK Pada tingkat suku bunga deposito ternyata variabel inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume alokasi kredit usaha kecil (KUK) Tingkat laju Inflasi di Indonesia ternyata
33
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume alokasi kredit usaha kecil (KUK) Luluk Chorida (2009) “Pengaruh Jumlah Dana, Inflasi, dan Margin terhadap Pembiayaan UKM (Studi pada Bank-Bank Syariah di Indonesia)” menyimpulkan jumlah dana pihak ketiga, inflasi dan tingkat margin mempunyai pengaruh signifikan dengan kontribusi 96,9% terhadap alokasi pembiayaan UKM pada bank-bank syariah di Indonesia. Secara simultan terdapat pengaruh signifikansi dana pihak ketiga, inflasi dan tingkat margin terhadap alokasi pembiayaan UKM pada bank-bank syariah di Indonesia.
34