BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Jamsostek Pengertian Jamsostek secara resmi yang diatur dan ditegaskan dalam Pasal
1 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 kemudian dapat diuraikan lebih rinci sehingga ditemukan beberapa aspek dari Jamsostek tersebut, meliputi : 1. Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal untuk tenaga kerja serta keluarganya. 2. Jamsostek merupakan penghargaan kepada tenaga kerja
yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja. 3. Dengan adanya upaya perlindungan dasar tersebut maka Jamsostek akan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang. 4. Jamsostek menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan terhadap risiko ekonomi maupun sosial. 5. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan tenaga kerja diharapkan akan meningkatkan produktivitas kerja dari para karyawan. 6. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung kemandirian dan harga diri manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial ekonomi (www.yahoo.com Jamsostek, Jakarta). Payaman Simanjuntak mengemukakan bahwa kehadiran Jamsostek merupakan tuntutan dari organisasi pekerja atau serikat buruh. Pada awal abad
6 Universitas Sumatera Utara
ke-20, banyak negara di Eropa mengalami goncangan akibat pemogokan buruh industri. Aktivitas industri lumpuh total. Pemogokan yang dilakukan kaum buruh disebabkan tidak terpenuhinya hak-hak mereka, seperti upah yang terlalu rendah, hak berserikat atau berorganisasi yang sering dikekang, tidak adanya jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua (Simanjuntak, 2002).
2.2
Pengertian Karyawan Secara umum lebih dikenal atau populer istilah tenaga kerja daripada
karyawan. Biasanya istilah karyawan dikaitkan dengan lembaga tempat dimana karyawan itu bekerja, sehingga dikenal istilah karyawan sebuah perusahaan. Pada masa orde lama dan awal Orde Baru lebih dikenal istilah buruh. Namun dengan alasan untuk menghilangkan kesan derajat kehidupan manusia, maka istilah buruh dalam peraturan perundang-undangan tidak digunakan dan diganti dengan istilah pekerja atau karyawan. Karyawan merupakan elemen sangat yang penting dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan. Karyawan ialah para tenaga kerja yang bekerja pada sebuah perusahaan, dimana mereka harus biasanya terikat kepada perintah dan peraturan yang diberlakukan pengusaha atau manajemen perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka terkait dengan berbagai kewajiban dan tugas yang harus dijalankan. Mereka juga diharuskan tampil dengan disiplin yang tinggi. Pengertian tenaga kerja ditegaskan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditegaskan, yakni setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa, baik untuk
7 Universitas Sumatera Utara
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat (Tim Redaksi Perundangundangan Fokusmedia, 2003). Dari pengertian tersebut dapatlah kita pahami lebih rinci, bahwa tenaga kerja adalah pihak yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja dalam setiap bentuk usaha (perusahaan) atau perorangan dimana dengan melakukan pekerjaan tersebut mereka menerima upah, termasuk tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja. Sedangkan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja adalah orang yang bekerja sendiri tanpa ikatan dengan perusahaan atau perorangan, biasa disebut tenaga kerja bebas, misalnya dokter yang membuka praktek, pengacara (advokat), petani yang menggarap sawahnya sendiri dan lainlain. Suatu hal yang pasti adalah bahwa jasa karyawan dalam suatu perusahaan adalah dimungkinkannya berbagai rencana usaha yang telah disusun dapat berjalan. Karyawan adalah lokomotif kunci dalam proses produksi. Tanpa karyawan, maka kegiatan produksi akan lumpuh. Tenaga kerja atau karyawan adalah unsur paling penting dalam kegiatan usaha. Karyawan tidak mungkin diperlakukan sama dengan alat produksi lain seperti mesin atau modal. Karyawan adalah manusia, makhluk bermartabat yang membutuhkan perlakuan tertentu sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Kondisi karyawan berkaitan erat dengan kondisi perusahaan, sehingga untuk memajukan perusahaan harus memperhatikan kemajuan dan kesejahteraan karyawan (Simanjuntak, 2002).
8 Universitas Sumatera Utara
2.3
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992
pengertian jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan terhadap tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengusaha adalah (a) Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (b) Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya. (c) Orang, persekutuan atau badan hokum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b yang berkedudukan di wilayah Indonesia. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun milik Negara. Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam UndangUndang ini meliputi : (a) Jaminan kecelakaan kerja; (b) Jaminan kematian; (c) Jaminan hari tua; (d) Jaminan pemeliharaan kesehatan. Besarnya iuran program jaminan sosial tenaga kerja adalah sebagai berikut : (a) Jaminan kecelakaan yang perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha (lampiran 1) adalah sebagai berikut : Kelompok I
: 0,24 % dari upah sebulan;
9 Universitas Sumatera Utara
Kelompok II : 0,54 % dari upah sebulan; Kelompok III : 0,89 % dari upah sebulan; Kelompok IV : 1,27 % dari upah sebulan; Kelompok V : 1,74 % dari upah sebulan; (b) Jaminan hari tua, sebesar 5,70 % dari upah sebulan; (c) Jaminan kematian, sebesar 0,30 % dari upah sebulan; (d) Jaminan pemeliharaan kesehatan, sebesar 6 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga. Iuran jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan pemeliharaan kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha. Iuran jaminan hari tua sebesar 3,70 % ditanggung pengusaha dan 2 % ditanggung oleh tenaga kerja. Dasar perhitungan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan, setinggitingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). 2.3.1 Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Skema ini mencakup kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan di tempat kerja juga sewaktu perjalanan dari atau ke tempat kerja. Hal ini diwajibkan bagi semua “badan hukum” yang mempekerjakan minimal 10 orang pekerja atau dengan upah bulanan minimal Rp 1 juta. Iuran pengusaha sebesar 0,24%-1,74% dari upah kotor, tergantung sektor ekonominya. Skema ini mencakup biaya transportasi, pemeriksaan kesehatan, layanan medis dan perawatan, biaya rehabilitasi, tunjangan atas kecacatan, hilangnya fungsi tubuh dan kematian. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas (1) penggantian biaya, dan (2) santunan berupa uang. Penggantian biaya Penggantian biaya
10 Universitas Sumatera Utara
mehputi biaya transportasi, biaya pengobatan dan perawatan, serta biaya penggantian membeli alat bantu. Biaya transportasi tenaga kerja yang bersangkutan ke rumah sakit ditetapkan dengan tarif maksimum sebesar Rp 100.000,- untuk transportasi darat, Rp 200.000,-untuk transportasi laut, dan Rp 250.000,- untuk transportasi udara. Penggantian biaya pengobatan dan perawatan mehputi biaya obat, dokter, operasi, rontgen, laboratorium, perawatan di Puskesmas, RSU pemerintah, tabib tradisional, dan sinshe yang memiliki izin resmi dari pemerintah. Tarif maksimum penggantiannya adalah Rp 4.000.000,berdasarkan bukti pengeluaran. Penggantian membeli alat bantu (othose) dan alat pengganti (prothose) diberikan sekali per kasus dengan ketentuan maksimum 40% dari harga di Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Prof.DR.Suharso, Solo. Santunan berupa uang Santunan sementara tidak mampu bekerja adalah sebesar 100% upah selama kuartal pertama, 75% upah selama kuartal kedua, dan 50% selama kuartal ketiga dan seterusnya. Santunan cacat total dibayar sekaligus (lumpsum) 70% x 60 bulan upah ditambah santunan berkala Rp 25.000,. selama 24 bulan. Santunan cacat sebagian tubuh atau cacat kekurangan fungsi, dibayar sekaligus (lumpsum) sebesar persentase tertentu (berdasarkan tabel) dari 60 bulan upah. Santunan kematian karena kecelakaan kerja dibayar sekaligus (lumpsum) sebesar 36 bulan upah, ditambah santunan berkala Rp 25.000,- selama 24 bulan,dan biaya pemakaman Rp 200.000,2.3.2 Jaminan Hari Tua Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena karyawan tidak mampu lagi bekerja. Akibatnya dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi ketenangan hati sewaktu mereka masih bekerja. Terutama
11 Universitas Sumatera Utara
sekali bagi mereka yang berpenghasilan rendah, maka jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan sekaligus dan/atau secara berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun. Jaminan Hari Tua adalah jaminan yang memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang diberikan sekaligus atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai hari tua (usia 55 tahun) atau memenuhi persyaratan tertentu. Pembayarannya dilakukan sekaligus atau berkala, atau sebagian dan berkala kepada tenaga kerja, karena telah mencapai usia 55 tahun atau cacat total tetap setelah ditetapkan dokter. Menurut pasal 14 UU No. 3/1992 dalam Prinst (1994) bahwa: “Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, atau anak yatim piatu”. Atau jaminan hari tua juga dapat dibayarkan sebelum tenaga kerja mencapai usia 55 tahun, yakni setelah mencapai masa kepesertaan (Pasal 32 ayat 1 PP. No. 14/1993). Besarnya Jaminan Hari Tua adalah keseluruhan iuran yang disetor, beserta hasil pengembangannya. Sesuai pasal 24 (1) PP RI No. 14/1993 (Prinst 1994) bahwa jumlah Jaminan Hari Tua bagi tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 tahun atau cacat total selama-lamanya dan dapat dilakukan: 1) Secara sekaligus, apabila jumlah seluruh Jaminan Hari Tua yang harus dibayar kurang dari Rp. 3.000.000,2) Secara berkala, apabila seluruh jumlah Jaminan Hari Tua telah mencapai Rp. 3.000.000,- atau lebih dan dilakukan paling lama lima (5) tahun. 2.3.3 Jaminan Kematian Jaminan Kematian adalah jaminan yang diberikan kepada keluarga/ahli waris tenaga kerja yang meninggal bukan akibat kecelakaan kerja, guna meringankan beban keluarga dalam bentuk santunan kematian dan biaya
12 Universitas Sumatera Utara
pemakaman. Bagi tenaga kerja yang meninggal dunia, bukan akibat kecelakaan kerja maka keluarganya berhak atas Jaminan Kematian, yang meliputi: 1) Biaya pemakaman 2) Santunan kematian berupa uang Jaminan kematian (JK) dibayarkan kepada ahli waris tenaga kerja dari peserta yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja, sebagai tambahan bagi jaminan hari tua yang jumlahnya belum optimal. Keluarga dimaksud dalam pasal 12 UU No. 3/1992 adalah istri atau suami, keturunan sedarah dari tenaga kerja menurut garis lurus ke bawah dan ke atas, dihitung sampai derajat kedua, termasuk anak yang disahkan. Apabila keturunan dalam garis lurus ke bawah atau ke atas tidak ada, maka diambil garis ke samping dan mertua. Dalam tenaga kerja tidak mempunyai ahli waris maka hak atas Jaminan Kematian dibayarkan kepada pihak yang mendapat surat wasiat dari tenaga kerja bersangkutan atau perusahaan pemakaman. 2.3.4 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karenanya, upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan
kepada
perorangan,
maka
sudah
selayaknya
diupayakan
penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan social tenaga kerja. Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Dengan
13 Universitas Sumatera Utara
demikian diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan pemeliharaan kesehatan selain untuk tenaga kerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya. Orang yang berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan seperti yang disebutkan dalam pasal 16 UU No. 3/1992 (Prinst) adalah tenaga kerja atau suami atau istri dan anak, yang meliputi: 1) Rawat Jalan Tingkat Pertama 2) Rawat Jalan Tingkat Lanjutan 3) Rawat Inap 4) Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan 5) Penunjang diagnostik, dan 6) Pelayanan gawat darurat Untuk itu Badan Penyelenggara wajib memberikan kepada setiap anggota : 1) Kartu pemeliharaan kesehatan, dan 2) Keterangan yang perlu diketahui peserta mengenai paket pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan ini diatur berdasarkan perjanjian secara tertulis dengan Badan Penyelenggara. Untuk penyelenggara melakukan pembayaran kepada pelayanan kesehatan secara praupaya dengan sistem kapitalisasi. Pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh pelaksana dilakukan sesuai dengan kebutuhan medis yang nyata dan standard, dengan tetap memperhatikan mutu pelayanan. Perbedaan lain program JPK dengan 3 program lain adalah dalam penyelenggaraannya, antara lain kepesertaan 3 program Jamsostek (JHT, JKK dan
14 Universitas Sumatera Utara
JK) bersifat wajib bagi seluruh perusahaan dan tenaga kerja dengan iuran (premi) yang ditentukan secara persentasi dari upah yang diterima, sedangkan kepesertaan program JPK mencakup tenaga kerja beserta keluarganya dengan jumlah anak maksimal 3 orang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah. Program JPK bersifat wajib bersyarat, artinya perusahaan dapat tidak mengikut sertakan tenaga kerjanya dalam program JPK sepanjang telah memberikan pelayanan kesehatan dengan benefit atau manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 1992. Hal ini disebutkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 (Bab II, Pasal 2, ayat 4). Disamping itu iuran dalam program JPK Jamsostek ditetapkan berdasarkan persentasi dari upah yang dibedakan atas tenaga kerja lajang sebesar
3 % dan
tenaga kerja berkeluarga 6% dari upah yang diterima, namun untuk upah maksimal dibatasi (ceiling) sebesar Rp. 1.000.000,-. Sebagai upah minimal tidak disebutkan, namun karena hak normatif tenaga kerja adalah upah minimal Regional/Propinsi, maka sebagai upah minimal ditentukan UMR/UMP yang berlaku dan ditetapkan oleh Keputusan Gubernur. A. Manfaat Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Manfaat program JPK secara umum diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan yang dilayani oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan yang ditunjuk. Program
JPK
Jamsostek
diberikan
secara
terstruktur,
berjenjang,
berkesinambungan, dan komprehensif dengan mengutamakan pelayanan kuratif. Pelayanan dalam program JPK dibagi menjadi empat tingkatan pelayanan yaitu (1). Pelayanan rawat jalan tingkat I, merupakan gate keeper dari pelayanan ke tingkat lanjutan, yang mencakup pemeriksaan dan perawatan oleh dokter
15 Universitas Sumatera Utara
umum/gigi, pemberian obat-obatan, tindakan medis oleh dokter umum/gigi, penunjang diagnostik sederhana, persalinan normal, pelayanan imunisasi dasar, pelayanan keluarga berencana, pelayanan konsultasi dan rujukan, (2). Pelayanan rawat jalan spesialistis di rumah sakit merupakan pelayanan rujukan rawat jalan yang mencakup pemeriksaan oleh dokter spesialis, pemberian obat-obatan spesialistis sesuai standar obat JPK, penunjang diagnostik lanjutan (laboratorium, radiolagi, pemeriksaan elektro medis, patologi anatomi), tindakan medis oleh dokter spesialis, pelayanan emergensi dan pelayanan fisioterapi, (3). Pelayanan rawat inap merupakan pelayanan lanjutan rawat jalan spesialis, tindak lanjut pelayanan emergensi yang mencakup mondok dan makan di kelas 3 untuk RS Swasta dan kelas 2 untuk RS Pemerintah Pusat/Daerah, visite minimal 1x sehari, konsultasi spesialis lain, pemberian obat-obatan spesialistis sesuai standar obat JPK, pelayanan operasi (kecil, sedang dan besar), pelayanan diruang ICU/ICCU/PICU, pelayanan persalinan dengan komplikasi, penunjang diagnostik lanjutan (laboratorium, radiolagi, pemeriksaan elektro medis, patologi anatomi), tindakan medis oleh dokter spesialis, dan pelayanan fisioterapi. Lamanya jaminan pelayanan rawat inap dibatasi sampai 60 hari perkasus pertahun sudah termasuk pelayanan di ruang ICU/ICCU/PICU selama 20 hari bila diperlukan, (4). Pelayanan Khusus yang meliputi pemberian alat bantu terdiri dari pemberian kacamata, gigi palsu, alat bantu gerak, alat bantu dengar dan mata palsu yang diberikan dalam bentuk plafon biaya jaminan dan peningkatannya diberikan berdasarkan analisa perhitungan kecukupan dana program JPK. Disamping keempat tingkatan pelayanan tersebut diatas, program JPK mempunyai batasan-batasan dalam pemberian pelayanan antara lain (1).
16 Universitas Sumatera Utara
Pembatasan pada jumlah hari rawat, (2). Pembatasan penggunaan PPK di luar jaringan yang telah ditetapkan badan penyelenggara, (3). Pembatasan pemberian obat-obatan, (4). Pembatasan pada pelayanan kelainan congenital, dll. B. Kerjasama Dengan Pelaksana Pelayanan Kesehatan Pelayanan yang diberikan kepada peserta dilakukan oleh jaringan Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang telah ditunjuk. Adapun penunjukkan PPK tersebut didasarkan pada negosiasi yang kemudian diikat dalam suatu ikatan kerjasama. Pilihan terhadap PPK ditentukan berdasarkan lokasi yang mendekati kawasan industri/perumahan, kelengkapan fasilitas yang dimiliki oleh PPK, kemudahan pencapaian PPK serta kemampuan daya beli program JPK berdasarkan iuran yang diterima pada masing-masing Kantor Cabang. Pada saat ini program JPK diselenggarakan oleh ± 121 Kantor Cabang yang tersebar diseluruh Indonesia. Ikatan kerjasama dengan PPK dilakukan oleh Kantor Cabang masing-masing yang diketahui oleh Kantor Wilayah sebagai Pembina Kantor Cabang di wilayahnya. Ikatan kerjasama tersebut mencakup fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing PPK, Hak dan Kewajiban masing-masing pihak dengan masa kontrak minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 5 (lima) tahun yang dapat diperpanjang ataupun dihentikan pelayanannya berdasarkan analisa dan evaluasi pelaksanaan pelayanan yang diberikan oleh PPK tersebut. Jenis Pelaksana Pelayanan Kesehatan tingkat I yang ditunjuk oleh PT Jamsostek antara lain Puskesmas, Balai Pengobatan baik didalam perusahaan maupun swasta lainnya, Klinik 24 jam, dokter umum praktek swasta, sedangkan untuk PPK rumah sakit adalah RS Umum Pemerintah Pusat/Daerah, RS Swasta,
17 Universitas Sumatera Utara
RS ABRI maupun RS BUMN. Demikian pula Apotik atau Optikal yang digunakan terdiri dari milik Pemerintah, Swasta, ABRI maupun BUMN. Pola pembiayaan yang dilakukan dibedakan atas beberapa bentuk yaitu kapitasi dan pembayaran jasa per pelayanan (fee for service, FFS). Pembiayaan secara kapitasi umumnya dilakukan pada PPK tingkat I sesuai fasilitas pelayanan yang dimiliki, sedangkan FFS umumnya dilakukan pada PPK tingkat II atau rumah sakit, apotik dan optikal. Sistim pembayaran kapitasi pada seluruh tingkatan
pelayanan kesehatan atau biasa disebut dengan Kapitasi Penuh
dilakukan pada lembaga yang memiliki rumah sakit dan satelit jaringan PPK tingkat I. Pemberian pelayanan kesehatan pada rumah sakit mengacu pada Standar Pelayanan Medis yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dan PB IDI. C. Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 1) Perkembangan Kepesertaan Kepesertaan Program JPK Jamsostek umumnya adalah peserta yang telah mengikuti program Jamsostek lainnya. Namun bila dibandingkan dengan kepesertaan saat ini, maka peserta program JPK baru mencapai 9,6% dari total tenaga kerja yang telah mengikuti program Jamsostek lainnya. Hal ini antara lain disebabkan karena interpretasi yang salah dari perusahaan terhadap ketentuan batasan upah maksimal sebesar Rp. 1.000.000,- , kriteria manfaat yang lebih baik dari program JPK sesuai Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 yang mengijinkan tidak wajib mengikuti program JPK Jamsostek. Law Enforcement oleh Depnakertrans yang belum berfungsi dengan baik.
18 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengamatan, rata-rata kenaikan jumlah perusahaan yang mengikuti program JPK pertahun adalah 53,41%, sedangkan peningkatan tenaga kerja sebesar 39,29% pertahun dan peningkatan tertanggung sebesar 36,80% pertahun. Saat awal Undang-undang nomor 3 tahun 1992 digulirkan peningkatan kepesertaan program JPK cenderung meningkat pesat, dan kemudian sedikit menurun namun pada saat krisis moneter pada pertengahan 1997 sampai dengan 1998 kenaikan kepesertaan meningkat kembali,
karena
banyaknya
perusahaan
yang
tidak
sanggup
menyelenggarakan sendiri jaminan kesehatan bagi tenaga kerjanya. Pada kenyataannya banyak perusahaan yang mengikuti program JPK Jamsostek tidak disertai dengan kemampuan melaporkan upah yang wajar. Bagi kepesertaan 3 program lain, laporan upah tenaga kerja yang tidak sebenarnya (lebih kecil daripada yang dibayarkan kepada tenaga kerja) tidak mempunyai dampak yang signifikan karena jaminan yang diberikan adalah sesuai dengan upah yang dilaporkan sebagai dasar menetapkan iuran, namun bagi program JPK upah yang dilaporkan terlalu rendah terlebih lagi bila di bawah UMP/UMR akan sangat berdampak pada daya beli program JPK terhadap pelayanan kesehatan yang senatiasa meningkat setiap tahun. Oleh karena itu banyak Kantor Cabang yang melakukan pendekatan kepada perusahaan yang tidak mengikut sertakan tenaga kerjanya secara keseluruhan atau melakukan penundaan kepesertaan dan bahkan mempersilahkan untuk ke lembaga JPKM atau asuransi komersial lainnya yang memberikan manfaat lebih baik daripada yang dapat diberikan oleh program JPK. Demikian pula bagi perusahaan yang
19 Universitas Sumatera Utara
melaporkan upah dibawah UMP/UMR ditunda kepesertaannya sehingga paling tidak secara rata-rata membayarkan upah diatas UMP/UMR. Disamping itu sejak akhir tahun 1999 terdapat perubahan sistim informasi kepesertaan Jamsostek secara keseluruhan sehingga kebijakan Direksi lebih mengutamakan keakurasian data kepesertaan dengan menurunkan target kepesertaan dan justru meningkatkan pelayanan kepada peserta. Hal ini mengakibatkan terjadinya stagnasi pada perkembangan kepesertaan program JPK sehingga target kepesertaan seluruh program diturunkan. 2) Perkembangan Upah Besaran upah dalam program JPK merupakan hal yang sangat berpengaruh karena iuran program Jamsostek ditetapkan berdasarkan persentasi dari upah tenaga kerja. Ketentuan tentang batasan upah maksimal (ceiling) menyebabkan banyak perusahaan yang mendaftarkan sebagian tenaga kerjanya yang berupah rendah, sedangkan yang berupah tinggi tidak disertakan dalam program JPK Jamsostek, hal ini semakin menurunkan daya beli program JPK, yang pada akhirnya dapat berakibat pada menurunnya mutu pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta. Berdasarkan data 10 tahun terakhir rata-rata upah yang dilaporkan oleh perusahaan sebagai dasar penetapan iuran program JPK adalah 34,35% diatas rata-rata UMR/UMP yang merupakan hak normatif tenaga kerja. Rata-rata kenaikan UMR/UMP dalam 10 tahun terakhir adalah 20,36% sedangkan rata-rata kenaikan upah yang dilaporkan oleh perusahaan yang mengikut sertakan dalam program JPK hanya 15,85%. Lebih tingginya rata-rata kenaikan UMR/UMP dibandingkan dengan kenaikan upah yang
20 Universitas Sumatera Utara
dilaporkan oleh perusahaan disebabkan oleh: (1) Sejak 3 tahun terakhir Depnakertrans yang bertanggung jawab terhadap pengupahan tenaga kerja sektor formal menaikan UMR/UMP yang semakin mendekati kebutuhan hidup minimum (KHM); (2) Masih rendahnya kesadaran perusahaan terhadap asuransi sehingga banyak perusahaan yang mendaftarkan hanya sebagian tenaga kerja; (3) Kesulitan perusahaan sehubungan dengan krisis ekonomi di Indonesia yang berkepanjangan. Pada akhir tahun 1995 PT Jamsostek (Persero) mengadakan Kerjasama Operasional dengan Badan Urusan Piutang Lelang Negara (BUPLN) yang disosialisasikan pada tahun 1996 dan pembayaran piutang iuran mulai dibayarkan tahun 1996 dan mencapai puncaknya pada tahun 1997, karena pada akhir tahun 1997 dilakukan penghapus bukuan perusahaan yang menunggak karena pailit. Namun pada tahun 1998 karena terjadinya krisis ekonomi banyak perusahaan yang telah menjadi peserta program JPK menunggak iuran program JPK, sedangkan ketentuan dalam program JPK perusahaan masih dapat terus dilayani pelayanan kesehatannya sampai dengan maksimal menunggak 3 bulan atau sama dengan 4 bulan pelayanan, sehingga walaupun krisis ekonomi masih terus berlangsung peserta tidak banyak yang keluar. 3) Penerimaan Iuran Besarnya iuran program JPK Jamsostek adalah 3% bagi tenaga kerja lajang dan 6% bagi tenaga kerja berkeluarga dari upah yang dilaporkan. Besarnya jumlah tenaga kerja lajang yang merupakan 53,81% dari total tenaga kerja, sehingga sisanya sebesar 46,19% adalah tenaga kerja
21 Universitas Sumatera Utara
berkeluarga dengan rata-rata tenaga kerja berkeluarga mempunyai 2,20 tertanggung. Semakin besarnya perbandingan tenaga kerja lajang, maka semakin besar pula besarnya iuran perkapita yang dapat meningkatkan daya beli program JPK. Berdasarkan evaluasi data 10 tahun terakhir, maka secara rata-rata setiap tertanggung atau kapita memberikan kontribusi (iuran) sebesar 2,16% dari upah. Besarnya kenaikan UMR/UMP mempengaruhi kenaikan pada upah yang dilaporkan oleh perusahaan sehingga cukup bermakna, disamping itu lebih banyaknya tenaga kerja lajang dapat meningkatkan daya beli program JPK secara perkapita. Akibatnya rata-rata kenaikan iuran perkapita dalam 10 tahun terakhir yaitu sebesar 15,68% atau lebih besar dari pada kenaikan biaya pelayanan kesehatan perkapita yang rata-rata tiap tahun meningkat sebesar 14,84%. Apabila kualitas upah yang dilaporkan perusahaan semakin baik, maka dapat diramalkan bahwa hal ini akan meningkatkan daya beli program JPK yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan. 4) Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan data 10 tahun terakhir rata-rata cost ratio biaya pelayanan kesehatan program JPK pertahun 70,39% yang artinya sedikit lebih tinggi dari standar biaya program JPK yaitu 70% dari besarnya iuran. Walaupun cost ratio biaya pelayanan kesehatan relatif dalam batasan normal, namun bila diamati lebih lanjut pelayanan kesehatan yang diberikan oleh jaringan Pelaksana Pelayanan Kesehatan masih banyak keluhan. Hal ini dapat terjadi antara lain disebabkan oleh rendahnya daya beli program JPK.
22 Universitas Sumatera Utara
Namun mengamati data perkembangan cost ratio 10 tahun terakhir, tingginya cost ratio biaya pelayanan kesehatan yang dimulai tahun 1995 dan masih terus berlanjut sampai dengan tahun 1999 antara lain disebabkan : (1). Mulai tahun 1995 Direksi PT Jamsostek membuat kebijakan untuk melakukan outsourcing pelayanan kesehatan kepada pihak III dengan pola pembiayaan secara kapitasi penuh, (2). Pola tersebut tidak disertai dengan upaya pengendalian biaya, pembinaan pada pihak III maupun jaringan PPK yang seharusnya dilakukan oleh Kantor Cabang PT Jamsostek, (3). Pihak III sebagai lembaga yang menyelenggarakan bisnis pelayanan kesehatan harus mempunyai laba dengan cara menekan pelayanan yang berakibat pada penurunan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta, (4). Krisis moneter yang menimpa Indonesia dimulai pertengahan tahun 1997 menyebabkan peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang cukup tinggi karena masih banyak bahan baku obat maupun penunjang medis yang menggunakan bahan import sehingga untuk mengantisipasi penyelenggaraan program JPK di daerah, Direksi melepas batasan cost ratio biaya pelayanan kesehatan sehingga rata-rata menjadi 84,50% se Indonesia (Batasan cost ratio untuk setiap Kantor Wilayah berbeda tergantung kemampuan daya beli masing-masing yaitu berkisar antara 75% sampai dengan 100%), (5). Kenaikan UMR/UMP yang mendekati KHM dimulai tahun 1999, namun belum terasa dampaknya karena kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang belum pulih.
23 Universitas Sumatera Utara
Mengamati perkembangan cost ratio biaya pelayanan kesehatan pada 2 tahun terakhir ternyata lebih terkendali hal ini antara lain disebabkan beberapa hal antara lain (1). Kenaikan UMR/UMP yang semakin mendekati Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) sehingga menyebabkan rata-rata kenaikan UMR/UMP adalah 23% s/d 35%; (2). Melalui SE Direksi tahun 2001, kembali kepada batasan cost ratio sebagai dasar pengendalian biaya adalah 80% dari iuran. Berdasarkan pengamatan pembiayaan pelayanan kesehatan program JPK dalam 10 tahun terakhir rata-rata kenaikan biaya pelayanan kesehatan perkapita (14,83%) yang relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata kenaikan iuran pertahun (15,68%). Namun pada tahun 1998, turunnya penerimaan iuran dibandingkan tahun lalu antara lain disebabkan banyaknya perusahaan yang kembali menunggak iuran setelah dilakukan pemutih bukuan piutang iuran perusahaan pada tahun 1997. Tunggakan iuran yang melebihi 3 bulan pembayaran iuran, pelayanannyapun dihentikan sementara untuk kemudian dapat dilayani kembali, bila kewajiban telah dilunasi. 5) Perkembangan dalam Utilisasi Pelayanan Membahas tentang utilisasi pelayanan program JPK adalah sama dengan konsep JPKM, dimana pelayanan yang diberikan melalui sistim yang terstruktur, berjenjang dan berkesinambungan. Oleh karena itu utilisasi sangat dipengaruhi oleh sistim dan prosedur tersebut, artinya pelayanan pada jenjang yang lebih tinggi seyogyanya diberikan berdasarkan rujukan dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) dibawahnya.
24 Universitas Sumatera Utara
Dalam satu dekade penyelenggaraan program JPK rata-rata utilisasi pelayanan pada Pelaksanan Pelayanan Kesehatan tingkat I adalah 142,89 per 1.000 tertanggung sementara itu rata-rata rujukan dari PPK tingkat I adalah 57,93 per 1.000 kunjungan ke PPK tingkat I dan menjadi pasien pada PPK tingkat II rawat jalan, sehingga rata-rata kunjungan ke PPK tingkat II rawat jalan berkisar 8,22 per 1.000 tertanggung. Untuk utilisasi rawat inap rata-rata 2,37 per 1.000 tertanggung dengan rata-rata angka rujukan dari PPK tingkat II rawat jalan yang menjadi rawat inap sebesar 292,98 per 1.000 kunjungan PPK tingkat II rawat jalan. Data utilisasi yang kami amati selama 10 tahun terakhir ini, belum memperhatikan aspek mutu pelayanan medis terutama pada PPK tingkat I, karena selama ini PT Jamsostek
belum
mempunyai
standar
mutu
pelayanan
secara
komprehensif. Sedangkan mutu pelayanan pada PPK tingkat II rawat jalan maupun rawat inap pengendaliannya belum berjalan dengan baik karena PT Jamsostek sendiri dalam penyelenggaraan program JPK masih kekurangan personil tenaga medis yang berkualitas. Utilisasi antara lain dipengaruhi oleh paket benefit yang ditawarkan, fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan, mutu pelayanan yang diberikan. Semakin menarik dan beragamnya paket benefit yang ditawarkan, sehingga akan mengakomodir kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka utilisasinya akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena banyaknya peserta yang ingin menggunakan. Demikian pula dengan penunjukan fasilitas pelayanan kesehatan yang akan
25 Universitas Sumatera Utara
digunakan, bila semakin besar jaringan PPK bermutu yang ditunjuk, maka utilisasi akan semakin besar pula. Namun perlu diingat bahwa pada suatu saat utilisasi tersebut mencapai titik jenuh artinya tingkat utilisasi akan terkendali sejalan dengan meningkatnya derajat kesehatan peserta pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, dan tidak kalah pentingnya tingkat pendidikan yang semakin baik akan menyadarkan peserta untuk memanfaatkan fasilitas sewajarnya sesuai dengan kebutuhan medis. Upaya promotif dan preventif pada semua tingkatan pelayanan pada akhirnya dapat meningkatkan perilaku sehat peserta
maupun
masyarakat
yang
akan
meningkatkan
derajat
kesehatannya. Demikian pula, bila pelayanan semakin bermutu, maka penggunaan pelayanan kesehatan akan semakin terkendali dengan baik. Rujukan dari PPK tingkat I ke rawat jalan spesialis rata-rata sebesar 57,93 per 1.000 kunjungan ke PPK tingkat I dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain (1). Ketidak mampuan PPK tingkat I menangani kasus, (2). Diagnosa penyakit spesialistik, (3). Kurang lengkapnya sarana pada PPK tingkat I, (4). Rendahnya kualitas pelayanan PPK tingkat I, (5). Rendahnya biaya kapitasi yang dibayarkan ke PPK tingkat I, sehingga PPK tingkat I cenderung merujuk peserta ke PPK tingkat II. Oleh karena pelayanan program JPK Jamsostek terstruktur, berjenjang dan berkesinambungan, maka pelayanan rawat inap umumnya harus melalui pelayanan rawat jalan spesialis kecuali untuk kasus emergensi dengan indikasi medis. (Achmad and Thabrany,2002)
26 Universitas Sumatera Utara
2.3.5 Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dan Faktor-Faktor yang berpengaruhi Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 2 ayat 3 dan 4 menyebutkan Pengusaha yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh badan penyelenggara”. Peraturan Pemerintah ini memberi peluang persaingan terhadap produk jaminan pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh pihak penyelenggara lain. Oleh sebab itu sanyat layak untuk diteliti faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi minat pengusaha untuk mengikuti program tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan program JPK adalah : 1. Minat Mengikuti Program Minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Terdapat perbedaan antara pembelian aktual dan minat pembelian. Bila pembelian aktual adalah pembelian yang benar-benar dilakukan oleh konsumen, maka minat pembelian adalah niat untuk melakukan pembelian pada kesempatan mendatang. Meskipun merupakan pembelian yang belum tentu akan dilakukan pada masa mendatang namun pengukuran
terhadap
minat
pembelian
umumnya
dilakukan
guna
memaksimumkan prediksi terhadap pembelian aktual itu sendiri. Intention to buy juga didefinisikan sebagai pernyataan yang berkaitan dengan batin yang
27 Universitas Sumatera Utara
mencerminkan rencana dari pembeli untuk membeli suatu merek tertentu dalam suatu periode waktu tertentu. 2. Birokrasi Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai konsekuensi
logis
dari
tugas
utama
negara
(pemerintahan)
untuk
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Negara dituntut terlibat dalam memproduksi barang dan jasa yang diperlukan oleh rakyatnya (public goods and services) baik secara langsung maupun tidak. Bahkan dalam keadaan tertentu negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk itu negara mernbangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi. Bagi banyak orang, konsep birokrasi lekat dengan “tak efektif”, “lambat”, “kaku”, bahkan “menyebalkan”. Stempel-stempel seperti ini pada satu sisi menemui sejumlah kebenarannya pada fakta lapangan. Namun, sebagian lain merupakan stereotipe yang sesungguhnya masih dapat diperdebatkan keabsahannya. Konsep birokrasi yang dikaji mengikut pada dua teoritisi yang cukup berpengaruh di bidang ini. Pertama adalah konsep birokrasi yang disodorkan oleh Max Weber. Kedua adalah konsep birokrasi yang disodorkan oleh Marin Albrow. Ditinjau dari etimologi Birokrasi ini berasal dari kata “bureau”. Kata “bureau” berasal dari bahasa Perancis yang kemudian diintroduksi Jerman. Jadi arti kata “bureau” yaitu meja atau kadang diperluas menjadi kantor. Sebab itu, birokrasi adalah aturan yang dikendalikan lewat meja atau kantor. Pada perkembangnnya, birokrasi bukan sekedar merupakan alat atau minimal bukan
28 Universitas Sumatera Utara
sejenis kekuasaan felksibel semisal Demokrasi, Aristokrasi, ataupun Oligarki. Di titik puncak sebuah kekuasaan birokrasi terdapat jenis kekuasaan yang kurang birokratis misalnya parlemen atau eksekutif. Hal yang disampaikan Max Weber sendiri tidak pernah secara definitif menyebutkan makna birokrasi tersebut. Weber menyebut begitu saja konsep ini lalu menganilisis ciri-ciri apa yang seharusnya melekat pada birokrasi. Gejala birokrasi yang dikaji Weber sesungguhnya birokrasi-patrimonial. BirokrasiPatrimonial ini berlangsung di masa Weber masih hidup, yaitu birokrasi yang dikembangkan pada Dinasti Hohenzollern di Prussia. Birokrasi tersebut dianggap oleh Weber tidak rasional. Banyak pengangkatan pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan Dinasti. Akibatnya banyak pekerjaan negara yang salah urus atau tidak mencapai hasil secara maksimal. Atas dasar ketidakrasional itu, Weber kemudian mengembangkan apa yang seharusnya (ideal typhus) melekat di sebuah birokrasi. Weber terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal typhus) bagi sebuah otoritas legal dapat diselenggarakan, yaitu : 1. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan. 2. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan fungsi-fungsinya, yang masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi. 3. Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan pengaduan (complaint).
29 Universitas Sumatera Utara
4. Aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara tekhnis maupun secara legal. Dalam kedua kasus tersebut, manusia yang terlatih menjadi diperlukan. 5. Anggota sebagai sumber daya orgaisasi berbeda dengan anggota sebagai individu pribadi. 6. Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya. 7. Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai usat organisasi modern. 8. Sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik. Bagi Weber, jika ke delapan sifat di atas dilekatkan ke suah birokrasi, maka birokrasi tersebut dapat dikatakan bercorak legal-rasional. Selanjutnya Weber melanjutkan ke sisi pekerja (staf) di organisasi yang legalrasional. Bagi weber, kedudukan staf di sebuah organisasi legal-rasional adalah sebagai berikut : 1. Para anggota staf bersifat bebas secara pribadii, dalam arti hanya menjalankan tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan mereka. 2. Terdapat hirarki jabatan yang jelas. 3. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas. 4. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak. 5. Para pejabat dipilih berdasarkan kelaifikasi profesional, idealnya didasarkan pada suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian atau sekolah.
30 Universitas Sumatera Utara
6. Para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga dilengakapi hak-hak pensiun. Gaji bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya dan dalam keadaan-keadaan tertentu, pejabat juga dapat diberhentikan. 7. Pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat. 8. Suatu struktur karir dan promosi dimunkinkan atas dasar senioritas dan keahlian (skill) serta menurut pertimbangan keunggulan (superior). 9. Pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan sumber-sumber yang tersedia di pos tersebut. 10.Pejabat tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam. Weber juga menyatakan birokrasi itu sistem kekuasaan di mana pemimpin (super-ordinat) mempratekkan kontrol atas bawahan (sub-ordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin”. Sebab itu, weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal artinya tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasannya serta sebab akibatnya. Khususnya Weber memperhatikan fenomena kontrol super-ordinat atas subordinat. Kontrol ini, jika tidak dilakukan pembatasan, berakibat pada akumulasi kekuatan absolut di tangan super-ordinat. Akibatnya, organisasi tidak lagi berjalan secara rasional melainkan sesuai keinginan pemimpin belaka. Bagi Weber, perlu dilakukan pembatasa atas setiap kekuasaan yang ada di dalam birokrasi, yang meliputi point-point berikut : 1. Kolegalitas. Kolegalitas adalah suatu prinsip pelibatan orang lain dalam pengambilan suatu keputusan. Webe mengakui bahwa dalam birokrasi, satu
31 Universitas Sumatera Utara
atasan mengambil satu keputusan sendiri. Namun, prinsip kolegalitas dapat saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan. 2. Pemisahan Kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Misalnya, untuk menyepakati anggaran negara, perlu keputusan bersama antara badan DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan menurut Weber tidaklah stabil tetapi dapat membatasi akumulasi kekuasaan. 3. Administrasi Amatir. Administrasi amatir dibutuhkan tetapi pemerintah tidak mampu membayar orang-orang untuk mengerjakan tugas birokrasi dapat saja direkrut warga negara yang dapat melaksanakan tugas tersebut. Misalnya, kalau KPU (Birokrasi negara Indonesaia) “kerepotan” menghitung surat bagi tiap TPS. Ibu-ibu rumah tangga diberi kesempatan menghitung dan diberi honor. Tentu saja, pejabat KPU ada yang mendampingi selama pelaksanaan tugas tersebut. 4. Demokrasi Langsung. Demokrasi langsung berguna dalam membuat orang bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya Gubernur Bank Indonesia, meski merupakan prerogatif Presiden untuk mengangkatnya, terlebih dahulu harus di-fit and proper-test oleh DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yang diangkat merasa bertanggung jawab kepada rakyat secara keseluruhan. 5. Representasi. Representasi didasarkan pengertian seorang pejabat yang diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik dapat diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat dan staf birokrasi. Ini akibat pengertian tidak langsung bahwa anggota DPR dari partai politik mewakili rakyat pemilih mereka.
32 Universitas Sumatera Utara
3.
Pelayanan Pelayanan didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam
pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan (Kotler dan Armstrong, 2006). Di dalam mengembangkan sebuah produk, produsen harus menentukan mutu yang akan mendukung posisi produk itu di pasaran. Mutu dapat didefinisikan sebagai memberikan yang lebih besar atau lebih unggul dalam suatu produk sebagai pembanding dengan alternatif bersaing dari pandangan pasar. Mutu juga merupakan konsep sentral dalam strategi pemasaran karena dapat membangun kepuasan konsumen. Beberapa beranggapan bahwa mutu merupakan faktor penting yang mempengaruhi kinerja jangka panjang suatu unit bisnis. Mutu merupakan konsep multidimensi yang kompleks dan dapat berupa elemen material dan non material yang tidak dapat secara mudah dievaluasi oleh konsumen. 4. Fasilitas Program Jamsostek yang memiliki payung hukum merupakan kebijakan sosial. Setelah program Jamsostek melewati tahap penetapan dan dalam waktu yang cukup panjang telah dilaksanakan, adalah sangat penting pelaksanaan program Jaminan pemeliharaan kesehatan evaluasi berbagai kelemahan. Evaluasi terhadap kesediaan fasilitas program JPK tentu mengikuti mekanisme atau proses yang ada, mulai daripada keikutsertaan perusahaan dan karyawan sebagai peserta JPK hingga pelayanan oleh unit-unit pelaksana pelayanan yang ditunjuk dan ditetapkan oleh PT. Jamsostek sebagai mitra kerja dalam rangka implementasi program JPK. Harus dipahami perusahaan tempat dimana karyawan bekerja dan
33 Universitas Sumatera Utara
unit-unit pelaksana pelayanan yang terlibat tentu merupakan ujung tombak implementasi program JPK. Tampilan dan fasilitas oleh institusi yang menjadi ujung tombak implementasi program JPK akan menimbulkan suatu fenomena yang dirasakan oleh karyawan sebagai peserta Jamsostek, apakah mereka merasa puas atau tidak atas fasilitas yang diterima. Bahkan lebih khusus lagi, sejauh mana tingkat kepuasan ataupun kekecewaan yang dirasakan pihak karyawan dalam rangka pemenuhan hak-hak normatifnya. 5. Lokasi Pelayanan Keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang telah dipilih oleh PT. Jamsostek (Persero) untuk menyediakan produk yang sama di seluruh wilayah Indonesia. 6 Iuran Iuran dalam hal ini diidentikkan dengan harga. Harga merupakan faktor yang diyakini para peneliti mempengaruhi kepuasan pelanggan (Johnson & Gustafsson dalam Prinst, 1994). Konsumen cenderung menggunakan harga sebagai sebuah indikator dari kualitas. Harga adalah service as a signal of quality. Faktor terpenting dari harga sebenarnya bukan harga itu sendiri (objective price), akan tetapi harga subyektif, yaitu harga yang dipersepsikan oleh konsumen. Apabila konsumen mempersepsikan produk A harganya tinggi/mahal, maka hal ini akan berpengaruh positif terhadap perceived quality dan perceived sacrifice . Artinya, konsumen mungkin memandang produk A adalah produk berkualitas, oleh karena itu wajar bila memerlukan pengorbanan uang yang lebih mahal. Perceived price yaitu sesuatu yang dikorbankan oleh konsumen untuk mendapatkan suatu produk. Seringkali beberapa konsumen mengetahui secara
34 Universitas Sumatera Utara
tepat harga dari suatu produk, sedangkan yang lainnya hanya mampu memperkirakan harga berdasarkan pembelian pada masa lampau. Konsumen akan membeli suatu produk bermerek jika harganya dipandang layak oleh mereka. Iuran merupakan dasar perhitungan jaminan pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan sebesar 6 % bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga. Dasar perhitungan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan sebagaimana dimaksud adalah setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). 7 Promosi (Sosialisasi) Promosi adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diukur untuk merangsang pembelian produk dengan daya tarik ,jangkauan serta frekuensi promosi (Kotler dan Armstrong, 2006). Bauran promosi yang dilakukan perusahaan akan menciptakan suatu penilaian tersendiri pada pikiran konsumen sehingga penilaian konsumen terhadap promosi produk secara langsung maupun tidak langsung akan menciptakan image terhadap suatu produk. Aktivitas promosi merupakan usaha pemasaran yang memberikan berbagai upaya intensif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau jasa (Kotler dan Armstrong, 2006). Seluruh kegiatan promosi bertujuan untuk mempengaruhi perilaku pembelian, tetapi tujuan promosi yang utama adalah memberitahukan, membujuk dan mengingatkan. 8. Profesional Profesional artinya dapat memberikan pelayanan yang dapat dirasakan bermutu. Pada hakekatnya dapat terselenggara karena interaksi beberapa hal yaitu
35 Universitas Sumatera Utara
tersedianya sarana dan prasarana, tersedianya tenaga pelaksana yang kompeten, tersedianya sistem dan prosedur yang mendukung program. Dalam konsep pemasaran, konsumen menjadi fokus utama. Konsumen yang merupakan pembeli potensial dari suatu produk atau jasa yang ditawarkan untuk dijual memiliki arti penting bagi perusahaan (Loundon & Bitta dalam Prinst, 1994). Hal ini dapat dimengerti karena konsumenlah yang mendatangkan penjualan dan keuntungan. Oleh karena itu, agar kegiatan perusahaan berkesinambungan, perusahaan perlu mengupayakan melalui strategi pemasaran yang dirancang agar konsumen mau melakukan pembelian ulang secara terus menerus menjadi pelanggan dan bahkan lebih jauh secara sukarela turut mempromosikan produknya ke orang lain melalui word of mouth. Dengan memiliki konsumen yang setia, perusahaan akan mendapatkan sejumlah keuntungan. Salah satu keuntungan utama adalah meningkatkan aset perusahaan sebagaimana yang dinyatakan Kotler dan Armstrong (2006) bahwa kesetiaan konsumen terhadap merek sebagai brand equity merupakan aset perusahaan yang sangat berharga. Sejumlah nilai strategis lainpun akan dapat dipetik oleh perusahaan. Adanya pelanggan yang setia akan mengurangi biaya pemasaran, keuntungan dalam bentuk trade leverage, dapat menarik minat konsumen baru serta dapat memberikan keuntungan waktu untuk merespon terhadap pesaing. Kesetiaan dipandang sebagai hubungan erat antara sikap relatif dan perilaku pembeliaan ulang. Pandangan yang mendasarkan hubungan antara sikap dan perilaku ini bermanfaat bagi pemasar. Pertama dari validitas akan lebih baik serta dapat digunakan untuk memprediksikan apakah kesetiaan yang terlihat dari perilaku pembelian ulang terjadi karena memang sikapnya yang positif
36 Universitas Sumatera Utara
(senang) terhadap produk tersebut ataukah hanya karena situasi tertentu yang memaksanya (spurious loyalty). 9. Perilaku Pengusaha Program jaminan kesehatan adalah suatu program yang bertujuan untuk melindungi kesehatan tenaga kerja agar dapat mendukung peningkatan kinerja. Dari sisi financial ini turut menjadi kewajiban perusahaan tanpa memperhatikan kondisi ekonomi maupun perusahaan. Faktor tersebut sering menimbulkan perilaku pengusaha tidak jujur di dalam melaporkan jumlah karyawan maupun besarnya upah yang dibayarkan setiap bulan. Pengusaha cendrung melaporkan upah tenaga kerja lebih kecil dari kenyataan yang mereka bayar. Dengan cara demikian besarnya yuran JPK menjadi lebih kecil. Inilah yang menyebabkan dana yang terkumpul relatif kecil, sehingga yang rugi karyawan sendiri sebagai perserta JPK. Sebetulnya kalau Astek bisa bekerja sama dengan bagian Pengawasan di Kanwil DEPNAKER bisa di atasi asal tidak ada KKN. 10. Jaminan Kekuatan penyelenggara merupakan kemampuan pengelola yang menjadi jaminan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi pelayanan yang diberikan kepada peserta sehingga kepuasan peserta dapat dicapai dan menghasilkan kepercayaan terhadap program.
2.4 Minat Pengusaha pada Program JPK Niat (intention) merupakan suatu perhatian yang berlangsung terus menerus yang memolakan perhatian tertentu, sehingga membuat dirinya menjadi selektif terhadap objek perhatiannya. Lebih lanjut niat seseorang akan
37 Universitas Sumatera Utara
berkembang menjadi minat (interest). Minat merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar sebagai tindakan. Minat adalah sikap yang membuat orang senang akan objek tertentu. Dalam menjalankan fungsinya, minat berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Menurut Handoko (2001) “ Minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap”. Jadi minat merupakan hasil proses internal pada diri seseorang yang dipengaruhi oleh sikap (Attitude towards the behavior) dan norma subjektif ( subject norm) seseorang.
38 Universitas Sumatera Utara