BAB II LANDASAN TEORITIS A. Bank 1. Pengertian Bank Bank pada hakikatnya merupakan lembaga perantara (intermediary) yang mengerahkan dana dari masyarakan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan
7
8
deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat. Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut.
2. Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya a. Bank Sentral Menurut UU No.3 Tahun 2004, Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan serta menjalan fungsi sebagai lender of the last resort. Bank sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia. Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. b.
Bank Umum Pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang
9
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. c. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak
memberikan
jasa
dalam
lalu
lintas
pembayaran.
3. Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya Menurut Kasmir (2008:37) jenis bank dilihat dari segi kepemilikannya adalah sebagai berikut: a. Bank Milik Pemerintah
Adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. Sedangkan bankmilik pemerintah daerah (pemda)terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II di masing-masing provinsi. b. Bank Milik Swasta Nasional
Adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun
10
didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga dipertunjukkan untuk swasta pula. c. Bank milik koperasi
Kepemilikan saham-saham ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. d. Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, pemerintah asing. Jelas kepemilikannya pun dimiliki oleh pihak luar negeri.
11
B. Bank Islam ( Bank Syariah ) 1. Pengertian Bank Syariah Kehadiran bank syariah ditengah-tengah bank konvensional menjadi alternatif tersendiri untuk masyarakat khususnya umat islam yang membutuhkan atau memperoleh layanan jasa perbankan tanpa harus melanggar riba. Adapun Bank Syariah menurut veithzal (2007:733) adalah sebagai berikut: Bank Syariah adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Sedangkan pengertian bank syariah menurut Sudarsono (2008:27) adalah sebagai berikut: Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsi-prinsip syariah. Sesuai dengan PP No. 72/1992. Bank Islam yaitu “ bank yang tidak di dasarkan pada sistem bunga melainkan atas dasar prinsip bagi hasil atau prinsip jual beli sebagaimana digariskan dalam hukum islam.”
12
2. Sistem Operasional Bank Syariah Menurut Yahya, dkk (2009:57) sistem opersional bank umum syariah adalah sebagai berikut: 1. Sistem opersional bank syariah dimulai dari kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat. Penghimpunan dana dapat dilakukan dengan skema investasi maupu skema titipan. Dalam penghimpunan dana dengan skema investasi dari nasabah pemilik dana (shahibul maal), bank syariah berperan sebagai pengelola dana atau biasa disebut dengan mudharib. Adapun pada penghimpunan dengan skema penitipan, bank syariah berperan sebagai penerima titipan. 2. Dana yang diterima oleh bank syariah selanjutnya disalurkan kepada berbagai pihak, antara lain mitra investasi, pengelola investasi pembeli barang, dan penyewa barang atau jasa yang disediakan oleh bank syariah. Pada saat dana disalurkan dalam bentuk investasi, bank syariah berperan sebagai pemilik dana. Pada saat dana disalurkan dalam kegiatan jual beli, bank syariah berperan sebagai penjual dan pada saat disalurkan dalam kegiatan pengadaan objek sewa, berperan sebagai pemberi sewa. 3. Dari penyaluran dana kepada berbagai pihak, bank syariah selanjutnya menerima pendapatan berupa bagi hasil dari investasi, margin dari jual beli dan fee dari sewa dan berbagai jenis pendapatan yang diperoleh dari instrumen penyaluran dana lain yang dibolehkan. 4. Pendapatan yang diterima dari kegiatan penyaluran selanjutnya dibagikan kepada nasabah pemilik dan atau penitip dana. Penyaluran dana kepada pemilik dana bersifat wajib sesuai dengan porsi bagi hasil yang disepakati. Adapun penyaluran dana kepada nasabah penitip dana bersifat sukarela tanpa ditetapkan di muka sebelumnya dan biasa disebut dengan istilah bonus. 5. Selain melaksanakan aktivitas penghimpunan dan penyaluran, bank syariah dalam sistem operasionalnya juga memberikan layanan jasa keuangan seperti jasa ATM, transfer, letter of credit, bank garansi, dan lain sebagainya. Oleh karena jasa tersebut dilakukan tanpa menggunakan dana dari pemilik dana maupun penitip dana, maka pendapatan yang diperoleh dari jasa tersebut dapat dimiliki sepenuhnya oleh bank syariah tanpa harus dibagi.
Selain itu, bank syariah juga diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun,
13
mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat, infaq, sadakah). Operasional perbankan yang berdasarkan prinsip syariah ini diharapkan dapat memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam bermuamalah yang bebas dari praktik yang diharamkan Islam terutama praktik riba. Praktik dan sistem muamalah Islam diaplikasikan dalam setiap operasional dan produk-produk perbankan. Produk-produk perbankan syariah dibuat sedemikian rupa sehingga bagi masyarakat non-muslim juga dapat menggunakan jasa perbankan syariah.
3. Fungsi Bank-Bank Islam Dalam paradigma akuntansi Islam, bank syariah memiliki fungsi sebagai berikut: a. Manajemen Investasi Bank-bank Islam dapat melaksanakan fungsi ini berdasarkan kontrak mudharabah atau kontrak perwakilan. Menurut kontrak mudharabah, bank (dalam kapasitasnya sebagai mudharib, yaitu pihak yang melaksanakan investasi dana dari pihak lain) menerima persentase keuntungan hanya dalam kasus untung. Dalam hal terjadi kerugian, sepenuhnya menjadi risiko penyedia dana (shahibul maal), sementara bank tidak ikut menanggungnya.
14
b. Investasi Bank-bank Islam menginvestasikan dana yang ditempatkan pada dunia usaha (baik dana modal maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat-alat investasi yang konsisten dengan syariah. Rekening
investasi
dapat
dibagi
menjadi
tidak
terbatas
(unrestricted mudharabah) atau terbatas (restricted mudharabah). 1. Rekening investasi tidak terbatas (general investment) Pemegang rekening jenis ini memberi wewenang kepada bank Islam untuk menginvestasikan dananya dengan cara yang dianggap paling baik dan feasible, tanpa menerapkan pembatasan jenis, waktu dan bidang usaha investasi. Dalam skema ini bank Islam dapat mencampurkan dana pemegang rekening investasi dengan dananya sendiri (modal) atau dengan dana lain yang berhak dipakai oleh bank Islam (misalnya rekening koran). Pemegang rekening investasi dan bank Islam umumnya berpartisipasi dalam keuntungan dari dana yang diinvestasikan. 2. Rekening investasi terbatas (restricted investment) Pemegang rekening jenis ini menerapkan pembatasan tertentu dalam hal jenis, bidang, dan waktu bank meng-investasikan dananya. Lebih jauh lagi, bank Islam dapat dibatasi dari
15
mencampurkan dananya sendiri dengan dana rekening investasi terbatas untuk tujuan investasi. Bahkan bisa saja ada pembatasan lain yang diterapkan pemegang rekening investasi. Sebagai contoh, pemegang rekening investasi dapat meminta bank Islam untuk tidak menginvestasikan dananya dalam bidang pertanian dan peternakan. Bisa juga pemegang rekening investasi meminta bank Islam itu sendiri yang melaksanakan investasi, bukan melalui pihak ketiga. c. Jasa-Jasa Keuangan Bank Islam dapat juga menawarkan berbagai jasa keuangan lainnya berdasarkan upah (fee based) dalam sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan. Contohnya garansi, transfer kawat, L/C, dan sebagainya. d. Jasa Sosial Konsep perbankan Islam mengharuskan bank Islam melaksanakan jasa sosial, bisa melalui dana qardh (pinjaman kebajikan), zakat, atau dana sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.
Lebih
mengharuskan
jauh bank
lagi,
konsep
Islam
perbankan
memainkan
Islam
peran
juga dalam
pengembangan sumber daya insani dan menyumbang dana bagi pemeliharaan serta pengembangan lingkungan hidup.
16
4. Perbedaan Bank Syariah Dan Bank Konvensional a. Bank Syariah 1) Melakukan investasi-investasi yang halal saja. 2) Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa. 3) Berorientasi pada keuntungan
(profit oriented) dan
kemakmuran serta kebahagian dunia akhirat (falah). 4) Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan. 5) Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah (DPS). b. Bank Konvensional 1) Melakukan investasi yang halal dan haram. 2) Memakai perangkat bunga. 3) Profit oriented. 4) Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur. 5) Tidak terdapat dewan sejenis (DPS).
5. Perbedaan Bunga Dan Bagi Hasil Islam dalam kegiatan ekonomi menggunakan prinsip bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata.
17
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil BUNGA
BAGI HASIL
1. Penentuan bunga dibuat pada waktu
akad
tanpa
dengan
asumsi harus selalu untung.
1. Penentuan
besarnya
rasio bagi hasil dibuat pada
waktu
dengan
akad
berpedoman
pada
kemungkinan
untung rugi. 2. Besarnya
persentase
2. Besarnya
rasio
bagi
berdasarkan pada jumlah uang
hasil berdasarkan pada
(modal) yang dipinjamkan.
jumlah
keuntungan
yang diperoleh. 3. Pembayaran
bunga
tetap
3. Bagi hasil tergantung
seperti yang dijanjikan tanpa
pada
keuntungan
pertimbangan apakah proyek
proyek yang dijalankan.
yang dijalankan pihak nasabah
Bila
untung atau rugi.
kerugian
usaha
merugi akan
ditanggung
bersama
oleh kedua belah pihak. 4. Jumlah tidak jumlah
pembayaran meningkat keuntungan
bunga
sekalipun berlipat
atau keadaan ekonomi sedang
4. Jumlah pembagian laba meningkat
sesuai
dengan
peningkatan
jumlah pendapatan.
“booming”. 5. Eksistensi
bunga
diragukan
5. Tidak
ada
(kalau tidak dikecam) oleh
meragukan
semua agama, termasuk agama
bagi hasil.
yang
keabsahan
islam. Sumber : Bank Syariah Dari Teori Ke Peraktek (M. Syafi’I Antonio).
18
C. Pembiayaan Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan bab I pasal I No.12, yang dimaksud pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Kata mewajibkan pada Undang-Undang di atas maksudnya adalah pihak yang dibiayai mewajibkan untuk mengembalikan uang pinjamannya, kecuali apabila terjadi resiko bisnis dalam mudharabah, maka tidak mewajibkan untuk mengembalikan uang pinjamannya.
Menurut
Antonio
(2001:160)
menurut
sifat
penggunaannya
pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut: 1. Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut: A. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: a. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah
19
Hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi. b. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan B. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. 2. Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinngal maupun berupa jasa, pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan skunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer baik berupa barang, seperti makanan dan minuman, pakaian/perhiasan, bangunan rumah, kendaraan dan sebagainya, maupun berupa jasa, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan, dan sebagainya.
20
D. Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah Menurut bahasa, kata mudharabah berasal dari kata adhdharby fil ardi yaitu berpergian untuk urusan dagang. Mudharabah disebut juga qiradh, yang berasal dari kata alqardhu yang berarti potongan, karena
pemilik
memotong
sebagian
dari
hartanya
untuk
diperdagangkan dan memperoleh sebagian dari keuntungannya. Menurut Nurhayati dan wasilah (2008:130) dalam bukunya mengemukakan sebagai berikut: Mudharabah adalah Akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau violation oleh pengelola dana. Akad Mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan atau investasi yang berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam akad mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana. Pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah tertentu untuk bagiannya karena dapat dipersamakan dengan riba yang meminta kelebihan atau imbalan tanpa ada faktor penyeimbang (iwad) yang diperbolehkan syariah. Dalam mudharabah, pembagian keuntungan harus dalam bentuk persentase atau nisab, sehingga besarnya keuntungan yang diterima tergantung pada laba yang dihasilkan.
21
2. Jenis – Jenis Mudharabah Menurut
Nurhayati
dan
Wasilah
(2011:122)
jenis-jenis
mudharabah adalah sebagai berikut: 1. Mudharabah Muthlaqah pengelola dana memiliki kewenangan untuk melakukan apa saja dalam pelaksanan bisnis bagi keberhasilan tujuan mudharabah itu. Namun, apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian atau kecurangan, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya. Sedangkan apabila terjadi kerugian atas usaha itu, yang bukan karena kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka kerugian itu akan ditanggung oleh pemilik dana. 2. Mudharabah Muqayyadah Mudharabah dimana pemilik dananya memberikan batasan kepada pengelola
dana
mengenai
lokasi,
cara,
dan
atau
objek
investasi/sektor usaha. Contoh: tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya; tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
22
3. Mudharabah Musytarakah Mudharabah dimana pengelola dana turut menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi. Diawal kerjasama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha tersebut dan akadnya disebut mudharabah musyarakah (merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah).
3. Rukun dan Ketentuan Syariah Akad Mudharabah 1. Pelaku a. Pelaku harus cakap hukum dan baligh. b. Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan non muslim. c. Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh mengawasi. 2. Objek Mudharabah (Modal dan Kerja) a. Modal 1) Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau asat lainnya. 2) Modal harus tunai dan tidak utang.
23
3) Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan dari keuntungan. 4) Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada orang lain. 5) Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri. b. Kerja 1) Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan, dll. 2) Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh pemilik dana. 3) Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dngan syariah. 3. Ijab Kabul Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridho atau rela antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi moderen. 4. Nisbah Keuntungan a. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan, mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh.
24
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. c. Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan
menyatakan
nominal
tertentu
karena
dapat
menimbulkan riba.
4. Manfaat Mudharabah 1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. 2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/ hasil usaha bank. 3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah. 4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. 5. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
25
E. Musyarakah 1. Pengertian Musyarakah Bentuk umum lain dari usaha bagi hasil adalah musyarakah. Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Menurut PSAK No. 106 pengertian musyarakah, sebagai berikut: Musyarakah merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan resiko berdasarkan kontribusi dana.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Musyarakah merupakan akad kerja sama diantara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka dengan tujuan mencari keuntungan, dalam musyarakah para mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja bersama mengelola usaha tersebut. Modal harus digunakan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
26
2. Manfaat Musyarakah Manfaat
yang
diperoleh
dari
pelaksanaan
pembiayaan
musyarakah menurut Antonio (2001:93) adalah sebagai berikut: 1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan nasabah meningkat. 2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan pada pendapatan hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread. 3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah. 4. Bank akan lebih selektif dan berhati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar terjadi itulah yang dibagikan. 5. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah/mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerimaan pembiayaan (nasabah)satu jumlah bunga tetap seberapa besar pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi atau krisis ekonomi.
27
3. Perbedaan Mudharabah dan Musyarakah Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan merusak ajaran Islam.
F. Profitabilitas Profitabilitas merupakan pengukuran kemampuan perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia diperusahaan. (Syamsuddin, 2007:63) Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin tinggi efisiensi perusahaan tersebut dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan.
28
Jenis – Jenis Rasio Profitabilitas: Adapun jenis-jenis rasio profitabilitas menurut Sutrisno (2009:222) adalah sebagai berikut : 1. Profit Margin (NPM) Profit Margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai. 2. Return On Assets (ROA) ROA sering disebut juga rentabilitas ekonomis merupakan ukuran kemampuan perusahaan dlam mengfhasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. 3. Return On Equity (ROE) ROE yaitu kemampuan perusahaan dlam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiriyang dimiliki. 4. Return On Investment (ROI) ROI merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. 5. Earning Per Share (EPS) EPS merupakan ukuran kemempuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham yang pemiliki. Namun dari ke lima rasio profitabilitas tersebut, analisis rasio profitabilitas dalam penelitian ini diwakili oleh rasio profitabilitas yang menunjukkan kaitannya dengan bagi hasil pembiayaan mudharabah. yakni Net Profit Margin (NPM), Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE). 1. Net Profit Margin (NPM) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume penjualan. Net Profit Margin (NPM) dapat di rumuskan sebagai berikut: Laba Bersih Setelah Pajak Net Profit Margin (NPM) = Pendapatan Operasional
29
2. Return On Assets (ROA) Return On Assets (ROA) merupakan penilaian profitabilitas atas total assets, dengan cara membandingkan laba setelah pajak dengan
rata-rata
total
aktiva.
Return
On
Assets
(ROA)
menunjukkan efektivitas perusahaan dalam mengelola aktiva baik dari modal sendiri maupun dari modal pinjaman, investor akan melihat seberapa efektif suatu perusahaan dalam mengelola assets. Semakin tinggi tingkat Return On Assets (ROA) maka akan memberikan efek terhadap volume penjualan saham, artinya tinggi rendahnya Return On Assets (ROA) akan mempengaruhi minat investor dalam melakukan investasi sehingga akan mempengaruhi volume penjualan saham perusahaan begitu pula sebaliknya. Secara matematis Return On Assets (ROA) dapat dirumuskan sebagai berikut : Laba Bersih Setelah Pajak Return On Assets (ROA) = Total Asset 3. Return On Equity (ROE) Return On Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan daya untuk menghasilkan laba atas investasi berdasarkan nilai buku para pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik, artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Return On Equity (ROE) yang tinggi
30
akan dapat mendorong penerimaan perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif. Hal ini akan mempengaruhi minat para investor untuk melakukan transaksi jual beli saham, sehingga akan meningkatkan volume penjualan saham perusahaan. Return On Equity (ROE) dapat di rumuskan sebagai berikut: Laba Bersih Setelah Pajak Return On Equity (ROE) = Ekuitas Pemegang Saham