BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. (Brunner & Suddarth,2001) Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberkulosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru. (IPD, FK, UI). Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Mansjoer, 1999). Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycrobacterium Tuberkulosis dan Mycobacterium bovis. (Ngastiyah, 2005) Tuberkulosis pulmoner adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberkulosis. (Smeltzer & Bare,2001) Tuberkulosis
merupakan
penyakit
infeksi
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium tuberkulosis, yang dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. (Price & Wilson,1994)
B. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi Gambar 1 Anatomi Sistem Pernafasan
(Syaifuddin, 1997) Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar thoraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.Paru - paru ada dua, merupakan alat pernafasan utama. Paru - paru mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga thoraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur thoraks kecuali paru-paru terletak diantara kedua lapisan pleura. Bagian terluar dari paru-paru dilindungi oleh membran halus dan licin yang disebut pleura yang juga meluas untuk membungkus dinding interior thoraks dan permukaan superior diafragma. Pleura perietalis melapisi thoraks dan permukaan superior diafragma, sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisura yang merupakan perluasan pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat divisi-divisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf. Bronkus subsegmental membantu percabangan bronkhiolus. Bronkiolus membantu kelenjar sub mukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan nafas. Bronkus dan bronkhiolus juga dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh silia dan
berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru-paru menuju laring. Bronkhiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkhiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkhiolus terminalis kemudian menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Bronkhiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolus dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu tipe I adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tiep II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting. (Brunner & Suddarth, 2001) 2. Fisiologi Fungsi sistem pernafasan adalah untuk memungkinkan ambilan oksigen dari udara ke darah dan memungkinkan karbondioksida terlepas dari darah ke udara bebas. Oksigen yang terdapat di udara dan sistem pernafsasan dibentuk melalui suatu cara sehingga udara dapat masuk ke paru-paru. Disana terdapat tiga proses utama dalam pernafasan yang meliputi ventilasi, pertukaran gas dan transportasi oksigen (perfusi). a. Ventilasi
Ventilasi adalah pergerakan udara masukdan keluar dari paru. Udara masuk dan keluar dari paru karena terdapat perbedaan tekanan antara intrapulmonal (tekanan intraalveoli dan tekanan intrapleura) dengan tekanan atmosfir. Bila tekanan intraplmonal lebih rendah dari tekanan atmosfir maka udara akan masuk menuju ke paru, disebut inspirasi, bila tekanan intrapulmonal lebih tinggi dari tekanan atmosfir maka udara akan bergerak keluar dari paru ke atmosfir, disebut ekspirasi. 1) Inspirasi Inspirasi adalah masuknya udara ke dalam paru merupakan proses aktif yang membutuhkan kontraksi otot-otot inspirasi. Kerja otot-otot inspirasi menyebabkan pengembangan dada dan paru sehingga tekanan intrapulmonal menurun di bawah tekanan atmosfir maka udara dari atmosfir akan masuk ke dalam paru. 2) Ekspirasi Ekspirasi adalah keluarnya udara dari dalam paru. Ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal melebihi tekanan atmosfir. Ekspirasi merupakan proses pasif akibat dari relaksasi otot-otot inspirasi. Relaksasi otot-otot inspirasi menyebabkan thoraks dan tulang iga bergerak ke bawah menekan jaringan paru. Disamping itu, pada akhir inspirasi jaringan paru yang teregang akan kembali ke kedudukan semula karena adanya recoil paru. b. Pertukaran gas Pertukaran gas meliputi : 1) Pengangkutan oksigen
Oksigen yang berdifusi dari alveoli ke darah kapiler paru akan diangkat ke seluruh tubuh melalui interaksi kerja jantung, pembuluh darah dan darah. Oksigen yang diangkut dalam darah ada dua bentuk yaitu bentuk terlarut dan terikat secara kimia dengan hemoglobin, pada keadaan normal, jumlah oksigen yang terlarut sangat sedikit, sehingga pengangkutan oksigen yang lebih memegang peran adalah dalam bentuk ikatan dengan hemoglobin. Kemampuan hemoglobin dalam fungsinya sehingga sarana pengangkutan oksigen antara paru dan kapiler berhubungan dengan dua sifat penting yaitu : kemampuan hemoglobin berubah menjadi bentukbentuk
“oxigenated”
sewaktu
mengikatoksigen,
prosesnya
disebut
oksigenasi dan hasil akhirnya terbentuk oksihemoglobin (Hb + O2 HbO2). Kemampuan hemoglobin untuk melepas kembali oksigen di kapiler jaringan melalui proses deoksigenasi, menjadi bentuk “deoxigenated” adalah deoksinemoglobin (HbO2 Hb +O2). Hemoglobin dikatakan tersaturasi penuh dengan oksigen apabila seluruh hemoglobin dalam tubuh berkaitan secara maksimal dengan oksigen. Faktor terpenting yang menentukan saturasi Hb – O2 adalah tekanan oksigen dalam darah. 2) Pengangkutan karbondioksida Karbondioksida yang dihasilkan oleh metabolisme sel jaringan akan berdifusi ke dalam darah dan diangkat dalam tiga bentuk yaitu terlarut, terikat dengan hemoglobin atau protein plasma dan sebagai ion bikarbonat.
c. Transportasi oksigen Difusi didalam paru terjadi karena perbedaan konsentrasi gas yang terdapat di alveoli dan kapiler paru. Oksigen mempunyai konsentrasi yang meningkat di alveoli dibanding di kapiler paru, sehingga oksigen akan berdifusi dari alveoli ke kapiler paru sebaliknya karbondioksida mempunyai konsentrasi yang meningkat di kapiler paru di banding di alveoli sehingga karbondioksida akan berdifusi dari kapiler paru ke alveoli. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh sistem peredaran darah, dari paru ke jaringan sebaliknya, disebut transportasi dan pertukaran oksigen dan karbondioksida darah pembulah darah kapiler jaringan dengan sel - sel jaringan disebut difusi. Respirasi dalam adalah proses metabolik intrasel yang terjadi di mitokondria, meliputi penggunaan oksigen dan produksi karbondioksida selam pengambilan energi dan bahan - bahan nutrien.
C. Etiologi /Predisposisi Agens penyebab terjadinya tuberkulosis adalah agens infeksius utama yaitu Mycobacterium tuberkulosis adalah batang panjang 1 – 4 /μm dengan tebal 0,3 – 0,5 μm aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet. Mycrobacterium bavis dan mycrobacterium avian pernah pada kejadian yang jarang berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosis.
D. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Masuknya kuman tuberkulosis ke dalam tubuh selalu menimbulkan penyakit, infeksi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh manusia. Basil tuberkulosis masuk ke dalam paru melalui udara, dengan masuknya basil tuberkulosa maka akan terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas. Bakteri tuberkulosis dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area paru paru lainnya (lobus atas). Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neuropati dan makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberculosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 - 10 minggu setelah pemajanan. Masa jaringan baru yang disebut granulomas yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati dikelilingi oleh makrofag membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon. Bahan (bakteri dengan makrofag) menjadi nekrotik membentuk masa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi membentuk sekat kolagenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajanan dan infeksi awal individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon yang adekuat dari respon sistem imun. Penyakit aktif
dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktifasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon pecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara menngakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan terjadinya Bronkopneumoni lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan seterusnya, kecuali proses tersebut dapat dihentikan. Penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan yang ditandai dengan remisi lama ketika penyakit dihentikan diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui, hanya sekitar 10% yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif. (Price & Wilson, 1994) E. Manifestasi Klinik Gambaran klinis tuberkulosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif. Bila timbul infeksi aktif klien biasanya memperlihatkan gejala :batuk purulen produktif disertai nyeri dada, demam (biasanya pagi hari), malaise, keringat malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan. (Corwin,2001) Gejala umum Tuberkulosis paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum , malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah . ( Mansjoer , 1999) Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan 1.
Demam : subfebril menyerupai influensa
2.
Batuk : batuk kering (non produktif) yaitu batuk tanpa adanya pengeluaran sputum dan hemaptoe.
3.
Sesak Nafas : pada penyakit tuberkulosis yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah ½ bagian paru-paru
4.
Nyeri dada
5.
Malaise : anoreksia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
F. Penatalaksanaan 1. Pengobatan Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat M. tuberkulosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi. Jenis dan dosis OAT : a. Isoniazid (H) Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat
berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis. b. Rifampisin (R) Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
a.
Pirazinamid (P) Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
b.
Streptomisin (S) Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
c.
Ethambutol (E) Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.
2. Pembedahan Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak. 3. Pencegahan Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis, mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen. 4. Prioritas keperawatan tuberkulosis Mempertahankan oksigenasi adekuat, mencegah penyebaran infeksi, mendukung perilaku mempertahankan kesehatan, meningkatkan strategi koping efektif, memberi informasi tentang proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan.
G. Komplikasi Komplikasi yang sering muncul pada penderita Tuberkulosis paru antara lain: 1.
Perdarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2.
Penyebaran infeksi ke organ lain. Misal : otak, jantung, persendian, ginjal.
H. Pengkajian Fokus / Pemeriksaan Penunjang 1. Pengkajian a. Aktifitas / istirahat Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek, sulit tidur atau demam pada malam hari, menggigil, berkeringat. Takikardia, takipnea/ dispnea, kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut). b. Integritas ego Stress lama, perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan. Menyangkal (pada tahap dini), ansietas, ketakutan. c. Makanan / cairan Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan. Turgor kulit buruk, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan. d. Nyeri / kenyamanan Nyeri dada karena batuk berulang. Perilaku distraksi, berhati-hati pada area sakit, gelisah. e. Pernafasan Batuk (produktif / tidak produktif), nafas pendek. Peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan paru tidak simetri, perkusi paru pekak dan penurunan fremitus, deviasi tracheal. f. Keamanan Adanya kondisi penekanan imun, demam rendah atau sakit panas akut. g. Interaksi sosial Perasaan isolasi / penolakan, perubahan peran.(Doengoes, 2000)
2. Pemeriksaan Diagnostik a. Darah
: lekosit sedikit meninggi, LED meningkat
b. Sputum : BTA (basil tahan asam) dilakukan untuk memperkuat diagnosa tuberkulosis aktif dan memperkirakan tingkat infeksinya, ini dilakukan selama dalam 3 hari berturut-turut. Pada BTA positif ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman dalam satu sediaan, dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. c. Tes tuberculin : tes ini dikatakan positif jika indurasi lebih dari
10 –
15 mm. d. Rontgent : Foto thorak PA tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas berupa cincin; pada kalsifikasi tampak bercak padat dengan densitas tinggi. e. Broncografi : pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus dan paru. f. Pemeriksaan serologi : ELISA, Mycodot, untuk mendeteksi antibody IgG specific terhadap basil tuberkulosis. g. Pemeriksaan PA : pemeriksaan biopsy pada kelenjar getah bening superficial leher, yang biasanya didapatkan hasil limfadenitis pada klien tuberkulosis..
I. Pathways Keperawatan Udara tercemar
dihirup individu rentan
Mycobacterium masuk paru
tuberculosis
menempel alveoli reaksi inflamasi/peradangan
Hipertermia
penumpukkan eksudat dalam alveoli tuberkel meluas
produksi secret berlebih
mengalami perkejuan secret sukar dikeluarkan dibatukkan/bersin
penyebaran
kalsifikasi
hematogen limfogen
Tidak efektif pembersihan jalan nafas
mengganggu difusi O2
terhirup orang lain
Resti penyebaran infeksi pada orang lain
peritoneum Kerusakan pertukaran gas asam lambung ↑ mual, anoreksia
Resti penyebaran infeksi pada diri sendiri
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan ( Price & Wilson, 1994)
J. Fokus Intervensi 1. Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri maupun orang lain berhubungan dengan virulensi kuman, pertahanan primer tidak adekuat, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen. Tujuan
: klien dapat mengidentifikasi tindakan untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi.
Kriteria hasil
: klien menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi : a. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infekasi melalui droplet. b. Identifikasi orag lain yang beresiko (anggota keluarga/ teman) c. Anjurkan klien untuk batuk / bersin pada tisu dan menghindari meludah d. Lakukan tindakan isolasi sebagai pencegahan e. Pertahankan teknik aseptic saat melakukan tindakan perawatan f. Kaji adanya tanda-tanda klinis proses infeksi g. Identifikasi adanya factor resiko terjadinya infeksi ulang h. Beritahu klien dan keluarga tentang pentingnya pengobatan yang tuntas i. Kolaborasi pemberian obat anti tuberculosis
2. Tidak efektifnya pembersihan jalan nafas berhubungan dengan secret kental, upaya batuk buruk. Tujuan
: mempertahankan jalan nafas adekuat
Kriteria hasil
: klien dapat mengeluarkan secret tanpa bantuan, menunjukkan perilaku memperbaiki bersihan jalan nafas
Intervensi : a. Kaji fungsi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan irama, kedalaman, penggunaan otot aksesori b. Kaji kemempuan klien untuk mengeluarkan sputum/ batuk efektif c. Berikan posisi semi atau fowler tinggi d. Bantu klien untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif e. Bersihkan secret dari mulut/ trakhea, lakukan penghisapan jika perlu f. Pertahankan asupan cairan 2500 ml per hari g. Kolaborasi pemberian obat agen mukolitik, bronkodilator 3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar kapiler, penurunan permukaan efektif paru. Tujuan
: klien tidak menunjukkan gejala distress pernafasan
Kriteria hasil
: rentang AGD dalam batas normal, tidak ada dispnea
Intervensi : a. Kaji dispnea, takipnea, peningkatan upaya bernafas, terbatasnya ekspansi dada dan kelemahan b. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, perubahan warna kulit c. Tingkatkan tirah baring/ batasi aktifitas, bantu ADL
d. Kolaborasi pemberian oksigen dan pengawasan analisa gas darah 4. Perubahan nurisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Tujuan
: klien bebas dari tanda malnutrisi
Kriteria hasil
: berat badan naik, rasa mual dan muntah.
Intervensi : a. Kaji status nutrisi, turgor kulit, integritas mukosa oral, berat badan dan kekurangan berat badan, kemampuan menelan, riwayat mual, muntah, diare. b. Pastikan pola diet yang disukai atau tidak disukai klien c. Berikan diit tinggi protein dan karbohidrat dalam porsi kecil tetapi sering d. Awasi masukan/pengeluaran dan perubahan berat badan secara periodik e. Berikan perawatan mulut setiap hari f. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan
kesukaan klien, kecuali
kontraindikasi g. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet 5. Hiperthermia berhubungan dengan proses peradangan. Tujuan
: mempertahankan suhu tubuh normal
Intervensi : a. Pantau suhu tubuh klien, perhatikan menggigil/diaforesis b. Pantau suhu lingkungan dan ventilasi c. Batasi penggunan pakaian atau linen tebal d. Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol e. Anjurkan untuk mempertahankan masukan cairan adekuat untuk mencegah dehidrasi
f. Kolaborasi pemberian antipiretik 6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan penyakit b.d kurang/tidak lengkap informasi yang ada. Tujuan
: klien memahami proses penyakit dan kebutuhan pengobatan
Kriteria hasil
: klien melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan
Intervensi : a. Kaji kemampuan klien untuk belajar, tingkat partisipasi b. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan klien ke perawat (hemoptisis, nyeri dada, demam, sulit bernafas) c. Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus untuk klien (jadwal obat) d. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, efek samping dan alasan pengobatan lama e. Anjurkan klien untuk tidak merokok dan minum alcohol f. Berikan inforamasi mengenai proses penyakit, prognosis, cara pencegahan dan penularan