BAB II LANDASAN TEORI
II.1
Good Corporate Governance (GCG)
II.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Corporate governance adalah rangkaian proses terstruktur yang digunakan untuk mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis atau usaha usaha korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai-nilai perusahaan serta komunitas usaha. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian corporate governance. Menurut Suprayitno., et al. (2009) IICG (The Indonesian Institute for Corporate Governance), pengertian Good Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organisasi perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Menurut
OECD
(The
Organization
for
Economic
Cooperation
and
Development) (2003), sebagaimana dikutip oleh Wahyudin Zarkasyi (2008:35), Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) merupakan struktur yang oleh stakeholders, pemegang saham, komisaris dan manajer menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja.
7
Sedangkan menurut Indra Surya (2006:25), good corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilainilai, sistem. Berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisiensi dan efektif dalam mengelola resiko dan bertanggungjawab dengan memerhatikan kepentingan stakeholder. Dari definisi maka penulis menyimpulkan bahwa GCG adalah peraturan yang mengelola, dan mengawasi lainnya, mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi. Corporate Governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan (mistakes) signifikan dalam strategi korporasi dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki segera. II.1.2 Konsep Dasar Good Corporate Governance Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance menurut Chinn (2000) dan Shaw (2003) adalah stewardship theory dan agency theori. Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaikbaiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder. Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai agents bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh
8
kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respon lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory dimana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. II.1.3 Prinsip-Prinsip Dasar Good Corporate Governance Sistem yang mengatur keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan perlu dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip yang harus dipatuhi untuk menuju tata kelola perusahaan yang baik. Berdasarkan Keputusan Menteri nomor : KEP-117/MMBU/2002. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yaitu: transparency, accountability, responsibility independency dan fairness. Prinsip-prinsip tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Keterbukaan Informasi (Transparency) Transparency bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Menurut peraturan pasar modal di Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan adalah informasi yang dapat mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut, atau yang mempengaruhi secara signifikan risiko secara prospek usaha perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan harus dapat menyediakan informasi yang cukup lengkap, akurat dan tepat waktu kepada pihak-pihak yang
9
berkepentingan atau berkaitan dengan perusahaan sehingga mengetahui resiko yang mungkin terjadi dan keuntungan yang dapat diperoleh dalam melaksanakan transaksi dengan perusahaan sekaligus ikut serta dalam mekanisme pengawasan dalam perusahaan. 2. Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas
adalah
pertanggungjawaban
kejelasan
fungsi,
struktur,
sistem
dan
organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif. Akuntabilitas dapat dicapai dengan baik melalui pengawasan yang efektif yang mendasarkan pada keseimbangan kekuasaan antara pemegang saham, komisaris, direksi dan auditor termasuk di dalamnya pembatasan kekuasaan antara direksi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perusahaan dan komisaris sebagai wakil pemegang saham yang bertugas mengawasi direksi. Satu bentuk implementasi prinsip akuntabilitas adalah: a. Praktek audit internal yang efektif b. Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan target pencapaian perusahaan di masa depan. 3. Pertanggungjawaban (Responsibilities) Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian dan kepatuhan di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan atau keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang 10
sehat. Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasional seringkali menghasilkan dampak luar kegiatan perusahaan negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. 4. Kemandirian (Independency) Independensi adalah suatu keadaan ketika perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Pelaksana utama dalam perusahaan seperti direksi dan dewan komisaris harus mampu menolak intervensi dari luar yang dapat membelokkan arah, kebijakan dan operasional perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu kemakmuran pemegang saham (shareholders) dan kesejahteraan stakeholders. 5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness) Kesetaraan dan kewajaran dapat didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakkan peraturan yang melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Fairness diharapkan membuat seluruh asset perusahaan dikelola secara baik dan hati-hati, sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara jujur dan adil. Juga diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan serta keadilan juga harus dirasakan oleh para karyawan dan masyarakat lingkungannya. Fairness memerlukan syarat 11
agar bisa diberlakukan secara efektif, yaitu adanya peraturan perundangundangan yang jelas, tegas dan konsisten dan dapat ditegakkan secara efektif. II.1.4 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance Penerapan GCG di lingkungan BUMN dan BUMD mempunyai tujuan sesuai KEPMEN BUMN No. PER – 01/MBU/2011 tahun 2011 pada pasal 4, yaitu: a. Mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan BUMN b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ Persero c. Mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap Pemangku Kepentingan maupun kelestarian BUMN dalam perekonomian nasional d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional e. Meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional Sedangkan menurut Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005:5-6), Good corporate governance mempunyai lima macam tujuan utama, kelima tujuan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
12
2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders nonpemegang saham 3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham. 4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan, dan 5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan. Menurut H.J Wierman Pamuntjak seperti ditulis dalam buletin audit internal edisi No. 020/2003, manfaat dari penerapan GCG antara lain: a. Meningkatkan kinerja perusahaan Praktek GCG sangat menentukan kinerja perusahaan, proses pengambilan keputusan yang lebih baik akan lebih meningkatkan efisiensi operasional serta akan meningkatkan pelayanan kepada pemegang saham. b. Memudahkan perolehan dana yang lebih murah GCG memungkinkan diperolehnya kepercayaan pada pemodal, baik investor dalam negeri maupun investor asing, sehingga kebutuhan perusahaan akan sumber-sumber investasi yang murah akan lebih mudah di dapat dari pasar modal. c. Menciptakan kesejahteraan masyarakat Praktek GCG akan meningkatkan efisiensi dan evektifitas sehingga dengan demikian juga akan mendorong terciptanya dinamika ekonomi. Sejalan dengan meningkatnya kepercayaan para investor, maka praktek GCG akhirnya akan mendorong terjadinya arus investasi serta menciptakan 13
investasi baru, sehingga akan meningkatkan lapangan kerja serta pendapatan masyarakat. d. Peningkatan pendapatan bagi pemegang saham. e. Menjadi katalisator bagi perubahan atau pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. f. Meningkatkan peran shareholders dalam kemajuan perusahaan, karena masing-masing shareholders menjadi semakin aktif mengamati serta memberi masukan-masukan bagi kemajuan operasional. Secara umum manfaat GCG dapat dilihat dari 2 cara pandang, yaitu secara mikro dan secara makro. Manfaat secara mikro tersebut antara lain: 1. Menurunkan resiko 2. Meningkatkan nilai saham 3. Menjamin kepatuhan 4. Memiliki daya tahan (sustainability) 5. Memacu kinerja 6. Membantu penerimaan negara Sedangkan manfaat secara makro yaitu terjadinya pemulihan ekonomi yang akan dirasakan oleh seluruh masyarakat secara nasional antara lain: 1. Pertumbuhan ekonomi meningkat secara wajar 2. Kesempatan kerja semakin besar dan 3. Daya saing lokal maupun internasional meningkat.
14
II.1.5 Elemen-elemen Penting Pendukung Efektivitas Good Corporate Governance Good Corporate Governance pada dasarnya memberikan arahan kepada pengurus perusahaan agar dalam mengejar keuntungan dan mengembangkan usahanya, perusahaan juga harus dikelola secara etis dan bertanggung jawab, dan tidak sematamata mengejar keuntungan finansial belaka. Ada beberapa elemen yang perlu dikembangkan oleh perusahaan supaya penerapan GCG dapat berjalan efektif. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mas Ahmad Daniri (2005:158) yaitu “Elemenelemen penting yang perlu secara sistematik dikembangkan di perusahaan agar implementasi GCG berjalan secara efektif adalah sistem pengendalian internal, sistem audit, manajemen risiko, dan pelaporan perusahaan ”. Elemen-elemen penting GCG tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Sistem Pengendalian Internal Sistem pengendalian internal dimaksudkan untuk melindungi perusahaan terhadap
penyelewengan
mengidentifikasi
dan
finansial
menangani
dan resiko
hukum,
serta
untuk
dengan
tujuan
untuk
memaksimalkan penggunaan sumber daya perusahaan secara etis, efektif, dan efisien, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran perusahaan. Sistem pengandalian internal
yang dirancang secara komprehensif dan
diimplementasikan secara efektif dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan mengurangi resiko kekeliruan material dalam laporan keuangan.
15
2. Sistem Audit Sistem audit dan peran audit internal atau dikenal sebagai Satuan Pengawas Internal (SPI) amat penting bagi perusahaan. Standar praktek internasional sistem audit yang dikembangkan dan direkomendasikan oleh organisasi The Institute of Internal Auditors (IAA) sangat menekankan arti penting audit internal. 3. Manajemen Risiko Manajemen resiko adalah upaya untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola resiko sedemikian rupa sehingga perusahaan senantiasa dapat menerapkan pengendalian atas kondisi saat ini maupun mengantisipasi resiko yang mungkin timbul sehingga perusahaan dapat memenuhi tujuan dan sasarannya. 4. Pelaporan perusahaan Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan telah menyajikan laporan keuangan dan hasil-hasil operasi perusahaan dengan penuh integritas. Direksi hendaknya merumuskan mekanisme yang dapat memastikan adanya kepatuhan terhadap berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. II.2
Satuan Pengawasan Intern
II.2.1 Pengertian Satuan Pengawasan Intern Menurut Moh. Wahyudin Zarkasyi (2008:103), “Satuan pengawasan intern merupakan pengawas internal yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama atau
16
Direktur yang membawahi tugas pengawas internal. Satuan pengawasan intern mempunyai hubungan fungsional dengan Dewan Komisaris melalui Komite Audit”. Menurut Undang-undang RI No. 19 Tahun 2003 Pasal 67, “Satuan Pengawasan Intern merupakan aparat pengawas intern perusahaan dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama”. Menurut Moh. Wahyudin Zarkasyi (2008:45), “Satuan pengawasan intern sangat besar fungsinya terhadap perusahaan dalam membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan evektifitas pengelolaan risiko, pengendalian dan proses governance”. Dari pengertian di atas, penulis mendefinisikan bahwa satuan pengawasan intern adalah unit internal yang bersifat independen dan berkedudukan langsung dibawah Direktur Utama. II.2.2 Fungsi Satuan Pengawasan Intern Fungsi Satuan Pengawasan Intern (SPI) dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan Fungsi SPI harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor efektifitas program perusahaan dan peningkatan kualitas secara keseluruhan dengan cara melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan. Evaluasi pelaksanaan program perusahaan diperlukan untuk melihat mana program perusahaan yang berjalan dengan baik dan dipatuhi oleh pegawai dan mana program perusahaan yang belum dilaksanakan dengan baik oleh pegawai.
17
2. Memperbaiki efektifitas proses pengendalian risiko. Fungsi SPI harus membantu organisasi dalam memperbaiki efektifitas proses pengendalian resiko dengan cara memberikan saran kepada pihak yang terkait. 3. Melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan, pelaksanaan GCG dan perundang-undangan. Fungsi SPI harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut: a. Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi. b. Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabilitas c. Secara efektif mengkomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unitunit yang tepat di dalam organisasi. d. Secara efektif mengkomunikasikan informasi di antara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen. 4. Memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor eksternal Satuan pengawasan intern harus memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh audit eksternal dikarenakan informasi yang dihasilkan oleh audit eksternal akan menjadi dasar penilaian kondisi perusahaan dan akan diketahui oleh stakeholder. II.2.3 Tugas dan Tanggung Jawab Satuan Pengawasan Intern Menurut Gunadi Eddi (2006) tugas dan tanggung jawab yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh satuan pengawasan intern sebagai berikut: 1. Melakukan kajian dan analisis terhadap rencana investasi perusahaan, khususnya sejauh mana aspek pengkajian dan pengelolaan resiko telah dilaksanakan oleh unit yang bersangkutan.
18
2. Melakukan penilaian terhadap sistem pengendalian pengelolaan, pemantauan efektifitas efisiensi sistem dan prosedur, dalam bidang-bidang: keuangan, operasi, pemasaran, sumber daya manusia, dan pengembangan. 3. Melakukan penilaian dan pemantauan mengenai sistem pengendalian informasi dan komunikasi untuk memastikan bahwa: a. Informasi penting perusahaan terjamin keamanannya b. Fungsi sekretariat perusahaan dalam pengendalian informasi dapat berjalan dengan efektif. c. Penyajian laporan-laporan perusahaan memenuhi peraturan perundangundangan. 4. Melaksanakan tugas khusus dalam lingkungan pengendalian intern yang ditugaskan oleh Direktur Utama. II.2.4 Wewenang Satuan Pengawasan Intern Menurut Moh. Wahyudin Zarkasyi (2008:103) satuan pengawasan intern mempunyai kewenangan dalam hal: a. Menyusun, mengubah dan melaksanakan kebijakan audit internal termasuk antara lain menentukan prosedur dan lingkup pelaksanaan pekerjaan audit. b. Akses terhadap semua dokumen, pencatatan, personal dan fisik, informasi atas objek audit dilaksanakannya untuk mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan melaksanakan tugasnya. II.2.5 Kedudukan dan Satuan Pengawasan Intern Departemen SPI yang efektif harus memiliki kedudukan SPI yang independen dalam organisasi perusahaan. Independensi SPI antara lain tergantung pada:
19
1) kedudukan departemen audit internal tersebut dalam organisasi perusahaan,
maksudnya
kepada
siapa
departemen
tersebut
bertanggung jawab, 2) apakah departemen SPI dilibatkan dalam kegiatan operasional. Kedudukan departemen SPI dalam perusahaan akan menentukan tingkat kebebasannya dalam menjalankan tugas sebagai auditor. Kedudukan ataupun status departemen SPI dalam suatu perusahaan mempunyai pengaruh terhadap luasnya kegiatan serta tingkat independensinya dalam menjalankan tugasnya sebagai pemeriksa. Jadi, status organisasi dari departemen SPI harus ditegaskan untuk dapat menyelesaikan tanggung jawab audit. II.2.6 Peran Sistem Pengawasan Intern Dalam Mendukung GCG Pengawasan memegang peranan penting dalam GCG sebagai
bagian
pertanggungjawaban yang ditugaskan kepada komisaris maupun tugas direksi yang memegang fungsi kontrol dalam manajemen perusahaan. Kebijakan dan strategi yang telah digariskan dan dijabarkan dalam rencanarencana, perlu diawasi dan dimonitorkan pelaksanaannya agar tetap sejalan dengan apa yang telah ditentukan. Dalam hal ini, peran satuan pengawasan intern sangat penting artinya bagi komisaris maupun direksi untuk manajemen perusahaan. Untuk dapat menjadi strategic business partner baik kepada manajemen dan komite audit untuk menciptakan good corporate governance dalam perusahaan, satuan pengawasan intern mempunyai kewajiban: 1. Wajib mempelajari keterampilan atau teknis audit yang baru, mengelola staff audit yang lebih besar dan semakin tersebar.
20
2. Secara berkala mengkaji ulang program audit yang ada untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada difokuskan ke area-area yang berisiko tinggi. 3. Melakukan pengujian secukupnya atas area berisiko rendah, khususnya yang memiliki kemungkinan terjadi tinggi, tetapi dampaknya rendah. 4. Turut dalam memberikan assurance bahwa sebelum perusahaan membuka usaha baru berisiko tinggi diharapkan semua kebijakan, prosedur dan sistem pengendalian telah tersedia. 5. Turut memastikan bahwa proses risk assessment dan kontrol yang ada, termasuk firewall dan program mitigasi risiko telah memadai, dinamis dan tersedia sebelum perusahaan memulai aktivitas baru. II.3 Audit II.3.1 Pengertian Audit Menurut Arens dan Loebbecke (2003:1), “Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dapat dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteriakriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten.” Menurut Mulyadi (2002:9), “Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah di tetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.”
21
Menurut Sukrisno Agoes (2004:3), “Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukung, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah proses sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut serta memberikan pendapatnya atas pemeriksaan yang telah dilakukan, juga melaporkan informasinya kepada pemakai. II.3.2 Jenis-jenis Audit Menurut Agoes. S (2004:10), Ada beberapa jenis audit, yaitu : Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas : 1. Pemeriksaan Umum (General Audit) Adalah suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. 2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit) Adalah suatu pemeriksaan terbatas ( sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat tentang kewajaran laporan secara
22
keseluruhan. Pendapat diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. Dilihat dari jenis pemeriksaan, audit ini bisa dibedakan atas : 1. Pemeriksaan Operasional (Management Audit) Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis. 2. Pemeriksaan Ketaatan (Compliance Audit) Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak internal perusahaan (manajemen, dewan komisaris) maupun pihak eksternal (Pemerintah, Bapepam, Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, dan lain-lain). Pemeriksaan bisa dilakukan oleh KAP maupun bagian Internal Audit. 3. Pemeriksaan Audit (Internal Audit) Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan.
23
4. Computer Audit Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data akuntansinya dengan menggunakan Electronic Data Processing system (EDP). II.3.3 Fungsi Internal Audit Fungsi internal audit adalah: b. Membahas dan menilai kebaikan dan ketepatan pelaksanaan pengendalian akuntansi, keuangan serta operasi. c. Meyakinkan apakah pelaksanaan sesuai dengan kebijakan, rencana dan prosedur yang ditetapkan. d. Meyakinkan apakah kekayaan perusahaan dipertanggungjawabkan dengan baik dan dijaga dengan aman terhadap segala kemungkinan resiko kerugian serta menentukan sejauh mana perlindungan pencatatan dan pengamanan harta kekayaan perusahaan terhadap penyelewengan. e. Menilai kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang telah dibebankan dan menentukan tingkat koordinasi dan kerja sama dari kebijaksanaan manajemen. f. Menentukan baik tidaknya pengendalian internal dengan memperhatikan pemisahaan fungsi. g. Melaporkan secara objektif apa yang diketahuinya kepada manajemen disertai rekomendasi perbaikannya.
24
II.4
Sistem Pengendalian Internal
II.4.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal Pengendalian intern ialah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil satuan usaha lainnya, yang dirancang untuk mendapatkan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam hal-hal berikut: keandalan pelaporan keuangan, kesesuaian dengan undang-undang, dan peraturan yang berlaku, efektifitas dan efisiensi operasi. Menurut Mulyadi (2001:183), “Sistem pengendalian internal meliputi organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipenuhinya kebijakan manajemen.” Menurut Warren, Reeve, & Fees (2005:226), “Pengendalian internal merupakan kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva dari penyalahgunaan, memastikan bahwa informasi akurat dan memastikan bahwa perundang-undangan serta peraturan dipatuhi sebagaimana mestinya.” Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami pengendalian intern adalah kebijakan atau prosedur yang bertujuan untuk menjaga aset perusahaan dengan cara mematuhi peraturan yang dibuat sebagaimana mestinya. II.4.2 Komponen Sistem Pengendalian Internal Dalam menunjang pencapaian tujuan pengendalian internal memerlukan komponen kontrol internal. Menurut Sawyers (2005:58), Statement of Auditing Standards (SAS) mendefinisikan lima komponen kontrol internal yang saling berkaitan pada pernyataan COSO: 1. Lingkungan Pengendalian 25
Manajemen dan karyawan seharusnya mempunyai komitmen dan sikap yang positif dan konstruktif terhadap pengendalian internal dan kesungguhan manajemen. Kunci lingkungan pengendalian adalah: a. Integritas dan etika b. Komitmen terhadap kompetensi c. Struktur organisasi d. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab e. Praktik dan kebijakan sumber daya manusia yang baik 2. Penaksiran Risiko Pengendalian internal yang baik memungkinkan penaksiran risiko yang dihadapi oleh organisasi baik yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi. Langkah-langkah dalam penaksiran risiko adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko b. Menaksir risiko yang berpengaruh cukup signifikan c. Menentukan tindakan yang dilakukan untuk mengendaliakan risiko 3. Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme yang digunakan untuk menjamin arahan manajemen telah dilaksanakan. Aktivitas pengendalian seharusnya efesien dan efektif untuk mencapai tujuan pengendalian itu sendiri. Aktivitas pengendalian meliputi: a. Pemisahan fungsi yang cukup b. Otorisasi transaksi dan aktivitas lainnya yang sesuai c. Pendokumentasian dan pencatatan yang cukup d. Pengendalian secara fisik terhadap aset dan catatan 26
e. Evaluasi secara independen atas kinerja f. Pengendalian terhadap pemrosesan informasi g. Pembatasan akses terhadap sumberdaya dan catatan 4. Informasi dan Komunikasi Informasi seharusnya dicatat dan dikomunikasikan kepada manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentigan di dalam organisasi dan dalam bentuk dan jangka waktu yang memungkinkan diselenggarakannya pengendalian internal dan tanggung jawab lain terhadap informasi tersebut. Di dalam menjalankan
dan
mengendalikan
operasinya,
manajemen
harus
mengkomunikasikan kejadian yang relevan, handal, dan tepat waktu. 5. Monitoring Monitoring seharusnya menilai kualitas kinerja sepanjang waktu dan meyakinkan bahwa temuan-temuan audit dan review lainnya diselesaikan dengan tepat meliputi: a. Mengevaluasi temuan-temuan, review, dan rekomendasi audit secara tepat b. Menentukan tindakan yang tepat untuk menanggapi temuan dan rekomendasi dari audit dan review c. Menyelesaikan dalam waktu yang telah ditentukan tindakan yang digunakan untuk menindaklanjuti rekomendasi yang menjadi perhatian manajemen. II.5
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai good corporate governance dilakukan oleh
Thomas Kaihatu dengan judul penelitian “GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN 27
PENERAPANNYA DI INDONESIA”. Terdapat dua hal yang ditekankan dalam konsep ini yang pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan secara akurat, tepat waktu, dan transparan. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah hasil pengkajian yang dilakukan oleh berbagai lembaga riset independen nasional dan internasional, menunjukkan rendahnya pemahaman terhadap arti penting dan strategisnya penerapan prinsip-prinsip GCG oleh pelaku bisnis di Indonesia. Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi penerapan GCG di Indonesia. Penelitian tentang GCG juga dilakukan oleh Gusnardi dengan judul penelitian “ANALISIS
FAKTOR
UNIT
AUDIT
INTERNAL
DAN
PENGARUHNYA
TERHADAP PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE”. Yang menjadi objek dari penelitian ini adalah BUMN yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) tahun 2006. Penelitian yang dilakukan adalah bertujuan untuk menguji faktor-faktor internal audit yang meliputi independensi, kemampuan profesional, lingkup pekerjaan, pelaksanaan pemeriksaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesiner. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa pengaruh audit internal terhadap pelaksanaan GCG pada BUMN di Indonesia yaitu Audit internal yang meliputi independensi, kemampuan profesional, lingkup pekerjaan, pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, dan manajemen bagian audit internal secara bersama-sama memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pelaksanaan GCG. Artinya apabila audit internal dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan dan standar profesi, maka akan dapat meningkatkan pelaksanaan GCG pada BUMN di Indonesia. 28
29