8
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Kinerja Perusahaan Menurut keputusan Menteri Keuangan RI No.47.KMK.00/1089 tanggal 28 Juni 1989, yang dimaksud dengan kinerja adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam periode waktu tertentu, yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Adapun pihakpihak yang berkepentingan atas penilaian kinerja perusahaan tersebut adalah pemilik perusahaan dalam hal ini investor, para manajer, kreditor, pemerintah dan masyarakat. Kinerja secara
umun diartikan sebagai penampilan atau
performance. Pada dasarnya kata “Kinerja” dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai atas berbagai aktifitas yang dilakukan dalam mendayagunakan sumber-sumber untuk memperoleh hasil tersebut. Dalam hal ini, penilaian terhadap kinerja perusahaan lebih difokuskan pada kinerja keuangan perusahaan tersebut. Sehingga kinerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai perusahaan atas berbagai aktifitas yang dilakukan dalam mendayagunakan sumber keuangan yang tersedia. Bagi perusahaan meningkatkan kinerja keuangan merupakan suatu
8
9
keharusan, agar obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan tetap eksis dan banyak diminati oleh investor. 1. Penilaian kinerja perusahaan Dalam menganalisis kinerja keuangan perusahaan tidak lepas dari peranan akuntansi dalam menyediakan informasi keuangan perusahaan. Ada beberapa macam teknik analisis yang dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan (John et all, 2005), antara lain: a. Comparative Analysis, yaitu dengan membandingkan laporan keuangan perusahaan yang berurutan dari satu periode ke periode berikutnya. b. Common Size Statement, yaitu teknik analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui stuktur permodalannya dan komposisi pembiayaan yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya. c. Rasio Analysis, yaitu analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individual dan kombinasi antar laporan tersebut. d. Cash Flow Statement Analysis, yaitu analisis untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui
10
sumber-sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu. e. Valuation (Penilaian), yaitu analisis yang mengacu pada estimasi nilai intrinsik sebuah perusahaan. Teknis analisis manapun yang digunakan mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk membuat agar data lebih dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomis bagi pihak yang berkepentingan. Berdasarkan penjelasan diatas, tentang analisis kinerja emiten dengan menggunakan rasio keuangan sebagai salah satu alat ukur dalam kinerja emiten, dalam hal ini emiten yang menerbitkan obligasi syariah maupun non-syariah antara lain berupa rasio-rasio keuangan, sehingga dengan melihat rasio yang ada dapat mengetahui emiten tersebut mempunyai kinerja secara baik atau tidak. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dapat dilakukan melalui
penilaian
mempertimbangkan
kuantitatif unsur
dan
atau
judgement
yang
kualitatif.
Setelah
didasarkan
atas
materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh
dari
faktor
lainnya
seperti
kondisi
emiten
dan
perekonomian nasional. Maka penulis akan menggunakan konsepkonsep berikut untuk mengukur kinerja emiten, konsep tersebut adalah :
11
a. Rasio Likuiditas diukur dengan Rasio Lancar. b. Rentabilitas atau Profitabilitas dengan diukur berdasarkan Return on Equity (ROE); c. Rasio Solvabilitas diukur dengan Rasio Total Hutang terhadap Total Aset. d. Efisiensi diukur berdasarkan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Opreasional (BOPO). 2. Analisis Rasio a. Rasio Likuiditas Rasio Lancar Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya (aktiva yang akan berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus akuntansi). Menunjukan adanya kelebihan aktiva lancar, yang akan mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap profitabilitas perusahaan. (Mamduh et al,2007:77). Rasio Lancar = Aktiva Lancar Hutang Lancar b. Rasio Profitabilitas Return on Equity (ROE)
12
Rasio ini merupakan hasil perbandingan antara laba setelah pajak dengan ekuitas. Menggambarkan kemampuan emiten dalam mengelola dana yang diinvestasikan dalam keseluruhan modal yang menghasilkan keuntungan (Rivai Veithzal,2006:157). ROE = Net Profit After Tax (Laba Bersih Setelah Pajak) Total Equity (Total Modal) c. Rasio Solvabilitas Rasio Total Hutang terhadap Total Aset Rasio memenuhi
ini
mengukur
kemampuan
kewajiban-kewajiban
jangka
perusahaan panjangnya.
Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total hutangnya lebih besar dibandingkan total assetnya. Rasio ini mengukur likuiditas jangka panjang perusahaan (Mamduh et al,2007:81). Total Hutang terhadap Total Asset = Total Hutang Total Aktiva d. Rasio Efisiensi Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) Rasio ini merupakan perbandingan biaya operasional yang dikeluarkan oleh emiten terhadap pendapatan yang
13
diperoleh dari operasional emiten. Menggambarkan tingkat efisiensi kinerja operasional dari biaya operasional yang telah dikeluarkan terhadap pendapatan yang diterima. BOPO =
Biaya Operasional Pendapatan Operasional
3. Manfaat pengukuran kinerja Informasi dari pengukuran kinerja ini dibutuhkan tidak hanya untuk kepentingan perusahaan dalam jangka pendek saja. Tetapi juga berperan penting dalam proyeksi kepentingan perusahaan dalam jangka panjang. Dan informasi ini juga dibutuhkan oleh pemakai laporan keuangan untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (setara kas), dan waktu serta kepastian dari hasil tersebut guna mengambil keputusan ekonomi yang lebih tepat dan lebih baik. Adapun secara
umum
manfaat
dari
sistem
pengukuran
kinerja
(Mardiasmo,2002) adalah : a. Memberikan
informasi
mengenai
perubahan-perubahan
dalam sumber-sumber ekonomi netto atau kekayaan bersih (modal = sumber dikurangi kewajiban), yang timbul dari aktifitas perusahaan dalam rangka memperoleh laba. b. Mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (setara kas), serta kepastian dari hasil tersebut guna
14
mengambil keputusan ekonomi yang lebih tetap dan lebih baik. c. Memberikan dalam
informasi
sumber-sumber
mengenai ekonomi
perubahan-perubahan dan
kewajiban
yang
disebabkan oleh aktifitas pembelanjaan investasi. d. Memotivasi para manajer supaya konsisten mengoperasikan divisinya, sehingga sesuai dengan tujuan pokok perusahaan. 4. Keterbatasan pengukuran kinerja Dalam
melakukan
pengukuran
kinerja
usaha
dapat
menggunakan berbagai informasi, baik informasi akuntansi maupun informasi non akuntansi. Jika informasi akuntansi digunakan dalam penilaian prestasi, informasi ini memungkinkan manajer atas untuk mengindentifikasi target-target yang tidak diinginkan dan dapat menentukan langkah perbaikan yang dilakukan. Selain itu informasi dapat membantu manajer atas untuk melaksanakan fungsi pengendalian. Jika manajer masing-masing divisi berpartisipasi dalam menyusun anggaran atau target yang ingin dicapai, sehingga anggaran lebih realistis dan menimbulkan rasa tanggung jawab. Tetapi sebagai alat yang digunakan dalam penilaian kinerja usaha. Terdapat beberapa keterbatasan dalam
15
penilaian kinerja perusahaan dengan menggunakan analisis rasio (Harahap, et all,2001:298) antara lain : a. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat digunakan untuk kepentingan pemakainya. b. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik ini : a) Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai biasa atau subjektif. b) Nilai yang terkandung dalam laporan keuangandan rasio adalah nilai perolehan (cost) bukan harga pasar. c) Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio. d) Metode pencatatan yang
tergambar
dalam standar
akuntansi bisa diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda. c. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, maka akan menimbulkan kesulitan menghitung rasio. d. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron.
16
e. Jika dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama. Oleh karenanya jika dilakukan perbandingan bisa menimbulkan kesalahan.
B. Pengertian Obligasi Secara Umum
Obligasi adalah hutang / utang jangka panjang secara tertulis dalam kontrak surat obligasi yang dilakukan oleh pihak berhutang yang wajib membayar hutangnya disertai bunga (penerbit obligasi) dan pihak yang menerima pembayaran atau piutang yang dimilikinya beserta bunga (pemegang obligasi) yang pada umumnya tanpa menjaminkan suatu aktiva. Obligasi ketika pertama kali dijual dengan nilai par value. (BAPEPAM,2003).
Obligasi adalah bagian dari Efek. Bab 1, Pasal 1, Angka 5, UU RI No. 8 1995 tentang Pasar Modal, Efek adalah suatu surat berharga, yang dapat berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, OBLIGASI, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. (BAPEPAM,2003).
Harga obligasi adalah suatu harga apabila ingin membeli atau menjual obligasi di pasar modal baik melalui transaksi bursa maupun
17
OTC (BAPEPAM,2003). Beberapa hal yang mempengaruhi harga obligasi adalah :
1. Nominal, yaitu harga obligasi sebagaimana pada waktu penerbitan. 2. Tingkat bunga, yaitu tingkat bunga yang umum berlaku dalam masyarakat sebagai pembanding kupon (bunga) obligasi. 3. Periode pembayaran bunga, yaitu periode waktu dimana penerbit melakukan pembayaran kupo . Biasanya 3 bulanan atau 6 bulanan. 4. Jangka waktu jatuh tempo yaitu jangka waktu sejak obligasi diterbitkan sampai dilunasi oleh penerbitnya.
C. Pengertian Obligasi Non-Syariah Menurut bahasa, obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu obligate, kemudian dibakukan kedalam bahasa Indonesia menjadi obligasi
berarti
“kontrak”
(Junaedi,1995).
Sedangkan
menurut
keputusan RI No. 775/KMK01.1/1982 : Pasal 1 menyebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan hutang atas pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh Emiten (Badan Pelaksana Pasar Modal).
Menurut peraturan BAPEPAM : Obligasi adalah sertifikat yang berisi kontrak antara investor dan perusahaan, yang menyatakan bahwa investor tersebut atau pemegang obligasi telah meminjamkan sejumlah uang kepada
18
perusahaan. Perusahaan yang menrbitkan obligasi mempunyai kewajiban untuk membayar bunga secara regular sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan serta pokok pinjaman setelah jatuh tempo.
Menurut Abdurrahman (1991,118) menjelaskan : Bahwa obligasi adalah kewajiban atau hutang yang dibuktikan dengan sertifikat, mengenai sejumlah uang yang dinyatakan dengan syarat-syarat tertentu, biasanya untuk tempo satu tahun atau lebih. Jadi ia merupakan suatu perjanjian bahwa pihak perusahaan, pemerintah atau lembaga lain berjanji akan membayar uang pada masa jatuh tempo.
Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995 : Obligasi konvensional yaitu “surat berharga jangka panjang yang bersifat hutang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo”.
1. Mekanisme Penerbitan dan Perdagangan Obligasi Sebagaimana paparan terdahulu, obligasi merupakan hutang jangka panjang suatu perusahaan kepada masyarakat, pemegang hanya memperoleh pendapatan tetap dari hasil bunga obligasi dan pengembalian pokok hutang pada jatuh tempo. Ketika emiten mengalami kesukaran keuangan dan likuiditas, maka investor akan mendapat prioritas pelunasan pembayaran lebih dahulu. Uraian berikut akan memaparkan bagaimana perdagangan obligasi mulai dari proses penerbitan, sistem pembayaran serta penyelesaian transaksi.
19
a. Proses penerbitan obligasi Adapun
prosedur
penerbitan
obligasi
(Jakarta
Stock
Exchange,2002) adalah sebagai berikut : a) Pernyataan
pendaftaran
telah
dinyatakan
efektif
oleh
BAPEPAM b) Laporan keuangan yang diaudit akuntan yang terdaftar di BAPEPAM c) Nilai nominal obligasi yang dicatatkan Rp 25 Miliar d) Jarak permohonan dengan penerbitan sekurang-kurangnya 6 bulan, dan masa jatuh tempo obligasi minimal 4 tahun e) Perusahaan penerbit telah beroperasi minimal 3 tahun f) Pada 2 tahun terakhir perusahaan telah mendapat keuntungan dan tidak ada kerugian pada 1 tahun terakhir g) Anggota administrasi mempunyai nama baik Dokumen yang diperlukan terhadap penerbitan obligasi berbeda dengan dokumen saham.perbedaan ini berkaitan dengan Wali Amanat (trustee) yang bertindak sebagai agen. Wali amanat mempunya wakil, dan juga pihak yang mempertahankan kepentingan investor. b. Perdagangan obligasi
20
Proses penawaran obligasi sama halnya dengan proses penawaran perdana saham yaitu penyampaian isi propektus kepada
calon
investor
dengan
mencantumkan
fakta
dan
pertimbangan penting. Seperti (budget company) anggaran perusahaan, bidang usaha persahaan, jumlah nilai obligasi dan tujuan penggunannya. Data penting seperti laporan keuangan terbaru
ditampilkan
secara
keseluruhan.
Riwayat
singkat
perusahaan dan pemegang saham, struktur, aktifitas serta masa depan
perusahaan,
jumlah
nominal
obligasi,
harga
penawaran,tingkat bunga dan jatuh tempo. Disamping itu dilengkapi dengan istilah –istilah yang perlu dipahami oleh investor. 2. Jenis-jenis Obligasi Ada beberapa jenis obligasi yang dikenal dipasar modal Indonesia (Sofiniyah et al,2005:24)., antara lain : a. Berdasarkan Jenis Kupon a) Fixed Rate adalah obligasi yang memberikan tingkat kupon tetap sejak diterbitkan hingga jatuh tempo. b) Floating
Rate adalah obligasi yang
tingkat
mengikuti tingkat kupon yang berlaku dipasar.
bunganya
21
c) Mixed Rate adalah obligasi yang memberikan tingkat kupon tetap untuk periode tertentu. b. Berdasarkan Penerbitan (Emiten) a) Obligasi Pemerintah Pusat yaitu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat. b) Obligasi Pemerintah Daerah yaitu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. c) Obligasi Badan Usaha Milik Negara yaitu obligasi yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). d) Obligasi Perusahaan Swasta yaitu obligasi yang diterbitkan oleh Perusahaan Swasta.
D. Pengertian Obligasi Syariah Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (No.32/DSNMUI/IX/2002) : Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil / margin / fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Menurut Pontjowinoto dan Iwan P. (2003) obligasi Syariah menurut para pakar adalah :
22
Obligasi Syariah adalah suatu kontrak perjanjian tertulis yang bersifat jangka panjang untuk membayar kembali pada waktu tertentu seluruh kewajiban yang timbul akibat pembiayaan untuk kegiatan tertentu menurut syarat dan ketentuan tertentu serta membayar sejumlah manfaat secara periodic menurut akad. Islamic Bond disebut juga muqarada bond. Muqarada adalah sinonim dengan qirad yang juga sama dengan Mudharabah. muqarada bond dikeluarkan oleh perusahaan (sebagai mudharib) kepada investor (sebagai shahibul maal) dengan tujuan pendanaan proyek tertentu yang dijalankan perusahaan. Keuntungannya didistribusikan secara periodik berdasarkan persentase tertentu yang telah disepakati. Persentase ini merupakan rasio pembagian keuntungan, sehingga menggunakan basis profit loss sharing. Kontrak semacam ini juga menyediakan pembayaran bond pada saat maturity atau jatuh temponya.
Obligasi Syariah merupakan salah satu bentuk obligasi yang sesuai dengan kaidah syara’, yang mana kkesepakatan antara pemilik harta dan amil (pekerja atau pihak yang mengeluarkan obligasi) berdasarkan atas azas mudharabah (bagi hasil) Islam. Pihak pemegang obligasi berhak untuk mendapat bagian dari keuntungan atau menanggung bagian dari kerugian tanpa ada jaminan atas harga dan keuntungan serta tidak ada jaminan untuk bebas dari kerugian (Husein Syahatah et al,2004:84). 1. Konsep Dasar Obligasi Syariah Islam membolehkan transaksi berdasarkan obligasi dengan merekontruksi terhadap transaksi obligasi yang dilakukan agar sesuai dengan kaidah-kaidah syariah (Achsien et al,2003:86), diantaranya :
23
a. Penghapusan bunga yang tetap dan mengalihkannya kesurat investasi yang ikut serta dalam keuntungan dan dalam kerugian serta tunduk pada kaidah alghunm bi al ghurm, yaitu keuntungan atau
penghasilan
itu
berimbang
dengan
kerugian
yang
ditanggungnya. b. Penghapusan syarat jaminan atas kembalinya harga obligasi dan bunganya sehingga menjadi saham biasa. c. Pengalihan obligasi ke saham biasa. Jenis obligasi yang dilarang menurut keputusan Muktamar ke-6 Majma’ al-Fiqh al-Islam di Jeddah tahun 1410 H. sebagai berikut : a. Obligasi yang mencerminkan kewajiban membayar harganya disertai bunga yang dinisbahkan kepada harga tersebut atau disertai manfaat yang disyaratkan adalah haram secara syar’i baik pengeluaran, pembelian maupun pengedarannya. Ini karena, obligasi merupakan hutang dengan bunga, baik pihak yang mengeluarkannya pemerintah atau badan pemerintah maupun pihak swasta. Perbedaan nama yang diberikan tidak berpengaruh pada hokum dan hakikatnya, baik dengan nama sertifikat investasi atau tabungan, atau menambahkan bunga ribawi dengan sebutan keuntungan, deviden, komisi atau imbalan.
24
b. Zero Coupon Bond juga diharamkan karena termasuk pinjaman yang dijual dengan harga lebih rendah dari harga atau nominalnya. Pemiliknya mendapat manfaat dari perbedaan harga jual dan harga nominal tersebut sebagai diskon bagi obligasi tersebut. c. Obligasi
berhadiah juga
diharamkan karena
merupakan
pinjaman (Qardh) yang disyaratkan adanya manfaat atau imbalan bagi para pemberi hutang secara global atau bagi sebagian mereka dengan tidak ditentukan secara pasti siapa orangnya. Ditambah bahwa hal itu mirip dengan perjudian. d. Sebagai alternative
dari obligasi yang
diharamkan baik
pengeluaran, pembelian maupun pengedarannya adalah obligasi yang didasarkan pada prinsip Mudharabah. 2. Emiten Obligasi Syariah Dalam menerbitkan obligasi syariah emiten mempunyai tanggung jawab yang tinggi agar dalam menjalankan kegiatan bisnisnya tetap berada pada jalur yang diharapkan. Tujuan utama yang dilakukan emiten adalah memanfaatkan peluang sebanyak mungkin agar memperoleh biaya modal dan keuntungan yang maksimal. Namun demikian, tidak semuaemiten dapat menerbitkan obligasi syariah karena ketatnya persyaratan
25
yang harus dipenuhi. Syarat-syarat untuk dapat menerbitkan obligasi syariah (Sofiniyah Gufron et al,2005:35) adalah : a. Aktifitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi fatwa No.20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam diantaranya : a) Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; b) Usaha
lembaga
keuangan non-syariah (riba)
termasuk
perbankan dan asuransi non-syariah; c) Usaha yang memproduksidan atau menyediakan barangbarang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat; d) Usaha
yang
memproduksi,
mendistribusi,
memperdagangkan makanan dan minuman haram. b. Peringkat Investmen grade-nya harus : a) Memiliki fundamental usaha yang kuat b) Memiliki fundamental keuangan yang kuat c) Memiliki ctra yang baik bagi publik
serta
26
c. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Indeks (JII). Dalam kewajiban emiten obligasi syariah harus menjalankan beberapa ketentuan (Baridwan Anis,2007), antara lain : a) Mengikuti Peraturan No.IX.A 1 tentang Ketentuan Umum Pengajuan Pernyataan Pendaftaran serta ketentuan tentang Penwaran Umum terkait lainnya. b) Menyampaikan
hasil
perwaliamanatan
pemeringkatan
dan
perjanjian
Sukuk (Obligasi Syariah) serta akad
Syariah. c) Membuat pernyataan bahwa kegiatan usaha yang mendasari penerbitan sukuk tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan menjamin bahwa selama periode sukuk kegiatan usaha yang mendasari sukuk tidak akan bertentangan dengan prinsip syariah. d) Menyampaikan pernyataan dari Wali Amanat Sukuk bahwa Wali Amanat Sukuk mempunyai tanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan
perwaliamanatan
yang
mengerti
kegiatan yang bertentangan dengan prinsip syariah. e) Melaksanakan
seluruh
ketentuan
Perjanjian Perwaliamanatan.
yang
diatur
dalam
27
f) Menggunakan dana hasil Penawaran Umum sukuk untuk membiayai kegiatan atau investasi yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
E. Perbandingan Obligasi Syariah dan Obligasi Non-Syariah Dari berbagai kalangan pelaku pasar modal dalam investasi obligasi, maka untuk itu diambil kesimpulan dalam praktek dan operasional obligasi. Antara obligasi syariah dan obligasi non-syariah yang diterbitkan, keduanya memiliki beberapa perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut :
28
Tabel 2.1 Perbedaan Obligasi Syariah dan Obligasi Non-Syariah
Keterangan Akad (Transaksi) Jenis Transaksi Sifat Instrumen Kupon Return Fatwa DSN Jenis Investor
Obligasi Konvensional
Syariah Mudharabah
Mudharabah (Bagi Hasil) Uncertanty Contract Surat Investasi/Penyertaan Hutang atas Asset Bunga Pendapatan/Bagi Hasil Indikatif Berdasarkan Float/Tetap Pendapatan/Bagi Hasil No.33/DSNTidak Ada MUI/IX/2002 Konvensional Syariah/Konvensional Tidak Ada
Penggunaan Hasil Penjualan Bebas (Proceed) Syariah Tidak Perlu Endorsement Underlying Asset Tidak Perlu Sumber : Achien Iggi (2005)
Syariah Ijarah Ijarah (Sewa/Lease) Certanty Contract Investasi/Penyertaan atas Asset Imbalan/Fee Ditentukan Sebelumnya No.41/DSNMUI/III/2004 Syariah/Konvensional
Harus Sesuai Syariah
Harus Sesuai Syariah
Perlu
Perlu
Perlu
Perlu
Perbedaan yang paling mendasar antara obligasi syariah dengan non-syariah adalah dimana, obligasi non-syariah pada penetapan bunga yang besarnya sudah ditentukan diawal transaksi jual beli. Sedangkan pada obligasi syariah adalah penentuan bagi hasil dan fee apabila mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang. Hal ini berdasarkan akad yang dipakai pada transaksi obligasi syariah, dengan berdasarkan prinsip bagi hasil yaitu Mudharabah dan Musyarakah dan berdasarkan prinsip sewa menyewa yaitu Ijarah serta berdasarkan prinsip jual beli
29
yaitu Murabahah, Salam dan Istishna’. Dibandingkan dengan obligasi non-syariah dalam transaksi tidak jelas akad yang digunakan. Dalam prinsip bagi hasil jenis transaksi bersifat Uncercertain (tidak pasti) karena keuntungan dibagi berdasarkan keuntungan yang diperoleh di masa yang akan datang, namun pada prinsip sewa menyewa dan jual beli bersifat pasti. Selain itu, perbedaan yang mendasar juga adalah Underlying asset (asset
yang
menjadi
objek
transaksi)
dalam
obligasi
syariah
peruntukannya sudah jelas, bahwasanya ada objek atau asset yang akan dijadikan transaksi dalam penerbitan obligasi syariah.
F. Penelitian sebelumnya Dalam studi literatur ini, penulis mencantumkan penelitian yang telah dilakukan oleh pihak lain sebagai bahan rujukan dalam mengembangkan materi yang ada dalam penelitian yang dibuat oleh penulis. Penelitian sebelumnya yang memiliki korelasi dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah : 1. Fauzan Afrianto, dengan judul “Komparasi kinerja perusahaan yang mengeluarkan saham syariah dengan saham non-syariah” (Studi empiris BES). Penelitian ini secara khusus ingin mengukur perbedaan kinerja keuangan yaitu rentabilitas ekonomi (RE), net profit margin
30
(NPM), return on capital employed (ROCE), debt rasio (DR), Earning per share (EPS), struktur modal (SM), cash flow return on investment (CSROI). Dari hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan : a. Terdapat perbedaan Kinerja keuangan antara emiten yang menerbitkan saham syariah dengan emiten yang menerbitkan saham non-syariah yaitu Earning per share (EPS), return on capital employed (ROCE). b. Tidak terdapat perbedaan Kinerja keuangan antara emiten yang menerbitkan saham syariah dengan emiten yang menerbitkan saham non-syariah yaitu rentabilitas ekonomi (RE), net profit margin (NPM), debt rasio (DR), struktur modal (SM), cash flow return on investment (CSROI).
G. Hipotesis Penelitian Bertitik tolak dari rumusan masalah pada bab satu dan juga landasan teori yang menjelaskan penilaian kinerja emiten pada bab dua, maka penulis dapat merumuskan suatu hipotesa : H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja peusahaan (emiten) yang menerbitkan obligasi syariah dengan perusahaan yang menerbitkan obligasi non-syariah.
31
H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja peusahaan (emiten) yang menerbitkan obligasi syariah dengan perusahaan yang menerbitkan obligasi non-syariah.