BAB II LANDASAN TEORITIS
2.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Pengawasan 2.1.1 Pengertian Pengawasan Menurut Handoko (2003: 25) bahwa semua fungsi sebelumnya tidak akan efektif tanpa fungsi pengawasan, atau sekarang banyak digunakan istilah
pengendalian.
Pengawasan
(controlling) adalah
penemuan
dan
penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Terry (2003: 18) bahwasannya controlling mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan dievaluasi
dan
dilaksanakan
sesuai
rencana.
penyimpangan-penyimpangan
Pelaksanaan
yang
tidak
kegiatan diinginkan
diperbaiki supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan baik. Menurut Wikipedia Indonesia pengawasan merupakan tindakan seorang manajer untuk menilai dan mengendalikan jalannya suatu kegiatan yang mangarah demi tercapainnya tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengawasan merupakan aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan
yang mungkin terjadi
dan
apakah
yang
dilakukan telah sesuai dengan apa yang direncanakan, dan jika jawabannya tidak maka langkah yang strategis yang diambil adalah perbaikan.
Pengertian pengawasan (Baswir, 1999: 118) telah disepakati dalam seminar Undang-Undang perbendaharaan Negara tanggal 30 Agustus 1970 bahwa pengawasan adalah suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah pelaksanaan suatu pekerjaan atau kegiatan dilakukan sesuai dengan rencana, aturan-aturan dan tujuan yang telah ditetapkan. 2.1.2. Ruang Lingkup Pengawasan Menurut Handoko (2003: 10) Pengawasan dalam konteks manajemen berarti proses pengecekan apakah kegiatan yang dijalankan sesuai dengan apa yang telah direncanakan, mengadakan penyesuaian atau perbaikan apabila diperlukan. Tujuannya adalah untuk menjamin agar yang dicapai sedapat mungkin mendekati tujuan sebelumnya serta memberikan informasi dini mengenai penyesuaianpenyesuaian yang diperlukan (apa bila terjadi ketimpangan) sehingga diperoleh pelaksanaan kerja yang realistis dengan tujuan yang dikehendaki. Menurut Handoko (2003: 10) bahwa pekerjaan manajer berkaitan dengan pengendalian, dapat dilakukan melalui: a. Developing performance standard (pengembanganlderajat pekerjaan) Pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh manajer dalam penetapan alat-alat pengukuran. Dengan konsep ini manajer dapat melakukan penilaian terhadap laporan kerja yang masuk. Ukuran ini dapat diambil dari tujuan organisasi, kebijakan-kebijakan dan anggaran belanja sebelumnya. b. Meansuring performance (pengukuran hasil pekerjaan) c. Menetapkan status pekerjaan yang sedang dilaksanakan dan yang telah selesai,
hal ini dapat dicapai melalui pengamatan, laporan dan catatan berbagai kegiatan yang dilakukan. d. Evaluating Results (penilaian hasil pekerjaan) Menetapkan
arti
perbedaan-perbedaan
dan
kekecualian
dengan
cara
membandingkan hasil pekerjaan yang sebelumnya dengan ukuran hasil pekerjaan. e. Taking corrective action (pengambilan tindak perbaikan) Meluruskan dan mengadakan perbaikan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Lebih lanjut Handoko (2003: 26) mengatakan bahwa fungsi pengawasan pada dasamya mencakup empat unsur: 1. Penetapan standar pelaksanaan. 2. Penentuan ukuran-ukuran pelaksanaan. 3. Pengukuran pelaksanaan nyata dan membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan. 4. Pengambilan
tindakan
korektif
yang
diperlukan
bila
pelaksanaan
menyimpang dari estándar.
2.1.3. Prinsip dan Tujuan Pengawasan Menurut Terry (1979: 369) bahwa pada prinsipnya Pengawasan efektif membantu usaha-usaha kita untuk mengukur pekerjaan yang direncanakan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan tersebut berlangsung sesuai
dengan rencana. (Terry, 1979: 369). Selanjutnya Terry (2003: 181) mengemukakan bahwa tujuan pengawasan menyeluruh ialah supaya dewan manajemen mendapat gambaran tentang suatu keseimbangan kerja diantara unit-unit secara terpadu. Pengawasan dapat menjadi alat untuk: a
Mengukur keseluruhan para top manajer.
b
Mengendalikan seluruh perencanaan.
c
Mengendalikan unit-unit yang semi otonom karena terjadi desentralisasi melebar. Pengawasan pada umumnya dilakukan oleh terhadap kegiatan-kegiatan
keuangan yang merupakan deminator atau bahasa dari setiap kegiatan dan menjadi kekuatan pengikat dari kegiatan-kegiatan perusahaan. Pengawasan keuangan dapat membantu manajer untuk mengarahkan pengeluaran biaya semata-mata untuk mencapai sasaran kerja. 2.1.4. Pengawasan Anggaran Negara. Menurut Sabeni dan Ghozali (1997: 67) bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran Negara dapat digolongkan sebagai berikut: a. Berdasarkan asalnya, pengawasan dibagi manjadi: 1. Pengawasan internal 2. Pengawasan eksternal b. Berdasarkan waktunya, pengawasan dibagi menjadi 1. Pengawasan preventif 2. Pengawasan represif
c. Berdasarkan buktinya, 1. Pengawasan dari dekat 2. Pengawasan dari jauh. d. Berdasarkan keabsahannya, pengawasan dibagi: 1. Pengawasan/pemeriksaan
kebenaran
formil
menurut
hak
(rechtmatigheid) 2. Pengawasan/pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (dochmatigheid) terdiri dari. a. Pengawan Internal Pengawasan internal dari suatu organisasi adalah merupakan alat pengawasan dari pimpinan organisasi yang bersangkutan untuk mengawasi apakah kegiatan-kegiatan bawahannya telah sesuai dengan rencana dan kebijakan-kebijakan yang telah ditentukan. b. Pengawasan Eksternal Pengawasan eksternal dilakukan oleh alat pengawasan dari masyarakat atau organisasi lainnya yang mempunyai kepentingan terhadap pelaksanaan kegiatan dari organisasi yang dimiliki. c. Pengawasan Preventif Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum suatu tindakan dilaksanakan untuk mencegah jangan sampai terjadi kesalahan atau penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan.
tugas-tugas
d. Pengawasan Represif Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah suatu tindakan dilaksanakan dengan cara membandingkan dengan apa yang telah terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi. e. Pengawasan dari jauh. Pengawasan dari jauh adalah pengawasan yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara pengujian dan penelitian terhadap surat pertanggungjawaban
(SPJ)
beserta
bukti-bukti
pendukungnya
mengenai penerimaan-penerimaan dan pengeluaran-pengeluaran yang diakukan. f. Pengawasan Dari Dekat Pengawasan dari dekat adalah pengawasan yang dilakukan ditempat kejadian
atau
ditempat
penyelenggaraan transaksi/administrasi
pengawasan dari dekat dilakukan dengan cara pemeriksaan langsung terhadap administrasinya sebagai bukti alat kelengkapan surat pertanggungjawaban yang dikirim. g. Pemeriksaan Kebenaran Formil Menurut Hak. Pemeriksaan
ini
dilakukan
terhadap
transaksi-transaksi
yang
mengakibatkan pembayaran atau tagihan-tagihan kepada Negara dengan melakukan penelitian terhadap bukti-bukti pendukungnya. h. Pemeriksaan
Kebenaran
Materiil
Mengenai
Maksud
Tujuan
mengetahui
apakah
Pengeluaran. Pemeriksaan
ini
dimaksudkan
untuk
pengeluaran-pengeluaran
yang
dilaksanakan
telah
memenuhi
prinsip-prinsip efektif dan efisien sehingga pengeluaran yang bersifat pemborosan dapat dihindari. Dalam pemeriksaan itu, perlu diperhatikan: 1. Apakah pembelian barang/jasa atau pelaksanaan pekerjaan bener-benar diperlukan. 2. Apakah pelaksanaan pekerjaan tersebut sesuai dengan mata anggaran dan sudah tercukupi dananya.
2.1.5. Fungsi Pengawasan DPRD Menurut Sanlima (2004: 54) agar fungsi kontrol/pengawasan berjalan efektif, maka DPRD diberi hak-hak untuk melakukan pengawasan yaitu: 1. Hak bertanya. Anggota DPRD mempunyai hak mengajukan pertanyaan DPRD sebagai sebagai lembaga mempunyai hak mengajukan pernyataan pendapat. Hak bertanya adalah hak kontrol yang paling ringan. 2. Hak Interpelasi DPRD mempunyai hak untuk meminta pertanggungjawaban Bupati dan Walikota, DPRD berhak meminta keterangan kepada pemerintah Daerah. Dalam kondisi pertentangan antara badan legislatif daerah dan badan eksekutif daerah, maka interpelasi dapat dijadikan batu loncatan untuk diajukannya Mosi tidak percaya.
3. Hak Angket/Penyelidikan DPRD mempunyai hak mengadakan penyelidikan. 4. Hak Mosi DPRD menolak pertanggungjawaban Bupati dan Walikota. Maka bisa diusulkan untuk diberhentikan/impeachment. Hak mosi merupakan hak kontrol yang paling ampuh. Besarnya kekuasaan DPRD dapat mempunyai kewenangan untuk menyatakan mosi tidak percaya atas seorang kepala daerah dalam hal memimpin daerah. Pada dasarnya jabatan DPRD adalah jabatan politis karenanya kinerja anggota Dewan dapat diukur dari sejauhmana kontrol politik dijalankan agar kepentingan rakyat dapat dipenuhi melalui pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah. Melalui penerapan hak-haknya yakni hak bertanya, hak interpelasi, hak angket dan mosi. Kontrol politik sebagai salah satu fungsi DPRD bermakna dan bertujuan untuk mengawasi lembaga eksekutif daerah (pemerintah daerah) artinya menjaga agar semua tindakan lembaga eksekutif daerah sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Secara khusus pengawasan politik daerah ini dilakukan terhadap implementasi prodak legislasi dan budget oleh Pemerintah Daerah. Tujuan pengawasan ini adalah untuk melihat apakah prodak legislasi dan budget (sebagai manifestasi aspirasi dan kepentingan publik/rakyat) itu benar-benar dijalankan oleh Pemerintah Daerah. Efektinya kontrol politik tersebut dapat meningkatkan kualitas dan kinerja priodik DPRD.
Keseluruhan proses kontrol politik DPRD terhadap penyediaan dan pemenuhan aspirasi dan kepentingan publik/rakyat sebagaimana termanifestasi di dalam legislasi dan budget yang dijalankan oleh Pemda Kabupaten/Kota dapat dilihat dalam model aliran kontrol politik DPRD. Tekanan/pressure
RAKYAT
DPRD
Aspirasi dan kepentingan publik/rakyat
Representasi Legislasi Budget Kontrol
PEMDA Pelayanan publik Administrasi Kebutuhan dasar Infrasruktur Pengelolaan Pemerintahan Kualitas kerja Kinerja
Gambar 1: Model Aliran Kontrol Politik DPRD Sumber: Wahydi dan Sopanah (2005) 2.1.6. Batasan Dan Ruang lingkup pengawasan DPRD Menurut Rusdi Mastur dalam Erawan (2004: 7) kata “pengawasan” sering disamakan dengan istilah atau kata “kontrol”, “supervisi”, “monitoring”, atau “audit”. Dalam konteks DPRD, kata “pengawasan” berakar dari “oversighn” yang berarti pengamatan dan pengarahan terhadap terhadap sebuah tindakan berdasarkan kerangka aturan yang ditentukan. Jadi pengawasan yang dilakukan oleh anggota DPRD terhadap lembaga eksekutif dapat diartikan sebagai “suatu proses atau
rangkaian kegiatan pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan publik yang dilaksanakan untuk menjamin agar semua kebijakan, program ataupun kegitan yang dilakukan oleh lembaga publik berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan sebelumnya” adalah aturan-aturan, standar dan nilai yang telah dibuat dan ditetapkan oleh DPRD atau oleh DPRD bersama dengan lembaga-lembaga publik. Berdasarkan definisi di atas, fungsi pengawasan DPRD bukan saja merupakan sebuah proses untuk memonitor/memantau kegiatan yang dilakukan lembaga publik agar berjalan sesuai rencana yang telah ditetapkan. Ia juga merupakan sebuah proses untuk melakukan koreksi terhadap penyimpanganpenyimpangan yang telah dan mungkin terjadi. 2.1.7. Karakteristik Pengawasan DPRD Menurut Rusdi Mastura dalam Erawan (2004: 8) Fungsi pengawasan DPRD pada dasarnya adalah sebuah proses yang berkelanjutan, sistematis dan mengacu pada tahapan-tahapan yang relatif baku. Dalam konteks lembaga politik, fungsi pengawasan yang dijalankan DPRD merupakan bentuk pengawasan politik yang lebih bersifat strategis dan bukan administratif. Hal ini membedakan pengawasan yang dilakukan DPRD dengan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pemeritahan dan publik lainnya. Fungsi pengawasan DPRD lebih bersifat politis strategis menyangkut pencapaian tujuan pemerintah dan pembangunan daerah secara umum. Ia bukanlah pengawasan yang bersifat teknis administratif yang berkaitan dengan pelaksanaan
administrasi pemerintahan dan pembangunan daerah. Pengawasan DPRD juga dapat berlangsung pada berbagai tingkatan kebijakan, program, proyek maupun kasus yang ada di daerah. 2.2. Fungsi DPR sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat. Anggota DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat merupakan wakil-wakil rakyat yang duduk dipemerintahan atau sering juga disebut sebagai perpanjangan tangan dari rakyat dalam menyampaikan aspirasinya. Sehingga sepanjang kehadiran DPR selalu tertanam harapan untuk bisa menciptakan titik temu antara keinginan masyarakat dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Hal ini mengharuskan para anggota dewan agar mampu menangkap dan mewakili kepentingan publik atau rakyat. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh A. Hamid Attamimi dalam Ambong (1995: 26) bahwa Dewan Perwakilan Rakyat jelas merupakan wakil-wakil Rakyat yang didalam memberikan atau tidak memberikan persetujuan terhadap suatu rancangan Undang-Undang, baik dalam perwujudan fungsi undangundang (gesetsbegroting) atau fungsi anggaran Negara (staatsbegroting) harus senantiasa mencerminkan aspirasi rakyat yang diperintah. Maka secara sederhana dapat dinyatakan, bahwa pembentukan undang-undang adalah merupakan “titik temu” antara aspirasi rakyat yang memegang kedaulatan melalui Presiden. Selanjutnya Syaiful Sulun menjelaskan dalam Ambong (1995: 11) bahwa kualitas anggota DPR terutama harus diukur dari segi kemampuannya untuk mengerti rakyat, mengerti aspirasinya dan mengerti masalah dan kepentingan yang
dihadapinya. Tingkat pemahaman terhadap masyarakat itu harus disertai keberanian moril dan kekuatan moral untuk menyampaikan kepada yang mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan (eksekutif), sehingga akhimya anggota tersebut mendapat kepercayaan masyarakat. Lebih lanjut Syaiful Sulun dalam Ambong (1995: 11) menjelaskan bahwa masalah kualitas bukan semata-mata pada tingkat pendidikan formal para Anggotanya, tetapi terutama pada tingkat pemahamannya terhadap rakyat (terhadap aspirasinya, terhadap kebibutuhannya, terhadap masalahnya), tingkat keberanian untuk memperjuangkannya secara proporsional serta memperoleh kepercayaan masyarakat. Pendapat ini didasarkan pada dua hal, yaitu: pertama, bahwa secara pollitik memilih anggota DPR adalah hak politik rakyat. Sebagai wujud dari kedaulatan rakyat. Rakyat bebas menentukan pilihan terhadap orang yang dipercayainya. Bukan soal kesarjanaannya. Kedua, bahwa Dewan dan para anggotanya merupakan cermin dari masyarakat. Kualitas Dewan dan para anggotanya merupakan gambaran dari kualitas masyarakat secara keseluruhan. Kaho (2001: 71) mengemukakan bahwa kepentingan rakyat dapat diselenggarakan dengan baik apa bila wakil rakyat mengetahui aspirasi mereka yang diwakili dan kemudian memiliki kemampuan untuk merumuskan secara jelas dan umum serta menentukan cara-cara pelaksanaannya.
2.3. Pengertian dan Ruang lingkup Anggaran Berbasis Kinerja 2.3.1 Pengertian anggaran Definisi anggaran yang dibuat oleh The National commite on Governmental Accounting dari Amerika Serikat dalam (Gade, 2004: 49) adalah sebagai berikut: “A budget is a plan of financial operation embodying estimated of proposed expenditures for a given period of time and the proposed means of financing them”. Maksudnya adalah bahwa suatu anggaran adalah rencana operasional keuangan yang mencakup suatu estimasi pengeluaran untuk suatu jangka waktu tertentu dan rencana penerimaan pendapatan untuk membiayainya. Sedangkan menurut Maulana (1992: 489) bahwa anggaran (budget) adalah rencana manajemen, dengan anggapan bahwa penyususnan anggaran akan mengambil langkah-langkah positif untuk merealisasi rencana yang telah disusun. Selanjutnya Mardiasmo (2002: 61) mengatakan bahwa anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial, sedangkan pengangaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Lebih lanjut Mulyadi (2001: 488) mengemukakan bahwa anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kualitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain, yang mencakup jangka waktu satu tahun. Anggran merupakan suatu rencana kerja jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana kegiatan jangka panjang yang ditetapkan dalam proses penyusunan rencana program (programming) tanpa didasarkan pada rencana kegitan jangka panjang yang disusun sebelumnya, anggaran sebenarnya tidak membawa perusahaan kearah
manapun. Menurut Mulyadi (2001: 490) Karakteristik anggaran adalah sebagai berikut: 1. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain uang. 2. Anggaran umumnya mencakup jangka waktu satu tahun. 3. Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen yang berarti bahwa para manajer setuju untuk menerima tanggungjawab untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. 4. Usulan anggaran di review dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi dari penyusun anggaran. 5. Sekali disetujui, anggaran hanya dapat diubah dibawah kondisi tertentu. 6. Secara berkala, kinerja keuangan sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran dan selisihnya dianalisis dan dijelaskan.
2.3.2. Anggaran Sektor Publik. Penganggaran dalam organisasi sektor publik mengandung nuansa politik yang tinggi. Hal ini berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif kecil nuansa politiknya. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan, yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan dan diberi masukan. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.
Hal ini nampak jelas pada definisi anggaran yang disampaikan oleh Wildavsky dalam (Bahtiar dkk, 2002: 14) bahwa anggaran sebagai catatan masa lalu, rencana masa depan mekanisme pengalikasian sumberdaya, metode untuk pertumbuhan, alat penyaluran pendapatan, mekanisme untuk negosiasi, harapan aspirasi-strategi organisasi, dan satu bentuk kekuatan control. Sedangkan penganggaran adalah penjabaran sumberdaya keuangan untuk berbagai tujuan manusia. Serta mengemukakan juga beberapa fungsi anggaran yakni: a. Pedoman pengelolaan Negara b. Alat prioritas c. Alat negosiasi politik. Selanjutnya anggaran Pemerintah adalah jenis rencana yang menggambarkan rangkaian tindakan atau kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka rupiah untuk satu jangka waktu tertentu. Sabeni dan Ghozali (1997: 39). Anggaran Negara menurut Jhon F Due dalam (Baswir, 1992: 28) adalah suatu pernyataan tentang perkiraan pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode dimasa depan, serta data dari pengeluaran yang sungguh-sungguh terjadi dimasa kini dan dimasa yang akan datang. Secara lebih rinci Baswir (1992: 28) menyatakan bahwa: 1. Anggaran Negara adalah gambaran dari kebijaksanaan Pemerintah yang dinyatakan dalam ukuran uang yang meliputi baik kebijaksanaan pengeluaran pemerintah untuk suatu periode dimasa depan maupun kebijaksanaan penerimaan pemerintah untuk menutup pengeluaran tersebut.
2. Disamping mengungkapkan kebijaksanaan pemerintah untuk suatu periode dimasa depan, dari anggaran Negara dapat diketahui tercapai atau tidaknya kebijaksanaan pemerintah dari masa yang lalu. 3. Sehingga melalui anggaran Negara dapat diketahui tercapai atau tidaknya kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah dimasa yang lalu serta maju atau mundurnya kebijaksanaan yang hendak dicapai pemerintah dimasa yang akan datang. Dengan memperhatikan uraian di atas, secara tidak langsung dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai fungsi anggaran Negara sebagai berikut: 1. Anggaran Negara berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah dalam mengelola Negara untuk suatu periode dimasa yang akan datang. 2. Karena sebelum anggaran Negara dijalankan ia harus mendapat pengesahan terlebih dahulu dari lembaga perwakilan rakyat, berarti anggaran Negara juga berfungsi sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kebijaksanaan yang dipilih pemerintah, dan 3. Karena pada akhirnya setiap anggaran Negara harus dipertanggung jawabkan pelaksanaanya oleh pemerintah kepada lembaga permusyawaratan rakyat, berarti anggaran Negara juga berfungsi sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan yang telah dipilihnya. Pada
dasarnya
anggaran
publik
berisi
rencana
kegiatan
yang
dipresentasekan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran
publik merupakan suatu dokumen yang mengambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas. Anggaran berisi mengenai apa yang akan dilakukan oleh organisasinya dimasa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana financial yang menyatakan: 1. Berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja). 2. Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai rencana tersebut (pendapatan). Selanjutnya menurut Mardiasmo (2002: 63) anggaran sektor pablik mempunyai beberapa fungsi utama yaitu: 1. Sebagai alat perencanaan. Anggaran merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan dan berapa basil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut. 2. Alat pengendali Sebagai alat pengendali, angaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pengendalian anggaran publik dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu:
a
Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan.
b
Menghitung selisih anggaran
c
Menemukan penyebab yang dapat dikendalikan (controllable) dan tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) atas suatu varians.
d
Merevisi standar biaya atau target anggaran untuk tahun berikutnya.
3. Alat Kebijakan Fiskal Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui anggaran publik tersebut dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat dilakukan prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi. 4. Alat Politik Anggaran sebagai alat politik diguanakan untuk memutuskan perioritasperioritas dan kebutuhan keuangan terhadap perioritas tersebut. Pada sektor publik anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. 5. Alat koordinasi dan Komunikasi Setiap unit kerja pemerintahan terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintah. Disamping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam lingkungan eksekutif.
6. Alat Penilaian Kerja Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarka pencapaian target anggaran dan efesiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil ia capai dikaitkan dengan anggaran yang telah ditetapkan.anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja. 7. Alat Motivasi Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. 8. Alat pencapaian Ruang Publik Anggaran publik tidak boleh diabaikan oleh kabinet, birokrat dan DPR/DPRD. Masyarakat, LSM, perguruan tinggi dan berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlibat dalam proses penganggaran publik. Kelompok masyarakat yang terorganisir akan mencoba mempengaruhi anggaran pemerintah untuk kepentingan mereka. 2.3.3 Pengertian Kinerja Kinerja (performance) dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau "The degree of accomplishment" atau dengan kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan instansi (Hidayat dkk, 2005: 15). Walsumidjo dalam Mada (2005: 5) mendefinikan kinerja sebagai sumbangan
kualitatif dan kuantitatif yang terukur dalam rangka membantu tercapainya tujuan kelompok dalam unit kerja. Sedangkan menurut Ruky (2001: 14) memberikan tiga arti bagi kata kinerja yaitu: prestasi, pertunjukan dan pelaksanaan tugas. Sedarmayanti (2004: 137) kinerja atau unjuk kerja adalah pencapaian/prestasi
seseorang
berkenaan
dengan
seluruh
tugas
yang
dibebankan kepadanya. Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
anggaran
berbasis
kinerja
merupakan anggaran yang lebih menitik beratkan pada prestasi kerja yang dihubungkan dengan pencapaian indikator-indikator, atau hasil yang hendak dicapai. Hal ini sejalan dengan definisi yang terdapat pada modul teknis panduan penganggaran berbasis kinerja bahwa anggran berbasis kinerja adalah suatu sistem penganggaran yang menghubungkan antara dana yang dikeluarkan untuk membiayai suatu kegiatan/program dengan hasil atau manfaat yang diharapkan akan dicapai dalam pelaksanaan kegiatan/program tersebut. Hal ini sejalan dengan apa yang yang dikemukakan oleh Abdul Kolik dalam Djojosoekarto (2004: 194) bahwa anggaran kinerja adalah sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Menurut pandangan GPRA dalam Rasul (2003: 49) anggaran kinerja adalah suatu pendekatan sistematis untuk membantu pemerintah menjadi lebih tanggap kepada masyarakat pembayar pajak dengan mengkaitkan
pendanaan program pada kinerja dan produksi. Menurut Government of Alberta, Canada dalam Rasul (2003: 49) bahwa anggaran kinerja adalah suatu sistem perencanaan, penganggaran dan evaluasi yang menekankan pada hubungan antara uang yang dianggarkan dengan hasil yang diharapkan. 2.3.4. Ruang Lingkup Anggaran Berbasis Kinerja Pendekatan kunerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena itu anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektifitas anggaran. Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut menyangkut pula penentuan unit kerja yang bertanggungjawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam pencapaian tujuan program yang telah ditetapkan.
PP No. 105 tahun 2000 tantang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah pasal 8 menyatakan bahwa APBD disusun dengan pendekatan kinerja. Yang mana anggaran kinerja merupakan sustu sistem penganggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya (belanja) atau input yang ditetapkan. Dalam anggaran kinerja anggaran harus menunjukkan tujuan suatu pengeluaran, biaya dari program yang diusulkan untuk mencapai tujuan tersebut, dan ukuran serta hasil dari setiap program tersebut, dengan demikian anggaran kinerja mempunyai ciri khas: 1. Aktifitas pemerintah dibagi dalam fungsi-fungsi besar, program-program, aktifitas dan elemen biaya. Fungsi hubungan dengan sasaran (tujuan umum) pemerintah. Program merupakan sekelompok aktifitas dalam rangka mencapai suatu sasaran tertentu. Aktifitas merupakan bagian dari program yang masuk dalam kategori yang sejenis. 2. Indikator kinerja dan biaya ditetapkan, diukur dan dilaporkan APBD berbasis kinerja disusun berdasarkan sasaran yang hendak dicapai dalam suatu anggaran. Oleh karena itu sebagaimana dinyatakan dalam pasal 21 PP 105/2000 “dalam rangka menyampaikan rancangan APBD, pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun arah dan kebijakan umum APBD” arah dan kebijakan umum APBD memuat petunjuk dan ketentuan-ketentuan umum yang disepakati bersama sebagai pedoman dalam penyusunan APBD. Selanjutnya menjadi dasar penilaian kinerja keuangan pemerintah Daerah selama satu tahun anggaran.
2.3.4.1 Kerangka Pengukuran Kinerja Menurut Dirjen Anggaran Depkeu (www.depkeu.ac.id) Penetapan indikator kinerja dimulai dari proses identifikasi dan kalsifikasi indikator kinerja malalui sistem pengumpulan dan pengolahan data dan informasi untuk selanjutnya manjadi dasar didalam menentukan kinerja/rogram/kebijakan. Penetapan indikator kinerja tersebut didasarkan pada kelompok menurut masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefits) dan dampak (imfacts). Adapun penjelasan kelompok-kelompok dalam penetapan indikator kinerja sebagai berikut: a. Indikator masukan (input). adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk mendapatkan keluaran. Indikator ini merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran dana. b. Indikator proses (process) adalah segala besaran yang menunjukkan upaya yang dilakukan dalam rangka mengolah masukan menjasi keluaran. c. Indikator keluaran (output) adalah suatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau non-fisik. d. Indikator hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. e. Indikator manfaat (benefits) adalah suatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. f. Indikator dampak (imfacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif
maupun negative pada setiap kegiatan indicator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan. 2.3.4.2
Penetapan Capaian Kinerja
Penetapan capaian kinerja adalah untuk mengetahui dan menilai pencapaian indikator kinerja pelaksanaan kegiatan, program dan kebijakan yang telah ditetapkan. Pencapaian indikator-indikator kinerja tidak telepas dari proses kegiatan pengolahan masukan menjadi keluaran, atau proses penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan. Untuk mengukur kinerja, digunakan format pengukuran kinerja (formulir PK) sebagaimana yang tercantum dalam inpres Nomor 7 tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 2.3.4.3 Analisa Pencapaian Akuntabilitas Kinerja Pada hakekatnya, uraian tentang analisis pencapaian akuntabilitas kinerja tidak hanya berisi tentang besaran nilai tingkat pencapaian evaluasi kinerja berdasarkan indikator kinerja yang ada (indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak), akan tetapi lebih merupakan suatu analisis pencapaian akuntabilitas kinerja secara keseluruhan, yang berisi tentang: a. Uraian keterkaitan pencapaian kinerja kegiatan dan program dengan kebijakan dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan dan misi serta visi yang telah ditetapkan sebelumnya. b. Penjelasan tentang proses pencapaian sasaran dan tujuan secara efisien
dan efektif sesuai dengan kebijakan, program dan kegiatan yang telah ditetapkan. c. Analisis terhadap komponen-komponen penting dari tiap indikator penilaian kinerja, (indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak), analisis keuangan dan analisis kebijakan dengan cara melakukan perbandingan antara indikator kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan atau antar kinerja nyata dengan tahun-tahun sebelumnya. (Renstra Kab. Bone Bolango 2006-2011)
FORMULASI KEBIJAKAN POLADAERAH DASAR
IMPLEMENTASI
PEMBANGUNAN DAERAH PROGRAM PEMBANGUNAN
RENCANA
TINGKAT
EVELUASI
STRATEGIS
KEBERHASILAN
KINERJA
PENGUKURAN KINERJA
DAERAH
PENETAPAN INDIKATOR KINERJA
MASUKAN (INPUTS)
KELUARAN (OUTPUTS)
PENETAPAN CAPAIAN
MANFAAT (BENEFITS)
PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR KINERJA
HASIL (OUTCOME S)
DAMPAK (INPACTS)
Gambar 2: Bagan Alir Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Sumber: Renstra Kab. Bone Bolango Fungsi DPRD Terhadap Pelaksanaan Anggaran Menurut Sanlima (2004: 39) bahwa konsep politik anggaran yang digunakan dalam hal ini, secara langsung untuk menunjukkan bahwa sesungguhnya yang terkait dengan penggunaan anggaran adalah bersifat politis. Atau dengan kata lain mencakup kepentingan masyarakat secara luas. Sudah seharusnya anggaran/biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah
sebasar-besarnya diperuntukkan bagi
kepentingan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat, dalam paradigma terakhir, nampaknya sangat abstrak untuk dijabarkan. Karena itu selayaknya digunakan konsep orientasi pelayanan publik/masyarakat. Dengan kata lain penggunaan keuangan Negara yang dilaksanakan oleh eksekutif dan memperoleh pengesahan oleh legislatif., semaksimal mungkin diarahkan bagi pelayanan masyarakat. Dalam kerangka ini, legislatif harusnya berperan maksimal agar asas penggunaan keuangan Negara mengacu sepenuhnya pada dua asas utama, selain prinsip-prinsip penganggaran yang nantinya akan dikemukakan. Dua asas utama yang perlu diperhatikan untuk membuktikan adanya kinerja legislatif dalam mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif adalah pertama asas tepat sasaran dan kedua dapat dipertanggungjawabkan secara politis.
Asas tepat sasaran, tentunya secara konsepsional sangat sederhana untuk dinyatakan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ada begitu banyak anggaran yang sama sekali tidak tepat sasaran. Dapat dipertanggungjawabkan secara politis, dalam pengertian bahwa segala format pos pengeluaran baik rutin maupun pembangunan yang secara substantif maupun teknis diperuntukkan bagi suatu aktivitas tertentu (fisik maupun nonfisik) haruslah dapat dipertanggungjawabkan kepada legislatif, maupun kepada masyarakat secara luas apa bila ada tuntutan untuk mempertanggungjawabkan. Hal inilah yang disebut sebagai pertanggungjawaban politik. Selanjutnya untuk menjamin pencapaian sasaran, yang telah disinyalir dalam UU No. 29/2002 pasal 96 ayat I bahwa “Untuk, menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, DPRD melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBD”. diayat 2 dikatakan bahwa “pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan bersifat pemeriksaan”. Ini menunjukkan bahwa dalam hal pengawasan DPRD (legislatif) terhadap pemerintah (eksekutif) khususnya dalam implementasi anggaran sifatnya tidak sama dengan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawas lainnya. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapakan oleh Mardiasmo (2002: 214) bahwa "...harus dipahami oleh anggota DPRD bahwa pengawasan terhadap eksekutif daerah adalah pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan (policy) yang digariskan, bukan pemeriksaan” . Fungsi pemeriksaan hendaknya diserahkan kepada lembaga pemeriksa yang
memiliki otoritas dan keakhlian profesional, misalnya BPK, BPKP atau akuntan publik yang independen. Jika DPRD menghendaki meminta BPK atau auditor independen lainnya untuk melakukan pemeriksaan terhadap kinerja keuangan eksekutif.
2.4. Penelitian terdahulu Adapun berbagai penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini diantaranya penelitian dari Rahman (2011) tentang pengaruh fungsi pengawasan keuangan oleh DPRD terhadap efektivtas pengelolaan keuagan daerah (APBD), hasil penelitianya menunjukan fungsi pengawasan keuangan daerah oleh DPRD berpengaruh positif signifikan terhadap efektivitas pengelolaan keuagan daerah (APBD). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Sikki (2010) tentang pengaruh pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan barang pada pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan barang. Penelitian Ansor (2011) yang berjudul pengawasan dprd padang lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010. Hasil penelitianya membuktikan bahwa agar pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah maka diperlukan pengawasan oleh DPRD. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1: Penelitian Terdahulu Nama Rahman (2011)
Judul pengaruh fungsi pengawasan keuangan oleh DPRD terhadap efektivtas pengelolaan keuagan daerah (APBD)
Indikator Fungsi pengawasan dprd, efektivitas pengelolaan keuangan daera
Sikki (2010)
pengaruh pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan barang pada pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. pengawasan dprd padang lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010.
Pengawasan, pelaksanaan pengelolaan barang
pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap efektivitas pengendalian pada dinas pendidikan kabupaten sukabumi
Anggaran Berbasis Kinerja dan efektivitas pengendalian
Ansor (2011)
Agustini (2009)
Pegawasan, pelaksanaan APBD
Kesimpulan hasil penelitianya menunjukan fungsi pengawasan keuangan daerah oleh DPRD berpengaruh positif signifikan terhadap efektivitas pengelolaan keuagan daerah (APBD). hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan barang Hasil penelitianya membuktikan bahwa agar pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah maka diperlukan pengawasan oleh DPRD
Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa pelaksanaan anggaran berbasis kinerja pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi sudah dapat diterapkan dengan baik dan efektivitas pengendalian pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi sudah berjalan baik serta dapat disimpulkan bahwa anngaran berbasis kinerja berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas pengendalian Mei k Pengaruh Akuntailitas dan Berdasarkan hasil Abdullah akuntabilitas publik Pengawasan perhitungan dan pengujian (2011) terhadap pengawasan anggaran hipotesis, menunjukkan
anggaran (pada kantor dprd kabupaten Gorontalo)
bahwa akuntabilitas prosedur, akuntabilitas manfaat, dan akuntabilitas keuangan secara simultan mempunyai pengaruh terhadap pengawasan anggaran
Sumber: Data diolah
2.5. Kerangka Pikir Fungsi pengawasan DPRD merupakan komponen penting dalam pelaksanaan fungsi-fungsi DPRD, sebab fungsi DPRD yang lainnya tidak akan dapat diukur keberhasilannya jika fungsi
pengawasan tidak berjalan secara optimal.
Sehingganya fungsi pengawasan menjadi sumber informasi apakah rencana yang ditetapkan telah berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat tentunya memiliki tanggung jawab yang besar terhadap terpenuhinya aspirasi publik/rakyat. Yang mana aspirasi tersebut tertuang dalam bentuk anggaran pemerintah yang implementasinya diharapkan mampu menyentuh kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Anggaran yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan anggaran berbasis kinerja menitik beratkan pencapaiannya pada keluaran (output) dan hasil (outcome) yang dirasa mampu menjawab kelemahan sistem anggaran sebelumnya. Pada dasamya anggaran berbasis kinerja hanya dapat mencapai sasaran yang diharapkan apa bila terjalin kerjasama yang baik antara pemerintah dan DPRD.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dibangun kerangka pikir sebagaimana gambar berikut:
Fungsi Pengawasan DPRD -
Tepat sasaran Dapat dipertanggungjawabkan secara politik
Anggaran berbasis kinerja
Hubungan
-
Masukan (input)
-
Proses (process)
-
Keluaran (output)
-
Hasil (outcome)
-
Manfaat (benefits)
-
Dampak (impact)
Gambar 3: Kerangka Pemikiran
2.6. Pengajuan Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: “Terdapat Pengaruh Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Efektifitas Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja”.