7
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Pasar Modal 1. Pengertian & Pemain Pasar Modal Pengertian pasar modal dalam arti sempit adalah “ tempat para penjual dan pembeli bertemu untuk melakukan transaksi” (Kasmir, 2008 : 207). Sedangkan pengertian pasar modal dalam arti luas adalah : Pasar modal merupakan tempat melakukan transaksi antara pembeli dan penjual, di mana pembeli dan penjual tidak harus bertemu dalam suatu tempat atau bertemu langsung, tetapi dapat dilakukan melalui sarana informasi yang ada seperti sarana elektronika. (Kasmir, 2008 : 207).
Pemain utama dalam pasar modal adalah perusahaan yang akan melakukan penjualan (emiten), pembeli atau pemodal yang akan membeli instrumen pasar modal yang ditawarkan oleh emiten, serta lembaga maupun perusahaan penunjang yang mendukung kelancaran operasi pasar modal (Kasmir, 2008 :213). Penjual
dalam
pasar
modal
(emiten)
merupakan
perusahaan
yang
membutuhkan modal (emiten), mereka berusaha mendapatkan modal dengan cara menjual efek-efek di pasar modal. Tujuan emiten melakukan emisi (memperoleh modal) antara lain untuk melakukan perluasan usaha, memperbaiki struktur modal dengan tujuan untuk menyeimbangkan rasio antara modal sendiri dengan modal asing, serta untuk mengadakan pengalihan pemegang saham. Dalam pengalihan pemegang saham ada dua kemungkinan, yaitu pengalihan dari pemegang saham
8
lama kepada pemegang saham baru, atau pengalihan saham dalam rangka untuk menyeimbangkan kepemilikan pemegang saham (Kasmir, 2008 : 214). Pembeli (investor) adalah pihak yang ingin membeli atau menanamkan modalnya di perusahaan yang melakukan emisi. Tujuan utama para investor dalam
menanamkan modalnya antara lain untuk memperoleh deviden,
kepemilikan perusahaan, atau berdagang. Sebagai pemegang saham, semakin banyak saham yang dimiliki, maka semakin besar pula kekuasaan pemegang saham. Investor yang membeli saham dengan tujuan berdagang, akan menjual kembali sahamnya pada saat harga tinggi, agar memperoleh capital gain (Kasmir, 2008 : 214-215). Lembaga penunjang, fungsinya antara lain untuk turut serta mendukung beroperasinya pasar modal, agar mempermudah emiten atau pun investor dalam melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pasar modal. Lembaga penunjang yang memegang peranan penting antara lain adalah : penjamin emisi (underwriter), perantara perdagangan efek (broker/pialang), perdagangan efek (dealer), penanggung (guarantor), wali amanat (trustee), perusahaan surat berharga (securities company), perusahaan pengelola dana (invesment company), serta kantor administrasi efek (Kasmir 2008 : 2015 – 219).
2. Instrumen Pasar Modal Barang yang diperjualbelikan dalam pasar modal disebut instrumen pasar modal. Instrumen yang diperjualbelikan berbentuk surat berharga yang dapat diperjualbelikan kembali. Intrumen pasar modal ada dua macam, yaitu instrumen
9
pasar modal yang bersifat kepemilikan yang diwujudkan dalam bentuk saham, dan bersifat utang yang diwujudkan dalam bentuk obligasi (Kasmir 2008: 209). a. Saham (Stocks) Saham merupakan surat berharga yang bersifat kepemilikan, yang berarti pemilik saham adalah pemilik perusahaan. Semakin besar saham yang dimiliki, akan semakin besar pula kekuasaan pemilik saham di perusahaan tersebut (Kasmir, 2008 : 209). Menurut Kasmir (2008:210) jenis-jenis saham dapat ditinjau dalam beberapa segi, antara lain : 1) Dari segi cara peralihan a) Saham atas unjuk (bearer stocks), merupakan saham yang tidak mempunyai nama (nama pemilik saham tidak tertulis dalam saham tersebut), sehingga saham ini mudah untuk dialihkan atau dijual kepada pihak lainnya. b) Saham atas nama (registered stocks). Pada saham jenis ini, nama pemilik saham tertulis pada saham. Untuk pengalihan saham kepada pihak lain diperlukan syarat dan prosedur tertentu. 2) Dari segi hak tagih a) Saham biasa (common stocks). Dalam hal hak untuk memperoleh dividen maupun hak terhadap harta apabila perusahaan dilikuidasi, pemilik saham biasa akan diberikan setelah pemilik saham preferen.
10
b) Saham preferen (prefered stocks) merupakan saham yang memperoleh hak utama dalam dividen dan harta pada saat perusahaan dilikuidasi. b. Obligasi (Bonds) Obligasi merupakan instrumen utang bagi perusahaan yang hendak memperoleh modal. Keuntungan yang diperoleh dalam wujud kupon. Obligor tidak mempunyai hak terhadap manajemen dan kekayaan perusahaan, statusnya hanya sebagai pemberi utang. Jenis-jenis obligasi dilihat dari berbagai segi (Kasmir, 2008 : 210 – 212) : 1) Dari segi peralihan : obligasi atas unjuk (bearer bond) dan obligasi atas nama (registered bonds). 2) Dari segi jaminan yang diberikan/hak klaim : obligasi dengan jaminan (secured bonds) dan obligasi tanpa jaminan (unsecured bonds). 3) Dari segi cara penetapan dan pembayaran bunga dan pokok : obligasi dengan bunga tetap, bunga tidak tetap, dan obligasi tanpa bunga. 4) Dari segi penerbit : oleh pemerintah (pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan pemerintah ) dan swasta. 5) Dari segi jatuh tempo : obligasi jangka pendek (tidak lebih dari 1 tahun), jangka menengah ( 1 s/d 5 tahun), jangka panjang (lebih dari 5 tahun). 3. Jenis-jenis Pasar Modal Di dalam pasar modal dikenal dua macam pasar, yaitu : pasar primer (pasar perdana) dan pasar sekunder.
11
Pasar Primer adalah “pasar, di mana sekuritas baru dijual dan dibeli untuk pertama kali. Artinya pasar penerbitan saham baru bagi masyarakat (Kasmir, 2010 : 62). Menurut Martono dan Agus (2007 : 359) pasar primer adalah “pasar untuk surat-surat berharga yang baru diterbitkan”. Pasar Sekunder merupakan “pasar setelah berakhirnya pasar primer, dan merupakan pasar bagi sekuritas lama (transaksi terjadi antara investor)” (Kasmir, 2010 : 62), definisi lain dari
Pasar Sekunder adalah “pasar
perdagangan surat berharga yang sudah ada (sekuritas lama) di bursa efek”. Dana pada pasar primer mengalir ke perusahaan penerbit surat berharga, sedangkan pada pasar sekunder, dana mengalir dari pemegang sekuritas yang satu kepada pemegang sekuritas lain.
B. Return Saham Definisi saham menurut Ahmad Rodoni & Herni Ali (2010 : 53) adalah “penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan usaha dalam suatu perusahaan”. Definisi-definisi saham yang lain adalah : 1. Martono, Agus Harjito (2007 : 42) : saham biasa (common stock) merupakan surat bukti kepemilikan atau surat bukti penyertaan atas suatu perusahaan yang mengeluarkannya (emiten). 2. Kasmir (2010 : 205) : “Saham merupakan surat tanda kepemilikan perusahaan atas nama saham yang dibelinya “
12
3. Van Horne, Wachowicz, JR ( 2007 : 372) : “Saham biasa adalah sekuritas yang menunjukkan posisi kepemilikan (dan risiko) terakhir atas suatu perusahaan” 4. Weston, Brigham (2010: 234) : “Saham biasa menunjukkan kepemilikan dalam suatu perusahaan perseroan terbatas tetapi bagi investor tertentu selembar saham biasa hanyalah selembar kertas yang dapat dibedakan oleh dua ciri”. Dua ciri yang dimaksudkan oleh Weston, Brigham ( 2010: 234) adalah sebagai berikut : a. Ia memberi hak kepada pemiliknya atas dividen, tetapi hanya perusahaan memiliki laba yang merupakan sumber dana bagi pembayaran deviden dan hanya jika manajemen memilih membayar dividen daripada menahan seluruh laba. b. Saham dapat dijual pada suatu saat dikemudian hari, diharapkan dengan harga lebih tinggi daripada harga belinya. Jika dalam kenyataaanya saham dijual di atas harga belinya, maka investor akan menerima keuntungan modal. Dari apa yang disampaikan oleh Weston dan Bgrighham, maka keuntungan dari saham (return saham) berupa aliran kas pada masa datang yang diharapkan, terdiri dari dua unsur : 1. Capital gaint (keuntungan modal).
Capital gaint merupakan suatu
keuntungan yang diperoleh dari penjualan saham, yaitu apabila saham yang dimiliki saat dijual kembali harganya lebih tinggi dari harga saat membeli saham. 2. Dividend.
Dividend merupakan keuntungan perusahaan
kepada para pemegang saham.
yang diberikan
13
Pengambilan kebijakan dividen merupakan salah satu bagian dari tugas manajemen. Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan : “keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang” (Martono dan Agus, 2007 : 253). Dalam mengambil kebijakan, manajemen diharapkan dapat mengambil kebijakan dividen yang optimal, yang mampu menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan perusahaan pada masa yang akan datang, agar dapat memaksimumkan laba dan mempengaruhi peningkatan nilai perusahaan. Kebijakan pembayaran dividen memiliki dua dampak berlawanan, yaitu bila dividen dibayarkan semua, maka perusahaan tidak menyisihkan cadangan yang merupakan sumber modal tambahan sendiri, sebaliknya bila laba ditahan semua, kepentingan pemegang saham akan uang kas yang terabaikan. Atau apabila dividen yang dibagikan dalam jumlah besar dan laba yang ditahan sedikit, akan ada konsekuensi perusahaan harus mencari dana eksternal dalam jumlah besar. Sebaliknya bila pembayaran dividen dalam jumlah sedikit dan laba ditahan dalam jumlah besar, akan ada konsekuensi perusahaan tidak perlu mencari dana eksternal yang besar (Ahmad dan Herni, 2010 :125). Kebijakan dalam pemberian dividen antara lain adalah : dividen dapat dibayarkan apabila saldo laba di tahan positif, posisi likuiditas perusahaan atau ketersediaan uang kas sesuai jumlah yang dibutuhkan untuk dibagikan sebagai dividen (Ahmad dan Herni, 2010 : 121). Nilai atau jumlah dividen yang diberikan kepada pemegang saham ditentukan dalam rapat pemegang saham. Nilai dividen
14
dinyatakan dalam suatu jumlah atau persentase (%) tertentu dari nilai nominal saham, bukan atas nilai pasarnya. Tipe pembayaran dividend menurut Ahmad dan Herni (2010 :122) adalah sebagai berikut : 1. Reguler cash dividend, perusahaan membayar dividen secara reguler. 2. Stock dividend, perusahaan membagikan dividen berupa saham. 3. Dividend in kind, perusahaan membagikan sesuatu kepada pemegang saham. Sebagai contoh, Wrigley’s Gum mengirimkan satu kotak permen karet kepada pemegang saham. Ada beberapa teori yang digunakan sebagai landasan dalam menentukan kebijakan dividen yang tepat untuk perusahaan. Salah satunya adalah teori dari Klob (Ahmad dan Herni, 2010 :128), yaitu : 1. Residual Theory. Teori ini menganjurkan agar dividen dibayarkan dari sisa dana yang digunakan untuk investasi modal, karena penekanan teori ini pada investasi modal dan menganggap dividen merupakan residu (akhir) dari proses investasi modal (capital invesment process). 2. Indifference Theory. Teori ini dipeolopori oleh Miller dan Modigliani (1961), berpendapat bahwa dividen bukan faktor yang relevan terhadap nilai saham. Dengan demikian, baik dividen dibayarkan ataupun tidak, tidak berpengaruh pada kemakmuran pemegang saham. 3. Bird in the Hand Theory. Menurut teori ini, bagi pemegang saham, kebijakan dividen relevan terhadap nilai saham. Pemegang saham tidak perduli (not indifferent) terhadap dividen dan perubahan pendapatan perusahaan.Teori ini
15
didukung oleh Lintner dan Gordon yang mengatakan bahwa bagi pemegang saham $1 dividen yang diterima nilainya lebih tinggi daripada $1 pendapatan yang ditahan. Dividen atau aliran arus kas pada masa datang yang diharapkan dapat dihitung dengan rumus sbb :
Dt
=
D0 (1+g)t
Keterangan : Dt : dividen yang diharapkan pemegang saham diterima pada akhir tahun t D0 : Dividen terbaru, yang telah dibayar g : laju pertumbuhan yang diharapkan dalam dividen yang diramalkan oleh investor marjinal t : akhir tahun ke t
C. Rasio Keuangan 1. Definisi, Kegunaan dan Jenis Rasio Keuangan Beberapa definisi dari rasio keuangan adalah sbb : a. “Rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya” (James C Van Horne (Kasmir, 2010 : 104)) . b. Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau antar komponen yang ada di antara laporan keuangan. Kemudian angka yang diperbandingkan dapat
16
berupa angka-angka dalam satu periode maupun beberapa periode (Kasmir, 2010 : 104). Kegunaan rasio keuangan menurut Kasmir ( 2010 : 104 - 105) : a. Mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Dari hasil rasio ini akan terlihat kondisi kesehatan perusahaan yang bersangkutan. b. Menilai kinerja perusahaan dalam satu periode apakah mencapai target seperti yang telah ditetapkan. c. Menilai kemampuan mananjemen dalam memberdayakan sumber daya perusahaan secara efektif.
Berdasarkan sumber analisisnya, rasio keuangan dapat dibedakan menjadi (Martono dan Agus, 2007 : 52): a. Perbandingan internal (internal comparison), yaitu membandingkan rasio pada saat ini dengan rasio pada masa lalu dan masa yang akan datang dalam perusahaan yang sama. b. Perbandingan eksternal (external comparison) dan sumber-sumber rasio industri, yaitu membandingkan rasio perusahaan dengan perusahaanperusahaan sejenis atau dengan rata-rata industri pada saat yang sama.
Menurut James C. Van Horne, jenis rasio dibagi menjadi 5 (Kasmir 2010 : 107108), yaitu : a. Rasio Likuiditas (liquidity ratio), terdiri dari rasio lancar (current ratio) dan rasio sangat lancar (quick ratio atau acid test ratio). b. Rasio Pengungkit (leverage ratio), terdiri dari total utang terhadap ekuitas, total utang terhadap total aktiva. c. Rasio Pencakupan (coverage ratio) : bunga penutup d. Rasio aktivitas (activitiy ratio) : perputaran piutang (receivable turn over), rata-rata penagihan piutang (average collection period), perputaran sediaan (inventory turn over), perputaran total aktiva (total assets turn over). e. Rasio profitabilitas (profitability ratio) : margin laba bersih, pengembalian investasi, pengembalian ekuitas. Martono dan Agus (2007:53) secara garis besar mengelompokkan jenis rasio menjadi empat, yaitu : a. Rasio likuiditas (liquidity ratio), yaitu rasio yang menunjukkan hubungan antara kas perusahaan dan aktiva lancar lainnya dengan hutang lancar. Rasio
17
likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi atau kewajiban jangka pendek. b. Rasio aktivitas (activity ratio), atau dikenal juga sebagai rasio efisiensi, yaitu rasio yang mengukur efisiensi perusahaan dalam menggunakan aset-asetnya. c. Rasio leverage financial (financial leverage ratio), yaitu rasio yang mengukur seberapa banyak perusahaan menggunakan dana dari hutang (pinjaman). d. Rasio Keuntungan (profitability ratio) atau rentabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari penggunaan modalnya.
Fred R. David (2010 : 207-208) mengelompokkan rasio-rasio keuangan utama menjadi lima jenis sebagai berikut : a. Rasio likuiditas (liquidity ratio) – mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang akan jatuh tempo. Rasio yang mungkin digunakan adalah : 1) Rasio lancar (current ratio) = Aset lancar Kewajiban jangka pendek Untuk mengukur sejauh mana sebuah perusahaan mampu memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. 2) Rasio cepat (quick ratio) = Aset lancar - Persediaan Kewajiban jangka pendek Untuk mengukur sejauh mana sebuah perusahaan mampu memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya tanpa bergantung pada penjualan persediaannya.
b. Rasio pengungkit (leverage ratio) – mengukur sejauh mana sebuah perusahaan didanai oleh utang. Rasio yang mungkin digunakan adalah : 1) Rasio utang terhadap total aset (debt-to-total-assets ratio) = Total utang Total aset Untuk mengukur persentase total dana yang disediakan kreditor. 2) Rasio utang terhadap ekuitas (debt-to-equity ratio) = Total utang Total ekuitas pemegang saham Untuk mengukur persentase total dana yang disediakan kreditor dan oleh pemilik
18
3) Rasio utang jangka panjang terhadap ekuitas (long-term debt-to-equity ratio) = Utang jangka panjang Total ekuitas pemegang saham Untuk mengukur keseimbangan antara utang dan ekuitas di dalam struktur kapital jangka panjang perusahaan. 4) Rasio kelipatan bunga yang dapat dibayarkan (times interest earned (or coverage) ratio) = Laba sebelum bunga dan pajak Total beban bunga Untuk mengukur sejuah mana laba berkurang tanpa membuat perusahaan tidak mampu melunasi biaya bunga tahunannya. c. Rasio aktivitas (activitiy ratio) mengukur seberapa efektif sebuah perusahaan menggunakan sumber dayanya. Rasio yang mungkin digunakan adalah : 1) Perputaran persediaan (inventory turnover) = Penjualan Persediaan barang jadi Untuk mengukur apakah perusahaan memiliki stok persediaan yang terlalu banyak dan apakah perusahaan lambat menjual persediaannya dibandingkan rata-rata industri. 2) Perputaran aset tetap (fixed assets turnover) = Penjualan Aset tetap Untuk mengukur produktivitas penjualan serta penggunaan pabrik dan perlengkapan 3) Perputaran total aset (total assets turnover) = Penjualan Total aset Untuk mengukur apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang memadai untuk besar investasi asetnya. 4) Perputaran piutang usaha (account receivanel turnover) = Penjualan kredit tahunan Piutang usaha Untuk mengukur rata-rata lamanya waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menagih penjualan kreditnya (dalam persentase) 5) Waktu penagihan rata-rata (average collection period) = Piutang usaha Total penjualan kredit/365 hari
19
Untuk mengukur rata-rata lamanya waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menagih penjualan kreditnya (dalam hari). d. Rasio profitabilitas (profitability ratio) – mengukur keefektifan manajemen secara keseluruhan sebagaimana ditunjukkan oleh pengembalian (return) yang diperoleh dari penjualan dan investasi. 1) Margin laba kotor (gross profit margin) = Penjualan – harga pokok penjualan Penjualan Untuk mengukur total margin yang tersedia untuk menutupi beban operasi dan menghasilkan laba. 2) Margin laba operasi (operating profit margin) = Pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT) Penjualan Untuk mengukur profitabilitas tanpa memperhitungkan pajak dan bunga. 3) Margin laba bersih (net profit margin) = Laba bersih Penjualan Untuk mengukur laba setelah pajak per rupiah penjualan. 4) Pengembalian atas total aset (return on total assets – ROA) = Laba bersih Total aset Untuk mengukur laba setelah pajak per rupiah aset, rasio ini juga disebut pengembalian atas investasi (ROI) 5) Pengembalian atas ekuitas pemegang saham (return on stockholder’s equity – ROE) = Laba bersih Total ekuitas pemegang saham Untuk mengukur laba setelah pajak per rupiah investasi pemegang saham di perusahaan. 6) Laba per saham – LPS (earnings per share – EPS) = Laba bersih Jumlah lembar saham biasa yang beredar Untuk mengukur laba yang tersedia bagi pemilik saham biasa. 7) Rasio harga-laba (price-earning ratio) = Harga pasar per saham Laba per saham Untuk mengukur daya tarik perusahaan di pasar ekuitas.
20
e. Rasio pertumbuhan (growth ratio) – mengukur kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonominya di tengah pertumbuhan ekonomi dan industri. Rasio Penjualan (sales)
Cara menghitung Persentase pertumbuhan tahunan dalam total penjualan
Apa yang diukur Tingkat pertumbuhan penjualan perusahaan
Laba bersih (net income)
Persentase pertumbuhan tahunan dalam laba
Tingkat pertumbuhan laba perusahaan
Laba per saham– LPS (earnings per share – EPS)
Persentase pertumbuhan tahunan dalam LPS
Tingkat pertumbuhan LPS perusahaan
Dividen per saham (dividens per share)
Persentase pertumbuhan tahunan dalam dividen per saham
Tingkat pertumbuhan dividen per saham perusahaan
2. Keterbatasan Rasio Keuangan Rasio keuangan memiliki fungsi dan kegunaan yang cukup banyak dalam pengambilan keputusan, namun bukan berarti rasio keuangan yang dibuat sudah bisa menjamin 100% kondisi dan keuangan perusahaan yang sesungguhnya.
Namum
setidaknya
rasio
keuangan
yang
ada
bisa
menggambarkan atau pun memberi bayangan bagaimana kondisi dan posisi keuangan perusahaan. Hal ini karena adanya keterbatasan dalam penggunaan rasio. Menurut J. Fred Weston (Kasmir, 2010 : 103) kelemahan penting yang mungkin kita temui dalam menghitung dan menginterpretasikan rasio adalah sbb : a. Data keuangan disusun dari data akuntansi, di mana data tersebut ditafsirkan dengan berbagai macam cara, misalnya masing-masing perusahaan menggunakan :
21
b.
c.
d.
e. f. g.
1) Metode penyusutan yang berbeda untuk menentukan nilai penyusutan terhadap aktivanya, sehingga nilai penyusutan setiap periode juga berbeda. 2) Penilaian persediaan yang berbeda, masing-masing perusahaan menggunakan metode penilaian persediaan yang berbeda. Prosedur pelaporan yang berbeda, mengakibatkan laba yang dilaporkan berbeda pula, dapat naik, dapat pula turun tergantung prosedur pelaporan keuangan tersebut. Adanya manipulasi data, artinya dalam menyusun data, pihak penyusun tidak jujur dalam memasukkan angka-angka ke laporan keuangan yang mereka buat. Akibatnya hasil perhitungan rasio keuangan tidak menunjukkan hasil yang sesungguhnya. Perlakuan pengeluaran untuk biaya-biaya antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya berbeda. Misalnya, biaya riset dan pengembangan, biaya perencanaan pensiun, merger, jaminan kualitas barang jadi, cadangan kredit macet. Jika menggunakan tahun fiskal yang berbeda, artinya tahun fiskal yang digunakan dapat berbeda-beda dan menghasilkan perbedaan. Pengaruh musiman mengakibatkan rasio komparatif ikut berpengaruh. Kesamaan rasio keuangan yang telah dibuat dengan standar industri belum menjamin perusahaan berjalan normal dan telah dikelola dengan baik.
D. Rasio Utang Terhadap Total Aset ( Debt-to-Total-Assets Ratio/DAR) Debt-to-Total-Assets Ratio/DAR dan Debt to Equity Ratio/DER merupakan bagian dari rasio leverage, yang merupakan “rasio untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang” (Kasmir 2010 : 113), yang artinya besarnya jumlah hutang yang digunakan perusahaan untuk membiayai kegiatan usahanya jika dibandingkan dengan menggunakan modal sendiri. Keuntungan dengan mengetahui rasio leverage (Kasmir 2010 : 113) adalah : a. Dapat menilai kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya. b. Menilai kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban perusahaan yang bersifat tetap. c. Mengetahui keseimbangan antara nilai aktiva, khususnya aktiva tetap dengan modal. d. Guna mengambil keputusan penggunaan sumber daya ke depan.
22
Debt-to-Total-Assets Ratio/DAR merupakan rasio antara total hutang (total debt) dengan total assets yang dinyatakan dalam presentase. Gunanya untuk mengukur persentase total dana yang disediakan kreditor, atau dengan kata lain “Debt ratio/rasio hutang mengukur berapa persen aset perusahaan yang dibelanjai dengan hutang” (Martono & Agus, 2007 : 58). Rumus : Rasio utang terhadap total aset (debt-to-total-assets ratio) = Total utang Total Aset
E. Debt to Equity Ratio (DER) DER merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur persentase total dana yang disediakan oleh kreditor dan oleh pemilik. Untuk mencari rasio ini dengan cara membandingkan antara seluruh utang dengan seluruh ekuitas, atau dengan kata lain rasio ini digunakan untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan hutang.
Rumus : DER =
Total utang Total ekuitas pemegang saham
F. Return On Assets Return on Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE) merupakan bagian dari rasio profitabilitas, yaitu “rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu” (Kasmir 2010 : 114).
23
Perusahaan dikatakan rentabilitasnya baik apabila memenuhi target laba yang telah ditetapkan dengan menggunakan aktiva atau modal yang dimilikinya. Rasio profitabilitas/rentabilitas dibagi menjadi dua (Kasmir 2010 : 114), yaitu : a. Rentabilitas ekonomi, yaitu dengan membandingkan laba usaha dengan seluruh modal (modal sendiri dan asing). b. Rentabilitas usaha (sendiri), yaitu dengan membandingkan laba yang disediakan untuk pemilik dengan modal sendiri.
Return on Assets (ROA) atau lebih dikenal dengan nama Return in Investasi (ROI) atau Hasil Pengembalian Investasi merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROA juga merupakan ukuran tentang efektifitas manajemen dalam mengelola investasinya (Kasmir, 2010 : 115). Rumus : ROA = Laba Bersih Total Aset ROA merupakan persamaan dasar Du Pont (basic Du Pont equation) yaitu : margin laba dikalikan perputaran total aset, dan angka ini menunjukkan tingkat pengembalian atas aset (return on assets – ROA, atau biasa juga disebut ROI) (Brigham & Houston, 2010 : 153) : ROA = margin laba x perputaran total aset = Laba bersih Penjualan
x
Sebagai contoh : ROA = 4.0% X 1,5 = 6%
Penjualan Total aset
24
Maka perusahaan memperoleh 4 persen atau Rp 0,04 atas setiap rupiah penjualan, dan aset “diputar” 1,5 kali putaran sepanjang tahun tersebut. Oleh kerena itu perusahaan mendapatkan pengembalian sebesar 6% atas asetnya.
G. Return On Equity (ROE) Pengembalian atas ekuitas pemegang saham (return on stockholder’s equity – ROE) merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, maka posisi pemilik perusahaan semakin kuat.
Rumus ROE =
Laba bersih Total ekuitas pemegang saham
Persamaan Du Pont yang diperluas (extended Du Pont equation) yang menunjukkan bagaimana margin laba, rasio perputaran total aset, dan multiplier ekuitas bergabung untuk menentukan ROE (Brigham & Houston, 2010 : 156), rumusnya adalah sbb : ROE = (Margin laba) (Perputaran total aset) (Multiplier ekuitas) = Laba bersih x Penjualan x Total aset Penjualan Total aset Ekuitas biasa Sebagai contoh : ROE = (4.0%) x (1,5) x (2.5) = 15% Dari persamaan ROE yang merupakan Du Pont yang diperluas di atas, bisa kita lihat bagaimana margin laba, perputaran total aset dan penggunaan utang bersama-sama menentukan pengembalian atas ekuitas. Bertitik tolak dari hal ini,
25
kita bisa menganalisis cara-cara memperbaiki kinerja perusahaan, antara lain dengan cara (Brigham & Houston, 2010:156) : a.
Bagian pemasaran; memusatkan perhatian pada margin laba, dapat mempelajari pengaruh peningkatan harga jual atau menurunkannya untuk meningkatkan volume panjualan, pengaruh perpindahan ke produk atau pasar baru dengan margin yang lebih tinggi, dsb. b. Bagian akuntan biaya; dapat mempelajari berbagai pos beban dan bekerja sama dengan bagian teknik, agen pembelian, dan bagian operasional lainnya untuk mencari cara guna menurunkan biaya. c. Bagian keuangan, bagian produksi, dan pemasaran; berkaitan dengan ‘perputaran’ ketiga bagian tersebut bisa bekerja sama untuk mempelajari cara mengurangi investasi berbagai alternatif jenis aset. d. Bagian keuangan; dapat menganalis dampak dari berbagai altenatif strategi pendanaan, mencari cara mengurangi beban bunga dan risiko terkait dengan utang sambil tetap menggunakan leverage untuk meningkatkan pengembalian atas ekuitas.
H. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saniman Widodo (2007) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Pengaruh Rasio Aktivitas, Rasio Profitabilitas, dan Rasio Pasar Terhadap Return Saham Syariah Dalam Kelompok Jakarta Islamic Index (JII) Tahun 2003 – 2005” memperkuat teori dan hasil penelitian terdahulu tentang prediksi return saham. Dalam teori dan penelitian terdahulu (sebelum Saniman Widodo) banyak yang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berasal dari rasio profitabilitas dan rasio pasar digunakan oleh investor untuk memprediksi return saham, karena faktor-faktor tersebut memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap return saham. Hasil dalam penelitian Saniman Widodo menunjukkan bahwa TATO (Total Assets Turnover), ITO (Inventory Turnover), ROA (Return On Assets), Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Book (PBV), secara
26
bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap return saham syariah. Sedangkan secara parsial pengaruhnya berbeda-beda. TATO, ROA, ROE dan EPS masing-masing mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap return saham syariah, ITO berpengaruh positif tidak signifikan terhadap saham syariah, dan PBV mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap return saham syariah. Kesimpulan penelitian tersebut menunjukkan bahwa model regresi yang terbentuk dengan variabel independen yang terdiri dari TATO, ITO, ROA, ROE, EPS dan PBV dapat digunakan untuk memprediksi return saham syariah dalam Jakarta Islamik Index (JII). Perbedaan peneliti terdahulu dengan penelitian penulis sekarang adalah sbb : penelitian yang terdahulu menggunakan rasio aktifitas (TATO, ITO), rasio profitabilitas (ROA, ROE) dan harga pasar (EPS, PBV). Penelitian sekarang menggunakan rasio leverage, yaitu DAR (Debt to Total Assets Ratio) dan DER (Debt to Equity Ratio) dan rasio profitabilitas, yaitu ROA (Return on Assets) dan ROE (Return on Equity). Dalam hal obyek penelitian, sumber data yang digunakan dan periode data : peneliti terdahulu obyek penelitiannya perusahaan yang tergabung dalam Jakarta Islamik Index tahun 2003 s/dd 2005,
peneliti
sekarang pada perusahaan-perusahaan yang listing di BEI, tahun 2008 s/d 2011. Sumber data pada peneliti terdahulu dari JII – BEJ, sedangkan sumber data peneliti yang sekarang adalah data sekunder yang diambil dari BEI.
27
Selain penelitian Saniman Widodo, ada juga penelitian-penelitian lain yang telah dilakukan berkaitan dengan beberapa faktor fundamental yang dihubungkan dengan prediksi return saham, yaitu : Tabel 2.1 Data Hasil Penelitian-Penelitian Sebelumnya No
Nama & Tahun Penelitian
Topik Penelitian
Hasil Penelitian
1
Sparta (2000)
Pengaruh ROA, DPR (Deviden Payout Ratio) & DER terhadap return saham pada perusahaan kelompok jasa keuangan di BEJ
ROA, DPR dan DER tidak signifikan bepengaruh terhadap return saham
2
Teguh Prasetyo (2000)
Pengaruh PER (Price Earning Ratio), Price Book Value (PBV), Debt to Total Aset (DTA), Return On Equity (ROE) dan Net Profif Margin (NPM) terhadap perusahaan dalam kelompok papan pengembangan di BEJ tahun 1996-1998
DTA berpengaruh positif, PER berpengaruh negatif, dan PBV, ROE, NPM tidak berpengaruh pada return saham
3
Sohib Natarsyah (2000)
Pengaruh DER, ROA, DPR dan PBV terhadap return saham perusahaan manufaktur di BEJ
ROA, DPR, PBV berpengaruh signifikan, DER tidak berpengaruh terhadap return saham
4
Sunarto (2001)
Pengaruh ROA, ROE, DER, PBV terhadap return saham perusahaan dalam kelompok LQ-45 di BEJ
ROA, ROE secara parsial berpengaruh signifikan, DER & PBV tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham
5
Saiful Anam (2002)
Pengaruh Net Profit Margin (NPM), ROA, DTA, ROE dan DER terhadap return saham perusahaan otomotif di BEJ
NPM, ROA, DTA berpengaruh signifikan, ROE dan DER tidak berpengaruh terhadap return saham
Sumber : Saniman Widodo
I. Kerangka Pemikiran Kerangka pikir teoritis dalam penelitian ini mengemukakan sistematika kerangka konseptual tentang pengaruh beberapa faktor fundamental, yang terdiri dari rasio-rasio sbb : rasio leverage/solvabilitas, yaitu DAR (Debt to Total Assets Ratio) dan DER (Debt to Equity Ratio) dan rasio profitabilitas, yaitu ROA
28
(Return on Assets) dan ROE (Return on Equity) terhadap return saham berupa dividen dari perusahaan-perusahaan yang listing di BEI, tahun 2008-2011 seperti pada gambar berikut : Gambar 2.1 Kerangka pikir teoritis tentang pengaruh DAR, DER, ROA dan ROE terhadap return saham berupa dividen
J.
DAR H1
K.
DER H2
Return Saham berupa dividen
ROA H3 ROE
H4 Sumber : Penelitian terdahulu yang dikembangkan