BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Grand Teori 1. Teori Persinyalan Menurut Brighan dan Houstan (2001) dalam Angela (2013), teori persinyalan merupakan suatu tindakan yang dipilih manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Menurut konsep signalling theory dalam Wirakusuma dan Yuniasih (2007) dalam Angela (2013), menyatakan bahwa perusahaan memberikan sinyal-sinyal kepada pihak luar perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan. Selain informasi keuangan yang diwajibkan perusahaan juga melakukan pengungkapan yang sifatnya sukarela. Salah satu dari pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahaan adalah pengungkapan CSR pada laporan tahunan. Dengan diungkapkannya CSR diharapkan dapat memberikan sinyal kepada pihak eksternal termasuk investor dan diharapkan akan dapat meningkatkan citra perusahaan yang pada akhirnya tercermin dengan peningkatan nilai perusahaan. 2. Teori Agensi Teori keagenan adalah kontrak antara prinsipal (pihak yang memberi wewenang atau pemegang saham) dan agen (pihak yang menerima tugas dan
9
10
wewenang atau managemen) sehingga fokus utama dari teori ini adalah menentukan kontrak yang paling efisien antara prinsipal dan agen. Wewenang dan tanggung jawab agen maupun prinsipal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara pemegang saham dan pihak manajer perusahaan. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian. Adanya perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak dapat menimbulkan konflik keagenan.
B. Nilai Perusahaan 1. Pengertian Nilai Perusahaan Menurut Andri dan Hanung (2007) dalam Nica (2010), nilai perusahaan adalah nilai jual perusahaan atau nilai tambah bagi pemegang saham, nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Nilai perusahaan menurut Rika dan Islahudin (2008) didefinisikan sebagai nilai pasar. Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris.
11
Samuel (2000) dalam Angela (2013) menjelaskan bahwa enterprise value (EV) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Menurut Wahyudi (2005) dalam Angela (2013) menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli andai perusahaan itu dijual.
2. Pengukuran Nilai Perusahaan Suatu
perusahaan
akan
berusaha
untuk
memaksimalkan
nilai
perusahaannya. Peningkatan nilai perusahaan ditandai dengan naiknya harga saham di pasar. Penelitian ini menggunakan Rasio Tobin’s Q untuk pengukuran nilai perusahaan. Wannerfield dkk (1988) dalam Angela (2013) menyimpulkan bahwa tobin’s Q dapat digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan kinerja perusahaan. Rasio Tobin’s Q dikembangkan oleh Tobin (1969). Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental. Rasio ini dinilai dapat memberikan informasi paling baik, karena dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan, namun seluruh aset perusahaan.
12
Menurut Smithers dan Wright (2007) dalam Angela (2013) Tobin’s Q dihitung dengan membandingkan rasio nilai pasar saham perusahaan dengan nilai buku ekuitas perusahaan. Rumus Tobin’s Q sebagai berikut : Q = (EMV + D) (EBV + D)
Jika rasio-q diatas 1 (satu), ini menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi, hal ini merangsang investasi baru. Jika rasio-q dibawah 1 (satu), investasi dalam aktiva tidaklah menarik (Weston dan Cupelan, 2008: 245 dalam Angela, 2013). Menurut Smithers dan Wright (2007:40) dalam Angela (2013) keunggulan Tobin’s Q adalah : a. Tobin’s Q mencerminkan aset perusahaan secara keseluruhan. b. Tobin’s Q mencerminkan sentiment pasar, misalnya analisis dilihat dari prospek perusahaan spekulasi. c. Tobin’s Q mencerminkan modal intelektual perusahaan. d. Tobin’s Q dapat mengatasi masalah dalam memperkirakan tingkat keuntungan dan biaya manajerial. Menurut Smithers dan Wright (2007:40) dalam Angela (2013) kelemahan Tobin’s Q adalah : Tobin’s Q dapat menyesatkan dalam pengukuran kekuatan pasar karena sulitnya memperkirakan biaya atas pergantian atas harta, pengeluaran untuk iklan dan penelitian serta pengembangan menciptakan aset tidak berwujud.
13
C. Kinerja Keuangan 1. Pengertian Kinerja Keuangan Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Selain itu, tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi para karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran (Mulyadi, 2006). Menurut Suta (2007) kinerja perusahaan dibagi menjadi dua yaitu kinerja operasional dan kinerja keuangan. Kinerja operasional adalah penentu secara periodik tampilan perusahaan yang berupa kegiatan operasional, struktur organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja operasional mewakili konsep kinerja non keuangan seperti pangsa pasar, pengenalan produk baru, kualitas produk, efektivitas pemasaran, dan ukuranukuran lain dari efisiensi teknologi yang merupakan bagian dari operasi perusahaan. Sedangkan kinerja keuangan adalah suatu tampilan tentang kondisi financial perusahaan selama periode waktu tertentu. Menurut Sucipto (2003) pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau
14
perusahaan dalam menghasilkan labam sedangkan menurut IAI (2007) Kinerja Keuangan adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumberdaya yang dimilikinya. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja keuangan adalah usaha formal yang telah dilakukan oleh perusahaan yang dapat mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba, sehingga dapat melihat prospek, pertumbuhan, dan potensi perkembangan baik perusahaan dengan mengandalkan sumber daya yang ada. Suatu perusahaan dapat dikatakan berhasil apabila telah mencapai standar dan tujuan yang telah ditetapkan. 2. Pengukuran Kinerja Keuangan Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan diatas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Analisis kinerja keuangan merupakan proses pengkajian secara kritis terhadap review data, menghitung, mengukur, menginterprestasi, dan memberi solusi terhadap keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dari laporan keuangan yang dikeluarkan secara periodik. Laporan berupa neraca, laba-rugi, arus kas, dan perubahan modal yang secara bersama-sama memberikan suatu gambaran posisi keuangan perusahaan. Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan digunakan investor untuk memperoleh perkiraan tentang laba dan dividen dimasa mendatang dan resiko atas penilaian tersebut (Brigham dan Houston, 2006 dalam Angela, 2013). Dengan demikian pengukuran kinerja
15
keuangan dari laporan keuangan dapat digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan kekayaan pemegang saham (investor). Kinerja keuangan sebuah perusahaan lebih banyak diukur berdasarkan rasio-rasio keuangan selama satu periode tertentu. Pengukuran berdasarkan rasio keuangan ini sangatlah bergantung pada metode atau perlakuan akuntansi yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan perusahaan. Sehingga sering kali kinerja perusahaan terlihat baik dan meningkat, yang mana sebenarnya kinerja tersebut tidak mengalami peningkatan dan bahkan menurun. Pengukuran kinerja keuangan berdasarkan analisis rasio keuangan dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis macam kategori, yaitu: (Mahmud dan Abdul, 2009) 1. Rasio Likuiditas Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas dari: Rasio lancar dan Rasio quick. 2. Rasio Aktivitas Rasio yang mengukur efektivitas penggunaan aset dengan melihat tingkat aktivitas aset. Rasio Aktivitas terdiri dari: Rata-rata umur piutang, Perputaran persediaan, Perputaran aktiva tetap, dan Perputaran total aktiva. 3. Rasio Solvabilitas Rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio solvabilitas terdiri dari: Rasio total hutang
16
terhadap total aset, Rasio hutang modal saham, Rasio Times Interest Earned, Rasio fixed charges coverage. 4. Rasio Profitabilitas Rasio
yang
melihat
kemampuan perusahaan menghasilkan laba
(profitabilitas). Rasio profitabilitas terdiri dari: profit margin, return on total asset (ROA), dan return on equity (ROE). 5. Rasio Pasar Rasio yang mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku perusahaan. Rasio pasar terdiri dari: PER (Price Earnings Ratio), dividend yield, dan pembayaran dividen. Dari kelima rasio tersebut, yang berkaitan langsung dengan kepentingan analisis kinerja keuangan yaitu rasio profitabilitas dan dalam penilitian ini, peniliti menggunakan ROE (Return on Equity) dipergunakan sebagai alat analisa utama dalam indikator penilaian kinerja. Return on Equity (ROE) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandangan pemegang saham. Rasio ROE bisa dihitung sebagai berikut: (Mahmud dan Abdul, 2009) Laba setelah pajak ROE = Ekuitas pemegang saham
17
D. Good Corporate Governance 1. Pengertian Good Corporate Governance Corporate Governance adalah rangkaian proses terstruktur yang digunakan untuk mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis dan usaha-usaha korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai-nilai perusahaan serta kontinyuitas usaha. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian Corporate Governance yang dikeluarkan beberapa pihak baik dalam perspektif yang sempit (shareholders) dan perspektif yang luas (stakeholders), namun pada umumnya menuju suatu maksud dan pengertian yang sama. Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, Good Corporate Governance yaitu: seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Menurut IICG (The Indonesian Institute for Corporate Governance), pengertian Good Corporate Governance (GCG), merupakan: struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberi nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan moral, etika, budaya dan aturan berlaku lainnya.
18
Berdasarkan definisi di atas, GCG secara singkat dapat disimpulkan sebagai sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi para pemangku kepentingan. Hal ini disebabkan karena GCG dapat mendorong terbentuknya pola kerja manajemen yang bersih, transparan, dan profesional. Penerapan GCG di perusahaan akan menarik minat para investor, baik domestik maupun asing. Hal ini sangat penting bagi perusahaan yang ingin mengembangkan usahanya, seperti investasi baru.
2. Prinsip-Prinsip Dasar Good Corporate Governance Sistem yang mengatur keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan perlu dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip yang harus dipatuhi untuk menuju tata kelola perusahaan yang baik. Berdasarkan Keputusan Menteri nomor : KEP-117/M-MBU/2002. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yaitu: transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness. Prinsip-prinsip tersebut dijabarkan sebagai berikut: a. Keterbukaan Informasi (Transparency) Transparency bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Menurut peraturan pasar modal di Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan adalah informasi yang dapat mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut, atau yang mempengaruhi secara signifikan risiko secara prospek usaha perusahaan yang
19
bersangkutan. Perusahaan harus dapat menyediakan informasi yang cukup lengkap, akurat dan tepat waktu kepada pihak-pihak yang berkepentingan atau berkaitan dengan perusahaan sehingga mengetahui resiko yang mungkin terjadi dan keuntungan yang diperoleh dalam melaksanakan transaksi dengan perusahaan sekaligus ikut serta dalam mekanisme pengawasan perusahaan. b. Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas pertanggungjawaban
adalah
kejelasan
fungsi,
struktur,
sistem dan
organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif. Akuntabilitas dapat dicapai dengan baik melalui pengawasan yang efektif yang mendasarkan pada keseimbangan kekuasaan antara pemegang saham, komisaris, direksi dan auditor termasuk di dalamnya pembatasan kekuasaan antara direksi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perusahaan dan komisaris sebagai wakil pemegang saham yang bertugas mengawasi direksi. Bentuk implementasi akuntabilitas adalah: 1) Praktek audit internal yang efektif 2) Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan target pencapaian perusahaan di masa depan. c. Pertanggungjawaban (Responsibility) Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian dan kepatuhan di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku termasuk yang
20
berkaitan dengan masalah pajak,
hubungan
industrial,
perlindungan
lingkungan hidup, kesehatan atau keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat. Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasional seringkali menghasilkan dampak luar kegiatan perusahaan negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. d. Independensi (Independency) Independensi adalah suatu keadaan ketika perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Pelaksana utama dalam perusahaan seperti direksi dan dewan komisaris harus mampu menolak intervensi dari luar yang dapat membelokkan arah, kebijakan dan operasional perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu kemakmuran pemegang saham (shareholders) dan kesejahteraan stakeholders. e. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness) Kesetaraan dan kewajaran dapat didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakkan peraturan yang melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Fairness
21
diharapkan membuat seluruh asset perusahaan dikelola secara baik dan hatihati, sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara jujur dan adil. Juga diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan serta keadilan juga harus dirasakan oleh para karyawan dan masyarakat lingkungannya. Fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan secara efektif, yaitu adanya peraturan perundang-undangan yang jelas, tegas dan konsisten dan dapat ditegakkan secara efektif.
3. Pengukuran Good Corporate Governance a. IICG (The Indonesian Institue for Corporate Governance) IICG adalah sebuah lembaga independen yang melakukan program penelitian dan pengembangan tentang Corporate Governance. Kontribusi IICG dalam memasyarakatkan GCG di Indonesia meliputi kegiatankegiatan dalam bidang riset dan pemeringkatan, pendidikan dan pelatihan, publikasi dan promosi, serta konsultasi. Dalam bidang riset dan pemeringkatan, IICG menghadirkan program riset dan pemeringkatan GCG dengan nama Corporate Governance Perception Index (CGPI) Corporate Governance Perception Index (CGPI) adalah program riset dan pemeringkatan penerapan good corporate governance (GCG) pada perusahaan-perusahaan di Indonesia melalui perancangan riset yang mendorong
perusahaan
meningkatkan
kualitas
penerapan
konsep
22
corporate governance (CG) melalui perbaikan yang berkesinambungan (continuous
improvement)
dengan
melaksanakan
evaluasi
dan
benchmarking. Tujuan program CGPI adalah untuk merangsang perusahaan agar berlomba-lomba menerapkan GCG demi kepentingan jangka panjang perusahaan dalam memaksimalkan nilai perusahaan.
b. Tahapan Penilaian CGPI Cakupan penilaian dan aspek yang diukur dalam CGPI adalah pengembangan alat ukur yang dimiliki IICG, pedoman dan prinsip GCG yag diterbitkan OECD dan dari berbagai sumber, serta perangkat hukum yang mengatur tentang penerapan prinsip-prinsip GCG. Hasil program riset dan pemeringkatan CGPI adalah penilaian dan pemeringkatan penerapan GCG pada perusahaan peserta dengan memberikan skor dan pembobotan nilai berdasarkan acuan yang telah dibuat. Penelitian dilakukan dengan bobot penelitian yang berbeda-beda setiap tahunnya. Metodelogi riset yang dipakai meliputi empat tahapan riset yang melibatkan pihak internal dan eksternal stakeholders perusahaan. Empat tahapan riset tersebut, yaitu Self-assesment, kelengkapan dokumen, penyusunan makalah, dan observasi. Menurut IICG (2011:26-32), tahapan penilaian Corporate Governance Perception Index (CGPI), yaitu:
23
1) Self-assesment Self-assesment merupakan tahapan penilaian yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner terkait dengan implementasi GCG di perusahaan dalam mengelola risiko untuk mencapai tujuan perusahaan dan menyelenggarakan bisnis yang beretika dan berkelanjutan. Cakupan aspek dalam implementasi GCG pada self-assesment, antara lain aspek komitmen, aspek transparansi, aspek akuntabilitas, aspek independensi, aspek keadilan, aspek kompetensi, aspek pernyatan visi, misi dan tata nilai, aspek kepemimpinan, aspek kerjasama, aspek strategi dan kebijakan, aspek etika bisnis, aspek budaya risiko. 2) Kelengkapan Dokumen Kelengkapan dokumen merupakan kewajiban perusahaan untuk menyerahkan dokumen dan bukti yang mendukung proses penerapan GCG di perusahaan, serta dokumen terkait dengan manajemen dalam mengelola risiko yang dihadapi risiko yang dihadapi untuk mencapai tujuan perusahaan dan penyelenggaraan bisnis yang beretika dan berkelanjutan.
Tahapan
kelengkapan
dokumen
mempersyaratkan
sekurang-kurangnya 46 dokumen untuk perusahaan publik (emiten). 3) Penyusunan Makalah Penyusunan makalah merupakan tahapan yang merefleksikan program dan hasil penerapan GCG sebagai sebuah sistem di perusahaan. Penyusunan makalah dimaksudkan untuk membantu pihak perusahaan
24
memaparkan upayanya dalam menerapkan GCG pada saat observasi. Makalah terdiri dari 5 (lima) bagian, yaitu abstrak, pendahuluan, proses penerapan prinsip-prinsip GCG dalam perspektif risiko, hasil yang dicapai, dan penutup. Bagian pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan, sasaran, dan manfaat GCG. Kemudian untuk proses penerapan prinsipprinsip GCG dalam persepektif risiko terdiri dari pendekatan dan penahapan yang dilengkapi dengan mekanisme pencapaian. Penilaian makalah memperhatikan kualitas penyajian yang mencakup aspek relevansi, cakupan, kejelasan, dan kedalaman isi makalah. 4) Observasi Observasi merupakan tahapan akhir berupa kegiatan peninjaun langsung ke seluruh perusahaan peserta CGPI untuk memastikan praktek penerapan GCG sebagai sebuah sistem pengelolaan bisnis di perusahaan tersebut. Hasil observasi menunjukkan rerata dari 13 (tiga belas) aspek penilaian yang digunakan dalam melakukan klarifikasi data dan informasi yang telah diperoleh pada 3 (tiga) tahapan sebelumnya.
Penilaian CGPI meliputi empat tahapan tersebut dengan bobot nilai yang berbeda setiap tahunnya. Bobot penilaian disajikan dalam table 2.1 berikut ini:
25
Tabel 2.1 Tahapan dan Bobot Penilaian Riset & Pemeringkatan CGPI No Tahapan Bobot (%) Bobot (%) Bobot (%) 2010 2011 2012 1 Self-assesment 25% 15% 17% 2 Kelengkapan Dokumen 23% 20% 35% 3 Makalah yang mereflesikan 17% 14% 13% program dan hasil penerapan good corporate governance sebagai sebuah sistem diperusahaan yang bersangkutan 4 Observasi 35% 51% 35% Sumber : CGPI 2010-2012
c. Data Riset dan Pemeringkatan CGPI Menurut CGPI (2010:2012), data riset pemeringkatan CGPI, yaitu: 1) Populasi dan Responden Riset CGPI mengajak perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengikuti program riset dan pemeringkatan penerapan GCG dalam upaya memasyarakatkan praktik GCG di Indonesia 2) Pengujian Alat Ukur Instrumen riset dan pemeringkatan CGPI merupakan alat ukur untuk menentukan berbagai besaran variabel riset yang dikembangkan dalam bentuk kuisioner. Pengujian instrumen riset tersebut dilakukan untuk menguji validitas dan keandalan. Pengujian validitas menggunakan matriks korelasi dengan hasil yang valid (sig (2-tailed) = 0,00 < 0,05) dengan faktor analisis, dan hasil perhitungan statistik Kaiser-Meyer-Olkin
26
(KMO) > 0,5 sehingga secara keseluruhan valid. Uji Realibilitas menggunakan Cronbach Alpha > 0,7 agar dapat disimpulkan bahwa seluruh aspek adalah reliable (konsisten). 3) Pembobotan Pembobotan dilakukan untuk mendapatkan hierarki berdasarkan tingkat kepentingan dari penahapan penilaian yang dilakukan dalam bekerja sama dengan Majalah SWA melakukan survei terhadap investor, analisis keuangan, dan manajer investasi untuk mendapatkan bobot penilaian. Pengolahan data pembobotan data pembobotan menggunakan alat bantu Analytical Hierarcy Process (Saaty, 1980). 4) Kategori Pemeringkatan CGPI menggunakan kategori pemeringkatan berdasarkan tingkat terpercaya. Kategori ini dikembangkan oleh IICG dan bersama-sama SWA telah menetapkan hasil CGPI berdasarkan kategori sebagai berikut: Tabel 2.2 Kategori Pemeringkatan CGPI Skor Tingkat Kepercayaan 55,00-69,99 Cukup Terpercaya 70,00-84,99 Terpercaya 85,00-100 Sangat Terpercaya Sumber : CGPI 2009-2012
27
E. Corporate Social Responsibility 1.
Pengertian Corporate Social Responsibility The World Business Council for Suitainable Development (WBCSD) dalam Nor Hadi (2011) mendefinisikan corporate social responsibility: Continuing commitment by business to behave ethically and contributed to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of tje local community and society at large.
Definisi tersebut menunjukkan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) merupakan satu bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas. Definisi CSR menurut ISO 26000 :
Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behaviour that contributes to sustainable development, health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationships. Definisi ISO 26000 menunjukkan bahwa tanggung jawab organisasi untuk dampak keputusan dan kegiatan masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku transparan dan etis yang memberikan kontribusi untuk pembangunan berkelanjutan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat; memperhitungkan
28
harapan stakeholder; sesuai dengan hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional perilaku; terintegrasi seluruh organisasi dan dipraktekkan dalam hubungan. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial merupakan suatu bentuk pertanggung jawaban perusahaan terhadap karyawan, masyarakat dan lingkungan yang harus dilakukan perusahaan seiring dengan peningkatan perusahaan dalam mencari laba. Hal tersebut merupakan kontribusi perusahaan dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
2.
Pengungkapan Corporate Social Responsibility Pengungkapan CSR berpengaruh pada nilai perusahaan. Hal ini
sejalan dengan paradigma enlightened self-interest yang menyatakan bahwa stabilitas dan kemakmuran ekonomi jangka panjang hanya dapat dicapai jika perusahaan melakukan tanggung jawab sosial kepada masyarakat (Hartanti, 2006 dalam Ni Wayan, 2010). Pertanggung jawaban sosial diungkapkan di dalam laporan yang disebut Substainability Reporting. Substainability Reporting adalah pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya didalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development) (Nurlela dan Islahuddin, 2008). Substainability
29
Reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh social terhadap kinerja organisasi. Hendriksen
(1991)
dalam
Angela
(2013)
mendefinisikan
pengungkapan (disclosure) sebagai penyajian sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien. Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory) yaitu pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary) yang merupakan pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum dari peraturan yang berlaku. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 1 (revisi 2009) paragraph dua belas menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial sebagai berikut : Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peran penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan. Implikasi Corporate Social Responsibility di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UndangUndang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman modal. Dalam UndangUndang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu pada 74 ayat 1, menyatakan bahwa “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di
30
bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15 juga mengatur tentang Corporate Social Responsibility, yang menyatakan bahwa “Setiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan maupun dalam substainability report perusahaan diharapkan dapat memberikan informasi tambahan kepada para investor selain dari yang sudah tercakup dalam laba akuntansi dan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi investor dalam pengambil keputusan. Standar Pengungkapan CSR dalam penelitian ini merujuk kepada standar yang dikembangkan oleh Global Reporting Initiatives (GRI). Dalam standar GRI G3 indikator kinerja dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial. Daftar indikator pengungkapan CSR menurut GRI G3 mencapai 79 indikator, terdiri dari 9 indikator ekonomi, 30 indikator lingkungan hidup, 14 indikator praktek tenaga kerja, 9 indikator Hak Asasi Manusia,8 indikator kemasyarakatan, dan 9 indikator tanggung jawab produk.
31
F. Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan kinerja keuangan, GCG, CSR, dan nilai perusahaan, telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya antara lain oleh: Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu No 1
2
3
4
Variabel Penelitian dan Tahun Penelitian Retno Endah Variabel Dependen : Puspitasari (2012) Nilai Perusahaan Variabel Independen : Kinerja Keuangan Variabel moderasi :CSR & GCG Ni Wayan Variabel Dependen : Rustiarini, 2010 Nilai Perusahaan Variabel Independen : CSR Variabelmoderasi :CG Reny Dyah Retno Variabel Dependen : dan Denies Nilai Perusahaan Priantinah Variabel Independen : (2012) GCG & CSR Ni Wayan Variabel Dependen : Yuniasih dan Nilai Perusahaan Made Gede Wirakusuma Variabel Independen : (2007) Kinerja Keuangan
Hasil Penelitian
Kinerja keuangan berpengaruh terhadap nilai perusahaan CSR , GCG tidak memoderasi hubungan antara kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan CSR, CG berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan CG berpengaruh terhadap interakasi CSR dan nilai perusahaan GCG, CSR, serta interaksi antara GCG dan CSR berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
Variabel Pemodrasi : CSR & GCG
5
Eviati Kusumaningtiyas
Return Kinerja
Saham, Keuangan,
Kinerja Keuangan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan CSR sebagai variabel pemoderasi terbukti berpengaruh positif pada hubungan kinerja keuangan dengan nilai perusahaan GCG sebagai variabel pemoderasi tidak terbukti berpengaruh positif pada hubungan kinerja keuangan dengan nilai perusahaan Pada perusahaan besar, CSR berpengaruh positif signifikan
32
Sugianto (2011)
CSR, GCG
6
Hamongan Siallagan Mas’ud Machfoedz. (2006)
CG, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan
7
Angela Dirman (2013)
Variabel Dependen : Nilai Perusahaan
Variapel Independen : Value Based Management dan CSR
8
Anniza Primadyani (2013)
Variabel Dependen : Nilai Perusahaan Variabel Independen :
terhadap return saham dan kinerja keuangan. Tetapi berpengaruh negatif untuk perusahaan kecil. GCG berpengaruh negatif terhadap return saham dan kinerja keuangan, bila hanya menggunakan kepemilikan institusional dan komisaris independen Kepemilikan manajerial, komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Namun, Dewan komisaris berpengaruh negative terhadap kualitas laba Kualitas laba berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan CG berpengaruh secara statistic terhadap nilai perusahaan Kualitas laba bukan variable intervening pada hubungan antara CG dan nilai perusahaan EVA & CSR memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan EVA memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan secara parsial CSR tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan EVA berhubungan positif & berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan CSR, GCG, & variabel interaksi antara CSR & GCG secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai
33
CSR Variabel Moderasi : GCG
9
WIELIANA (2013)
Variabel Dependen : Harga Saham
Variabel Independen : GCG & CSR
perusahaan CSR secara parsial berpengaruh positif & signifikan terhadap nilai perusahaan GCG secara parsial tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan GCG tidak dapat berperan sebagai variabel moderasi dengan hubungan CSR terhadap nilai perusahaan GCG & CSR berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham GCG berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga saham CSR tidak berpengaruh secara parsial terhadap harga saham
Sumber : Data sekunder (2014) Tabel penelitian terdahulu di atas menunjukkan bahwa penelitian mengenai kinerja keuangan, GCG, CSR, dan nilai perusahaan menunjukkan hasil pengamatan yang bervariasi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini saya menguji kembali pengaruh kinerja keuangan dan GCG terhadap nilai perusahaan dengan CSR sebagai variabel yang mempengaruhi hubungan tersebut. G. Hubungan Antar Variabel 1. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan ROE adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu (Mahmud dan Abdul, 2009). ROE
34
merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham. Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan. Salah satu cara investor dapat membaca keberhasilan kinerja perusahaan secara finansial dan menilai perusahaan dari rasio ROE ini. Investor
dapat
menilai jika semakin tinggi nilai ROE semakin bagus atau semakin optimal pengembalian modal yang bisa dihasilkan perusahaan tersebut, sehingga perusahaan tersebut dinilai baik oleh investor.
2. Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan Dalam perspekif teori keagenan, agen yang risk adverse dan yang cenderung mementingkan dirinya sendiri akan mengalokasikan resources (berinvestasi) yang tidak meningkatkan nilai perusahaan. Permasalahan agensi ini akan mengindikasikan bahwa nilai perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan
biasa
mengendalikan
perilaku
manajemen
agar
tidak
menghamburkan resources perusahaan. Good Corporate Governance merupakan sistem tata kelola yang baik dalam perusahaan yang menjelaskan hubungan berbagai partisipan dalam menentukan arah dan kinerja perusahaan. Tujuan dilaksanakannya GCG adalah menciptakan nilai tambah bagi stakeholders. Penerapan GCG dapat diwujudkan dengan pelaksanaan Corporate Governance yang efektif, dan pada akhirnya
35
diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Manfaat dari GCG dapat dilihat dari harga saham perusahaan yang bersedia dibayar oleh investor. Black et al. (2003) dalam Angela (2013) berargumen bahwa pertama, perusahaan yang dikelola dengan lebih baik akan dapat lebih menguntungkan sehingga dapat dividen yang lebih tinggi. Kedua, disebabkan oleh investor luar dapat menilai earnings atau dividen yang sama dengan lebih tinggi untuk perusahaan yang menerapkan corporate governance yang lebih baik. Hasil menunjukkan bahwa tidak ditemukan bukti bahwa perusahaan dengan corporate governance yang baik lebih menguntungkan atau membayar dividen yang lebih tinggi, tetapi ditemukan bukti bahwa investor menilai earnings atau arus dividen yang sama dengan lebih tinggi untuk perusahaan yang menerapkan corporate governance yang lebih baik.
3. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan Corporate Social Responsibility sebagai Moderasi Menurut Sucipto (2003) pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba. Pada penelitian ini, kinerja keuangan diproksikan dengan ROE. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin besar nilai profitabilitas perusahaan, yang pada akhirnya dapat menjadi sinyal positif bagi investor dalam melakukan investasi untuk memperoleh return tertentu. Tingkat
36
return yang diperoleh menggambarkan seberapa baik nilai perusahaan di mata investor. Penelitian ini menambahkan CSR sebagai variabel moderasi. Pemikiran yang melandasi CSR yang sering dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan todak hanya mempunyai kewajiban ekonomi dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder), tetapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban diatas.
4. Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan dengan Corporate Social Responsibility sebagai Moderasi Pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia menyatakan bahwa salah satu tujuan pelaksanaan corporate governance adalah mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan di sekitar perusahaan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang. Implementasi CSR merupakan salah satu wujud kepedulian perusahaan pada lingkungan sosial. Penganut paham corporate governance lebih mudah menerima adanya kebutuhan dan kewajiban untuk melaksanakan CSR karena kedua kegiatan tersebut berlandaskan pemahaman falsafah yang sama. Corporate governance menyangkut tanggung jawab perusahaan kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan terutama atas kegiatan ekonomi dan segala dampaknya, sedangkan CSR adalah kegiatan yang diselenggarakan perusahaan untuk menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat
37
di luar kegiatan utama perusahaan. Kedua kegiatan tersebut sama-sama bertujuan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham namun tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengembangkan sejumlah kebijakan untuk menuntun pelaksanaan CSR. Semua hal tersebut tidak terlaksana dengan baik apabila perusahaan tidak menerapkan GCG beserta aspek-aspek yang termasuk didalamnya.
.
Kinerja Keuangan Kinerja
Keuangan (X (X11))
Nilai Perusahaan (Y)
Good Corporate Governance (X2)
Corporate Social Responsibility (Z) Gambar 2.1 Bagan Hubungan Antar Variabel