BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Pengertian Retribusi Menurut Suparmoko, pengertian retribusi secara umum adalah suatu pembayaran dari rakyat kepada negara dimana dapat terlihat adanya hubungan antara balas jasa yang langsung diterima dengan adanya pembayaran retribusi tersebut. Menurut Ahmad Yani (2002:55) Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah,untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahtraan masyarakat. Menurut Rohmat Soemitro (2008:74) mengatakan bahwa retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu,setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat sehingga keleluasan retribusi daerah terletak pada yang dinikmati oleh masyarakat. Jadi, retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah daerah kepada yang membutuhkan. Sedangkan menurut undang-undang No.28 Tahun 2009 yang dimaksud dengan retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Menurut Pasal 2 ayat (26) Undang-undang No. 34 tahun 2000 perubahan atas undang-undang No. 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah menyebutkan definisi retribusi daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jadi dalam pungutan retribusi daerah ini pemerintah daerah menyediakan atau memberikan jasa atau perizinan tertentu kepada masyarakat, kemudian atas jasa atau perizinan tertentu itu, masyarakat membayar pungutan. Dengan demikian secara prinsip jelas berbeda antara pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah tidak mensyaratkan pemerintah daerah untuk memberikan atau menyediakan jasa atau perijinan tertentu kepada wajib pajak, tetapi dalam retribusi daerah pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk memberi atau menyediakan jasa atau perijinan tertentu yang menjadi objek dari retribusi dimaksud. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan ciri-ciri pokok Retribusi Daerah :
1. Retribusi adalah pungutan daerah atas penyediaan jasa nyata dan langsung kepada yang berkepentingan. 2. Wewenang atas pungutan retribusi adalah pemerintah daerah. 3. Dalam pungutan retribusi terdapat potensi yang diberikan daerah yang langsung dapat ditunjuk. 4. Retribusi
dikenakan
kepada
siapa
saja
yang
memanfaatkan
atau
menggunakan jasa yang disediakan oleh pemerintah. Objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai obyek retribusi. Yang menjadi objek dari retribusi daerah adalah berbentuk jasa. Jasa yang dihasilkan terdiri dari : 1. jasa umum yaitu jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa umum meliputi pelayanan kesehatan dan pelayanan persampahan. Jasa yang tidak termaksud jasa umum adalah jasa urusan umum pemerintah. 2. Jasa Usaha yaitu jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sector swasta. Jasa usaha antara lain meliputi penyewaan aset yang dimiliki/dikuasai oleh pemerintah daerah, penyediaan tempat
penginapan, usaha bengkel kendaraan, tempat penyucian mobil dan penjualan bibit. 3. Perizinan tertentu pada dasarnya pemberian izin oleh pemerintah tidak harus dipungut retribusi. Akan tetapi dalam melaksanakan fungsi tersebut, pemerintah daerah mungkin masih mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi oleh sumber-sumber penerimaan daerah yang telah ditentukan sehingga perizinan tertentu masih dipungut retribusi. 2.1.1 Jenis-jenis Retribusi Retribusi daerah menurut Undang – undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 dan peraturan pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) yaitu: 1. Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah atau tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Sesuai dengan Undang-undang No. 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf a retribusi jasa umum ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini : a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau perizinan tertentu. b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi.
c. Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum. d. Jasa retribusi layak untuk dikenakan retribusi. e. Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya. f. Retribusi tersebuut dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan satu sumber pendapatan daerah yang potensial. g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik. Jenis-jenis retribusi jasa umum terdiri dari : 1) Retribusi Pelayanan Kesehatan. 2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. 3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil. 4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabun Mayat. 5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum 6) Retribusi Pelayanan Pasar 7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 10) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan
2. Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sector swasta. Kriteria retribusi jasa usaha terdiri dari : a. Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau perizinan tertentu. b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/ dikuasai oleh pemerintah daerah. Jenis-jenis retribusi jasa usaha terdiri dari : 1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan 3) Retribusi Tempat Pelelangan 4) Retribusi Terminal 5) Retribusi Tempat Khusus Parkir 6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggahan/ Villa 7) Retribusi Penyedotan Kakus 8) Retribusi Rumah Potong Hewan 9) Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal 10) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah raga 11) Retribusi Penyeberangan di Atas Air 12) Retribusi Pengolahan Limbah Cair 13) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk
pembinaan. Pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan pemenfaatan ruang. Penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Kriteria retribusi perizinan tertentu antara lain : a. Perizinan tersebuut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi. b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum. c. Biaya yang menjadi beban pemerintah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari perizinan tertentu. Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu terdiri atas : 1) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan 2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 3) Retribusi Izin Gangguan 4) Retribusi Izin Trayek 2.1.2 Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah tidak dapat diborongkan artinya seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun, dalam pengertian ini tidak berarti bahwa pemerintah daerah tidak boleh
bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi pemerintah daerah dapat mengajak bekerja sama badanbadan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagai tugas pemungutan jenis retribusi tertentu secara efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran retribusi dan penagihan retribusi. Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Keterangan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. Dokumen lain yang yang dipersamakan antara lain, berupa karcis masuk, kupon dan kartu langganan. Jika wajib retribusi tertentu tidak membayar retribusi tepat pada waktunya atau kurang membayar, ia dikenakan sangsi administrasi berupa bunga sebesar dua persen setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). STRD merupakan surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sangsih administrasi berupa bunga dan atau denda. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi daerah ditetapkan oleh kepala daerah. 2.1.3 Perhitungan Retribusi Daerah Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan demikian, besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tarif retribusi dan tingkat penggunaan jasa.
1. Tingkat Penggunaan Jasa Tingkat penggunaan jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas penggunaan jasa
sebagai
dasar
alokasi
beban
biaya
yang
dipikul
daerah
untuk
menyelenggarakan jasa yang bersangkutan, misalnya beberapa kali masuk tempat rekreasi, beberapa kali/beberapa jam parkir kendaraan. Akan tetapi, ada pula penggunaan jasa yang tidak dapat dengan mudah diukur, dalam hal ini tingkat penggunaan jasa mungkin perlu ditaksir berdasarkan rumus tertentu yang didasarkan atas luas tanah, luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan dan rencana penggunaan bangunan. 2. Tarif Retribusi Daerah Tarif retribusi daerah adalah nilai rupiah atau presentasi tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang. Tarif dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan perbedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan sasaran dan tarif tertentu, misalnya perbedaan retribusi tempat rekreasi antara anak-anak dan dewasa.Tarif retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi, hal ini dimaksudkan
untuk
mengantisipasi
perkembangan
perekonomian
daerah
berkaitan dengan objek retribusi yang bersangkutan. Dalam peraturan pemerintah nomor 66 tahun 2001 ditetapkan bahwa tarif retribusi ditinjau kembali paling lama lima tahun sekali.
3. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Daerah Tarif retribusi daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif yang berbeda antar golongan retribusi dearah. Sesuai dengan undang-undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 21 dan peraturan pemerintah Nomor 66 tahun 2001 pasal 8-10 prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah ditentukan sebagai berikut: a. Tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan
biaya
penyediaan
jasa
yang
bersangkutan,
kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. b. Tarif retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk memperoleh keuntungan yang layak yaitu keuntunagn yang dapat dianggap memadai jika jasa yang bersangkutan diselenggarakan oleh swasta. c. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan dilapangan, penegakan hokum, penata usahaan dan biaya dampak negative dari pemberian izin tertentu. Menurut Kesit Bambang Prakoso (2003:49-52) prinsip dasar untuk mengenakan retribusi biasanya didasarkan pada total cost dari pelayananpeayanan yang disediakan. Akan tetapi akibatadanya perbedaan-perbedaan tingkat
pembiayaan mengakibatkan tarif retribusi tetap dibawah tingkat biaya (full cost) ada 4 alasan utama mangapa hal ini terjadi : a. Apabila suatu pelayanan pada dasarnya merupakan suatu public good yang disediakan karena keuntungan kolektifnya, tetapi retribusi dikenakan untuk mendisiplinkan konsumsi. Misalnya retribusi air minum. b. Apa bila suatu pelayanan merupakan bagian dari swasta dan sebagian lagi merupakan good public. Misalnya tariff kereta api atau bis bersubsidi guna mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum dibandingkan angkutan swasta, guna mengurangi kemacetan. c. Pelayanan seluruhnya merupakan privat good yang dapat disubsidi jika hal ini merupakan permintaan terbanyak dan penguasa enggan menghadapi masyarakat dengan full cost. Misalnya fasilitas rekreasi dari kolam renang. d. Privat goodyang dianggap sebagai kebutuhan dasar manusia dan groupgroup berpenghasilan rendah. Misalnya perumahan untuk tunawisma. 4. Cara Perhitungan Retribusi Besarnya retribusi daerah yang harus dibayar oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa yang bersangkutan dihitung dari perkalian antara tariff dan tingkat penggunaan jasa dengan rumus sebagai berikut:
Retribusi Terutang = Tarif Retribusi x Tingkat Penggunaan Jasa
5. Cara Menghitung Potensi Retribusi Parkir. Retribusi parkir dikenakan atas jasa penggunaan parkir tepi jalan umum merupakan fasilitas milik pemerintah sebagai tempat parkir langkah-langkah menghitung potensi retribusi parkir adalah: Potensi Retribusi Parkir = (Rata-rata Mobil x TR) + (Rata-rata Sepeda Motor x TR) x 360 hari 2.1.4 Kriteria Efektifitas Retribusi Daerah Untuk menilai tingkat keefektivitasan dari pemungutan retribusi daerah ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu : 1. Kecukupan dan Elastisitas Elastisitas retribusi harus responsive kepada pertumbuhan penduduk dan pendapatan, selain itu juga tergantung pada ketersediaan modal untuk memenuhi kebutuhan penduduk. 2. Keadilan Dalam pemungutan retribusi daerah harus berdasarkan asas keadilan yaitu disesuaikan dengan kemampuan dan manfaat yang diterima. 3. Kemampuan Administrasi Dalam hal ini retribusi mudah ditaksir dan di pungut. Mudah di taksir karena pertanggung jawaban di dasarkan atas tingkat konsumsi yang dapat diukur. Mudah di pungut sebab penduduk hanya mendapat apa yang mereka bayar, jika tidak dibayar maka pelayanan dihentikan.
2.1.5 Peraturan Pemerintah Tentang Retribusi Daerah Peraturan yang memuat tentang retribusi daerah adalah Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, direvisi menjadi Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, dalam peraturan-peraturan ini diatur hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan retribusi daerah. Seperti jenis-jenis retribusi daerah, tata cara dan sarana pemungutan retribusi, perhitungan besarnya retribusi terutang dan beberapa ketentuan lainya. Menanggapi undang-undang dan peraturan pemerintah di atas, pemerintah daerah kota kupang mengeluarkan perda No. 14 tahun 2011 tentang retribusi jasa usaha dengan menetapkan nilai retribusi sekali parkir sebagai berikut: 1. Roda 2 = Rp 2.000,2. Roda 4 =Rp 3.000,3. Roda 6 =Rp 4.000,4. Roda 8 = Rp 5000,2.2
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh dari
sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan tulang punggung pembayaran daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi
yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat. Pendapatan Asli Daerah hanya merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan negara disamping penerimaan lainnya berupa dana perimba ngan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah juga sisa anggaran taun sebelumnya dapat ditambahkan sebagai sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintah di daerah. Keseluruhan bagian penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja daerh (APBD). Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai APBD, namun proporsi PAD terhadap total penerimaan tetap merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan secara maksimal, namun tentu saja dalam koridor perundang-undangan yang berlaku khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan
didaerahnya
melalui
Pendapatan
Asli
Daerah.
Menurut
DR.Machfud Sidik,Msc, tuntutan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah itu sendiri. Dalam penggalian dan peningkatan pendapatan daerah itu sendiri banyak permasalahan yang ditemukan, hal ini dapat disebabkan oleh : 1. Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah , sebagian penerimaan daerah masih berasal dari bantuan pusat. Dari segi uapaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan dan subsidi ini mengurangi “usaha”
daerah dalam pumungutan PAD-nya, dan lebih mengandalkan “negosiasi” daerah terhadap pusat untuk memperoleh tambahan bantuan. 2. Kemampuan administrasi pemungutan didaerah yang masih rendah. Hal ini mengakibatkan bahwa pemungutan pajak cenderung dibebani oleh biaya pungut yang besar. 3. Kemampuan perencanaan dan pengawasan keungan yang lemah. Hal ini mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Menurut Undang-undang No. 33 Tahun 2004 “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai
pembangunan
dan
usaha-usaha
daerah
untuk
memperkecil
ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Menurut Undang-undang No. 33 tahun 2004 pasal 6, “ sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : 1). Pajak Daerah, 2). Retribusi daerah, 3). Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan 4). Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”. Menurut Mardiasmo (2002:132),“Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”.
Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pemerintah daerah dilarang : 1. Menetapkan peraturan pemerintah daerah tentang pendapatan yang menghambat ekonomi biaya tinggi. 2. Menetapkan pereturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah dan kegiatan import/eksport. 2.3
Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah
1. Pajak Daerah Dalam Undang-undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 ayat 6 disebutkan pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang
berlaku,
yang
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. 2. Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi. 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Hasil
pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan merupakan
pendapatan daerah dari keuntungan/laba bersih perusahaan daerah untuk anggaran
belanja daerah yang sektor ke kas daerah baik perusahaan daerah yang modalnya sebagian terdiri dari kekayaan daerah yang dipisahkan. 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Menurut undang-undang No. 33 tahun 2004 yang dimaksud dengan lainlain pendapatan asli daerah yang sah antara penerimaan daerah di luar dan retribusi daerah seperti jasa giro, hasil penjualan aset daerah. Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumbersumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD, semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah daerah. Pendapatan asli daerah hanya merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan negara disamping penerimaan lainnya berupa dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah juga sisa anggaran tahun sebelumnya dapat ditambahkan sebagai sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan didaerah. Keseluruhan bagian penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai APBD, sebagaimana dikatakan oleh Santoso (1995:20) bahwa proporsi PAD terhadap total penerimaan tetap merupakan indikasi keuangan suatu pemerintah daerah.
2.4 Potensi Menurut Sunarto (dalam Dika Ristrama; 24:2009) Potensi adalah daya, kekuatan atau kesanggupan untuk menghasilkan penerimaan daerah atau kemampuan yang pantas diterima dalam keadaan seratus persen. Menurut Endra K Pihadhi yang menjelaskan bahwa potensi adalah suatu energi ataupun kekuatan yang masih belum digunakan secara optimal. 2.5 konsep Retribusi Parkir Lalu lintas yang bergerak baik yang bergerak lurus maupun belok pada suatu saat akan berhenti. Setiap perjalanan akan sampai ketempat tujuan dan kendaraan yang dibawa akan diparkir atau bahkan akan ditinggal pemiliknya di ruang parkir. Beberapa definisi parkir dari beberapa sumber diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Menurut Poerwadarmita (1976) parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan beberapa saat. 2. Pignataro (1973) dan Sukanto (1985) menjelaskan bahwa parkir adalah memberhentikan dan menyimpan kendaraan (mobil, sepeda motor, sepeda, dan sebagainya) untuk sementara waktu pada suatu ruang tertentu. Ruang tersebut dapat berupa tepi jalan, garasi atau pelataran yang disediakan untuk menampung kendaraan tersebut. 3. Sedangkan menurut Kepmen Perhub No. 4 tahun 1994, Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Parkir merupakan tempat pemberentian sementara kendaraan seperti motor, mobil, dan lain-lain dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan pemilik kendaraan. 2.6
Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum dan Retribusi Parkir Khusus
1. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah. 2. Retribusi Tempat Khusus Parkir Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir khusus disediakan, dimiliki dan/atau dikelolah oleh pemerintah daerah tidak termaksud yang disediakan dan dikelola oleh badan Usaha Milik Daerah dan pihak swasta.
2.7 Penelitian Terdahulu Table 2.1 Penelitian Terdahulu No
Nama Pengarang
Judul Skripsi
Metode Yang Diguunakan
Kesimpulan
1
Muhamad Musrofi
Potensi dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak dan retribusi daerah
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode linier berganda yang ditaksir dengan metode ordinary least squer (OLS). PD = α o + β1PDRB + β2 JP + β3 Inf + β4 D + e RD = αo + β1PDRB + β2 JP + β3 Inf + β4 D + e Keterangan : PD = Pajak daerah RD = Retribusi daerah αo = Konstanta β1,β2,β3,β4 = Parameter yang diestimasi PDRB = Produk domestik bruto JP = Jumlah penduduk Inf = Inflasi D = Variabel dummy
PDRB dan jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan dalam penerimaan pajak dan retribusi daerah sedangkan inflasi dan perubahan peraturan tidak signifikan. Pajak pembangunan merupakan pajak potensial sedangkan retribusi pangkalan, retribusi ijin bangunan, retribusi rumah sakit, balai pengobatan dan puskesmas, retribusi parkir dan retribusi sampah dan kebersihan lainnya merupakan retribusi yang potensial untuk dikembangkan di kota Semarang.
2
Agung Anton
Riyadi, Potensi pajak dan Untuk setiap pajak dan retribusi yang diteliti, Pada penelitian ini objek Agus retribusi daerah di penelitian nilai ekonominya melalui variabel penelitian yang digunakan adalah
Setyawan, dan kabupaten Sukoharjo Didit Purnomo
yield, equity, economic efficiency, ability to implement, suitability as local source. Untuk variabel yield digunakan pemberian nilai untuk menunjukkan berpotensi atau tidaknya pajak dan retribusi daerah tersebut. Pemberian nilai ini, dilihat berdasarkan rata – rata realisasi penerimaan tahun 1999 – 2000 kab.Sukoharjo dibandingkan dengan kab / kota lain eks kerisidenan Surakarta. Variabel eficiency, didasarkan pada perbandingan antara pajak biaya dan retribusi dengan total cost. Ability to implement, untuk mengukur ini dilakukan dua perbandingan (i) perbandingan antara target dan realisasi pajak dan retribusi daerah tahun 1999 – 2000 (ii) perbandingan target dan realisasi antara Kab.Sukoharjo dan Kab/ Kota eks karisidenan eks Surakarta.
pajak dan retribusi yang telah dipungut setelah tahun 2000, yang diteliti sebanyak 6 pajak dan 12 reribusi daerah. Didapatkan suatu hasil bahwa semua pajak di kab.Sukoharjo pada dasarnya memiliki potensi untuk dikembangkan. Pajak dan retribusi yang potensial untuk dikembangkan adalah pajak pendapatan ABT dan APT, retribusi ijin peruntukan penggunaan tanah, pajak hiburan, pajak hotel dan restoran, pajak penggalian tambang gol.c , pajak reklame, retribusi ijin gangguan, retribusi pelayanan sampah dan kebersihan dan retribusi rumah pemotongan hewan. Bedasarkan penelitian ini, faktor – faktor yang mempengaruhi kemampuan Suitability as a local source, alat analisis yang penerimaan pajak dan retribusi digunakan adalah berupa perbandingan antara daerah adalah (i) perkembangan peraturan daerah yang menetapkan suatu pajak demografi seperti jumlah
3
Andika Budi Ratwono
dan retribusi daerah sebagai pungutan daerah dengan UU No.18 Tahun 1997 dan UU No. 34 Tahun 2007. Eqiuty, dilakukan analisa pada rumah tangga produksi, dimana pada rumah tangga produksi yang didasarkan pada empat komponen pokok yaitu pajak dan retribusi yang dibayarkan, omzet per periode waktu, jumlah tenaga kerja per periode waktu, dan modal per periode waktu. Analisis faktor-faktor Alat analisa yang digunakan dalam penelitian ini yang mempengaruhi adalah analisis regresi linier berganda dengan penerimaan retribusi metode OLS. daerah di provinsi Ln Yi = βo+ β1ln x1i + β2 lnx2i + β3 ln x3i + β4 ln DKI Jakarta. x4i + β5 ln x5i + β6 ln x6i + βD1i +µ Keterangan, Yi = penerimaan retribusi dalam (Rupiah) x1i = panjang jalan (meter) x2i = inflasi (persen) x3i = jumlah rumah sakit dan puskesmas ( unit) x4i = jumlah penduduk ( jiwa) x5i = jumlah pendapatan perkapita (Rupiah) x6i = jumlah kendaraan bermotor ( unit) D1i = 1, untuk setelah dikeluarkannya kebijakan otda 0 , untuk sebelum dikeluarkannya kebijakan
penduduk dan jumlah rumah tangga (ii) ciri khas daerah dan (iii) perilaku ekonomi dan organisasi aparat pemerintah daerah dalam pelaksanaan pungutan pajak dan retribusi daerah.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi penerimaan retribusi daerah di provinsi DKI Jakarta dan menganailisis pengaruh kebijakan otonomi daerah terhadap perkembangan penerimaan retribusi daerah di provinsi DKI Jakrata. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan suatu hasil bahwa jumlah penerbitan akta dan catatan sipil; tingkat inflasi; jumlah rumah sakit dan puskesmas; jumlah pendapatan perkapita; dan jumlah
perda.
4
Edi Mulyadi
Pengaruh pertumbuhan tenaga kerja sektor industri terhadap permintaan perumahan sederhana dan sangat sederhana di kab.Bekasi
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier metode kuadrat terkecil biasa (OLS), model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Qt=f (EL,Pt,Re,YPc) dimana, Qt = jumlah rumah yang diminta pada periode t (unit)EL, jumlah tenaga kerja industri perode t (orang) Pt, harga rata-rata RS dan RSS
kendaraan bermotor mempunyai pengaruh positif terhadap penerimaan retribusi daerah provinsi DKI Jakarta. Namun, kebijakan otonomi daerah berpengaruh nyata namun berpengaruh negatif dengan penerimaan retribusi daerah. Adapun panjang jalan dan jumlah penduduk tidak berpengaruh nyata dengan penerimaan retribusi daerah. Kebijakan otomoni daerah berpengaruh nyata namun mempunyai hubungan yang negatif dengan penerimaan retribusi daerah. Penelitian ini dilakukan di kab.Bekasi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat dampak adanya pembentukan wilayah industri terhadap permintaan rumah di Kab.Bekasi. Pada penelitian ini, variabel yang
5
Jufrizen
pada periode t (Rp/unit) Rt, tingkat suku bunga digunakan adalah jumlah rumah KPR (%/tahun) YPc, PDRB perkapita periode t yang diminta, jumlah tenaga kerja industri, harga rata-rata RS dan RSS, tingkat suku bunga KPR, dan PDRB perkapita. Pada penelitian ini, jumlah tenaga kerja industri berpengaruh positif terhadap permintaan rumah. Harga ratarata RS dan RSS serta suku bunga KPR berpengaruh negatif terhadap permintaan rumah RS dan RSS. Sedangkan PBRD perkapita tidak terbukti berpengaruh secara positif. analisis potensi Metode analisa data yang digunakan dalam Berdasarkan hasil dan penerimanaan penelitian ini adalah analisa deskriptif kualitatif, pembahasan, maka dapat retribusi parkir pada karena hanya dibatas pada perhitungan disimpulkan bahwa: Alur aliran pusat-pusat prosentase antara realisasi, target dan kapasitas pelaksanaan pemungutan retribusi perbelanjaan kota retribusi parkir yang selanjutnya menggunakan parkir adalah diawali dari pihak medan pemikiran logis untuk menggambarkan, Badan Pengelola Perparkiran yang menjelaskan, menguraikan secara sistematis dan mengajukan karcis dan dibawa ke mendalam tentang keadaan yang sebenarnya, Dinas Pendapatan untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan sehingga diperporasi (disahkan) dan dicatat dapat diperoleh suatu penjelasan. Analisa dalam perlembar x tarif. Setelah itu
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas retribusi parkir kota Kecamatan Medan Kota, untuk itu digunakan suatu pendekatan yaitu pendekatan jumlah kendaraan yang parkir, karena dengan menggunkan pendekatan ini penetapan nilai kapasitas mendekati potensial dan mempermudah dalam melakukan penelitian. Dimana perhitungan pendekatan jumlah kendaraan parkir dapat dirumuskan sebagai berikut: Kapasitas Parkir =Tarif x Rata-rata Parkir/Bulan x 12 Bulan x Jumlah Kendaraan
dikirim kembali ke Badan Pengelola Perparkiran dan diambil oleh para Koordinator Lapangan untuk dibagikan kepada para petugas pemungut sesuai dengan kebutuhan masing-masing, lalu akan diberikan kepada para pemakai jasa parkir, dengan timbal balik pemakai jasa parkir harus membayar uang retribusi parkir sesuai dengan tarif yang sudah ditetapkan pada Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2006 Tentang Retribusi Parkir Di Tepi Jalan Target : Kapasitas jalan x tarif x 12 Umum pada pasal 8, selanjutnya Realisasi: Tarif x Jumlah Kendaraan yang uang retribusi parkir tersebut parkir x 12 bulan diserahkan kepada Koordinator Lapangan yang setiap hari mendatangi para Juru Parkir dengan jumlah yang sudah ditentukan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2006 Tentang.
2.8 Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian diatas maka dibentuk suatu kerangka penulisan penelitian tentang Analisis Potensi Retribusi Parkir di Kota Kupang sebagai berikut :
PAD (PAD merupakan komponen penerimaan dalam anggaran pendapatan belanja daerah)
Retribusi
Potensi Retribusi Parkir Ditepi Jalan Umum Sumber: Inspirasi Penulis