8
BAB II LANDASAN TEORITIS
A.
Pengertian Pengendalian Intern Pengertian pengendalian internal telah mengalami perubahan baik dalam
konsep maupun komponen-komponennya sesuai dengan perkembangan dunia bisnis yang semakin kompleks. Pada awal perkembangannya pengendalian internal diartikan sebagai internal cek. Internal cek dengan konsep kesamaan hasil melalui pencocokan catatan dari dua bagian atau lebih. Sebagaimana diungkapkan American Institute of Certifield Public Accountant (AICPA) yang dikutip Moller & Witt (1999; 81) menjabarkan definisi pengendalian internal sebagai berikut: "Internal control comprises the plan of organization and all of the coordinate methods and measures adopted within a business to safeguard its assets, check the accuracy and reliability of its accounting data, promote operational effIciency, and encourage adherencp to prescribed managerial policies" Pengendalian internal yang terdapat dalam perusahaan tidak hanya mencakup kegiatan akuntansi dan keuangan saja tetapi meliputi segala aspek kegiatan perusahaan. Pengendalian internal dapat digunakan untuk: 1. Menjaga keamanan harta milik perusahaan; 2. Memberikan keyakinan bahwa laporan laporan yang disampaikan kepada pimpinan adalah benar; 3. Meningkatkan efisiensi usaha; dan
9
4. Memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pimpinan telah dijalankan dengan baik. Dengan pengendalian internal yang baik, adanya fraud dan pemborosan dapat dideteksi dan ditanggulangi secara dini sehingga kerugian perusahaan dapat dihindari. Pengendalian internal mencakup lima komponen dasar kebijakan prosedur yang dirancang manajemen untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan tertentu perusahaan dapat dipenuhi. Arens (2004; 273) mengemukakan bahwa: "Internal control includes five categories of controls that management design and implements to provide reasonable assurance that management's control objectives win be met. These are caned component of internal control and are: (1) Control Environment; (2) Risk Assessment, (3) Information and Communication; (4) Control Activities, (5) Monitoring”. Pengertian yang lebih luas mengenai pengendalian internal dikemukakan oleh
Konrath
(2002:205),
mengutip
AICPA
Professional
Standards,
mendefinisikan pengendalian internal sebagai berikut: "The process effected by entity’s board of director, management, and other personel designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories: (a) operations control-realating to the effective and efficient use of the entity’s resource; (b) financial reporting control-relating to the preparation of reliable published financial statements; and (c) compliance controls – relating 10 the entity’s compliance with applicable laws and regulations.” Dari Pengertian yang dikemukakan sebelumnya, dijelaskan bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris yang ditujukan untuk member keyakinan yang memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian operasional yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
10
1.
Tujuan Sistem Pengendalian Intern Tujuan utama dari sistem pengendalian intern dapat dibagi dalam 3
kategori, yaitu : 1. Operations/performance objectives, yaitu adanya aktivitas yang efisien dan efektif dalam hubungannya dengan misi dan kegiatan usaha organisasi, termasuk standard kinerja dan pengamanan sumber daya manusia. Secara lebih rinci tujuan ini berhubungan dengan : a. Efektifitas
dan
efisiensi
dari
kinerja
sebuah
perusahaan
dalam
menggunakan asset dan sumber daya lainnya, b. Melindungi perusahaan dari kerugian, c. Memastikan bahwa semua pegawai telah bekerja memenuhi sasaran dan tujuan dengan efisien dan disertai integritas yang tinggi, tanpa biaya yang berlebihan, dan d. Berbagai pihak (pegawai, vendor, maupun pelanggan) menempatkan kepentingan mereka dibawah kepentingan perusahaan. 2. Informational / financial reporting objectives, yaitu adanya informasi mengenai keuangan dan informasi untuk manajemen yang dapat dipercaya, lengkap dan tepat waktu, serta mencegah penggelapan informasi kepada masyarakat. Secara lebih rinci tujuan ini berkaitan dengan : a. Penyusunan laporan yang tepat waktu, independen dan dapat dipercaya (reliable), dan sesuai dengan kebutuhan untuk pengambilan keputusan. b. Laporan tahunan, laporan keuangan lainnya, dan penjelasan laporan keuangan maupun laporan kepada pemilik saham, pengawas dari
11
regulator, dan pihak luar lainnya, yang kesemuanya harus independen dan dapat dipercaya serta tepat waktu. 3. Compliance Objectives, yaitu adanya kepatuhan kepada hukum dan peraturan yang berlaku. Tujuan ini untuk memastikan bahwa kegiatan usaha perusahaan patuh kepada hukum, peraturan, rekomendasi dari regulator, kebijakan dan prosedur intern perusahaan. Tujuan ini harus juga melindungi hak dan reputasi perusahaan.
2.
Struktur Pengendalian Intern Struktur pengendalian intern merupakan hal pokok untuk lebih
diperhatikan oleh seorang pimpinan perusahaan karena struktur pengendalian intern merupakan alat untuk mengetahui apakah aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan sudah cukup baik atau belum. Struktur pengendalian intern juga merupakan proses untuk mencapai tujuan tertentu. Pengendalian internal mencakup lima komponen dasar kebijakan prosedur yang dirancang manajemen untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan tertentu perusahaan dapat dipenuhi. Arens (2010) mengemukakan bahwa : “Internal control includes five categories of controls that management design and impelements to provide reasonable assurance that management’s control objectives win be met. These are caned component of internal control and are: 1. Control Environment 2. Risk Assessment 3. Information and Communication 4. Control Activities 5. Monitoring”
12
Komponen struktur pengendalian intern yang seharusnya ada dalam siklus aktivitas dirancang untuk mencapai tujuan pokok pengendalian administratif, menjaga kekayaan perusahaan, dan menjamin ketelitian serta keandalan data akuntansi. Tujuan
pengendalian intern juga harus mencapai hal-hal yang
berkaitan dengan masalah yang dihadapi dan ditunjukkan sebagai pelaksanaan dan tindakan pengamanan terhadap harta yang dimiliki. Adapun komponen dari struktur pengendalian intern menurut COSO (The Committee of
Sponsoring
Organizations) oleh Wing Wahyu Winarno dalam buku ”Sistem Informasi Akuntansi (2006:117) ” Ada lima, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Control environment atau lingkungan pengendalian Control activities atau kegiatan pengendalian Risk assessment atau pemahaman risiko Information and communication atau informasi dan komunikasi Monitoring atau pemantauan
Berdasarkan uraian tersebut dapat diungkapkan bahwa apabila komponenkomponen struktur pengendalian intern tersebut dijalankan dengan baik, maka tujuan dari suatu perusahaan pun akan tercapai. Berikut diuraikan penjelasan kelima komponen Pengendalian Internal yang saling berhubungan, yaitu : a. Control Environment Lingkungan pengendalian merupakan pengaruh gabungan dari berbagai faktor dalam membentuk, memperkuat, atau memperlemah efektifitas kebijakan dan prosedur tertentu. Menurut Sukrisno (2012), faktor – faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendalian adalah sebagai berikut : integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, partisipasi dewan, komisaris
13
dan komite audit, filosofi dan gaya operasi manajemen, struktur organisasi, pemberian wewenang dan tanggung jawab, serta kebijakan dan praktik sumber daya manusia. b. Risk Assesment Setiap organisasi mempunyai tingkat resiko yang berbeda yang harus dikendalikan untuk tercapainya tujuan perusahaan, manajemen harus mengidentifikasi berbagai resiko agar mencapai tingkat resiko adalah : “Risk assessment for financial reporting is management’s indentification and analysis of relevant to preparation of financial statement in comformity with GAAP”. Penilaian resiko untuk laporan keuangan adalah mengidentifikasi, menganalisis dan mengelola berbagai resiko yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). c. Information and Communication Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang meliputi system akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas bagi asset, utang, dan ekuitas yang bersangkutan. Kualitas informasi yang dihasilkan daris system tersebut berdampak terhadap kemampuan manajemen untuk membuat keputusan semestinya dalam mengendalikan aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang andal.
14
Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggungjawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap pelaporan keuangan. Auditor harus memperoleh pengetahuan memadai tentang sistem informasi yang relevan dengan pelaporan keuangan untuk memahami : -
Golongan transaksi dalam operasi entitas yang signifikan bagi laporan keuangan.
-
Bagaimana transaksi tersebut dimulai.
-
Catatan akuntansi, informasi pendukung, dan akun tertentu dalam laporan keuangan yang tercakup dalam pengolahan dan pelaporan transaksi.
-
Pengolahan dimasukkan ke dalam laporan keuangan, termasuk alat elektronik (computer dan electronic data interchange) yang digunakan untuk mengirim, memproses, memelihara dan mengakses informasi.
d. Control Activities Menurut Konrath (2002) aktivitas pengendalian adalah : “Control activities are the policies and procedure that help ensure that management directive are carried out. They also help ensure that necessary actions are taken to address risk to the achievement of entity objectives”. Hal di atas menjelaskan definisi dari Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi resiko dalam pencapaian tujuan entitas, sudah dilaksanakan.
15
Aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan diterapkan diberbagai tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan hal-hal berikut : -
Review terhadap kinerja
-
Pengolahan informasi
-
Pengendalian Phisik
-
Pemisahan Tugas
e. Monitoring Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kerja pengendalian intern sepanjang waktu
B.
Komitmen Organisasi Porter, Mowdays dan Steers (1982) mendefinisikan komitmen organisasi
yaitu : “For purposes of instrument development, organizational commitment was defined here as the relative strength of an individual’s indentification with and involvement in a particular organization (Porter & Smith, Note 4). It can be characterized by at least three related factors: (1) a strong belief in and acceptance of the organization’s goals and values; (2) a willingness to exert considerable effort on behalf of the organization; and (3) a trong desire to maintain membership in the organization.” Dapat diartikan bahwa komitment organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relative dalam mengindentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal ini didapat ditandai dengan tiga hal yaitu : 1. Penerimaan terhadap nilai – nilai dan tujuan organisai;
16
2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh – sungguh atas nama organisasi; 3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotan dalam organisasi. Konsep komitmen organisasi telah didefinisikan dan diukur dengan berbagai cara yang berbeda. Meyer dan Allen (1997) mengemukakan tiga komponen tentang komitmen organisasi : 1. Affective Commitment Terjadi dalam kondisi karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attachment) atau merasa mempunyai nilai sama dengan organisasi. 2. Continuance Commitment Kemauan suatu individu untuk tetap bertahan dalam organisasi karena tidak menemukan pekerjaan lain atau karena rewards ekonomi tertentu. 3. Normative Commitment Karyawan bertahan dalam suatu organisasi karena ada kesadaran bahwa berkomitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan. Mayer dan Allen (1997) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruksi psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen
17
terhadap organisasinya akan lebih bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi. Dari berbagai pengertian komitmen organisasi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa komitment organisasi merupakan suatu sikap yang ditunjukkan oleh individu dengan adanya identifikasi, keterlibatan serta loyalitas terhadap organisasi. Serta, adanya keinginan untuk tetap berada dalam organisasi dan tidak bersedia untuk meninggalkan organisasinya dengan alasan apapun.
Aspek – aspek Komitmen Organisasi
1.
Steers (1979) mengelompokkan komitmen organisasi menjadi 3 (tiga) faktor : -
Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijakan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai – nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian organisasi.
-
Keterlibatan yaitu adanya kesediaan untuk berusaha sunguh – sungguh pada organisasi. Keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan pada organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan padanya.
-
Loyalitas yaitu adanya keinginan yang kuat untuk menjaga keanggotaan di dalam sebuah organisasi. Loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara
18
organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.
2.
Ciri – ciri Komitmen Organisasi Ciri – ciri karyawan yang memiliki Komitmen Steers (1979), sebagai berikut :
-
Bertanggung jawab Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Hal ini dapat diidentifikasikan dengan penerimaan tanggung jawab, bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan.
-
Konsisten Komitmen yang kecil atau tidak dihargai sama sekali sering menjadi suatu hal yang lebih buruk daripada tidak memiliki komitmen sama sekali. Konsistensi karyawan terhadap pekerjaan merupakan suatu hal yang sangat penting karena konsistensi dapat menimbulkan komitmen. Kepercayaan yang cukup beralasan yang berdasarkan pada kejujuran dan perilaku yang konsisten sepanjang waktu, yang mempertinggi reputasi seseorang secara besar – besaran atas komitmen yang konsisten.
-
Proaktif Komitmen dapat muncul apabila karyawan memiliki sikap proaktif terhadap semua hal yang menyangkut pekerjaannya, dengan sikap yang proaktif tersebut karyawan dapat menyelesaikan masalah – masalah perusahaan
19
dengan lebih baik sehingga dengan sendirinya komitmen karyawan dapat timbul dengan sikap proaktif tersebut.
3.
Faktor – faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi Steers
dan
Porter
(1979)
membedakan
faktor
–
faktor
yang
memperngaruhi komitmen terhadap perusahaan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu -
Karakteristik Personal Pengertian karakteristik personal mencakup : usia, masa jabatan,
motif
berprestasi, jenis kelamin, ras, dan faktor kepribadian. Sedang tingkat pendidikan berkolerasi negative dengan komitmen terhadap perusahaan karyawan yang lebih tua dan lebih lama bekerja secara konsisten menunjukkan nilai komitmen yang tinggi. -
Karakteristik Pekerjaan Karakteristik ini meliputi kejelasan serta keselarasan peran, umpan balik, tantangan pekerjaan, otonomi, kesempatan berinteraksi, dan dimensi inti pekerjaan. Biasanya, karyawan yang bekerja pada level pekerjaan yang lebih tinggi nilainya dan karyawan menunjukkan level yang rendah pada konflik peran dan ambigu cenderung lebih berkomitmen.
-
Karakteristik Struktural Faktor – faktor yang tercakup dalam karakteristik struktural antara lain ialah derajat
formalisasi,
ketergantungan
fungsional,
desentralisasi,
tingkat
partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan fungsi kontrol dalam
20
perusahaan. Atasan yang berada dalam organisasi dan mengalami desentraliasi pada pemilik pekerja kooperatif menunjukkan komitmen yang tinggi. -
Pengalaman Bekerja Pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi yang penting, pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi yang penting, yang mempengaruhi
kedekatan
psikologis
karyawan
terhadap
perusahaan.
Pengalaman kerja terbukti berkolerasi positif dengan komitmen terhadap perusahaan sejauh menyangkut taraf seberapa besar karyawan percaya bahwa perusahaan memperhatikan minatnya, merasakan adanya kepentingan pribadi dengan perusahaan, dan seberapa besar harapan – harapan karyawan dapat terpenuhi dalam pelaksanaan pekerjaannya.
C.
Fraud (Kecurangan)
1.
Pengertian Fraud Pengertian fraud menurut The Professional Standards and Responsibilities
Committee dalam Amin (1995) : “Fraud encompasses an array of irregularities and illegal acts characterized by intentional deception. It can be perpetrated for the benefit of or to the detriment of the organization and by person putside as well as inside the organization”. Sementara Konrath (2002), mendefiniskan fraud sebagai perbuatan melanggar hukum dan pelanggaran lainnya dilakukan dengan niat untuk berbuat curang. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja demi keuntungan atau kerugian suatu organisasi oleh orang dalam atau luar organisasi.
21
2.
Konsep Pencegahan Fraud Menurut Tuanakotta (2007:159) ada ungkapan yang secara mudah ingin
menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud. Ungkapan itu adalah : fraud by need, by greed and by opportunity. Tuanakotta juga mengemukakan bahwa 3 pemicu utama seseorang terdorong untuk melakukan fraud dikenal dengan nama”fraud triangle”, yaitu : a. Opportunity, untuk melakukan fraud tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek fraud. Kesempatan untuk melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan fraud dibandingkan dengan karyawannya. Ada tidaknya kesempatan untuk melakukan fraud sangat berhubungan dengan kuat atau lemahnya penerapan pengendalian internal dalam perusahaan. b. Preasure (insentive), untuk melakukan fraud lebih banyak tergantung kepada kondisi individu, tekanan keuangan, kebiasaan buruk dan kebiasaan lain yang merugikan. Terdapat hubungan yang kuat antara besar kecilnya kebijakan insentif yang diberikan oleh perusahaan dengan terjadinya fraud. c. Rassionalization
(attitude),
ini
terjadi
apabila
seorang
membangun
pembenaran atas fraud yang dilakukannya. Pelaku akan mencari alas an atau pembenaran bahwa fraud yang dilakukannya bukan tindakan fraud. Umumnya beberapa tindakan curang dilakukan oleh orang yang sangat memahami bahwa mereka sedang melakukan suatu kriminal dan nurani mereka yang bersalah.
22
Akan tetapi seringkali mereka menganggap wajar tindakan mereka karena mereka beralasan gaji yang mereka terima sangat tidak layak. Ungkapan tersebut diartikan jika kita ingin mencegah fraud, hilangkan atau tekan sekecil mungkin penyebabnya yang telah disebutkan di atas. Banyak organisasi tidak memiliki upaya untuk menghadapi fraud dengan pendekatan proaktif. Ketika fraud terjadi dalam suatu organisasi harus menghadapi suatu dilema. Apabila terjadi dugaan fraud, umumnya banyak organisasi
menyelesaikannya
secara
internal
tanpa
mau
dipublikasikan.
Selanjutnya kasus ditutup dan masalahnya dianggap selesai. Menurut Hall (2001), fraud menunjuk pada penyajian fakta yang bersifat material secara salah yang dilakukan oleh satu pihak ke pihak lain dengan tujuan untuk membohongi dan mempengaruhi pihak lain untuk bergantung pada fakta tersebut, fakta yang akan merugikannya dan berdasarkan hukum yang berlaku, suatu tindakan yang curang (fraudulent act) harus memenuhi lima kondisi ini : a. Penyajian yang salah. Harus terdapat laporan yang salah atau tidak diungkapkan; b. Fakta yang sifatnya material. Suatu fakta harus merupakan faktor yang substansial yang mendorong seseorang untuk bertindak; c. Tujuan. Harus terdapat tujuan untuk menipu atau pengetahuan bahwa laporan tersebut salah;
23
d. Ketergantungan yang dapat dijustifikasi. Penyajian yang salah harus merupakan faktor yang substansial yang menyebabkan pihak lain merugi karena ketergantungannya; e. Perbuatan tidak adil atau kerugian. Kebohongan tersebut telah menyebabkan ketidak adilan atau kerugian bagi korban fraud. Fraud terjadi pada dua tingkatan, yaitu fraud pegawai dan fraud manajemen. Hal ini penting untuk membedakan antara kedua jenis fraud karena tiap jenis memiliki tanggung jawab dan implikasi yang berbeda bagi auditor. Pertama, Fraud pegawai atau fraud oleh pegawai non-manajemen, biasanya ditujukan untuk langsung mengkonversi kas atau aktiva lainnya untuk keuntungan pegawai tersebut. Pada umumnya, pegawai tersebut mengakali perusahaan untuk kepentingan pribadinya. Jika suatu perusahaan memiliki sistem pengendalian internal yang efektif, kebangkrutan atau penggelapan uang dapat dideteksi atau dihindari. Fraud pegawai biasanya melibatkan tiga langkah: a. Mencuri sesuatu yang berharga (sebuah aktiva), b. Mengkonversi aktiva tersebut ke bentuk yang dapat digunakan (kas), dan c. Menutupi kejahatannya agar tidak diketahui. Langkah ketiga sering kali merupakan hal yang paling sulit. Langkah ini mungkin relatif mudah bagi petugas administrasi gudang untuk mencuri persediaan dari gudang perusahaan, tetapi mengubah catatan persediaan lebih menantang.
24
Kedua, Fraud manajemen lebih tersembunyi dan membahayakan daripada fraud pegawai dan seringkali lolos dari deteksi sampai organisasi tersebut menderita kerugian atau kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Treadway Commision tentang Pelaporan Kecurangan Keuangan mengamati bahwa pada tingkat makro, manajemen dapat terlibat dalam kegiatan kecurangan untuk mendapatkan harga saham yang lebih tinggi atau penawaran utang atau hanya untuk memenuhi harapan para investor sedangkan pada tingkat mikro biasanya dapat melibatkan data keuangan yang dilaporkan secara salah dan melaporkannya untuk mendapatkan kompensasi tambahan, untuk mendapatkan promosi, atau untuk melarikan diri dari hukuman karena kinerja yang buruk. Fraud manajemen biasanya terdiri atas tiga karakter ini: a. Fraud ini dilakukan pada tingkat manajemen di atas tingkat manajemen di mana struktur kontrol internal biasanya berkaitan; b. Fraud ini biasanya melibatkan penggunaan laporan keuangan untuk menciptakan ilusi bahwa entitas lebih sehat dan lebih makmur dari kenyataannya; c. Jika fraud tersebut melibatkan pernyataan aktiva secara salah, ia biasanya dikelilingi oleh transaksi bisnis yang kompleks, yang sering kali melibatkan pihak ketiga. Karakteristik sebelumnya dari fraud manajemen menunjukkan bahwa pihak manajemen sering kali melakukan hal yang melanggar peraturan dengan mengesampingkan sistem pengendalian internal yang efektif. Ketika pihak manajemen menggunakan laporan keuangan tersebut untuk menciptakan ilusi,
25
data yang diinput biasanya dimanipulasi dengan memasukkan transaksi yang salah atau dapat dipertanyaan atau penilaian yang dapat dipertanyakan berkaitan dengan alokasi biaya atau pengakuan pendapatan. Dengan memahami jenis-jenis fraud maka akan dilakukan teknik dan metode
pencegahannya.Tujuan
utama
pencegahan
fraud
adalah
untuk
menghilangkan sebab-sebab munculnya fraud. Menurut Amrizal (2004:3) fraud sering terjadi apabila : a. Pengendalian internal tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar atau tidak efektif; b. Pegawai diperkerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka; c. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan; d. Model manajemen melakukan fraud, tidak efisien dan atau tidak efektif serta tidak taat pada hukum dan peraturan yang berlaku; e. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang harus dipecahkan, masalah keuangan, masalah kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan; f. Industri di mana perusahaan menjadi bagiannya memiliki sejarah atau tradisi terjadinya fraud.
26
D.
Pengadaan Barang
1.
Pengertian Pengadaan Barang Menurut Tuanakotta (2007) Pengertian Pengadaan Barang adalah sektor
guna
memperoleh
barang
atau
jasa
dengan
harga
yang
dapat
dipertanggungjawabkan, dengan jumlah dan mutu yang sesuai, serta tepat pada waktunya.
2.
Hambatan dalam Proses Pengadaan Barang Hambatan yang biasa terjadi dalam proses pengadaan barang, meliputi :
a. Inefisiensi -
Proses dan tata cara yang tidak sederhana
-
Persaingan tidak sempurna dalam suatu lingkungan usaha
-
Rendahnya daya saing barang/jasa domestik
b. Kurang Maksimalnya peran belanja -
Belanja yang inefisien dan inefektif
-
Kurangnya pemanfaatan belanja sebagai pasar bagi usaha domestik pada bidang usaha yang efek pengadaannya banyak
-
Kurang mendorong keinginan peningkatan kemampuan usaha
-
Pasar yang pasti untuk tumbuhnya industri dan usaha jasa baru
c. Governance -
Tranparansi bagi semua stakeholder
27
-
Partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam rangka checks and balances
-
3.
Akuntabilitas
Ciri – ciri Pengadaan Efektif Menurut Tuanakotta (2007:83) sistem pengadaan yang baik berfungsi
dengan efektif jika mencakup ciri – ciri sebagai berikut : -
Kerangka Hukum yang jelas, komprehensif, dan transparan Hal tersebut dapat dilihat dari adanya pemasangan iklan yang luas tentang kesempatan – kesempatan penawaran, pengungkapan sebelumnya tentang semua criteria untuk mendapatkan kontrak, pemberian kontrak, yang didasarkan atas criteria yang objektif bagi penawaran yang dinilai paling rendah, pemaparan publik bagi penawaran – penawaran tersebut, akses terhadap mekanisme peninjauan untuk keluhan penawar, pengungkapan publik dari hasil – hasil proses pengadaan, pemeliharaan catatan lengkap tentang seluruh proses tersebut.
-
Kejelasan tentang tanggung jawab dan akuntabilitas fungsional Hal tersebut sudah termasuk penunjukan tanggung jawab yang jelas atas pengelolaan pengadaan, memastikan bahwa aturan – aturan ditaati, dan mengenakan sanksi jika aturan tersebut dilanggar.
-
Suatu organisasi yang bertanggung jawab untuk kebijakan pengadaan dan untuk pengawasan penerapan tepat dari kebijakan tersebut.
28
Secara ideal badan ini bertanggung jawab untuk mengelola proses pengadaan. Badan tersebut harus memiliki wewenang dan independensi untuk bertindak tanpa takut atau pilih kasih dalam menjalankan tanggung jawabnya. -
Suatu mekanisme penegakkan Tanpa penegakkan, kejelasan aturan dan fungsi tidak ada artinya. Badan audit harus dilatih untuk mengaudit pengadaan publik dan memulai tindakan terhadap mereka yang melanggar aturan. Pemerintah pun perlu menetapkan mekanisme yang memiliki kepercayaan penuh dari penawar.
-
Staf pengadaan yang terlatih dengan baik Staf yang baik dapat dijadikan kunci untuk memastikan sistem pengadaan berjalan dengan baik dan sesuai dengan ketentuan.
4.
Pencegahan Fraud (Kecurangan) Pengadaan Barang Pencegahan fraud pada umumnya adalah
1. Aktivitas yang dilaksanakan dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu bahwa tindakan yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain dalam perusahaan 2. Memberikan keyakinan memadai dalam mencapai tujuan organisasi yaitu Efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku (COSO;1992:13). Menurut Tuanakotta (2007:162) “pencegahan fraud dapat dilakukan dengan mengaktifkan pengendalian internal”. Pengendalian internal yang aktif biasanya merupakan bentuk pengendalian internal yang paling banyak diterapkan.
29
Ia seperti pagarpagar yang menghalangi pencuri masuk ke halaman rumah orang. Seperti pagar, bagaimanapun kokohnya tetap dapat ditembus oleh pelaku fraud yang cerdik dan mempunyai nyali untuk melakukannya. Menurut Pope (2007), “pencegahan fraud dalam hal pengadaan barang publik, antara lain: Pertama, “memperkuat kerangka hukum”. Alat yang paling ampuh adalah menyingkapkannya kepada publik. Media dapat memainkan peran penting untuk menciptakan kesadaran publik mengenai masalah ini dan untuk membangun dukungan bagi langkah-langkah yang perlu diambil. Jika masyarakat diberi informasi rinci mengenai keburukan dan pelanggaran hukum dalam korupsi, siapa yang terlibat, berapa suap yang diterima, berapa kerugian yang timbul akan sulit dibayangkan masyarakat tidak akan menuntut diadakan pembaruan. Kedua, prosedur transparan. Selain dari kerangka hukum, pertahanan berikutnya melawan fraud adalah prosedur dan praktik yang terbuka dan transparan untuk melaksanakan proses pengadaan barang itu sendiri. Belum ada orang yang menemukan cara yang lebih baik untuk melawan fraud dalam pengadaan barang daripada prosedur seleksi pemasok atau kontraktor dengan persaingan yang sehat. Apakah sebuah prosedur rumit atau sederhana tergantung pada nilai dan spesifikasi barang yang dibeli, tetapi unsur-unsurnya sama bagi semua prosedur : a. Menguraikan dengan jelas dan tanpa memihak apa yang akan dibeli; b. Mengumumkan kesempatan untuk menawarkan barang; c. Menyusun kriteria untuk mengambilkan keputusan pada waktu seleksi;
30
d. Menerima penawaran dari pemasok yang bertanggung jawab; e. Membandingkan penawaran dan menentukan penawaran yang terbaik, menurut peraturan yang telah ditetapkan lebih dahulu bagi seleksi; dan f. Memberikan
kontrak
pada
penawar
yang
menang
seleksi
tanpa
mengharuskannya menurunkan harga atau mengadakan perubahan lainnya pada penawarannya yang menang itu. Ketiga, membuka dokumen tender. Satu kunci untuk mewujudkan transparansi dan sikap tidak memihak adalah pembeli membuka dokumen tender pada waktu dan di tempat yang telah ditetapkan, di hadapan semua pengikut tender atau wakil-wakil mereka yang ingin hadir. Praktik membuka dokumen tender di depan umum, sehingga setiap orang dapat melihat siapa yang mengajukan penawaran dan dengan harga berapa, dapat mengurangi risiko bahwa tender yang bersifat rahasia itu dibocorkan kepada peserta lain, diabaikan, diubah atau dimanipulasi. Beberapa pemerintah menolak membuka dokumen tender di depan publik, dengan alasan hasil yang sama dapat diperoleh dengan membuka dokumen tender di depan komisi resmi pemerintah tanpa dihadiri para penawar. Keputusan pemenang yang dihasilkan dengan cara ini jelas akan dicurigai masyarakat, terutama karena sudah jadi rahasia umum bahwa pembeli ikut melakukan korupsi. Keempat, evaluasi penawaran. Evaluasi penawaran adalah langkah yang paling sulit dalam proses pengadaan barang untuk dilaksanakan secara benar dan adil. Bersamaan dengan itu langkah ini adalah salah satu langkah yang paling mudah dimanipulasi jika ada pejabat yang ingin mengarahkan keputusan pemenang pada pemasok tertentu. Para penilai dapat menolak penawaranpenawaran yang tidak
31
diinginkan dengan alasan yang dicari-cari, biasanya menyangkut pelanggaran prosedur ada bekas dihapus, sebuah halaman tidak diparaf atau dengan alasan penyimpangan dari spesifikasi, yang menuntut mereka cukup besar. Setelah penawaran diperiksa, jika tidak ada yang menghalangi, para penilai mungkin menetapkan syarat-syarat yang sama sekali baru yang harus diperhitungkan ketika memilih pemenang atau kriteria evaluasi mungkin dibuat demikian subjektif tanpa ukuran-ukuran objektif sehingga penilaian dapat menelurkan hasil yang diinginkan para penilai. Kelima, melimpahkan wewenang. Prinsip peninjauan ulang dan audit independen sudah diterima luas sebagai cara untuk menyingkapkan kesalahan atau manipulasi dan memperbaikinya. Prinsip ini menduduki tempat yang penting dalam bidang pengadaan barang publik. Sayang, prinsip ini juga digunakan oleh beberapa orang untuk menciptakan celah untuk melakukan kompsi. Khususnya, pelimpahan wewenang untuk menyetujui kontrak merupakan bidang yang patut dibahas. Sepintas lalu, alasan untuk melimpahkan wewenang cukup meyakinkan: pejabat lebih rendah berwenang menilai dan menyetujui pembelian kecil-kecil, sedangkan pejabat lebih tinggi berwenang meninjauulang penilaian oleh bawahan dan menyetujui. kontrak-kontrak besar. Semakin besar nilai kontrak, semakin tinggi pangkat pejabat yang berwenang mengambil keputusan untuk menyetujui-nya atau tidak. Pembelian sebuah meja dapat diputuskan oleh pegawai bagian urusan pembelian; pembelian sebuah komputer harus mendapat persetujuan direktur; pembangunan sebuah jalan harus disetujui oleh Menteri dan pembangunan sebuah bendungan mungkin harus disetujui oleh Presiden.
32
Keenam, pemeriksaan dan audit independen. Tinjauan ulang dan audit independen memainkan peran yang sangat penting. Namun di beberapa negara, tinjauan ulang dan tahap-tahap persetujuan demikian banyak sehingga seluruh proses pengadaan barang publik boleh dikatakan lumpuh. Di beberapa negara, dalam hal kontrak besar, diperlukan waktu lebih dari dua tahun paling tidak, untuk menentukan pemenang, dari sejak penawaran diajukan.
E.
Kerangka Penelitian Kerangka penelitian yang dapat dijelaskan dalam penelitian ini
digambarkan sebagai berikut : X1 Pengendalian Intern Y Pencegahan Fraud Pengadaan Barang X2 Komitmen Organisasi
Bagan 2.1 Kerangka Penelitian Perusahaan IT adalah sebuah perusahaan yang memiliki kepadatan karya dan modal. Padat karya yang dapat dilihat dari segi banyaknya tenaga kerja yang terlibat dalam aktivitas perusahaan dan padat modal dapat dilihat dari aktiva perusahaan berupa alat – alat tekhnologi tinggi yang disertai barang – barang
33
promosi (gimmick/hadiah), oleh karena itu perlu diperhatikan pada saat proses pengadaan barang yang berfokus pada dua hal tersebut. Dikarenakan sering terjadinya
kecurangan
pada
proses
pengadaan
barang
sehingga
akan
mengakibatkan kerugian yang sangat besar, baik dari segi kuantitas, kualitas barang sampai dengan biaya yang akan dikeluarkan. Bahkan hampir sebagian besar di perusahaan – perusahaan sering ditemui adanya penyimpangan yang disebabkan adanya kecurangan pada proses pengadaan barang dan dapat menimbulkan kerugian yang cukup signifikan. Auditor memahami aspek resiko dengan baik, selalu menjadikan kegiatan pengaan barang ini menjadi objek audit yang memerlukan pengujian lebih mendalam. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya dan strategi yang tepat untuk mencegah, mendeteksi dan mengungkapkan kecurangan yang sangat mungkin sekali terjadi pada pengadaan barang. Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain, merupakan suatu entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian operasional yang efektif dan efisien, keandalan laporang keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Sebagai suatu entitas perusahaan, diperlukan suatu pemahaman mengenai pengendalian internal di mana jika hal ini diterapkan secara efektif maka dapat mencegah terjadinya kecurangan (fraud). Diterapkannya pengendalian internal dapat melindungi asset perusahaan dari fraud dan tentunya membantu manajemen dalam melaksanakan aktivitasnya.
34
Selain Pengendalian Internal yang diterapkan sebagai salah satu tindakan pencegahan kecurangan (fraud), ada pula hal yang memungkinkan dapat meminimalisir kecurangan (fraud) salah satunya adalah komitmen organisasi. Komitmen organisasi adalah loyalitas karyawan pada organisasinya dan proses yang berlanjut dengan nama anggota organisasi menunjukkan perhatian mereka terhadap keberhasilan organisasi. Dengan tingginya komitmen organisasi yang dimiliki oleh setiap individu, maka hal tersebut dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud). Pengimplementasian pengendalian internal disertai rasa komitmen organisasi yang tinggi pada setiap individu, diharapkan dapat menimbulkan daya tangkal terhadap penyelewengan.
F.
Hipotesis Penelitian
1.
Pengaruh
Pengendalian
Internal
dalam
Pencegahan
Fraud
Pengadaan Barang Hubungan antara pengendalian internal dengan masalah kecurangan dalam suatu perusahaan sangat berkaitan. Dengan adanya pengendalian internal dalam sebuah perusahaan dipercaya dapat bermanfaat dalam hal membantu perusahaan dalam pencegah terjadinya fraud. Walaupun pengendalian internal merupakan pihak yang memiliki kewajiban yang paling besar dalam masalah pencegahan, namun pengendalian internal tidak bertanggung jawab atas terjadinya fraud.
35
Menurut Steve dan Albert dalam bukunya Fraud Examination (2003:96) menyatakan bahwa : “Fraud is reduce and often prevented (1) by creating a culture honesty, openness and assistance and (2) by eliminating opportunities to commit fraud”. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya fraud itu dapat dikurangi bahkan dicegah dengan cara membudayakan iklim kejujuran, keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu, pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara menghilangkan kesempatan untuk melakukan fraud, misalnya dengan menanamkan kesadaran bahwa setiap tindakan fraud akan mendapatkan saksi yang setimpal. Oleh karena itu pengendalian internal merupakan suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris yang ditujukan untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian operasional yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan hukum, dan peraturan yang berlaku. Kaitannya antara pengendalian internal dengan pencegahan fraud sangat erat. Menurut Tuanakotta (2007), bahwa upaya mencegah fraud dimulai dari pengendalian intern. Disamping pengendalian intern, dua konsep penting lainnya dalam pencegahan fraud, yakni menanamkan kesadaran tentang adanya fraud (fraud awareness) dan upaya menilai resiko terjadinya fraud (fraud risk assessment)
36
Manajemen harus melindungi perusahaan dari setiap tindakan yang menimbulkan kerugian Manajemen harus mengidentifikasikan apa yang harus dilindungi (asset perusahaan), resiko apa yang akan dihadapi, dan menyampaikan resiko tersebut (probability dan impact cost). Dengan memperhatikan faktorfaktor tersebut, manajemen kemudian membuat kebijakan – kebijakan dan strategi yang sesuai untuk mengembangkan struktur perusahaan dan implementasi pengendalian. Model preventive, investigative maupun model corrective adalah suatu jalan mengembangkan pengendalian secara spesifik. Kebijakan bisnis dan hukum yang berlaku pada perusahaan membutuhkan manajemen yang menekankan pada keefektifan pengendalian internal dan kekuatan pada lingkungan pengendalian untuk melindungi asset perusahaan sehingga dapat mencegah terjadinya fraud. Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kecurangan laporan keuangan pada perusahaan dan meminimalkan auditor eksternal untuk melegalkan bukti – bukti yang palsu pada laporan keuangan. Kecurangan selalu menjadi isu yang sulit. Pengimplementasian dari pengendalian intern setidaknya dapat mengurangi kolusi manajemen mengenai fraud.
2.
Hubungan
Komitmen
Organisasi
dengan
Pencegahan
Fraud
Pengadaan Barang Hubungan antara komitmen organisasi dengan pencegahan fraud sangat berkaitan. Komitmen organisasi dalam sebuah perusahaan dipercaya dapat bermanfaat dalam hal membantu perusahaan dalam mencegah terjadinya fraud.
37
Pada dasarnya komitmen manajemen dan kebijakan organisasi merupakan salah satu kunci utama dalam mencegah atau mendeteksi fraud. Karyawan yang memiliki komitmen dalam bekerja, maka mereka akan memandang usaha dan kinerja yang mereka berikan kepada organisasi memiliki makna yang positif bagi kesejahteraan individu mereka sendiri. Sehingga apabila komitmen organisasi terhadap perusahaan tinggi akan mendorong untuk mengetahui visi, misi, serta tujuan perusahaan tersebut dan meminimalisir tindakan penyimpangan yang akan terjadi. Berdasarkan hubungan variabel – variabel independen terhadap variabel dependen maka terbentuklah hipotesis penelitian sebagai berikut : Secara Parsial Ho1
: Pengendalian Internal tidak berpengaruh dalam pencegahan fraud pengadaan barang
Ha1
: Pengendalian Internal berpengaruh dalam pencegahan fraud pengadaan barang
Ho2
: Komitmen Organisasi tidak berpengaruh dalam pencegahan fraud pengadaan barang
Ha2
: Komitmen Organisasi berpengaruh dalam pencegahan fraud pengadaan barang
38
3.
Hubungan Pengendalian Internal dan Komitmen Organisasi dengan Pencegahan Fraud Pengadaan Barang Berdasarkan pengertian Pengendalian Internal dan Komitemen Organisasi
yang sudah dijabarkan dalam poin – poin di atas dapat disimpulkan bahwa dua hal tersebut memiliki keterkaitan yang cukup erat. Dengan adanya pengendalian internal yang disertai dengan ditanamkannya rasa komiten terhadap organisasi, dua hal tersebut dapat mencegah kemungkinan terjadinya tindak kecurangan salah satunya dalam pengadaan barang di perusahaan IT. Adanya komitmen organisasi pada suatu unit kerja yang memiliki pendirian yang kokoh, konsekuensi tinggi yang kemudian disertai kemampuan untuk menghilangkan timbulnya perilaku curang akan membantu pencegahan fraud. Hal tersebut juga didukung melalui proses penegakan kedisiplinan dan adanya kepatuhan dari para manajer dan staf serta proses yang transparan dan dapat dinilai dengan aturan yang berlaku. Karyawan yang memiliki komitmen yang kuat dalam bekerja dan Satuan Pengawasan Intern (SPI) diterapkan dengan baik, maka akan mencegah terjadinya tindak kecurangan terutama dalam pengadaan barang. Berdasarkan penjelasan di atas maka terbentuklah hipotesis penelitian sebagai berikut : Ho3
: Pengendalian Internal dan Komitmen Organisasi tidak berpengaruh dalam pencegahan fraud pengadaan barang
Ha1
: Pengendalian Internal dan Komitmen Organisasi berpengaruh dalam pencegahan fraud pengadaan barang
39
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No 1
Nama penulis
Judul
Variabel
Sampel
Metode
Hasil
I Ketut
Pengaruh Kualitas Jasa
X1 – X5 :
56 Internal
Analisis
Independen
Yadnyana
Auditor Internal
Independensi,
Auditor dari
Regresi
auditor internal
2009
Terhadap Efektifitas
Keahlian Profesional,
68 Hotel
Berganda
dengan keahlian
Pengendalian Intern
Lingkup Kerja
Bintang 4
bidang keuangan
pada Hotel Berbintang
Pemeriksaan,
dan 5 di bali
adalah signifikan
empat dan lima di Bali
Pelaksanaan
jika dikaitkan
Pekerjaan
dengan kejadian
Pemeriksaan,
masalah-masalah
pengelolaan bagian
pengendalian
pemeriksaan intern
internal.
Y : Efektivitas Pengendalian Internal 2
Andi Setiawan
Analisis Pengaruh
X1 – X3 : Affective
30 perawat
Analisis
Komitmen
2011
Affective Commitment,
Commitment,
RSU
Regresi
Organisasi
Continuance
Continuance
William
Berganda
berpengaruh
Commitment, dan
Commitment,
Booth
secara signifikan
Normative Commitment
Normative
Semarang
dengan Kinerja
Terhadap Kinerja
Commitment
karyawan.
Y : Kinerja 3
Muhammad
Pengaruh Tindakan
X1 – X3 : Tindakan
65 auditor
Analisis
Iqbal
Pencegahan,
Pencegahan,
yang bekerja
Regresi
2010
Pendeteksian, dan Audit
Pendeteksian, Audit
di KAP dan
Berganda
Investigatif terhadap
Investigatif
KPP BLU
40
4
Upaya meminimalisasi
Y : Meminimalisasi
UIN Syarif
kecurangan dalam
kecurangan dalam
Hidayatullah
Laporan Keuangan
laporan keuangan
Jakarta
Hermiyetti
Pengaruh Penerapan
X1 – X5 :
23 direktur
Analisis
Seluruh variable
2010
Pengendalian Internal
Lingkungan
rumah sakit
Jalur (Path
Independen
terhadap Pencegahan
Pengendalian,
umum dan
Analysis)
berpengaruh
fraud Pengadaan
Penilaian Resiko,
swasta di
signifikan baik
Barang (Studi Kasus :
Kegiatan
Kota
secara parsial
Rumah Sakit Umum
Pengendalian,
Bandung
maupun simultan
dan Swasta di Kota
Informasi dan
terhadap
Bandung)
Komunikasi,
pencegahan fraud
Pemantauan Y : Pencegahan fraud Pengadaan Barang