BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Kepatuhan Wajib Pajak Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, salah satu tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai kesejahteraan bagi segenap bangsa Indonesia ini dapat dilakukan dengan menjalankan pemerintahan yang baik dan melaksanakan pembangunan di segala bidang. Kedua fungsi ini biasa berjalan jika didukung oleh sumber pembiayaan yang memadai. Salah satu sumber pembiayaan tersebut adalah pajak. (I Nyoman, 2009). Kepatuhan adalah motivasi seseorang, kelompok atau organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Kepatuhan wajib pajak (Wahyu santoso, 2008) adalah wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Sesuai pasal 17 C KUP Jis KMK Nomor 544/KMK.04/2000 Direktorat Jenderal Pajak telah mengeluarkan kriteria Wajib Pajak Patuh. Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian
1 6
2
pendahuluan atas kelebihan pembayaran pajak. Kriteria Wajib Pajak Patuh tersebut antara lain sebagai berikut: 1.
Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak baik Pajak Tahunan maupun Pajak Masa.
2.
Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Mengacu pada ketentuan yang mengatur tentang angsuran dan penundaan pembayaran pajak, tidak semua jenis pajak yang terutang dapat diangsur. Pajak yang dapat diangsur pembayarannya adalah: pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar tambah. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan SPT yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak berakhir.
3.
Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir yang mengakibatkan kerugian Negara.
4.
Apabila dilakukan pemeriksaan pajak, koreksi fiskal yang dilakukan oleh pemeriksa pajak untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10% (sepuluh persen) dilihat dari penghasilan bruto (PKP).
3
Kepatuhan sebagai fondasi self assessment dapat dicapai apabila elemenelemen
kunci
telah
diterapkan
secara
efektif.
Elemen-elemen
kunci
(Ismawan,2001:83) tersebut adalah sebagai berikut: 1. Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak 2. Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak 3. Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif 4. Pemantapan law enforcement secara tegas dan adil
Salah satu faktor yang juga ikut menentukan tinggi rendahnya kepatuhan (massofa,2008) adalah besarnya biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak, yang dalam literature disebut sebagai compliance cost. Sedangkan biaya yang dikeluarkan fiskus dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsinya disebut sebagai administrative cost. Time out adalah waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, mulai dari waktu yang terpakai untuk membaca formulir SPT dan buku petunjuknya, waktu untuk berkonsultasi dengan akuntan dan konsultan pajak untuk mengisi SPT, serta waktu yang terpakai untuk pergi dan pulang ke kantor pajak.
Faktor penentu Cost of Taxation dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Sacrifice of income adalah pengorbanan Wajib Pajak menggunakan sebagian penghasilan atau harta/uangnya untuk membayar pajak itu.
4
2. Distortion cost adalah biaya yang timbul sebagai akibat perubahan-perubahan dalam proses produksi dan faktor produksi karena adanya pajak tersebut, yang pada gilirannya akan merubah pola perilaku ekonomi. Sebagai contoh adalah pajak dapat merupakan disincentive terhadap individu maupun perseroan dalam berkonsumsi dan berproduksi. 3. Cost of Taxation yang ketiga adalah running cost, yakni biaya-biaya yang tidak aka nada jika sistem perpajakan tidak ada baik bagi pemerintah maupun bagi individu. Biaya ini disebut juga “Tax operating cost” yang dibagi menjadi biaya untuk sector public dan sector swasta atau private.
B. Pajak dan Fungsi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam Ilyas dan Suhartono (2007 : 2), Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontrak prestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membayar pengeluaranpengeluaran umum. Sementara menurut Suandy, 2011 : 9, pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Mengingat pajak adalah sumber utama dari APBN, berperan sangat penting bagi kelangsungan pembangunan bangsa. Untuk memaksimalkan peran, Wajib
5
Pajak perlu memahami apa itu pajak, fungsi pajak, kedudukannya dalam Undangundang dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan dasar-dasar perpajakan, agar kesadaran Wajib Pajak dalam membayarkan pajak terutangnya semakin meningkat. Kata “dapat dipaksakan” mempunyai arti yaitu, apabila hutang pajak tidak dibayar, hutang tersebut dapat ditagih dengan kekerasan, seperti surat teguran, surat paksa, surat sita, dan sandera. Setiap negara berhak mengenakan pajak yang akan dikenakan, karena pajak merupakan bentuk keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan tugas kenegaraan dan merupakan sumber penerimaan negara yang diharapakan dapat mengurangi ketergantungan perolehan dana dari luar negeri. Dari pengertian pajak yang telah disampaikan pada sub bab diatas, secara teoritis dan praktis dapat dilihat bahwa pajak memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan negara dan masyarakat (Mardiasmo,2006:6), yaitu; 1. Fungsi Budgeter yaitu pajak sebagai alat untuk memasukan uang ke dalam kas negara untuk digunakan sebagai dana pembayaran pengeluaran negara. Hal ini dapat dilihat dalam struktur penerimaan dalam APBN yang terdiri dari dua bagian pokok, yaitu penerimaan negara dan hibah. Bagian penerimaan negara atau penerimaan dalam negeri, sumbernya berasal dari: penerimaan perpajakan yang terdiri dari PPh, PPN, PPnBM, PBB, BPHTB, Cukai, Bea Masuk, Pajak Ekspor, dan Pajak lainnya, serta penerimaan yang tidak termasuk pajak.
6
2. Fungsi Regulerend yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Misalnya untuk meningkatkan ekspor, pajak ekspor direndahkan atau dihilangkan. Untuk meningkatkan daya beli masyarakat yang
meningkat,
bisa
menaikan
besarnya
penghasilan
dibawah
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Maka masyarakat yang penghasilannya dibawah PTKP, tidak akan dikenakan pajak.
C. Tax Ratio di Indonesia Tax ratio merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Rasio itu dipergunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pembayaran pajak oleh masyarakat dalam suatu negara. Membicarakan tax ratio di Indonesia sesungguhnya bukan sekedar urusan kalkulasi matematis atas perbandingan jumlah penerimaan perpajakan terhadap jumlah penerimaan domestik bruto (PDB). Terdapat sejumlah aspek krusial yang mewarnai persoalan tax ratio ini, bukan hanya yang bersifat ekonomi, bahkan merambah aspek politis. Tax ratio sebagai ukuran kinerja perpajakan telah lama diungkapkan oleh para ahli ekonomi. Rumus Tax Ratio: PPh Badan Tahun X x 100% = Penerimaan Pajak Tahun X
Rasio PPh Badan
7
D. Self Assessment System 1. Pengertian Self Assessment System Merupakan suatu sistem perpajakan yang memperbolehkan wajib pajak untuk menghitung membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya sehingga wajib pajak diberi kepercayaan yang penuh dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Menurut Waluyo dan Wirawan B Ilyas (2003:18) dalam buku Perpajakan Indonesia pengertian self assassement system yaitu pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Disisi lain Mardiasmo (2006:7), menjelaskan dalam buku Perpajakan terkait pengertian dan ciri self assassement system, yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dengan ciri-ciri, sebagai berikut: a. Wewenang
untuk menentukan besarnya pajak ada pada wajib pajak
sendiri. b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Tata cara pemungutan pajak dengan menggunakan self assassement system berhasil dengan baik apabila masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap disiplin
8
pajak yang tinggi, dimana ciri-ciri self assassement system adalah suatu kepastian hukum, sederhana perhitungannya, mudah pelaksanaanya, lebih adil dan merata, dan perhitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak. Self assassement system juga dapat menyebabkan wajib pajak mendapat beban berat karena semua aktivitas pemenuhan perpajakan dilakukan langsung oleh wajib pajak. Wajib pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam Surat Pemberitahuan (SPT), menghitung dasar pengenaan pajak, menghitung jumlah pajak terutang, serta menyetor jumlah pajak terutang. Karena diharuskan menuntut kepatuhan secara sukarela dari wajib pajak maka sistem ini akan menimbulkan peluang besar bagi wajib pajak untuk melakukan tindakan kecurangan, pemanipulasian perhitungan jumlah pajak, penggelapan jumlah pajak yang seharusnya dibayar.
Self assassement system dapat ditentukan dengan cara: a. Kepatuhan Kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya adalah faktor paling dominan dalam metode ini karena kepatuhan wajib pajak sangat diperlukan untuk menghindari kecurangan yang dilakukan wajib pajak. b. Kurang Bayar dan Lebih Bayar Kurang bayar pajak terjadi karena jumlah pajak yang dibayar lebih kecil daripada jumlah pajak terutangnya sedangkan lebih bayar pajak terjadi karena jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak terutangnya.
9
c. Menyetor Menghitung, dan melaporkan pajak merupakan rangkaian dalam kegiatan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. 2. Tata Cara Pembayaran Pajak Adapun tata cara pembayaran pajak oleh wajib pajak, yaitu: a. Mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak, wajib pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). b. Menghitung atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang terutang, menghitung jumlah pajak terutang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalikan pajak dengan dasar pengenaan pajak. Sedangkan memperhitungkan adalah mengurangi pajak yang terutang dengan jumlah pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan yang dikenal dengan kredit pajak. c. Menyetor pajak tersebut ke Bank persepsi atau kantor pos, untuk melakukan penyetoran pajak yang sudah dihitung dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). d. Melakukan pelaporan tersebut ke Direktur Jendral Pajak, melakukan pelaporan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) masa dan tahunan. e. Menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian SPT dengan baik.
10
3. Hambatan-hambatan Terhadap Pelaksanaan Pemungutan Pajak Terdapat juga hambatan-hambatan terhadap pelaksanaan pemungutan pajak yang dapat dikelompokkan menjadi dua (waluyo, 2006:56), yaitu: a. Perlawanan pasif antara lain: 1) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat 2) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat 3) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik b. Perlawanan aktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditunjukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain: 1) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang-undang 2) Tax evasion, usahan meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-undang (menggelapkan pajak). E.
Asas Pemungutan Pajak Menurut buku Perpajakan Teori dan Kasus yang ditulis oleh Siti Resmi asas pemungutan pajak dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Asas Domisili (asas tempat tinggal) yaitu bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya,
11
baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar. Contohnya: PPh 2. Asas Sumber yaitu bahwa pengenaan pajak tergantung adanya sumber di suatu negara. Jadi negara tempat sumber penghasilan berada berhak mengenakan pajak dan tidak mengingat tempat wajib pajak bertempat tinggal atau berkedudukan. Contohnya: PPh 3. Asas Kebangsaan Yaitu bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Contohnya: pajak bangsa asing di Indonesia
F.
Pajak Penghasilan Badan 1. Pengertian Pajak Penghasilan Badan Pajak penghasilan adalah pajak langsung yang dikenakan kepada badan atau orang pribadi pada tingkat penghasilan tertentu. Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan adalah penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Subjek Pajak Badan adalah Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
12
yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Subjek pajak Badan dibedakan menjadi : a. Subjek pajak badan dalam negeri b. Subjek pajak badan luar negeri.
13
2. Perbedaan Subjek Pajak Badan dan Bukan Badan a. Subyek Pajak PPh Badan secara Geografis 1) Subyek Pajak Badan Dalam Negeri : Badan yang didirikan di Indonesia / bertempat kedudukan di Indonesia. 2) Subyek Pajak Badan Luar Negeri : Badan yang tidak didirikan / bertempat kedudukan di Indonesia, menjalankan usaha / kegiatan BUT di Indonesia serta menerima & memperoleh penghasilan dari Indonesia tanpa melalui BUT. b. Bukan Subyek Pajak PPh Badan 1) Badan Perwakilan Negara Asing. 2) Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh MenKeu dengan syarat Indonesia menjadi anggotanya & tidak menjalankan usaha / kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada Pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 3) Unit tertentu dari Badan pemerintah dengan syarat : Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN / APBD, Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah, Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.
3. Objek Pajak a. Klasifikasi Objek Pajak Penghasilan Badan ( Pasal 4 ayat 1 ) 1) Penghasilan dari usaha dan kegiatan
14
a) Laba usaha b) Premi asuransi c) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan usaha dari anggota nya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha dan pekerjaan bebas d) Hadiah dari pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
2) Penghasilan dari modal
a)
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
b) Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang c)
Deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
d) Royalty atau imbalan atas penggunaan hak. e)
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
3) Penghasilan lain-lain
a)
Hadiah dari undian
b) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak c)
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
15
d) Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah e)
Keuntungan selisih kurs mata uang asing
f)
Selisih karena penilaian kembali aktiva
g) Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak h) Penghasilan dari usaha berbasis syariah i)
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU KUP
j)
Surplus Bank Indonesia
b. Objek pajak yang dikenai PPh bersifat final ( Pasal 4 ayat 2 UU PPh ):
a)
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
b) Penghasilan berupa hadiah undian c)
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang diperdagangkan dibursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan nya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
d) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan, dan e)
Penghasilan tertentu lainnya.
16
a. Pengecualian sebagai dari objek pajak (Pasal 4 ayat 3 UU PPh):
1) 1. Bantuan atau sumbangan, 2. Harta hibahan yang diterima oleh
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil 2) Warisan 3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. 4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) 5) Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik Negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal dan pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan diindonesia dengan syarat deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan bagi perseroan yang terbatas, badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
17
6) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya
telah disahkan oleh menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai (PMK 234/PMK.03/2009) 7) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan 8) Bagian laba yang diterima atau diperoleh dari anggota perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dam kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. 9) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan diindonesia 10) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu. 11) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan 12) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu
18
G. Hubungan
Kepatuhan
Wajib
Pajak
dengan
Penerimaan
Pajak
Penghasilan Badan
Menurut Undang-Undang 16, Tahun 2000, batas waktu penyampaian SPT tahunan paling lambat tiga bukan setelah akhir tahun pajak. Kemudian di revisi menjadi Undang-Undang Nomor 28, Tahun 2007 dengan perubahan batas waktu penyampaian SPT Tahunan paling lambat empat bulan setelah akhir tahun pajak khusus bagi wajib pajak badan.
Pemahaman wajib pajak badan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku sangatlah penting guna dapat melaksanakan dan memenuhi kewajiban di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan.
H. Meningkatkan Penerimaan Pajak Pajak merupakan komponen penting penerimaan negara. Sekitar 80 persen total penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini disumbang dari penerimaan perpajakan. Tidak heran kalau pemerintah memberi perhatian khusus pada sektor ini untuk mengamankan penerimaan negara. Pemerintah Republik Indonesia setiap tahun menyusun Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) dengan menganut sistem anggaran berimbang, yaitu antara jumlah penerimaan dan jumlah pengeluaran sama besarnya.
19
Penerimaan negara menurut APBN dan RAPBN adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan dalam negeri, terdiri dari: a. Penerimaan migas b. Penerimaan nonmigas 2. Penerimaan pembangunan, terdiri dari: a. Bantuan program b. Bantuan proyek Pengeluaran negara menurut APBN dan RAPBN adalah sebagai berikut: 1.
Pengeluaran rutin, terdiri dari: a. Belanja pegawai b. Belanja barang c. Subsidi daerah otonom d. Bunga dan cicilan utang e. Pengeluaran rutin
2.
Pengeluaran pembangunan a. Pembiayaan rupiah b. Bantuan proyek (2006;46-47) Guna tercapainya penerimaan pajak yang tercantum di dalam RAPBN
tersebut, diharapkan kepada seluruh wajib pajak agar dapat menunaikan kewajiban kenegaraannya dengan mengisi SPT yang dilandasi kejujuran dan tidak akan menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan negara.
20
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan program ekstensifikasi wajib pajak. Dimana program ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah wajib pajak terdaftar, sehingga dengan bertambahnya jumlah wajib pajak terdaftar, dapat berimbas pada meningkatnya penerimaan negara dari sektor pajak.
I. Nomor Pokok Wajib Pajak 1. Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak Nomor Pokok Wajib Pajak yang biasa disingkat dengan NPWP, diartikan oleh Mardiasmo dalam buku Perpajakan, adalah
suatu sarana administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib perpjakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. (2006;14) Sedangkan Siti Resmi dalam buku Perpajakan: Teori dan Kasus, menyebutkan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. (2003;22-23) Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa NPWP merupakan sarana administrasi perpajakan, juga sebagai identitas atau pengenal diri dalam pelaksanaan perpajakan yang dilakukannya.
21
2. Pendaftaran Untuk Mendapatkan NPWP Berdasarkan sistem self assessment setiap WP wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, untuk diberikan NPWP. Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya. WP Orang Pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.
22
3. Tata Cara Pendaftaran NPWP Untuk mendapatkan NPWP, Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan beberapa lampiran sebagaimana dijelaskan oleh Soni Devano dan Siti Kurnia Rahayu dalam buku Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu, yaitu sebagai berikut: a. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas: 1) fotokopi KTP/KK bagi penduduk Indonesia; 2) paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi wajib pajak orang Asing.
b. Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas:
1) fotokopi KTP/KK bagi penduduk Indonesia; 2) paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi wajib pajak orang Asing; 3) Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa.
23
c. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/Pemotong:
1) fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan; 2) fotokopi KTP bendaharawan.
d. Wajib pajak badan :
1) fotokopi akta pendiri; 2) fotokopi KTP salah satu pengurus; 3) fotokopi SIUP/SITU dari instansi yang berwenang; 4) surat kuasa apabila dikuasakan.
e. Joint operation:
1) melampirkan fotokopi perjanjian kerja sama sebagai joint operation; 2) fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation; f. Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta harus melampirkan foto kopi surat keterangan terdaftar. (2006;147) Bagi wajib pajak yang akan mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, harus datang ke KPP atau KP4 dengan membawa lampiran-lampiran yang telah ditentukan sesuai dengan kondisi orang pribadi yang bersangkutan.
24
4. Fungsi NPWP Fungsi NPWP terdapat dalam penjelasan Pasal 1 (2) UU No. 16 Tahun 2000 sebagaimana dikutip oleh Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu dalam buku Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu, yaitu sebagai berikut: a. Untuk mengetahui identitas wajib pajak. b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. c. Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan harus mencantumkan NPWP. d. Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan (misalnya dalam surat setoran pajak). e. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen-dokumen yang diajukan (misalnya, dokumen impor, dokumen ekspor). f. Untuk keperluan pelaporan surat pemberitahuan (SPT) masa atau tahunan. (2006;145) Sedangkan, menurut Siti resmi dalam buku Perpajakan: Teori dan Kasus, Nomor Pokok Wajib Pajak berfungsi sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan untuk: a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak; b. Sebagai pemenuhan kewajiban perpajakan (pembayaran pajak); c. Menjaga ketertiban dan pengawasan administrasi perpajakan;
25
d. Mendapatkan pelayanan dari instansi tertentu. (2003;23)
5. Penerbitan NPWP Secara Jabatan KPP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan, apabila WP tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP. Bila berdasarkan data yang dimiliki Direktorat Jendral Pajak ternyata WP memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP, maka terhadap wajib pajak yang bersangkutan dapat diterbitkan NPWP secara sepihak oleh Direktorat Jenderal Pajak.
6. Sanksi yang Berhubungan dengan NPWP Setiap orang
yang dengan
sengaja tidak
mendaftarkan diri atau
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara akan dikenakan sanksi sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. (2000;Pasal 39 Ayat 1)
J. Surat Pemberitahuan (SPT) 1. Pengertian Surat Pemberitahuan Mengacu pada pendapat Diaz Priantara (2009, 7-9), dan Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau
26
bukan objek pajak, harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sesuai dengan Undang-undang No 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 10, Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. B. Fungsi SPT
Funsi SPT adalah :
a.
Wajib Pajak PPh
Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
1)
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
2)
penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
3)
harta dan kewajiban;
4)
pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.
27
b.
Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
1) pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; 2) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c.
Pemotong/ Pemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
C. SPT Tahunan SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan atau Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Badan, yang terdiri dari :
28
a.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan biasa (formulir 1771)
b.
Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat (formulir 1771S)
Formulir SPT Tahunan PPh Badan 1771 terdiri dari formulir : a. Formulir induk 1771 b. Formulir 1771 halaman 2 c. Formulir 1771 – I penghitungan penghasilan neto fiskal d. Formulir 1771 – II Perincian Harga Pokok Penjualan, Biaya Usaha Lainnya Dan Biaya Dari Luar Usaha Secara Komersial e. Formulir 1771 – III Kredit Pajak Dalam negeri f. Formulir 1771 – IV Pph Final Dan Penghasilan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak g. Formulir 1771 – V Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal Dan Jumlah Dividen Yang Dibagikan dan Daftar Susunan Pengurus Dan Komisaris h. Formulir 1771 – VI Daftar Penyertaan Modal Pada Perusahaan Afiliasi, Daftar Utang Dari Pemegang Saham Dan/Atau Perusahaan Afiliasi Dan Daftar Piutang Kepada Pemegang Saham Dan/Atau Perusahaan Afiliasi
29
K. Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Definisi Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Tahun
dan Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Lidya Purnama Pengaruh Self Sari (2008) Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Variabel dependen: penerimaan pajak.
Fatimah Indiyani (2007)
Variabel independen : PPh Orang Pribadi
Study Tentang Kesalahan Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surakarta Tahun 2006
Hasil Penelitian
Kesimpulannya bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Variabel penerimaan pajak independen: penghasilan. NPWP dan Sedangkan surat SSP PPh setoran pajak (SSP) Pasal 25. PPh Pasal 25 memiki pengaruh signifikan positif terhadap penerimaan pajak penghasilan (JPPPH) Proporsi Wajib Pajak yang melakukan kesalahan dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Variabel Tahunan Pajak Dependen : Penghasilan (PPh) Surat Orang Pribadi di KPP Pemberitahua Surakarta Tahun 2006 n Tahunan relatif rendah, karena dari 11.382 Wajib Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi hanya ada sekitar 100 Wajib
30
Chaerunnisa (2010)
Desy Anggraeni (2011)
Pajak yang melakukan kesalahan. Jadi, jika dipersentasekan jumlah yang salah adalah sekitar 0,88%. Analisis Pengaruh Variabel Variabel tingkat Tingkat independen : penghasilan (X1) dan Penghasilan dan Tingkat sanksi pajak (X2) Sanksi Pajak Penghasilan secara parsial Terhadap Wajib Pajak, berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Sanksi Pajak. variabel kepatuhan Pajak Dalam Wajib Pajak dalam Menyapaikan Surat Variabel menyampaikan Surat dependen : Pemberitahuan (SPT) Pemberitahuan (SPT) Tahunan Kepatuhan Tahunan. untuk Wajib Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Di Wilayah Kembangan Jakarta Barat Faktor-Faktor yang Variabel Bahwa seluruh Mempengaruhi variabel memiliki independen: Kemauan Wajib Tingkat hubungan dan Pajak dalam Pengetahuan pengaruh terhadap Penyampaian Surat Wajib Pajak, kemauan wajib pajak Pemberitahuan Sanksi dalam dalam penyampaian (SPT) Tahunan Perpajakan. Surat Pemberitahuan Wajib Pajak Badan Kemudahan (SPT) Tahunan Wajib (Studi Kasus pada dalam Proses Pajak Badan. KPP Pratama Pengisian Kemauan membayar Kebayoran Lama) Surat pajak dapat diartikan Pemberitahua sebagai suatu nilai n. yang rela dikontribusikan oleh Kemudahan yang dalam Proses seseorang Pengisiam digunakan untuk membiayai Surat umum Pemberitahua pengeluaran n, Tingkat negara denga tidak Kesadaram mendpatkan jasa
31
yang Dimiliki timbal balik oleh Wajib langsung. Pajak, Sunset Policy, Persepsi yang Baik atas Efektifitas Sistem Perpajakan, Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak. Variabel dependen : Kemauan Wajib Pajak.
secara
32
L. Kerangka Pemikiran
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Satu
Penerapan Self Assessment System PPh Badan
Penerimaan PPh Badan
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
33
Penelitian ini merupakan suatu kajian yang berangkat dari berbagai konsep teori dan kajian penelitian yang mendahuluinya. Diawali dengan Prosedur yang dibuat oleh Kantor Penerimaan Pajak Pratama Tanah Abang Satu, dengan diberlakukannya self assessment system terhadap pajak penghasilan, maka WP Badan dituntut untuk lebih aktif baik dalam mendaftarkan dirinya, mengitung, melaporkan dan menyetor sendiri kewajiban perpajakannya. Pemerintah dalam hal ini aparat pajak hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan WP. Self Assessment System dalam penelitian kali ini diwakili oleh variabel jumlah NPWP yang merupakan bentuk dari kesadaran WP dalam mendaftaran bentuk usahanya, SPT yang merupakan bentuk pelaporan WP Badan dalam bentuk perhitungan dan pembayaran pajak yang akan di dilaporkan bersamaan dengan SSP dalam total penerimaan pajak. Kemudian untuk keseluruhannya akan masuk kedalam Penerimaan Pajak, dimana yang akan dilihat adalah total keseluruhan Penerimaan Pajak yang didapat oleh KPP Pratama Tanah Abang Satu, kemudian dibandingkan setiap tahunnya yang paling unggul dan paling rendah, dapat mempengaruhi KPP tersebut atau tidak.