BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kepemimpinan 1. Definisi Kepemimpinan atau Leadership adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang terorganisir dalam usaha-usaha menentukan tujuan dan mencapainya (Stogdill 1996 dikutip Kartono 2002). Sedangkan menurut Nawawi (2003), kepemimpinan adalah berfungsinya pemimpin dan bawahan dalam situasi tertentu. Dalam kepemimpinan harus terdapat unsur mempengaruhi orang lain, unsur bawahan (anggota organisasi) sebagai orang yang dipengaruhi, unsur situasi tertentu, sehingga berfungsi dalam mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan merupakan bagian penting dari organisasi maupun perusahaan yang mana organisasi tersebut tersusun atas dasar pembagian fungsi-fungsi yang berbeda yang harus dilaksanakan. Adanya perbedaan peranan atau tugas bagi setiap individu dalam organisasi merupakan penentu adanya kepemimpinan. Adanya berbagai peranan dan tugas mengakibatkan perlunya pengaturan dan koordinasi yang dilakukan oleh pemimpin (Luthans, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Adapun fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (2000) sebagai berikut: a. Perencanaan Dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, sasaran, kebijaksanaan, dan peraturan - peraturan, membuat perencanaan jangka panjang dan jangka pendek untuk mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi, menetapkan biaya - biaya untuk setiap kegiatan serta merencanakan dan pengelolaan rencana perubahan. b. Pengorganisasian Meliputi pembentukan struktur untuk
melaksanakan perencanaan,
menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien yang paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuaan unit, serta melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan power serta wewenang dengan tepat, c. Ketenagaan dimulai dari rekrutmen, interview, mencari, orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosialisasi staf. d. Pengarahan Mencakup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian, komunikasi dan memfasilitasi kolaborasi.
Universitas Sumatera Utara
e. Pengawasan Meliputi penampilan kerja, pengawasan umum, pengawasan etika, aspek legal, dan pengawasan pofesional. Seorang manejer dalam mengerjakan kelima fugsinnya tersebut sehari-hari akan bergerak dalam berbagai bidang penjualan, pembelian, produksi, personalia dan lain - lain. 2. Teori kepemimpinan Yukl (1998) kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori sebagai berikut : a. Teori Genetis (Keturunan) Inti dari teori ini menyatakan bahwa “leader are born and not made” (pemimpin itu dilahirkan sebagai bakat dan bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini berpendapat bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinannya. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis (Yukl, 1998). b. Teori Sosial Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik dan bukannya kodrat). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Parapenganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup (Yukl, 1998). c. Teori Ekologis Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran (Yukl, 1998). 3. Tipe kepemimpinan Dalam praktiknya, dari ketiga teori kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1999): a. Tipe Otokratis Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: 1) Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; 2) Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; menganggap bawahan sebagai alat semata-mata 3) Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat;
Universitas Sumatera Utara
4) Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya; 5) Dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum. b. Tipe Militeristis Siagian (1997) perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : 1) Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan; 2) Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya; 3) Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan; 4) Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; 5) Sukar menerima kritikan dari bawahannya; 6) Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan. c. Tipe Paternalistis Siagian (1997) seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : 1) Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly protective); 2) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan;
Universitas Sumatera Utara
3) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif; 4) Jarang
memberikan
kesempatan
kepada
bawahannya
untuk
mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; 5) Sering bersikap maha tahu. d. Tipe Karismatik Umumnya diketahui bahwa pemimpin dengan tipe karismatik mempunyai
daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya
mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa
pemimpin
yang
demikian
diberkahi
dengan
kekuatan
gaib
(supranatural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma (Siagian, 1997). e. Tipe Demokratis Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut(Siagian, 1997): 1) Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia;
Universitas Sumatera Utara
2) Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; 3) Senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; 4) Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; 5) Ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; 6) Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; 7) Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. 4. Gaya kepemimpinan Ada suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami kesuksesan dari kepemimpinan, yakni dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Jadi yang dimaksudkan disini adalah gayanya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi (Thoha, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya ini dapat diambil manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Thoha, 2001). Secara mendasar gaya kepemimpinan dibedakan atas empat macam kekuasaan dan wewenang, yaitu demokratis, pasrtisipatif, otoriter dan laissezfaire. Keempat gaya kepemimpinan tersebut satu sama lain memiliki karakter yang berbeda (Gillies, 1989). a. Gaya kepemimpinan demokratis Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide-ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan
Universitas Sumatera Utara
tujuan
sendiri (Nursalam,
2002).
Pada
prinsipnya
pemimpin
melibatkan kelompok dalam pengambilan keputusan dan memberikan tanggung jawab pada karyawannya (La Monica, 1986) b. Gaya kepemimpinan partisipatif Dalam kepemimpinan partisapatif kepala ruangan menyajikan analisa masalah dan mengusulkan tindakan kepada anggota kelompok, mengundang masukan dan komentar mereka. Dengan menimbang jawaban anggota kelompok atas usulannya, kepala ruangan selanjutnya membuat akhir bagi tindakan kelompok tersebut (Gillies, 1989) c. Gaya Kepemimpinan otoriter Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin. Mempertanggungjawabkan semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan serta memotivasi anggota kelompok dengan menggunakan sanjungan, kesalahan dan penghargaan. Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan (Gillies, 1989). d. Gaya kepemimpinan Laissez-faire Disebut juga bebas tindak atau membiarkan. Anggota kelompok menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervise dan koordinasi. Staf mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan cara mereka sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi atau sebagai fasilitator (Nursalam, 2002)
Universitas Sumatera Utara
B. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang dijalankan, apabila apa yang dikerjakan dianggap telah memenuhi harapan, sesuai dengan tujuannya bekerja. Apabila seseoarang mendambakan sesuatu, berarti yang bersangkutan memiliki suatu harapan dan dengan demikian akan termotivasi untuk melakukan tindakan kearah pencapaian harapan tersebut. Jika harapan tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, sehingga kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan, perjanjian psikologis dan motivasi (Robbins, 2006) Lebih lanjut Robbins (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya dimana dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, memenuhi standar kinerja.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Robbins (2006) menyatakan ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja a. Maintenance Factors Maintenance factors adalah
faktor-faktor pemeliharaan
yang
berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut Robbins (2006) merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi faktor-faktor : 1) Gaji atau upah (Wages or Salaries) 2) Kondisi kerja (Working Condition) 3) Kebijaksanaan dan Administrasi perusahaan (Company Policy and Administration) 4) Hubungan antar pribadi (Interpersonal Relation) 5) Kualitas supervisi (Quality Supervisor) 6) Hilangnya faktor-faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya karyawan.
Universitas Sumatera Utara
b. Motivation Factors Robbins (2006) Motivation factors adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Faktor motivasi ini meliputi : a. Prestasi (Achievement) b. Pengakuan (Recognition) c. Pekerjaan itu sendiri (The work it self) d. Tanggung jawab (Responsibility) e. Pengembangan Potensi individu (Advancement) f. Kemungkinan berkembang (The possibility of growth) 3. Teori Kepuasan Berikut ini adalah beberapa teori penting tentang kepuasan kerja yang merupakan perwujudan dari hasil studi yang menentukan bagaimana para karyawan dapat terpuaskan yang dikutip oleh Mangkunegara (2005): a. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory) Menurut Teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Kebutuhan ini berupa kebutuhan fisik, rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri (Maslow dikutip Robbins 2002). Sedangkan Menurut McClelland (dikutip Robbins 2002), ada tiga kebutuhan yang relevan di tempat kerja yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan kekuasaan dan kebutuhan akan afiliasi. Pegawai akan merasa
Universitas Sumatera Utara
puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya, apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas. b. Teori Dua Faktor dari Herzberg Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Dua faktor dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Herzberg (1996), yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor motivasi (motivation factors). Faktor pemeliharaan atau disebut pula dissatifiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job content, intrinsic factors meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan (advancement), work it self, kesempatan berkembang dan tanggung jawab (Herzberg, 1996) 4. Dimensi kepuasan Menurut Smith (1990 dalam Luthans, 2006) terdapat lima dimensi yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu : a. Pekerjaan itu sendiri, yaitu bagaimana memberikan tugas-tugas yang menarik untuk karyawan, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
b. Rekan kerja, yaitu rekan kerja memiliki kecakapan secara teknis dan mudan untuk bekerjasama atau mendukung secara social. Rekan kerja yang bersahabat dan kooperatif akan memberikan kepuasan kerja kepada karyawan karena merasa enjoy dalam bekerja c. Gaji, yaitu gaji berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja tetapi secara lebih luas juga menggambarkan berbagai dimensi dari kepuasan. d. Kesempatan promosi, yaitu kesempatan untuk memperoleh jabatan yang lebih tinggi atau pengembangan karir e. Supervise, yaitu kemampuan atasan dalam memberikan bimbingan teknis pekerjaan dan sikap
Universitas Sumatera Utara