BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Pemasaran dan Manajemen Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan ujung tombak perusahaan dalam dunia persaingan yang semakin ketat agar perusahaan tetap bertahan hidup dan berkembang. Oleh karena itu seorang pemasar dituntut untuk memahami permasalah pokok di bidangnya dan menyusun strategi agar dapat mencapai tujuan perusahaan.Disamping
kegiatan
pemasaran perusahaan juga perlu mengkombinasikan fungsi-fungsi dan menggunakan keahlian mereka agar perusahaan berjalan dengan baik. Dalam hal ini perlu diketahui beberapa definisi pemasaran.Berikut beberapa pengertian mengenai pemasaran : Menurut Miller dan Layton, dalam Tjiptono (2005:2) Pemasaran merupakan sistem total aktvitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menetapkan harga, mempromosikan dan mendistribusikan posuk, jasa dan gagasan yang mampu memuaskan keinginan pasar sasaran dalam rangka mecapai tujuan organisasional. Menurut Kotler (2008), dalam Danang Sunyoto (2012:18) Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan mana seseorang atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melaui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai. Menurut Paul D. Converse, Harvey W, Huege, and Robert V. Mitchell dalam buku Buchari Alma (2011:2) Marketing didefiniskan sebagai kegiatan membeli dan menjual, dan termasuk didalamnya sebagai kegiatan menyalurkan barang an jasa antara produsen dan konsumen.
18
19
Berdasarkan definisi pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial, baik pada individu dan kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran nilai produk dengan yang lain. 2.1.2 Pengertian Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi (Zein Achmad 2008:9). Untuk lebih jelasnya berikut beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli antara lain: Menurut Kotler (2008:5) Manajemen Pemasaran adalah sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran, meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Menurut William J.Shultz, dalam Buchari Alma (2011:130) Marketing management is the planning, direction and contor of the entire marketing activity of a firm or devisionof a firm (Manajemen marketing adalah merencanakan, pengarahan dan pengawasan seluruh kegiatan pemasaran perusahaan ataupun bagian dari perusahaan). Menurut Ben M. Enis, dalam Buchai Alma (2011:130) Marketing management is the process of ncreasing the effectiveness and or efficiency by wich marketing activities are performed by individuals or organizations.Artinya Manajemen Pemasaran adalah proses untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh individu atau oleh perusahaan”. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian manajemen pemasaran adalah sebagai seni dan ilmu untuk merencanakan, pengarahan
20
dan pengawasan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh individu atau perusahaan.
2.2 Nilai Pelanggan (Customer Value) 2.2.1 Pengertian Nilai Pelanggan Pelanggan akan membeli dari perusahaan yang mereka anggap memberikan nilai bagi pelanggan (customer value) yang tertinggi. Hal ini didefiniskan oleh Kotler (2000:41), dalam Hurriyati (2010:103) Nilai pelanggan adalah selisih nilai pelanggan total dan biaya pelanggan total, dimana nilai pelanggan total adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk atau jasa tetentu dan biaya pelanggan total adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh konsumen yang dikeluarkan untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan dan membuang produk atau jasa. Begitu juga Buchari Alma (2011:295) menyatakan definisi yang serupa, bahwa nilai pelanggan ialah selisih antara total nilai tambah yang diperoleh konsumen dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkan. Sedangkan Monroe dalam Tjiptono (2005:296) mendefinisikan nilai pelanggan adalah trade off antara persepsi pelanggan terhadap kualitas atau manfaat produk dan pengorbanan yang dilakukan lewat harga yang dibayarkan. Menurut Zeithaml dalam Tjiptono (2005:296), bahwa nilai pelanggan adalah sebagai penilaian keseluruhan konsumen terhadap utilitas sebuah produk berdasarkan persepsinya terhadap apa yang diterima dan apa yang diberikan. Kemudian Goostain dalam Tjiptono (2005:296), mendefenisikan nilai pelanggan adalah ikatan emosional yang terjalin antara pelanggan dan produsen setelah pelanggan
21
menggunakan produk dan jasa dari perusahaan dan mendapati bahwa produk atau jasa tersebut memberi nilai tambah. Berdasarkan defiinisi diatas, secara garis besar nilai pelanggan merupakan perbandingan antara kualitas, manfaat,atau utilitas produk, yang dirasakan oleh pelanggan berdasarkan persepsi atau ikatan emosional pelanggan terhadap apa yang diperoleh dengan pengorbanan yang dikeluarkan untuk mendapatkan keuntungan yang dirasakan dan mendapati bahwa produk atau jasa tersebut memberikan nilai tambah. 2.2.2 Teori Nilai Pelanggan Pelanggan adalah pihak yang memaksimumkan nilai, mereka membentuk harapan akan nilai dan bertindak berdasarkan itu. Menurut James G Barnes (2001:123) dalam Hurriyati (2010:120), terdapat 4 sumber nilai yang dapat diperoleh dan dirasakan pelanggan, yaitu : a. Proses : Mengoptimalkan proses-proses bisnis dan memandang waktu sebgai Sumber daya pelanggan yang berharga. b. Orang : Karyawan diberi wewenang dan mampu menanggapi pelanggan. c. Produk/Jasa/Teknologi : Keistimewaan dan manfaat produk dan jasa yang kompetitif,mengurangigangguan produktivitas. d. Dukungan : Siap membantu pelanggan yang membutuhkan bantuan. Menurut Zeithalm dan Bitner (2000:441), konsumen mendefinisikan nilai ke dalam empat definisi yang digambarkan sebagai berikut: Konsumen mendefinisikan sendiri nilai produk sebagai harga yang rendah, nilai adalah apapun yang diinginkan konsumen dari pelayanannya, nilai adalah kualitas yang didapatkan sebagai ganti dari harga yang dibayarkan, dan nilai adalah semua yang ingin didapatkan konsumen sebagai balasan dari apa yang diberikannya.
22
Sedangkan menurut Weisntein (1998:22), dalam Hurriyati (2010:19), pelanggan pada saat ini cenderung bersikap lebih cerdik, suka memilih, lebih menuntut, mempelajari dengan baik produk atau layanan yang ditawarkan, kesetiaannya rendah, sangat peduli terhadap harga, memiliki waktu yang relatif terbatas, serta mencari nilai yang tertinggi. Dalam buku Hurriyati (2010:121), Morris Holbrrok dalam James G Barnes (2001:104) juga mengungkapkan bahwa nilai adalah preferensi yang bersifat relatif (komparatif, personal, dan situasional) yang memberi ciri pada pengalaman sesorang dalam berinteraksi dengan beberapa objek. Poin terakhir dan sangat penting menurut Holbrook adalah bahwa nilai berkaitan dengan pengalaman menyangkut bukan hanya pembelian suatu objek, tetapi juga kosumsi da penggunaan suatu jasa. Menurut Zeithaml dan Bitner (2000 : 441) dalam Hurriyati (2010:106), terdapat empat cara yang tepat bagi perusahaan untuk menetapkan harga jasa/produk berdasarkan nilai yang diperoleh oleh konsumen, yaitu : 1. Nilai adalah harga yang rendah/murah. Konsumen mempersepsikan bahwa suatu produk/jasa akan bernilai jika menetapkan harga yang rendah/murah. 2. Nilai adalah segala sesuatu yang diinginkan konsumen dalam produk atau jasa. Harga yang ditetapkan bukan merupakan hal yang utama selama konsumen mendapatkan apa yang diinginkan dari produk/jasa yang diterima, sehingga nilai dipersepsikan sebagai kualitas tertinggi dari produk/jasa 3. Nilai adalah kualitas yang diterima konsumen dari harga uang dibayarkan. Sebagian konsumen melihat nilai sebagai suatu pertukaran yang seimbang antara uang yang dibayarkan dengan kualitas dari produk/jasa yang diperoleh
23
4. Nilai ialah apa yang diperoleh dari apa yang diberikan. Akhirnya konsumen menganggap bahwa segala keuntungan yang diperoleh seperti uang, waktu dan usaha dapat menjelaskan arti dari nilai. Keempat pengertian nilai tersebut dapat diartikan dalam satu konsep pengertian ekonomi yang konsisten: nilai yang diperoleh adalah segala hasil yang didapat oleh konsumen dari bidang produk/jasa berdasarkan persepsi dari apa yang diperoleh dan apa yang diberikan. Menurut Zeithaml (2000:441), dalam Hurriyati (2010:108) Nilai di mata pelanggan adalah (1) Harga yang rendah, (2) segala yang diinginkan dari suatu produk, (3) Kualitas yang didapat untuk harga yang dibayarkan, (4) segala sesuatu yang diperoleh untuk segala sesuatu yang diberikan. Menurut Doyle (2000:71) dalam Hurriyati (2010:118) terdapat tiga pendekatan yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan nilai pelangan yang superior yaitu sebagai berikut : a. Economic Value to the Customer, dapat diciptakan jika perusahaan dapat meningkatkan profitabilitas pelanggan dengan membantu pelanggan dalam hal peningkatan penjualan, pengurangan biaya, peningkatan harga atau kebutuhan investasi yang rendah, dimana besarnya nilai EVC tergantung pada kemampuan perusahaan untuk memberikan solusi yang dapat meningkatkan performa pelanggannya. b. Differential Advantage, dapat diciptakan jika pelanggan mempunyai persepsi bahwa produk/layanan yang ditawarkan oleh perusahaan memiliki keunggulan yang dirasakan sangat penting sehingga mereka lebih menyukai produk/layanan tersebut.
24
c. Brand Development, dapat diciptakan dengan membentuk atribut, manfaat atau personifikasi yang dimiliki oleh merek tersebut, dimana merek yang dapat mempresentasikan personifikasi target pasarnya berpeluang besar dibeli dan sulit digoyahkan pesaing. Ketiga pendekatan di atas dibutuhkan untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan dimana setiap pelanggan mempunyai daur hidup (lifecycle) mulai pelanggan sebagai prospek, membeli pertama (first time customer), menjadi pembeli tetap (core customer)sampai akhirnya pindah ke kompetitor (defectors). Hal ini dapat ditunjukkan dimana semakin lama seorang konsumen membeli produk/layanan, pendapatan keuntungan yang diperoleh semakin besar. Jika pada tahap awal daur hidup konsumen sudah pindah ke pesaing, perusahaan akan rugi, karena hilangnya kesempatan. Kondisi diatas mengisyaratkan perlunya perusahaan untuk selalu berupaya meningkatkan nilai pelanggan. Untuk itu perusahaan perlu melakukan kreasi atau penciptaan nilai yang mampu menarik hati pelanggan, sehingga pelanggan mau membayar dengan tingkat tarif atau harga yang menguntungkan bagi perusahaan. 2.2.3 Dimesi Nilai Pelanggan Menurut Sweeney and Soutar dalam Tjiptono (2005:298), dimensi nilai pelanggan terdiri dari 4 yaitu : 1. Emotional value, utilitas yang berasal dari perasaaan atau afektif/emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk. 2. Social value, utilitas yang didapat dari kemamapuan produk untuk meningkatkan konsep diri socialkonsumen. 3. Quality/performance value, utilitas yang didapatkan dari produk karena reduksi
25
biaya jangka pendek dan jangka panjang. 4. Price/value of maney, utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kinerja yang yang diharapkan dari produk atau jasa.
2.3 Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) 2.3.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan Kata kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat). Secara sederhana kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu yang memadai. Saat ini kepuasan pelanggan menjadi fokus perhatian oleh hampir semua pihak, baik pemerintah, pelaku bisnis, pelanggan dan sebagainya. Hal ini disebabkan semakin baiknya pemahaman mereka atas konsep kepuasan pelanggan sebagai strategi untuk memenangkan persaingan di dunia bisnis. Kepuasan pelanggan merupakan hal yang penting bagi penyelenggara jasa, karena pelanggan akan menyebarluaskan rasa puasnya kepada calon pelanggan, sehingga akan menaikkan reputasi pemberi jasa. Berikut adalah pengertian kepuasan pelanggan menurut para ahli, antara lain : Menurut Kotler dalam Rambat Lupiyoadi (2008: 192) “Kepuasan pelanggan yaitu tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk atau jasa yang diterima sesuai yang diharapkan”. Adapun menurut Kotler dan Keller (2008:139) Kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi mereka. Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja sesuai dengan ekspektasi, pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi, pelanggan akan sangat puas atau senang.
26
Sedangkan kepuasan pelanggan menurut Tjiptono (2008:24) adalah perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Kemudian menurut Mowen dalam Tjiptono (2011: 434) Kepuasan pelanggan sebagai sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah perolehan (acquistion) dan pemakaiannya. Dengan kata lain, kepuasan pelanggan merupakan penilaian evaluatif purnabeli yang dihasilkan dari seleksi spesifik. Menurut Howard dan Sheth dalam
Tjiptono (2011: 433) ”Kepuasan
pelanggan adalah situasi kognitif pembeli berkenaan dengan kesepadanan atau ketidaksepadanan antara hasil yang didapatkan dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan”. Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil perbandingan atas kinerja prodk atau jasayang dipersepsikan dari seleksi spesifik yang berkenaan dengan kesepadanan atau ketidaksepadanan yang didapatkan dengan pengorbanan yang dilakukan. 2.3.2 Teori Kepuasan Pelanggan Banyak
perusahaan
yang
berfokus
pada
kepuasan
pelanggan mengalami
keberhasilan dalam mengembangkan perusahaannya dan menjadikan fokus pada kepuasan pelanggan sebagai dasar utama dalam melakukan promosi karyawan. Menurut Tjiptono
dan
Anastasia Diana
dalam
Zulian
Yamit
(2002:
83)
mengemukakan perusahaan yang berhasil dalam membentuk fokus pada kepuasan pelanggan memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Visi dan komitmen 2) Pensejajaran dengan pelanggan 3) Kemauan mengidentifikasi dan mengatasi masalah pelanggan
27
4) Memanfaatkan informasi dari pelanggan 5) Mendekati pelanggan 6) Kemampuan, kesanggupan dan pemberdayaan karyawan 7) Penyempurnaan produk dan proses secara terus menerus Ali Hasan (2013:99) mengatakan bahwa kajian empiris dalam industri keuangan, menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keseluruhan kepuasan pelanggan mencakup
keramahan
karyawan
(friendly
employees),
pengetahuan
karyawan
(knowledgeable employees), kesopanan karyawan (corteous employees),
kesediaan
karyawan untuk membantu (helpful employees), akurasi penagihan (accuracy of billing), ketepatan waktu penagihan (billing timeliness), harga yang kompetitif (competitive pricing), kualitas layanan (service quality), nilai produk (product value), kejelasan penagihan (billing clarity) dan kecepatan layanan (quick service). Ali Hasan (2013:100) juga menjabarkan tentang terori kepuasan pelanggan antara lain: 1. Equity theory Sejumlah peneliti berpendapat bahwa setiap orang menganalisa pertukaran antara dirinya (A) dengan pihak lain (B) guna menentukan sejauh mana pertukaran tersebut adil atau fair. Equity theory beranggapan bahwa orang menganalisis rasio input dan hasilnya dengan rasio input dan hasil mitra pertukarannya. Jika orang merasa bahwa rasionya unfavorable dibandingkan lainnya dalam pertukaran tersebut, orang cenderung akan merasakan adanya ketidakadilan. Rasio ini dapat diformulasikan sebagai berikut : Kepuasan : Hasil A = Hasil B Input A = Input B
28
2. Attribution theory Teori kepuasan pelanggan berdasarkan attribution theory, yaitu mengidentifikasi proses yang dilakukan sesorang dalam menentukan penyebab tindakannya, orang lain dan objek tertentu. Atribusi sangat besar pengaruhnya apabila keterlibatan, pengalaman dan pengetahuan pelanggan terhadap produk relatif tinggi. Ada tiga tipe atribusi pelanggan terhadap kejadian atau peristiwa yang tidak diharapkan : 1. Causal attribution Bila terjadi kesalahan, pelanggan segera menilai siapa yang patut diasalahkan. Jika pelanggan menyimpulkan bahwa perusahaanlah yang salah, maka mereka akan sangat mungkin merasa tidak puas. Sebaliknya, apabila pelanggan membebankan sebagian kesalahan pada diri mereka sendiri, maka ketidakpuasan meeka cenderung akan berkurang. 2. Control attribution Pelanggan menilai apakah ketidakpuasan berada dalam kendali pemasar atau tidak. Sebagai contoh, penumpang pesawat cenderung akan sangat tidak puas terhadap keterlambatan penerbangan bila mereka yakin bahwa penyebabnya adalah kelalaian pihhak penyedia jasa dan bukan akibat gangguan cuaca yang berada di luar kendali mereka. 3.Stability attribution Bila service encounter yang tidak memuaskan, pelanggan akan menilai apakah kejadian itu mungkin terulang lagi atau tidak. Jika pelanggan menilai bahwa kejadian tersebut cenderung terulang, maka ketidakpuasan pelanggan akan bertambah besar.
29
3. Teori Ekonomi Mikro Dalam teori ekonomi, dasar yang digunakan oleh seorang konsumen dalam melakukan alokasi sumber daya yang langka adalah kondisi di mana perbandingan antara kegunaan marginal (maginal utility) dan harga masing-masing produk akan menjadi sama. Bila dirumuskan secara matematis kondisi ini adalah : Pelanggan
= Mux = Muy = MUz Px Py Pz
Ali Hasan (2013:90) juga mengelompokan kepuasan pelanggan berdasarkan lima perspektif, antara lain : 1). Normatif deficit, yaitu perbandingan antara hasil aktual dengan hasil yang secara kultural dapat diterima. 2). Equity, yaitu perbandingan perolehan / keuntungan yang didapatkan dari pertukaran sosial, bila prolehan tersebut tidak sama, maka pihak yang dirugikan tidak puas. 3). Normatif standard, yaitu perbandingan antara hasil aktual dengan harapan standar pelanggan (yang dibentuk dari pengalaman dan keyakinan mengenai tingkat kinerja yang seharusnya ia terima dari merek tertentu). 4). Procedural fairnes, yaitu kepuasan konsumen yang fungsi dan keyakinan/persepektif konsumen bahwa ia telah diperlakukan secara adil. 5). Attributional, yaitu kepuasan tidak hanya ditentukan oleh ada tidaknya diskonfirmasi harapan, namun juga oleh sumber penyebab diskonfirmasi Menurut Kotler dalam Tjiptono (2011: 454) ada empat metode yang banyak dipergunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
30
1). Sistem keluhan dan saran Setiap organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat dan keluhan. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang diletakan ditempat-tempat strategis (yang mudah diakses atau dilalui pelanggan), kartu komentar (yang
bisa
diisi
langsung
maupun
yang
dikirim
via pos
kepada
perusahaan), website dan lain-lain. Informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul. 2).Ghost shoping Salah satu metode untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan sebagai pelanggan potensial jasa perusahaan dan pesaing. Selain itughost shoppers juga dapat mengobservasi cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik
pelanggan,
menjawab
pertanyaan
pelanggan
dan
menangani setiap
masalah/keluhan pelanggan. 3).Lost customer analysis Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok, agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Hanya saja kesulitan dalam metode ini adalah mengidentifikasi dan mengkontak mantan
31
pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan. 4). Survei kepuasan pelanggan Pada
umumnya
sebagian
besar
untuk
memperoleh
gambaran mengenai
kepuasan pelanggan menggunakan metode survei, baik via pos, telepon, e-mail maupun wawancara. Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik langsung dari pelanggan dan juga meberikan sinyal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian pada pelanggan. 2.3.3 Dimensi Kepuasan Pelanggan Rambat
Lupiyoadi
(2001:158)
menyatakan,
dalam
menentukan tingkat
kepuasan konsumen atau pelanggan terdapat 5 dimensi atribut faktor utama yang harus diperhatikan perusahaan yaitu: 1). Kualitas produk Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukkan bahwa produk yang digunakan berkualitas. 2). Kualitas pelayanan Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan 3).Emosional Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
merek
tertentu
yang
32
4).Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya 5). Biaya Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak
perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.
2.4 Citra Merek (Brand Image) 2.4.1 Pengertian Citra Merek Citra secara keseluruhan adalah penyatuan semua persepsi dan perasaan orangorang yang berpegang pada sebuah perusahaan. Indikator nilai membuat sebuah merek itu ada berdasarkan evaluasi pelanggan (positif atau negaif) dan pelanggan potensial. Evaluasi ini membentuk citrra merek dalam persepsi pelanggan, dan dalam arti faktual mereka memerlukan bukti objektif (nyata) dalam menciptakan persepsi-persepsi tertentu yang mampu mempengaruhi keputusan pembelian pelanggan melalui titik sentuh yang sengaja diciptakan perusahaan (Ali Hasan 2013:211). Ali Hasan juga mengatakan (2013 : 210) Brand Image atau citra merek merupakan serangkaian sifat tangible dan intangible, seperti ide, keyakinan, nilai-nilai, kepentingan, dan fitur yang membuatnya menjadi unik. Secara visual dan kolektif, sebuah brand image harus mewakili semua karakteristik internal dan eksternal yang mampu mempengaruhi bagaimana sebuah merek itu dirasakan oleh target pasar atau pelanggan. Sedangkan menurut Keller (2008:51) “The perception and beliefs held by the consumer,as reflected in the association held inconsumer memory“. Berdasarkan pendapat ini brand image adalah
33
anggapan dan kepercayaan yang dibentuk oleh konsumen seperti yang direfleksikan dalam hubungan yang terbentuk dalam ingatan konsumen. Adapun menurut Kotler (2008 : 346), citra merek ialah persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh konsumen, seperti tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam memori konsumen. Menurut Tjiptono (2005:49), pengertian Brand Image adalah deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan terhadap merek tertentu. Jadi, citra merek adalah serangkaian sifat tangible dan intangible, yang direfleksikan dalam hubungan yang terbentuk dalam ingatan konsumen, sehingga tercipta persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh konsumen terhadap merek tertentu. Citra merek dari suatu produk yang baik akan mendorong para calon pembeli untuk membeli produk tersebut dari pada membeli produk yang sama dengan merek lain. Karena itu penting bagi perusahaan untuk memperhatikan perilaku pembelian mereka guna menentukan langkah yang tepat untuk mengantisipasinya. 2.4.2 Teori Citra Merek Beberapa pemasar membedakan aspek psikologi merek dengan aspek pengalaman. Aspek pengalaman merupakan gabungan seluruh poin pengalaman berinteraksi dengan merek, atau sering disebut brand experience. Aspek psikologis, sering direferensikan sebgai brand image, adalah citra yang dibangun dalam alam bawah sadar konsumen melalui informasi dan ekspektasi yang diharapkan melalui produk atau jasa. Pendekatan yang menyeluruh dalam membangun merek meliputi struktur merek, serta bisnis dan manusia yang terlibat dalam produk (Ujang Sumarwan dkk 2009:21)
34
Menurut Freddy Rangkuti ( 2009:90), bahwa citra merek adalah persepsi merek yang dihubungkan dengan asosiasi merek yang melekat dalam ingatan konsumen. Merek terdapat 6 tingkatan, yaitu : 1. Atribut (Attribute) Sebuah merek diharapkan untuk mengingatkan suatu atribut atau sifat tertentu. Misalnya, BMW memberikan kesan mahal, diciptakan dengan baik, direncanakan dengan baik, tahan lama, prestise tinggi, dan sebagainya. Perusahaan menggunakan satu atau lebih atribut ini untuk mempromosikan mobil ini. 2. Manfaat (Benefit) Sebuah merek adalah lebih dari seperangkat atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Atribut perlu diwujudkan ke dalam manfaat fungsional dan emisional. Atribut yang tahan lama dapat diwujudkan ke dalam manfaat fungsional. 3. Nilai (Value) Merek juga menciptakan nilai bagi produsen. BMW berarti sporty, Volvo berarti keamanan, Mercedes Benz merupakan mobil yang memiliki prestise yang tinggi. Para pemasar merek mencari kelompok tertentu atau pembeli mobil yang mencari nilainilai tersebut. 4. Budaya (Culture) Merek mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya Jerman, efisien, dan berkualitas tinggi. Honda mewakili budaya Jepang yang sarat teknologi dan impian masa depan.
35
5. Kepribadian (Personality) Merek juga merancang kepribadian tertentu, jika merek adalah seseorang, seekor hewan atau sebuah benda, apakah yang muncul dalam pikiran kita ? Toyota Kijang akan memberi kesan mobil keluarga yang lapang dengan kapasitas angkut yang sangat besar. 6. Pemakai (User) Merek memberi kesan kepada pemakai atau user (pengguna merek tersebut). Freddy Rangkuti (2009:79) juga mengatakan, bahwa merek dapat dibagi dalam pengertian lainnya seperti : 1. Brand Name (Nama Merek), merupakan bagian dari yang dapat diucapkan, misalnya Pepsodent, BMW, Toyota, dan sebagainya. 2. Brand Mark (Tanda Merek), merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali, Namun tidak dapat diucapkan seperti lambang, desain huruf atau warna khusus, misalnya simbol Toyota, gambar tiga berlian Mitsubushi. 3. Trade Mark (Tanda Merek Dagang), merupakan merek atau sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakannamamerek (tanda merek). 4. Copyright (Hak Cipta), merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik ataupun karya seni.
36
Adapun menurut Ali Hasan (2013:203), bahwa merek adalah value indikator kinerja yang dikembangkan melalui strategi, program dan value yang tepat diberikan kepada pelanggan sebagai : 1. Kombinasi dari desain, simbol (logo), tanda dan nama yang mengidentifikasi dan membedakan produk perusahaan dari pesaing. 2. Kontrak tak tertulis tentang nilai intrinsik dan keunggulan produk dengan pemakainya. 3. Upaya memperlihatkan integritas produk perusahaan 4. Janji penjual secara konsisten menyampaikan serangkaian ciri-ciri, manfaat, dan Jasa tertentu kepada para pembeli. 5. Pernyataan kepercayaan dan pengurangan risiko bagi pelanggan. Dalam merancang program pemasaran pembangunan merek, terdapat tiga pendekatan yang dapat dipergunakan (Kotler & Keller, 2009:270) yaitu: 1. Personalisasi Yaitu memastikan merek dan pemasarannya serelevan mungkin dengan sebanyak mungkin pelanggan. Hal ini merupakan tantangan bagi pemasar karena tidak ada dua pelanggan yang identik. 2. Integrasi Maksudnya
membaurkan
dan
menyesuaikan
kegiatan
pemasaran
untuk
memaksimalkan efek individual dan kolektif mereka melalui variasi kegiatan pemasaran yang memperkuat janji merek. Pemasar juga harus memperlihatkan identitas merek melalui seluruh sarana komunikasi dan kontak merek yang tersedia agar tertanam citra merek yang kuat di benak konsumen. Citra merek berarti cara
37
masyarakat menganggap merek secara aktual. Sedangkan identitas merek adalah cara perusahaan membidik untuk mengidentifikasi atau memposisikan dirinya sendiri atau produknya. Identitas merek tersebut dapat diperlihatkan melalui iklan, laporan tahunan, brosur, katalog, kemasan, alat tulis perusahaan, dan kartu bisnis. 3. Internalisasi Merupakan kegiatan dan proses yang membantu memberikan informasi dan menginspirasi karyawan. Pemasar harus menerapkan perspektif internal untuk memastikan karyawan dan mitra pemasaran menghargai dan memahami merek secara mendalam. Hal ini dilakukan dalam rangka menghantarkan janji merek. Janji merek tidak akan dihantarkan, kecuali semua pihak dalam perusahaan menghidup merek. Ikatan merek terjadi ketika pelanggan mengalami penghantaran janji merek oleh perusahaan. 2.4.3 Dimensi Citra Merek Keller (2008:56) menyebutkan pengukuran citra merek (brand image)dapat dilakukan berdasarkan pada aspek sebuah merek, yaitu : 1. Strength of brand association Semakin dalam individu berfikir tentang informasi produk dan menghubungkannya dengan pengetahuan merek yang ada, maka semakin kuat asososiasi merek yang akan dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi hal ini adalah program komunikasi pemasaran yang diciptakan dapat menumbuhkan brand image dalam benak khalayak ( personal relevance) dan merupakan program komunikasi pemasaran yang konsisten (consistency) pada suatu waktu dan sepanjang waktu.
38
2. Favorable of brand association Asosiasi yang menguntungkan bagi merek adalah asosiasi yang diinginkan untuk konsumen, seperti bentuk kenyamanan, produk yang handal, pesan dapat disampaikan
oleh
produk
atau
program
komunikasi
pemasaran
yang
mendukung. Favorable mengarah pada kemampuan merek tersebut untuk mudah diingat oleh konsumen. Favorableadalah asosiasi-asosiasi yang dapat diharapkan oleh khalayak sasaran (desirable) dan disampaikan (delivered ) secara sukses oleh sebuah produk melalui program komunikasi pemasaran yang mendukung merek produk tersebut. 3. Uniqueness of brand association Inti dari asosiasi ini adalah merek harus memiliki keunggulan yang berkelanjutan atau memiliki proposisi penjualan yang unik untuk memberikan alasan mengapa konsumen harus membelinya. Aspek uniqueness bergantung pada dua faktor yaitu sejauh mana asosiasi merek produk yang dibawakan oleh program komunikasi pemasaran memiliki unsur kesamaan/keseimbangan jika dibandingkan dengan asosiasi merek produk lainnya (point of parity) dan sejauh mana program komunikasi pemasaran memiliki unsur perbedaan (point of difference) jika dibandingkan dengan asosiasi merk produk lainnya
2.5 Hasil Penelitian Terdahulu Hasil penelitian terdahulu sangat penting sebgai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini. Kegunaanya adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu sekaligus perbandingan dan gambaran yang dapat mendukung
39
kegiatan penelitian berikutnya.Berikut tabel hasil penelitian terdahulu dapat dilihat antara lain : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No
Judul
Hasil Penelitian
1
Dyah Ayu Anisha Pradipta (Universitas Hasanuddin Makassar 2012) , meneliti tentang Pengaruh Citra Merek (Brand Image) Terhadap Loyalitas Konsumen Produk Oli Pelumas PT Pertamina (Persero) Enduro 4T di Makassar Balqis Diab, SE, S.Ag (Universitas Diponegoro Semarang 2009), meneliti tentang Analisis Pengaruh Nilai Pelanggan dan Citra Merek terhadap Kepuasan Pelanggan dalam Meningkatkan Retensi Pelanggan (Studi Kasus pada Gies Batik Pekalongan).
Hasil perhitungan dengan SPSS 19, diketahui koefisien determinasi (adjusted R²) yang diperoleh sebesar 0,081. Hal ini berarti 8,1% loyalitas konsumen dapat dijelaskan oleh variabel citra pembuat, citra pemakai, & citra produk, sedangkan sisanya yaitu 91,9% loyalitas konsumen dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian Hasil penelitian ini memberikan nilai adjusted R² sebesar 0,195. Hal ini mengindikasikan bahwa 19,5% kepuasan pelanggan dapat dijelaskan oleh nilai pelanggan dan citra merek, sedangkan selebihnya 81,5% kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak termasuk dalam model ini. Hal ini mengindikasikan bahwa kepuasan pelanggan tidak hanya dipengaruhi oleh nilai pelanggan dan citra merek, namun ada variabel lain yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Teknik analisis yang digunakanadalahStructural Equation Model (SEM) dari software AMOS 16. Hasil perhitungan uji chi–square memperoleh nilai 154,579, masih dibawah chi–square tabel untuk derajat kebebasan 128 pada tingkat signifikan 5 % sebesar 155,405. Nilai probabilitas 0,055 yang mana nilai tersebut di atas
2
3
Evi Prasmawati (Universitas Diponegoro Semarang 2010), meneliti Studi Tentang Nilai Pelanggan dengan Positive Words of Mouth pada Pengguna Motor Yamaha di Semarang.
Persamaan
Perbedaan
Variabel Penelitan
Obyek Penelitian
Teknik Skala Alat Analisis
Teknik Sampel
Proses Analisis Variabel Penelitan Teknik Skala
Obyek Penelitian
Teknik Sampel
Alat Analisis Proses Analisis
Variabel Penelitian
Obyek Penelitian
Proses Analisis
Teknik Sampel Teknik Skala
40
0,05 serta kriteria lain yang sebagian besar memenuhi dengan baik. Disamping kriteria di atas indikator dari reputasi, daya tarik iklan, efek komunitas, nilai pelanggan dan positive words of mouthadalah valid karena mempunyai nilai di atas 0,5. Sumber : Dyah Ayu Anisha Pradipta 2012, Balqis Diab, SE, S.Ag 2009, Evi Prasmawati 2010.
Alat Analisis
2.6 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan model konspetual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang penting (Sugiyono, 2012:60). Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. Jadi secara teorits perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen. Variabel independen dalam penelitian ini yaitu Nilai Pelanggan dan Kepuasan Pelanggan terhadap variabel dependennya citra merek. Seroang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar argumentasi dalam menyusun kerangka pemikiran yang membuahkan hipotesis. Kerangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi obyek permasalahan (Suriasumantri, 1986 dalam Sugiyono, 2013:60). Kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan sesama ilmuwan, adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berpikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis. Jadi, kerangka berpikir merupakan intisari tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarka teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel.
41
2.6.1 Hubungan Nilai Pelanggan dan Kepuasan Pelanggan Para pelanggan dalam melakukan pembelian akan memperhitungkan penawaran yang akan memberikan nilai tertinggi. Mereka menginginkan nilai maksimal, dengan dibatasi oleh biaya pencarian serta pengetahuan, mobilitas, dan penghasilan yang terbatas, mereka membentuk suatu harapan akan nilai dan bertindak sesuai dengan hal itu. Kenyataan apakah suatu penawaran
memenuhi harapan akan nilai pelanggan
mempengaruhi kepuasan dan kemungkinan mereka untuk membeli (Hurriyati 2010:103). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Tjiptono (2008:24), bahwa kunci utama untuk memenangkan persaingan adalah memberi nilai dan kepuasan kepada pelanggan melalui penyampaian produk dan jasa berkualitas dengan harga bersaing. Menurut Ali Hasan (2013:89), produsen semakin yakin bahwa : (1) kunci sukses untuk memenangkan persaingan terletak pada kemampuannya memberikan total customer value yang dapat memuaskan pelanggan melalui penyampaian produk yang berkualitas dengan harga bersaing. (2) kepuasan akan mengarahkan orang untuk mengulangi pembelian dan melakukan rekomendasi word of mouth positive. Sejumlah pasar akademik mengklarifikasi hubungan positif antara kepuasan pelanggan dan retensi, jika konsumen puas dengan produk atau layanan, mereka lebih mungkin untuk melakukan pembelian, dan lebih bersedia untuk menyebarkan WOM positif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai pelangga berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Untuk memenangkan persaingan perlu di tingkatkan nilai pelanggan sehingga kepuasan pelanggan akan tercipta dengan sendirinya. Setelah pelanggan merasa puas, pelanggan akan menciptakan word of mouth yang positive sehingga terbentuknya retensi pelanggan. 2.6.2 Pengaruh Nilai Pelanggan terhadap Citra Merek Penilaian pelanggan atas kinerja produk tergantung pada banyak faktor, terutama jenis hubungan loyalitas yang dimiliki pelanggan dengan sebuah merek. Konsumen sering
42
membentuk persepsi yang lebih menyenangkan tentang sebuah produk dengan merek yang sudah mereka anggap positif (Kotler dan Keller, 2008:139). Menurut Indra Utoyo (2007:193), umumnya proposisi nilai pelanggan (customer value propostion) mencakup pilihan dari atribut produk/jasa (product/service attributes), layanan serta hubungan (service & relationsip), dan citra merek (brand image). Proposisi dalam hal ini adalah suatu pernyataan tentang konsep yang dihasilkan dari pengamatan fenomena pelanggan. Jika sebuah citra merek, produk dan nilai yang positif di mata pelanggan secara terus menerus, merek akan bekerja untuk perusahaan dalam situasi persaingan yang sangat kompetitif sekalipun, lebih dari itu, ketika suatu saat perusahaan dengan reputasi yang sangat baik ini “keliru”, pelanggan akan bersedia memaafkan, bahkan ketika adanya citra negatif di daerah tertentu selama tidak terlalu penting untuk pengambilan sebuah keputusan, umumnya akan mereka abaikan, konsumen memiliki tingkat toleransi terhadap daftar tunggu pengiriman. Sebaliknya, sebuah perusahaan dengan citra buruk, “hukuman” dari publik akan bermunculan berbagai versi (Ali Hasan 2013:212). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai pelanggan mempengaruhicitra merek. Perusahaan akan memperoleh nilai pelanggan yang baik apabila citra merek perusahaan tersebut juga baik. Begitupun sebaliknya, apabila nilai pelanggan pada perusahaan buruk akan berdampak kepada citra merek yang buruk pula. 2.6.3 Pengaruh Kepuasan Pelanggan terhadap Citra Merek Banyak
perusahaan
secara
sistematis
mengukur
seberapa
baik
mereka
memperlakukan pelanggan mereka, mengenali faktor-faktor yang membentuk kepuasan, dan melakukan perubahan dalam operasi dan pemasaran mereka sebagai akibatnya.
43
Kepuasan atau kesenangan yang tinggi menciptakan ikatan emosional dengan merek atau perusahaan, bukan hanya menciptakan preferensi nasional (Kotler dan Keller 2008:140). Manfaat bagi pelanggan dari sebuah merek yang memiliki citra posiif yaitu sebuah merek yang kuat membuat pelanggan merasa lebih puas dengan pembelian mereka, memberikan manfaat dan ikatan emosional. Sedangkan manfaat bagi perusahaan, sebuah citra porsitif akan memberikan tingkat kepuasan pelanggan ketika mereka menggunakan produk. Mereka akan merasa lebih yakin membelinya. Pelanggan tidak menemukan alasan untuk membeli merek lain atau dari pemasok lain (Ali Hasan 2013:215-217). Menurut Aaker dalam disertasi Farid Yuniar Nugroho (2011:10), citra merek dibentuk melalui kepuasan konsumen, penjualan dengan sendirinya diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan kembali membeli, juga akan mengajak calon pembeli lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa citra merek secara langsung maupun tidak langsung mempunyai peran penting yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Berikut adalah alur pikir Pengaruh nilai pelanggan dan citra merekterhadap kepuasan pelanggan pada produk tabungan di Bank BCA Rengasdengklok Karawang :
44
Nilai Pelanggan -Manfaat -Persepsi -Kualitas -Ikatan Emosional Sumber : -Kotler (2000:41) -Monroe dalam Tjiptono (2005:296) -Goostain dalam Tjiptono (2005:296)
Kotler&Keller, (2008:139) Indra Utoyo (2007:193) Ali Hasan (2013:212) Citra Merek -Tangible/ Intengible -Kepercayaan -Memori
Hurriyati (2010:103) Tjiptono (2008:24) Ali Hasan (2013:89)
Kepuasan Pelanggan - Perasaan senang/kecewa -Kinerja -Seleksi Spesifik Sumber : -Kotler dan Keller (2008:139) -Tjiptono (2008:24) -Mowen dalam Tjiptono (2011: 434)
Sumber : -Ali Hasan(2013: 210) -Keller (2008:51) -Kotler (2008 : 346) Kotler&Keller (2008:140) Ali Hasan (2013:215-217). Aaker (dalam disertasi Farid Yuniar Nugroho 2011:10)
Gambar 2.1 Paradigma Penelitian Sumber : Peneliti 2014.
45
2.7 Hipotesis Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis. Adapun bentuk hipotesis dalam penelitian ini adalah hipotesis assosiatif, yaitu jawaban sementara terhadap rumusan masalah assosiatif, yaitu yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu : H1
: Terdapat hubungan antara Nilai Pelanggan danKepuasan Pelanggandi BCA Rengasdengklok Karawang.
H2
: Terdapat pengaruh parsial antara Nilai Pelanggan dan Kepuasan Pelanggan terhadap Citra Merekdi BCA Rengasdengklok Karawang.
H3
: Terdapat pengaruh antara Nilai Pelanggan dan Kepuasan Pelanggan secara simultan terhadap Citra Merek di BCA Rengasdengklok Karawang.