BAB II LANDASAN TEORI II.1
Pengertian Audit Secara Umum II.1.1 Pengertian Audit Pengertian auditing menurut Arens dan Loebbecke (2006:15), yang telah dialihbahasakan oleh Amir Abadi Jusuf adalah sebagai berikut: “Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti, tentang informasi yang dapat di ukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seseorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi di maksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan”. Menurut Agoes (2008:1) dalam bukunya yang berjudul Auditing (Pemeriksaan Akuntan), pengertian auditing adalah suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Secara umum pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa audit adalah proses secara sistematis yang dilakukan oleh orang berkompeten dan independen dengan mengumpulkan
dan mengevaluasi
bahan bukti dan bertujuan
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam melaksanakan audit, faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah: 9
1. Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria (standar) yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi informasi tersebut. 2. Penetapan intetitas ekonomi dan periode waktu yang di audit harus jelas untuk menentukan lingkup tanggung jawab auditor. 3. Bahan bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi tujuan audit. 4. Kemampuan auditor memahami kriteria yang digunakan serta sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.
II.1.2 Jenis-jenis Audit Menurut
Sukrisno Agoes (2008a:9-12) dalam bukunya Auditing, berdasarkan
luasnya pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas : 1. General Audit (Pemeriksaan Umum) Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. 2. Special Audit (Pemeriksaan Khusus) Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa, 10
karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. Misalnya KAP diminta untuk memeriksa apakah terdapat kecurangan terhadap penagihan piutang usaha perusahaan. Sedangkan dari jenis pemeriksaannya, audit bisa dibedakan atas : 1. Management Audit (Operasional Audit) Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis. 2. Compliance Audit (Pemeriksaan Ketaatan) Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan (manajemen, dewan komisaris) maupun pihak ekstern (Pemerintah Bapepam, Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, dan lain-lain). 3. Internal Auditing (Pemeriksaan Intern) Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan. Pemeriksaan yang dilakukan internal auditor biasanya lebih rinci dibandingkan dengan pemeriksaan umum yang dilakukan oleh KAP (Kantor Akuntan Publik). Internal auditor biasanya tidak
11
memberikan opini terhadap kewajaran laopran keuangan, karena pihak-pihak diluar perusahaan tidak independen. 4. Computer Audit Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data akuntansinya dengan menggunakan EDP (Electronic Data Processing) sistem. Sedangkan berdasarkan kelompok atau pelaksana audit, audit dibagi 4 jenis yaitu:
1. Auditor Ekstern
Auditor ekstern/ independent bekerja untuk kantor akuntan publik yang statusnya di luar struktur perusahaan yang mereka audit. Umumnya auditor ekstern menghasilkan laporan atas financial audit.
2. Auditor Intern
Auditor intern bekerja untuk perusahaan yang mereka audit. Laporan audit manajemen umumnya berguna bagi manajemen perusahaan yang diaudit. Oleh karena itu tugas internal auditor biasanya adalah audit manajemen yang termasuk jenis audit ketaatan.
3. Auditor Pajak Auditor pajak bertugas melakukan pemeriksaan ketaatan wajib pajak yang diaudit terhadap undang undang perpajakan yang berlaku. 4.
Auditor Pemerintah 12
Tugas auditor pemerintah adalah menilai kewajaran informasi keuangan yang disusun oleh instansi pemerintahan. Disamping itu audit juga dilakukan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi operasi program dan penggunaan barang milik pemerintah. Sering juga audit atas ketaatan pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Audit yang dilaksanakan oleh pemerintahan dapat dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
II.1.3 Audit Operasional
II.1.3.1 Pengertian Audit Operasional
Menurut Boynton, Johnson, dan Kell (2003:7) “Audit operasional (operational audit) berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu.” Menurut Arens dan Loebbecke (2008:19) “an operasional audit is a review of any part of organization’s operating procedures and method for purpose of evaluating efficiency and affectiveness”. Setelah mempelajari definisi diatas terlihat beberapa hal yang merupakan inti. Beberapa hal yang merupakan inti dari pengertian audit operasional sebagai berikut :
13
1. audit operasional merupakan penelaahan yang sistematis atas kegiatan atau keadaan pada suatu organisasi dengan tujuan untuk memeriksa efficiency dan effectivity suatu kegiatan, 2. audit operasional bertujuan untuk menilai cara pengelolaan yang diterapkan dalam objek audit operasional berupa kegiatan program, unit atau fungsi yang menjadi bagian organisasi sudah berjalan dengan baik, 3. tujuan pokok diadakannya audit operasional adalah untuk menilai efisiensi, efektivitas dan kehematan, mengidentifikasi kemungkinan perbaikan. sesuai dengan tujuan kemungkinan terjadinya peningkatan dan perbaikan maka audit tidak bertujuan mencari kesalahaan dimasa lalu, melainkan lebih berorientasi ke masa yang akan datang untuk lebih membantu manajemen dalam mengingkatkan efisiensi, meningkatkan efektivitas serta mengurangi pemborosan.
II.1.3.2 Jenis-jenis Audit Operasional Menurut Arens A. Alvin (2008:844-855) yang dialihbahasakan oleh Amir Abadi Jusuf, mengelompokan operational audit atas tiga jenis, yaitu: "Operational Audit ada tiga jenis yaitu: 1. Fungsional Seperti yang tersirat dalam namanya, audit fungsional bersangkutan dengan satu fungsi atau lebih dalam suatu organisasi. Misalnya : fungsi pembayaran, fungsi pemasaran, fungsi penggajian suatu divisi atau untuk perusahaan
14
secara keseluruhan. Auditor fungsional adalah memungkinkan adanya spesialisasi oleh auditor. Kekurangan audit fungsional adalah tidak dievaluasinya fungsi yang saling berkaitan. 2. Organisasional Audit operasional atas suatu organisasi mencakup keseluruhan unit organisasional seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Penekanan dalam suatu audit organisasional adalah seberapa efisien dan efektif fungsi – fungsi yang saling berinteraksi. Rencana organisasi dan metode – metode untuk mengkoordinasikan aktivitas – aktivitas khususnya penting dalam audit jenis ini. 3. Penugasan Khusus Penugasan auditing operasional khusus timbul atas permintaan manajemen. Ada banyak variasi dalam audit seperti ini. Contoh – contoh penentuan penyebab tidak efektifnya suatu sistem EDP, penyelidikan kemungkinan kecurangan dalam suatu divisi dan membuat rekomendasi untuk mengurangi biaya produksi suatu barang. II.1.3.3 Tujuan Audit Operasional Menurut Guy Dan M, Wayne A dan Alan J (2003: 421) tujuan audit operasional sebagai berikut : 1. Menilai
kinerja
setiap
audit
operasional
meliputi
penilaian
kinerja
organisasiseperti penilaian tujuan, kebijakan standar dan sasaran organisasi yang
15
ditetapkan manajemen atau pihak yang menugaskan, serta kriteria lain yang sesuai, 2. Mengidentifikasi
peluang perbaikan
efektivitas,
efisiensi
dan
ekonomi
merupakan kategori yang luas dan pengklasifikasian sebagian besar perbaikan, auditor
dapat
mengidentifikasikan
peluang
perbaikan
tertentu
dengan
mewawancarai individu ( apakah didalam atau luar organisasi ), mengobservasi operasi, menelaah laporan masa lalu atau laporan masa berjalan, mempelajari transaksi, membandingkan dengan standar industri, menggunakan pertimbangan professional berdasarkan pengalaman atau menggunkan sarana atau cara lainnya yang sesuai, 3. Mengembangkan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut sifat dan luas rekomendasi akan berkembang secara beragam selama pelaksanaan operasional. Dalam banyak hal auditor dapat memberikan rokendasi tertentu. Dalam kasus lainnya mungkin memerlukan studi lebih lanjut diluas ruang lingkup penugasan dimana auditor dapat menyebutkan alasan mengapa studi lebih lanjut pada bidang tertentu dianggap tepat. Audit Operasional menekankan pada efisiensi dan efektivitas, kemudian audit operasional juga berorientasi pada kinerja operasi pada masa yang akan datang yang akan dicapai oleh perusahaan.
II.1.3.4 Tahap-tahap Audit Operasional Audit operasional memerlukan kerangka tugas sebagai pedoman kerja, karena tanpa adanya kerangka yang tersusun dengan baik auditor, audior akan banyak
16
mengalami kesulitan dalam melaksanakan pekerjaannya mengingat kegiatan struktur perusahaan telah semakin maju dan rumit. Tahap-tahap audit operasional menurut Agoes (2008:10) dalam bukunya Auditing adalah sebagai berikut: 1.
Preliminary Survey (Survei Pendahuluan), survei dilakukan untuk mendapat gambaran mengenai bisnis perusahaan yang dilakukan melalui tanya jawab dengan manajemen dan staf perusahaan serta penggunaan questionnaires.
2.
Review and Testing of Management Control System (Penelaahan dan Pengujian Atas Sistem Pengendalian Manajemen), maksudnya untuk mengevaluasi dan menguji efektivitas dari pengendalian manajemen yang terdapat di perusahaan.
3.
Detailed Examination (Pengujian Terinci), maksudnya melakukan pemeriksaan terhadap transaksi perusahaan untuk mengetahui apakah prosesnya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan manajemen. Dalam hal ini auditor harus melakukan observasi terhadap kegiatan dari fungsi-fungsi yang terdapat dalam perusahaan.
4.
Report Development (Pengembangan Laporan), maksudnya dalam menyusun laporan pemeriksaan, auditor tidak memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan, laporan yang dibuat mirip dengan management letter,
karena
berisi
audit
findings
(temuan
pemeriksaan)
mengenai
penyinpangan yang terjadi terhadap kriteria (standard) yang berlaku yang menimbulkan inefisiensi, inefektifitas dan ketidakhematan (pemborosan) dan kelemahan dalam sistem pengendalian manajemen (management control system) yang terdapat diperusahaan. Selain itu juga auditor memberikan saran-saran perbaikan. 17
II.1.4 Pengendalian Intern II.1.4.1 Definisi dan Komponen Pengendalian Intern Secara umum, pengendalian internal merupakan bagian dari masing-masing sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman operasional perusahaan atau organisasi tertentu. Perusahaan pada umumnya menggunakan Sistem Pengendalian Internal untuk mengarahkan operasi perusahaan dan mencegah terjadinya penyalahgunaan sistem. Mulyadi (2002 : 181) menyatakan bahwa, “Sistem Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yakni kendala pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektivitas dan efisiensi operasi” Menurut Boyton (2003), model COSO terdiri dari lima komponen yang saling berhubungan satu sama lainnya yang akan menunjang pencapaian tujuan perusahaan. Lima komponen pengendalian tersebut yaitu : 1. Control Environment (Lingkungan Pengendalian) Lingkungan pengendalian intern terdiri dari tindakan, kebijaksanaan dan prosedur yang mencerminkan keseluruhan sikap manajemen puncak, direktur dan pemilik terhadap pengendalian. Jika manajemen puncak mengganggap pengendalian penting, maka personil lain dalam perusahaan itu akan mengerti dan menanggapi secara seksama kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Apabila anggota perusahaan mengganggap bahwa pengendalian bukan
18
masalah yang penting bagi manajemen, maka dapat dipastikan bahwa tujuan pengendalian itu tidak akan tercapai secara efektif. Pengendalian intern dapat berfungsi dengan baik apabila pegawai memiliki kecakapan dan kejujuran dengan kualitas yang diperlukan masing-masing bagian. Dalam hal ini sudah terdapat dalam perusahaan ini dimana calon pegawai harus diseleksi dan dites dengan seksama agar orang-orang yang akan bekerja di perusahaan ini memenuhi syarat, disamping mempunyai latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, calon pegawai juga mempunyai kepribadian yang menarik, simpatik, dan mempunyai pergaulan yang luas serta berinisiatif dan sanggup mandiri. Setelah diterima diberikan pelatihan sesuai dengan tugas yang akan dilakukannya di dalam perusahaan. Lingkungan pengendalian mencakup hal-hal sebagai berikut ini : a. Integritas dan nilai etika. b. Komitmen terhadap kompetensi c. Partisipasi dewan komisaris atau komite audit d. Struktur organisasi e. Pemberian wewenang dan tanggung jawab f. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia. 2. Risk Assesment ( Penilaian resiko ) Penilaian risiko untuk pelaporan keuangan adalah identifikasi manajemen dan analisis risiko yang relevan untuk penyusunan laporan keuangan sesuai dengan GAAP. 3. Control Activities ( Aktivitas pengendalian )
19
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur, selain yang termasuk dalam urutan empat komponen, yang membantu memastikan bahwa tindakan perlu diambil untuk mengatasi risiko dalam pencapaian objectivies entitas itu. Ada banyak kegiatan pengendalian berpotensi seperti di setiap lembaga. 4. Information and Communication ( Informasi dan komunikasi ) Tujuan informasi akuntansi entitas dan komunikasi adalah untuk memulai merekam, memproses, dan melaporkan transaksi entitys dan untuk mempertahankan akuntabilitas atas aktiva yang bersangkutan. 5. Monitoring ( Pemantauan ) Kegiatan pemantauan menangani penilaian yang berkelanjutan atau berkala terhadap kualitas kinerja pengendalian internal oleh manajemen untuk detrmine bahwa kontrol operasi sebagaimana dimaksud dan bahwa mereka yang diubah sesuai dengan perubahan kondisi. Informasi untuk penilaian dan modifikasi berasal dari berbagai sumber, termasuk studi kontrol internal yang telah ada, laporan auditor internal, kecuali melaporkan kegiatan pengendalian, laporan oleh lembaga regulator seperti bank regulasi, umpan balik dari personil operasi dan kepatuhan dari pelanggan tentang biaya penagihan.
II.1.4.2 Tujuan Pengendalian Intern Mulyadi (2002:180-181) dalam bukunya Auditing menjelaskan tujuan pengendalian intern adalah untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan antara lain : 1. Keandalan pelaporan keuangan
20
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku 3. Efektifitas dan efisiensi operasi Pengendalian intern dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya perusahaan. Pengendalian intern juga dapat menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan serta menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan. Tidak semua tujuan yang telah disebutkan di atas dapat dicapai hanya dengan pelaksanaan pengendalian intern.
Oleh
karena
itu,
auditor
berkewajiban
untuk
memahami
pengendalian intern yang ditujukan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia. II.1.4.3 Dokumentasi Pemahaman tentang Komponen Pengendalian Intern Menurut Agoes (2008a:79-82) ada tiga cara yang digunakan oleh akuntan publik untuk mendokumentasikan informasi tentang pengendalian intern yang terdapat pada suatu perusahaan: 1.
Internal Control Questionnaires Cara ini banyak digunakan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), karena diaggap lebih sederhana dan praktis. Biasanya KAP sudah memiliki satu set ICQ yang standar, yang bisa digunakan untuk memahami dan mengevaluasi pengendalian intern diberbagai jenis perusahaan. Yang perlu diperhatikan adalah : 21
a. Auditor harus menanyakan langsung pertanyaan-pertanyaan di ICQ kepada staf klien dan kemudian mengisi sendiri jawabanya, jangan sekedar menyerahkan ICQ kepada klien untuk diisi. b. Untuk repeat engagement (penugasan yang berikutnya) ICQ tersebut harus dimutakhirkan berdasarkan hasil tanya jawab dengan klien. c. Ada kecendrungan bahwa klien akan memberikan jawaban seakan-akan pengendalian intern sangat baik. Karena itu auditor harus melakukan compliance test untuk membuktikan efektifitas dari pengendalian intern klien. 2. Flow Chart ( bagan arus ) Flow chart menggambarkan arus dokumen dalam sistem dan prosedur di suatu unit usaha, untuk auditor yang terlatih baik, penggunaan flow chart lebih disukai, karena auditor bisa lebih cepat melihat apa saja kelemahan dan kebaikan dari suatu sistem dan prosedur. Setelah flow chart dibuat, auditor harus melakukan walk through, yaitu mengambil dua atau tiga dokumen untuk mentest, apakah prosedur yang dijalankan sesuai dengan apa yang digambarkan dalam flow chart. 3. Narrative Dalam hal ini auditor menceritakan dalam bentuk memo, sistem dan prosedur akuntansi yang berlaku di perusahaan, cara ini biasa digunakan untuk klien kecil yang pembukuannya sederhana.
22
II.1.5 Persediaan II.1.5.1 Pengertian Persediaan Menurut (Assauri, 1999), persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Jadi persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan, parts yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan. Persediaan yang diadakan mulai dari yang berbentuk bahan mentah sampai dengan barang jadi antara lain berguna untuk : 1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan. 2. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan. 3. Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran. 4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi. 5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal. 6. Memberikan pelayanan kepada langganan dengan sebaik-baiknya dimana keinginan pelanggan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut.
23
7. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau penjualan. Persediaan dapat juga diartikan sebagai pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bsinis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi salam mebuat barang yang akan dijual.
II.1.5.2 Jenis-jenis Persediaan Menurut (Assauri, 1999), jenis-jenis persediaan berdasarkan fungsinya terdiri atas : 1. Batch Stock atau Lot Size inventory adalah persediaan yang diadakan karena membeli atau membuat bahanbahan/barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Jadi dalam hal ini pembelian atau pembuatan dilakukan untuk jumlah besar, sedangkan penggunaan atau pengeluaran dalam jumlah kecil. Terjadinya persediaan karena pengadaan barang/bahan yang dilakukan lebih banyak dari yang dibutuhkan. Keuntungan yang diperoleh dari adanya batch stock atau lot size inventory ini antara lain : a. Memperoleh potongan harga pada harga pembelian. b. Memperoleh efisiensi produksi karena adanya operasi atau proses produksi yang lebih lama. c. Adanya penghematan didalam biaya angkutan. 2. Fluctuation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini perusahaan 24
mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan menunjukkan keadaan yang tidak beraturan atau tidak tetap dan fluktuasi permintaan tidak dapat diramalkan lebih dahulu.Jadi apabila terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan ini (fluctuation stock) dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan tersebut. 3. Anticipation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun untuk menghadapi penggunaan atau permintaan yang meningkat. Disamping itu, Anticipation Stock dimaksudkan pula untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu jalannya produksi atau menghindari kemacetan produksi. Disamping perbedaan menurut fungsi, Assauri juga membedakan persediaan menurut jenis dan posisi barang tersebut didalam urutan pengerjaan produk, yaitu : 1.
Persediaan bahan baku (raw material stock) yaitu persediaan dari bahan baku yang digunakan dalam proses produksi, dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari supplier yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya.
2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (component stock) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen (parts) yang diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung dirakit dengan parts lain, tanpa proses produksi sebelumnya. Jadi bentuk barang yang merupakan parts ini tidak mengalami perubahan dalam operasi. 25
3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (supplies stock) yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi. 4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (Work in process / progress stock) yaitu persediaan yang telah mengalami beberapa perubahan yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam suatu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk tetapi masih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi. 5. Persediaan barang jadi (finished goods) yaitu barang-barang yang telah selesai diproses dan menunggu untuk dijual kepada langganan atau perusahaan lain. Barang jadi dimasukkan dalam persediaan karena permintaan konsumen untuk jangka waktu tertentu mungkin tidak diketahui.
II.1.5.3 Analisa Sistem Persediaan 1. Perencanaan persediaan, Yaitu menentukan kebutuhan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan sesuai rencana operasi dan produksi yang telah disusun atau dengan kata lain untuk mengetahui seberapa banyak bahan baku yang harus dipesan/diproduksi. 2. Pengendalian persediaan 26
Yaitu menentukan tingkat persediaan bahan baku yang sesuai dimana pemesanan harus dilakukan kembali, menentukan persediaan pengaman dan juga pendataan tingkat serta kondisi persediaan tersebut di dalam gudang atau dengan kata lain menentukan waktu pemesanan tersebut harus dilakukan. Dengan sistem perencanaan dan pengendalian persediaan yang efektif akan memberikan pemenuhan kebutuhan bahan baku secara tepat,baik dalam hal waktu,jumlah maupun spesifikasi dengan total biaya persediaan yang optimal. Alasan perlunya dilakukan perencanaan persediaan yaitu karena adanya fluktuasi kebutuhan barang seiring dengan fluktuasi permintaan produk dari pelanggan, fluktuasi harga, spekulasi biaya persediaan dan ketidakpastian terhadap kebutuhan. Perencanaan persediaan sangat menentukan untuk operasi produksi. Kekurangan persediaan dapat menghentikan pengiriman barang atau menunda permintaan konsumen. Seperti halnya kekurangan tersebut dapat mengganggu operasi perusahaan maka kelebihan persediaan pun dapat menimbulkan masalah. Kelebihan persediaan akan meningkatkan biaya dan menurunkan laba melalui meningkatnya biaya gudang, keterikatan modal, kerusakan, premi asuransi yang berlebih dan juga keusangan.
27