12
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikan dalam proses pembelajaran baik di tingkat sekolah dasar, menengah, maupun universitas, meskipun belum terlihat. Berdasarkan paham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta diklat dalam bentuk yang serba sempurna. Dengan kata lain, peserta diklat harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing-masing. Pembelajaran adalah hasil usaha peserta diklat itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk peserta diklat. Pola pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh peserta diklat sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan. Pikiran peserta diklat tidak akan menghadapi kenyataan dalam bentuk terasing dalam lingkungan sekitar. Realita yang diketahui peserta diklat adalah realita yang dibina sendiri. Peserta diklat sebenarnya telah mempunyai satu set ide dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka. Guru harus memperkirakan struktur kognitif agar peserta diklat dapat membina konsep atau pengetahuan baru. Apabila pengetahuan baru telah
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
13
disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian daripada pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina. Melalui model konstruktivisme ini, diharapkan pengajaran guru dapat lebih memberikan peluang kepada peserta diklat untuk meramalkan secara bebas dan terbuka segala pengetahuan setelah proses pembelajaran berlangsung. Pengajaran secara tidak langsung memberikan suatu pengalaman baru bagi peserta diklat. Pengalaman itu akan dikaitkan pula dengan teori kognitif dimana pengalaman tersebut akan disimpan dalam ingatan atau memori peserta diklat, baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa dilihat dari perspektif estimologi yang disarankan oleh konstruktivisme, maka peran guru akan berubah. Perubahan tersebut meliputi teknik pengajaran dan pembelajaran, penelitian dan pelaksanaan kurikulum pada umumnya. Sebagai contoh, guru harus mengubah kaidah mengajar dari tuntutan agar peserta diklat dapat meniru dengan tepat apa yang disampaikan menjadi kaidah pembelajaran yang lebih menekankan pada kemampuan peserta diklat dalam membina skema pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata yang dialaminya. Pembelajaran harus berubah dari kacamata guru mengajar menjadi bagaimana peserta diklat dapat belajar. Dari pernyataan tersebut dalam pembelajaran konstruktivisme dapat dikatakan bahwa: 1) Peserta diklat tidak hanya dibekali dengan fakta-fakta, melainkan diarahkan pada kemampuan penguasaan dalam proses berpikir dan berkomunikasi;
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
14
2) Guru hanya merupakan salah satu sumber pengetahuan, bukan orang yang tahu segala-galanya. Jadi guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing belajar peserta diklat; dan 3) Sebagai implikasinya, dalam penilaian pun harus mencakup cara-cara penyelesaian masalah dengan berpatokan pada peraturan yang berlaku. Teknik-teknik tersebut dapat berbentuk peta konsep, diagram ven, portofolio, uji kompetensi dan ujian komprehensif. Beberapa aliran dalam pemelajaran konstruktivisme yaitu: 1) Piaget Pemelajaran konstruktivisme berdasarkan pemahaman Piaget, beranggapan bahwa: 1) gambaran mental seseorang dihasilkan pada saat berinteraksi dengan lingkungannya; dan 2) pengetahuan yang diterima oleh seseorang merupakan proses pembinaan diri dan pemaknaan, bukan internalisasi makna dari luar. 2) Konstruktivisme personal Pembelajaran menurut konstruktivisme personal, memiliki beberapa anggapan (postulat), yaitu: 1) set mental (idea) yang dimiliki peserta diklat mempengaruhi panca indera dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap proses pembentukan pengetahuan; 2) input yang diterima peserta diklat tidak memiliki makna yang tetap; 3) peserta diklat menyimpan input yang diterima tersebut ke dalam memorinya; 4) input yang tersimpan dalam memori tersebut dapat digunakan lagi untuk menguji input yang lain yang baru diterima; dan 5) peserta diklat memiliki tanggung jawab terhadap apa yang menjadi keputusannya.
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
15
3) Konstruktivisme sosial Konstruktivisme sosial beranggapan bahwa pengetahuan yang dibentuk oleh peserta diklat merupakan interaksi dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa: 1) pengetahuan dibina oleh manusia; 2) pembinaan pengetahuan bersifat sosial dan personal; 3) pembinaan pengetahuan personal adalah perantara personal; 4) pembinaan pengetahuan sosial merupakan hasil interaksi sosial; dan 5) interaksi sosial dengan yang lain adalah sebagian dari personal, pembinaan sosial dan pembinaan pengetahuan bawaan. 4) Konstruktivisme radikal Konstruktivisme radikal dikembangkan oleh Von Glaserfeld (dalam Tim Riset BPTP, 2004) yang beranggapan bahwa: 1) kebenaran tidak diketahui secara mutlak; 2) pengetahuan saintifik hanya dapat diketahui dengan menggunakan instrumen yang tepat; 3) konsep yang terjadi adalah hasil yang diperoleh individu setelah melakukan uji coba untuk menggambarkan pengalaman subjektif; dan 4) konsep akan berkembang dalam upaya penggambaran fungsi efektif tentang pengalaman subjektif. Implikasi konstruktivisme terhadap pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Pemelajaran tidak akan berjalan dengan baik jika peserta diklat tidak diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya. 2. Pada akhir proses pembelajaran, peserta diklat memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda sesuai dengan kemampuannya.
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
16
3. Untuk memutuskan atau menilai keputusannya, peserta diklat harus bekerja sama dengan peserta diklat lain. 4. Guru harus mengakui bahwa peserta diklat membentuk dan menstruktur pengetahuannya berdasarkan modalitas belajar yang dimilikinya.
B.
Model Pembelajaran Kooperatif Anita Lie (2004 :12) mengatakan bahwa sistem pembelajaran kooperatif
adalah sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur dalam sebuah tim atau kelompok kecil. Roger dan David johnson dalam Lie (2004:31) mengemukakan bahwa: Pembelajaran kooperatif memiliki lima komponen dasar : (1) Saling ketergantungan positif, siswa merasa keberhasilannya tergantung dari koordinasi kerja dengan kelompoknya; (2) Tatap muka, siswa bertukar pendapat atau ide untuk menjelaskan tugas kelompoknya; (3) Tanggung jawab individu, setiap individu merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik untuk kelompoknya; (4) Keterampilan menjalin hubungan interpersonal, siswa berkomunikasi dengan kelompoknya dalam menyelesaikan tugas; (5) Evaluasi proses kelompok; evaluasi terhadap proses kerja kelompok dan hasil kerja sama siswa dalam kelompok dilakukan agar pada kegiatan selanjutnya siswa bisa bekerja sama lebih baik lagi. Model pembelajaran kooperatif agar berjalan dengan baik, maka perlu dilakukan pengelompokan siswa. Menurut Lie (2004:39) terdapat dua cara pengelompokan yang bisa dilakukan yaitu: 1. Pengelompokan Heterogen Dalam sistem pengelompokan heterogen, tiap kelompok dari siswa yang memiliki keterampilan yang berbeda, secara umum, sistem pengelompokan ini disukai oleh guru yang telah menggunakan model pembelajaran kooperatif (Lie, Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
17
2004). Menurut Lie (2004) “Pengelompokan heterogen memiliki beberapa kelebihan, yakni (a) memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengajar dan saling mendukung; (b) meningkatkan relasi dan interkasi antar ras, etnik dan gender; (c) memudahkan pengelolaan kelas; dan (d) melatih kerjasama juga rasa memiliki antar siswa. 2. Pengelompokan Homogen Dalam sistem pengelompokan homogen, tiap kelompok terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan yang sama. Pengelompokan ini memiliki beberapa kelebihan, yakni praktis dan mudah dilakukan secara administratif serta memudahkan guru dalam membimbing kelompok belajar (Lie: 2004:40). Dibalik kelebihan tersebut, pengelompokan homogen pun memiliki beberapa kelemahan, Pertama, bertentangan dengan misi pendidikan, karena dengan pengelompokan berdasarkan kemampuan yang sama dengan memberikan label pada setiap peserta didik. Label ini divonis terlalu dini, terutama bagi siswa yang dimasukan dalam kelompok kurang mampu. Label ini juga bisa menjadi ramalan yang menjadi kenyataan. Karena dimasukan ke dalam kelompok yang lemah, siswa bisa merasa tidak mampu, patah semangat dan tidak mau berusaha lagi. Kedua, tidak sesuai dengan fungsi pendidikan di sekolah sebagai sarana untuk mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan bermasyarakat (Lie, 2004:40).
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
18
C. Cara Penerapan Team Assisted Individualization (TAI) Model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang berarti siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok
kecil,
antara
lain
dalam
hal
nilai
akademiknya.
Pengelompokkan ini masing-masing kelompok beranggotakan 4 – 5 orang siswa. Salah satu dari anggota kelompok sebagai seorang ketua yang bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Untuk mengoptimalkan manfaat belajar kelompok, maka keangotaan dari kelompok itu harus heterogen, dalam hal ini adalah tingkat kemampuan berpikirnya atau akademisnya yang berbeda. Untuk membuat kelompok yang heterogenitas ada cara yang efektif yaitu guru yang membuat anggota dari kelompok-kelompok tersebut. Bila siswa membuat kelompok sendiri, biasanya akan memilih teman-teman yang dekat dengannya misalnya sesama jenis atau sama dalam hal kemampuannya. Hal ini cenderung menghasilkan kelompokkelompok yang homogen. Menurut Lie (2004 : 39) pengelompokan homogen kurang cocok apabila digunakan dalam praktek pengajaran di kelas dikarenakan beberapa alasan sebagai berikut : 1. Pengelompokan berdasarkan kemampuan yang sama akan memberikan cap atau label kepada peserta didik yang akan menjadi vonis terutama kepada peserta didik yang dimasukan dalam kelompok yang kurang mampu. Karena dimasukan ke dalam kelompok yang lemah, seorang siswa tidak mampu, patah semangat dan tidak mau berusaha lagi. 2. Selama masa pendidikan di sekolah, seorang peserta didik perlu dipersiapkan untuk menghadapi kenyataan dalam masyarakat, dimana sebagai manusia dengan tingkatan kemampuan dan keterbatasan yang berbeda-beda. Saling berinteraksi dan bekerja sama. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh pakar pendidikan John Dewey bahwa Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
19
„sekolah seharusnya menjadi miniatur masyarakat‟. Maka dari itu, sekolah atau ruang kelas sejauh mungkin perlu mencerminkan keanekaragaman masyarakat. 3. Pengelompokan dengan orang lain yang serupa dan sepadan ini bisa menghilangkan kesempatan anggota kelompok untuk memperluas wawasan dan memperkaya diri karena dalam kelompok homogen tidak terdapat perbedaan yang bisa mengasah proses berpikir, bernegosiasi, beragumentasi dan berkembang. Selain memperhatikan heterogenitas kelompok, jumlah anggota yang bekerja dalam kelompok harus dibatasi, agar kelompok yang terbentuk dapat bekerja sama dengan baik. Setelah dibentuk kelompok, guru memberikan nomor kepada masing-masing anggota kelompok. Tugas yang diberikan adalah mengerjakan soal-soal tentang gambar proyeksi. Langkah selanjutnya, siswa berdiskusi, membahas dan mengerjakan tugas kelompok. Setiap siswa harus terlibat secara aktif dalam memahami suatu permasalahan dan menyelesaikan permasalahan tersebut secara berkelompok. Menurut Lie (2004: 43) kelompok heterogen disukai oleh para guru yang telah
menerapkan
model
pembelajaran
Kooperatif
Team
Assisted
Individualization (TAI) karena beberapa alasan, yaitu 1. kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung. 2. kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama etnik dan gender serta 3. kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap 3 – 4 anak.
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
20
Model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut : a. Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 – 5 orang. b. Placement test, yaitu pemberian pretes kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu. c. Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi
dimana keberhasilan
kelompok ditentukan atau
dipengaruhi oleh keberhasilan individunya. d. Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya. e. Team, score and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan pemberian kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil dalam menyelesaikan tugas. f. Teaching group, yaitu pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok. g. Fact test, yaitu pelaksanaan tes berdasarkan fakta yang diperoleh siswa. h. Whole class unit, yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah. Menurut Ibrahim (2002: 8) pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization (TAI) memberi keuntungan baik pada siswa kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
21
akademik. Siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya karena dengan mengajarkan sesuatu yang baru dipelajarinya, maka seseorang akan lebih bisa menguasai dan menginternalisasi pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya, sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami materi pelajaran sehingga akan meningkatkan hasil belajarnya. Kunci model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization (TAI) adalah penerapan bimbingan antar teman. Adapun kekurangan pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) diantaranya adalah siswa kelompok atas akan merasa dimanfaatkan tanpa bisa mengambil manfaat apa-apa dalam kegitan belajar kooperatif karena rekan-rekan mereka dalam kelompok tidak lebih pandai dari dirinya, sedangkan pada siswa kelompok bawah akan merasa minder, merasa hanya seperti benalu dalam kelompoknya. Oleh karena itu perlu dijelaskan kepada seluruh siswa tentang manfaat-manfaat yang akan mereka peroleh baik pada kelompok atas ataupun kelompok bawah jika
mereka menerapkan pembelajaran kooperatif Team
Assisted Individualization (TAI). Ada beberapa alasan perlunya menggunakan model pembelajaran kooperatif
Team Assisted Individualization (TAI) untuk
dikembangkan diantaranya adalah sebagai variasi model pembelajaran agar hasil belajar dapat tercapai, selain itu dalam model pembelajaran ini tidak ada persaingan antar siswa karena siswa saling bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dalam mengatasi cara berpikir yang berbeda sehingga siswa tidak hanya mengharap bantuan dari guru tetapi siswa juga termotivasi untuk belajar cepat dan Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
22
akurat pada seluruh materi serta guru setidaknya akan lebih mudah dalam pemberian bantuan secara individu (Slavin, 1995: 98). Pada model pembelajaran kooperatif
Team Assisted Individualization
(TAI), siswa belajar dengan bantuan lembar diskusi secara berkelompok, berdiskusi untuk menemukan dan memahami konsep-konsep. Sesama anggota kelompok berbagi tanggung jawab. Hasil belajar kelompok dibandingkan dengan kelompok lain untuk memperoleh penghargaan berupa pujian (misalnya kelompok super, hebat atau kelompok baik) dari guru. Penerapan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization (TAI) lebih menekankan pada penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu dan memperoleh kesempatan yang sama untuk berbagi hasil setiap anggota kelompok (Slavin, 1995: 97). Menurut Suyitno (2002: 37) langkah-langkah pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization (TAI) adalah sebagai berikut : a. b. c. d.
Menyiapkan bahan ajar. Membentuk kelompok kecil yang heterogen. Memberikan pre test pada pertemuan pertama. Pada setiap pertemuan, guru memberikan materi secara singkat, kelompok mengerjakan soal yang terdapat dalam lembar diskusi, guru memberikan bantuan secara individu bagi yang memerlukan, ketua kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan setiap anggota kelompok, dan guru menerangkan kembali materi yang bersangkutan dengan menekankan strategi pemecahan masalah. e. Memberikan post test pada pertemuan terakhir.
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
23
Beberapa strategi untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization (TAI). a. Pembagian kelompok Kelompok siswa yang terdiri atas empat sampai lima orang ini lebih efektif dibanding dengan jumlah siswa yang lebih banyak karena pembagian tugas lebih terencana dan masing-masing siswa lebih mencurahkan waktu untuk tugasnya. Pembentukannya kelompok sebaiknya dilakukan oleh guru agar kemampuan siswa dalam kelompok merata. b. Pembagian tugas struktur Dengan pembagian tugas untuk masing-masing siswa perlu dilakukan oleh guru agar tidak terjadi pengelakan tugas. c. Tanggung jawab bersama Dengan pemberian tugas kepada masing-masing siswa secara langsung, siswa akan lebih merasa bertanggung jawab bukan hanya atas dirinya tetapi juga pada kelompoknya karena keberhasilan kelompok terletak pada keberhasilan masing-masing individu (Mulyani, 2006: 38). D. Aktivitas Belajar Secara alami siswa mempunyai suatu kekuatan untuk memotivasi dirinya dalam upaya melakukan kegiatan, karena anak merupakan suatu organisme yang mampu berkembang dari dalam. Siswa harus dikondisikan untuk melakukan suatu aktivitas belajar, dalam kegiatan belajar mengajar, kegiatan berfikir dan berbuat merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
24
Keberadaan aktivitas belajar tidak terlepas dari adanya motivasi dalam diri seseorang, sehingga motivasi dan aktivitas tidak dapat dipisahkan.Oleh karena adanya motivasi itulah aktivitas dapat muncul. Jika kita menginginkan aktivitas dilakukan siswa adalah belajar, maka yang harus ditumbuhkan adalah motivasi belajar, karena aktivitas yang akan muncul dari diri seseorang akan sesuai jenisnya dengan motivasi yang ditumbuhkan. Proses berfikir dan berbuat jika tidak dilakukan oleh anak sebagai siswa, maka hal ini merupakan suatu faktor penghambat atas kemajuan pribadi yang menjadi tinjauan dalam proses pendidikan. Hal ini memberikan suatu penekanan bahwa seharusnya yang banyak melakukan aktivitas anak itu sendiri, sedangkan guru sebagai pendidik hanya membimbing dan merencanakan kegiatan yang akan dilakukan oleh siswanya. Jenis-jenis keaktifan belajar tersebut menurut Paul D. Dierich (Hamalik, 2003:172-173) dapat digolongkan menjadi: a. Kegiatan-kegiatan visual, misalnya: membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, dan percobaan. b. Kegiatan-kegiatan lisan, seperti: mengemukakan suatu fakta atau prinsip, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi. c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendegarkan penyajian, percakapan, diskusi, musik, dan pidato. d. Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, laporan, angket, membuat sketsa. e. Kegiatan-kegiatan menggambar: membuat grafik, peta, dan diagram f. Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengigat, memecahkan masalah, menganalisa, melihat hubungan, dan mengambil keputusan. g. Kegiatan-kegitan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya.
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
25
Pengalaman belajar merupakan tujuan yang ingin dicapai siswa, hal tersebut dapat dicapai maksimal jika siswa benar-benar mengalami suatu proses belajar mengajar. Mereka akan terkondisi untuk memecahkan setiap persoalan yang dihadapinya sesuai dengan kemauan dan kemampuan masing-masing. Sedangkan
proses
belajar
dapat
dicapai
bila
siswa
berkemauan
dan
berkemampuan melakukan aktivitas. E. Hasil belajar Hamalik (2002:155) mengungkapkan bahwa, “Hasil belajar merupakan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan”. Hasil belajar siswa yang dimaksudkan adalah hasil belajar DKKTM yang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi
proses belajar DKKTM. Hasil
interaksi tersebut menyebabkan adanya perbedaan hasil belajar DKKTM antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Hasil belajar merupakan seluruh kecakapan yang dicapai melalui proses belajar di sekolah yang dinyatakan dengan nilai-nilai prestasi belajar berdasarkan hasil tes prestasi belajar. Nana Sudjana dalam Priambodo (2006: 12) mengemukakan bahwa hal-hal yang mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut : Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa itu seperti faktor kemampuan yang dimilikinya dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti; motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
26
Sistem penilaian di SMK Negeri 2 Bandung mengacu pada pengukuran hasil belajar di setiap aspek karena pada umumnya proses belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi pada individu kearah yang positif, yaitu keadaan kemampuan yang kognitif, afektif dan psikomotor berorientasi kearah yang lebih maju dari keadaan sebelumnya. Tabel 2.1 Indikator Hasil Belajar Dan Cara Pengukurannya Jenis Hasil Belajar A. Kognitif 1. Pengetahuan Hafalan (ingatan) 2. Pengertian (pemahaman) 3. Aplikasi (penggunaan) 4. Analisis 5. Sintesis
6. Evaluasi
7. Berfikir kreatif (Create) B. Afektif 1. Penerimaan 2. Sambutan (respon) 3. Penilaian, Penghargaan (apresiasi) 4. Internalisasi (pendalaman) 5. Karakteristik, Watak (penghayatan)
C. Psikomotor 1. Persepsi 2. Persiapan 3. Peniruan
Indikator Aktivitas Siswa Siswa dapat mengetahui
Cara pengukuran Pertanyaan/ tugas/ tes
Siswa dapat menjelaskan/ mendefinisikan dengan kata-kata sendiri Siswa dapat memberikan contoh/ menggunakan dengan tepat Siswa dapat menguraikan/ mengklasifikasikan Siswa dapat menghubungkan/ menyimpulkan/ menggeneralisasikan Siswa dapat menginterpretasikan/ memberikan kritik/ memberikan pertimbangan (penilaian) Siswa dapat membuat/ menciptakan.
Pertanyaan/ soal/ tugas/ tes
Siswa bersikap menerima/ menyetujui atau sebaliknya Siswa bersedia terlibat/ partisipasi/ memanfaatkan atau sebaliknya Siswa memandang penting/ bernilai/ berfaedah/ indah/ harmonis/ kagum atau sebaliknya Siswa mengikuti/ mempercayai/ meyakinkan atau sebaliknya Siswa melembagakan/ membiasakan/ menjelmakan dalam pribadi dan prilakunya sehari-hari
Pertanyaan/ tes/ skala sikap
Siswa memiliki pendapat, pandangan Siswa mempersiapkan, menyediakan Siswa menirukan, menyamakan
Tugas/ persoalan/ tes Tugas/ persoalan/ tes Tugas/ persoalan/ tes
Tugas/ persoalan/ tes
Persoalan/ tes
Tugas/ observasi/ tes Skala penilaian/ tugas/ observasi Skala sikap/ tugas/ ekspesif/ proyektif observasi/ tugas/ ekspesif/ proyektif
Tugas/ tes tindakan Tugas/ tes tindakan Tugas/ tes tindakan
Abin Syamsuddin Makmun, 2004:167 Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
27
Pendapat Nana Sudjana diatas sejalan dengan pendapat Winkel dalam Priambodo (2006:12) yang mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain : 1.
2.
Faktor Internal a) Faktor psikis, meliputi tingkat intelektual, kemampuan belajar, motivasi belajar, minat, taraf intelegensi, cara belajar, dan sikap perasaan. b) Faktor fisik-kondisi fisik c) Kondisi akibat sosiokultural/ekonomi Faktor Eksternal a) Faktor pengaturan proses belajar di sekolah, meliputi: kurikulum pengajaran, fasilitas belajar dan disiplin di sekolah status sosial. b) Faktor sosial meliputi: sistem sosial, status sosial dan interaksi guru dan murid c) Faktor situasional meliputi: keadaan politik ekonomi, keadaan musim/iklim, keadaan waktu dan tempat.
F. Karakteristik Mata Pelajaran DKKTM Mata pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan Teknik Mesin (DKKTM) adalah salah satu mata pelajaran yang diberikan pada Bidang Keahlian Teknik Mesin dengan Program Keahlian Teknik Pemesinan di SMK Negeri 2 Bandung. Pada Struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Berdasarkan kurikulum 2006 atau KTSP, program mata pelajaran di SMKN 2 Bandung terdiri dari 3 golongan / kelompok yakni : a. Mata pelajaran normatif, yaitu
kelompok mata pelajaran yang berfungsi
membentuk siswa menjadi pribadi utuh yang memiliki norma-norma kehidupan sebagai makhluk hidup maupun makhluk sosial (sebagai anggota masyarakat atau sebagai warga negara Indonesia) maupun sebagai warga dunia. b. Mata pelajaran adaptif, yaitu kelompok mata pelajaran yang berfungsi dalam membentuk siswa sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang luas Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
28
dan kuat untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. c. Mata pelajaran produktif, kelompok mata pelajaran yang berfungsi untuk membekali siswa agar memiliki kompetensi kerja yang sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional indonesia (SKKNI). Mata Pelajaran DKKTM termasuk pada program produktif, di mana di dalam materi DKKTM tersebut berguna bagi mata pelajaran yang lain, seperti yang tercantum dalam kurikulum 2006. Apabila hasil belajar mata pelajaran DKKTM rendah, maka hal ini akan berpengaruh pada mata pelajaran lainnya yang didasari oleh DKKTM, lebih lanjut pada kualitas lulusan nantinya. Peserta diklat tidak saja mempunyai kesulitan dalam merancang, membaca sistem satuan, menentukan arah gaya dan hal lain yang dipelajari di dalam DKKTM, juga tidak akan mampu menjadi tenaga kerja tingkat menengah yang berkualitas dalam lingkup keahlian teknik mesin. Mata Pelajaran DKKTM merupakan gabungan beberapa Mata Pelajaran pada struktur kurikulum 1999, yang terdiri dari: a. Mata pelajaran Perhitungan Kontruksi Mesin (PKM). b. Mata pelajaran Penggunaan Peralatan Mekanik Industri (PPMI). c. Mata pelajaran Pengetahuan Dasar Kontruksi Mesin (PDKM).
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
29
G. Hubungan DKKTM Dengan Team Assisted Individualization Dalam DKKTM terdapat teori-teori mendasar mengenai ilmu keteknikan yang harus dikuasai oleh siswa sebagai bahan/ referensi menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan ilmu keteknikkan, baik itu dalam teori atau praktek. Dalam pencapaiannya setiap siswa dituntut memiliki kemampuan penguasaan materi, sehingga dapat digunakan dengan praktis pada saat menemukan masalah saat praktek. Lebih pentingnya bagaimana cara memadukan antara ilmu teori supaya lebih efisien digunakan pada saat praktek nantinya. Intinya DKKTM merupakan suatu cabang ilmu yang dapat menjembatani antara ilmu-ilmu yang diterima siswa (ilmu teori) sehingga dapat digunakan pada kegiatan praktis. Pada penggunaan model Team Assisted Individualization sub kompetensi mengenal komponen roda gigi, diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dan langsung dalam proses kegiatan belajar. Selain itu siswa diberi pengalaman untuk bekerja, saling membantu dalam memecahkan masalah yang berguna untuk mengembangkan kemampuannya dan tanggung jawab pada kehidupannya nanti. Jadi hubungan antara karakteristik mata pelajaran DKKTM dengan karakteristik model pembelajaran Team Assisted Individualization itu berkesinambungan pada saat siswa dihadapkan pada suatu masalah yang timbul pada proses pembelajaran, siswa dituntut untuk berpikir kritis dalam setiap pemecahan masalah, saling membantu dan bertanggung jawab, sebagai latihan sebelum masuk dunia kerja nantinya
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
30
H. Asumsi Dasar Untuk mendapat pegangan yang dapat digunakan sebagai titik tolak pemikiran dalam melaksanakan penelitian, maka perlu adanya asumsi dasar. Menurut
Winarno
Surakhmad
dalam
Suharsimi
Arikunto
(2006:65)
mengemukakan bahwa, „Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik‟. Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis merumuskan asumsi dasar dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Penerapan
model
Individualization
pembelajaran (TAI)
kooperatif
merupakan
salah
tipe satu
Team upaya
Assisted untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis, keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi aktif bagi peserta diklat. 2. Penelitian tindakan kelas adalah salah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam proses pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah (Depdikbud, 1999:1). 3. Keberhasilan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) ditandai oleh peningkatan hasil yang dicapai oleh siswa di akhir belajarnya. 4. Hasil belajar merupakan indikator untuk menentukan tingkat penguasaan kompetensi yang telah dimiliki siswa.
Iman Anjar Sonjaya, 2012 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Diklat Dkktm Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu