BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis Tuberkulosis, singkatnya TB adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam dengan pertumbuhan sangat lambat, yakni Mycobacterium tuberculosis (Kock, 1882). Gejala TB antara lain batuk kronis, demam, berkeringat waktu malam, keluhan pernafasan, perasaan letih, dan rasa nyeri di bagian dada. Dahak penderita berupa lendir, purulent atau mengandung darah (Tjay dan Rahardja, 2002). Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam gelembung paru (alveoli) berlangsung reaksi peradangan setempat dengan timbulnya benjolan benjolan kecil (tuberkel). Sering kali sistem tangkis tubuh yang sehat dapat memberantas basil dan caranya adalah menyelubunginya dengan jaringan pengikat. Infeksi primer ini lazimnya menjadi abses terselubung dan berlangsung tanpa gejala, hanya jarang disertai batuk dan sesak nafas (Tjay dan Rahardja, 2002). Infeksi dapat pula menyebar melalui darah dan limfa ke organ lain, antara lain ginjal, tulang dan pada anak anak ke otak dengan menimbulkan radang selaput otak (tuberkulosis meningitis) (Tjay dan Rahardja, 2002). Penyakit TB ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran pernafasan dengan menghisap atau menelan tetes tetes ludah yang mengandung
Universitas Sumatera Utara
basil dan dibatukkan oleh penderita TB terbuka atau adanya kontak antara tetes tetes ludah tersebut dengan luka di kulit (Tjay dan Rahardja, 2002).
2.2 ISONIAZID
Gambar 1. Rumus Bangun Isoniazid
Rumus molekul: C6H7N3O Berat molekul : 137,14 Pemerian
: Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, perlahan lahan dipengaruhi oleh udara dan cahaya
Titik lebur
: 170°C - 173°C
Kelarutan
: Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, sukar larut dalam kloroform dan dalam eter (Ditjen POM, 1979).
Isoniazid, derivate asam isonikotinat ini berkhasiat tuberkulostatik paling kuat terhadap M. Tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Aktif terhadap kuman yang berada intraselular dalam makrofag maupun di luar sel (ekstraselular). Obat ini praktis tidak aktif terhadap bakteri lain. Mekanisme kerjanya berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yang diperlukan untuk membangun dinding bakteri (Tjay dan Rahardja, 2002)
Universitas Sumatera Utara
Isoniazid langsung diserap dalam saluran cerna. Pemberian dosis oral sebesar 300 mg (5 mg/kg untuk anak anak) menghasilkan konsentrasi plasma puncak 3 – 5 µg/ml dalam 1 – 2 jam (Shargel, 1988).
2.3 Nikotinamid
Gambar 2. Rumus Bangun Nikotinamid Rumus molekul
: C6H6N2O
Berat molekul
: 122.12 g mol−1
Titik lebur
: 128-131 C
2.4 Farmakokinetik Farmakokinetik ialah aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh. Faktor faktor farmakokinetik berupa absorpsi, distribusi, ikatan protein dan eliminasi menentukan kecepatan, jumlah dan lama kehadiran obat dalam jaringan, yang secara tidak langsung mencerminkan saat timbul, intensitas dan lama nerlangsungnya respon. Proses farmakokinetik adalah proses yang dinamis karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu fisiologi, patologi, genetic, interaksi obat sehingga dapat diramalkan bahwa proses ini tidak sama pada setiap orang. Akibatnya jumah obat yang sampai ke jaringan tidak sama dan dengan sendirinya suatu obat yang diberi dalam dosis yang sama dapat menghasilkan respom yang berbeda pada sekelompok penderita (Simamora, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Untuk itu faktor farmakokinetik perlu diketahui oleh seorang dokter untuk menetapkan dosis optimum bagi pasien pasien dengan berpedoman pada kadar obat dalam plasma atau serum. Data farmakokinetik juga penting untuk obat yang memperlihatkan batas keamanan yang sempit, artinya efek toksis dapat terjadi pada kadar yang sedikit lebih tinggi dari kadar terapinya (Simamora, 1997).
2.5 Pemantauan obat terapetik Dalam pemberian obat obat yang poten kepada penderita, sudah seharusnya mempertahankan kadar obat dalam plasma berada dalam batas yang dekat dengan konsentrasi terapetik. Berbagai metode farmakokinetik dapat digunakan untuk menghitung dosis awal atau aturan dosis. Biasanya, aturan dosis awal dihitung secara empirik atau diperkirakan setelah mempertimbangkan dengan hati hati farmakokinetika obat yang diketahui, kondisi patofisiologik penderita dan riwayat penggunaan obat dari penderita (Shargel, 1988). Karena perubahan antar penderita dalam hal absorpsi, distribusi dan eliminasi obat maupun perubahan kondisi patofisologik penderita, maka dalam beberapa rumah sakit telah ditetapkan adanya pelayanan pemantauan terapetik obat (TDM) untuk menilai respons penderita terhadap aturan dosis yang dianjurkan. Fungsi dari pelayanan TDM dicantumkan berikut ini.
Memilih obat.
Merancang aturan dosis.
Menilai respons penderita.
Menentukan perlunya pengukuran konsentrasi obat dalam serum.
Menetapkan kadar obat.
Universitas Sumatera Utara
Melakukan penilaian sacara farmakokinetik kadar obat.
Menyesuaikan kembali aturan dosis.
Memantau konsentrasi obat dalam serum.
Menganjurkan adanya persyaratan khusus.
Pengukuran Konsentrasi Obat dalam Serum Sebelum cuplikan darah diambil dari penderita, praktisi hendaknya menetapkan apakah diperlukan pengukuran konsentrasi obat dalam serum. Dalam beberapa hal respons penderita tidak dapat dikaitkan dengan konsentrasi obat dalam serum. Sebagai contoh, alergi dan rasa ringan tidak dapat dikaitkan dengan dosis (Shargel, 1988). Sebagian besar anggapan yang dibuat oleh praktisi menyatakan bahwa konsentrasi obat dalam serum berkaitkan dengan efek terapetik dan/atau efek toksik obat. Untuk banyak obat, studi klinik telah menunjukan bahwa ada suatu rentang efektif terapetik dari konsentrasi obat dalam serum. Oleh karena itu, pengetahuan tentang konsentrasi obat dalam serum dapat menjelaskan mengapa seorang penderita tidak memberikan reaksi terhadap terapi obat, atau mengapa penderita mengalami suatu efek yang tidak diinginkan. Sebagai tambahan, praktisi mungkin ingin menjelaskan ketelitian dari aturan dosis (Shargel, 1988). Pada pengukuran konsentrasi obat dalam serum, suatu konsentrasi tunggal dari obat dalam serum dapat tidak menghasilkan informasi yang berguna kecuali kalau faktor-faktor lain dipertimbangkan. Sebagai dosis, rute pemberian obat, serta waktu pengambilan cuplikan (puncak, palung atau keadaan tunak), hendaknya diketahui (Shargel, 1988).
Universitas Sumatera Utara
Dalam banyak hal cuplikan darah tunggal tidak mencukupi oleh karena itu beberapa cuplikan darah diperlukan untuk menjelaskan kecukupan aturan dosis. Dalam praktek, konsentrasi palung serum lebih mudah diproleh daripada cuplikan puncak atau selama pemberian dosis ganda. Sebagai tambahan, mungkin ada keterbatasan dalam hal jumlah cuplikan darah yang dapat diambil, keseluruhan volume darah yang diperlukan untuk penetapan kadar, dan waktu untuk melakukan analisi obat. Praktisi yang melakukan pengukuran konsentrasi serum hendaknya juga mempertimbangkan biaya penetapan kadar, risiko, dan ketidaksenangan penderita, dan kegunaan informasi yang diperoleh (Shargel, 1988).
2.6 Plasma Darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit), dan pelat darah (trombosit), yang tersuspensi dalam plasma (Tjay dan Raharja, 2002). Plasma darah merupakan bagian cair darah. Cairan ini didapat dengan membuat darah tidak beku dan sel darah tersentrifugasi. Plasma terdiri dari 90% air, 7-8% protein, dan di dalam plasma terkandung beberapa komponen lain seperti garamgaram, karbohidrat, lipid, dan asam amino. Karena dinding kapiler permiabel bagi air dan elektrolit maka plasma darah selalu ada dalam pertukaran zat dengan cairan interstisial. Dalam waktu 1 menit sekitar 70% cairan plasma bertukaran dengan cairan interstisial. Serum darah adalah cairan bening yang memisah setelah darah dibekukan. Plasma darah berbeda dengan serum darah terutama pada serum tidak terdapat faktor pembentukan fibrinogen (Junqueira, 1982).
Universitas Sumatera Utara
2.7 Teori Kromatografi Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995). KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik,
anorganik,
maupun
senyawa
biologis,
analisis
ketidakmurnian
(impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawasenyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan proteinprotein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain. Kelebihan KCKT antara lain: − Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran − Resolusinya baik − Mudah melaksanakannya − Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi − Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis − Dapat digunakan bermacam-macam detektor
Universitas Sumatera Utara
− Kolom dapat digunakan kembali − Mudah melakukan rekoveri cuplikan − Tekniknya
tidak
begitu
tergantung
pada
keahlian
operator
dan
reprodusibilitasnya lebih baik − Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif − Waktu analisis umumnya singkat − Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar − Ideal untuk molekul besar dan ion. Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Munson, 1991).
2.7.1 Cara Kerja KCKT Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Komponen KCKT
detektor kolom injektor pompa
oven
Wadah solven
Data processor Gambar 3. Komponen KCKT
2.7.2.1 Wadah Fase Gerak Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat meampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing(penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Rohman, 2007)
2.7.2.2 Pompa Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang dgunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/ menit.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2.3 Injektor Cuplikan harus dimasukkan kedalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agas sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada tiga jenis dasar injektor, yaitu: a. Hentikan aliran/stop flow: aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi. b. Septum: injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu, partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat
jarum injektor) dapat
menyebabkan
penyumbatan. c. Katup putaran (loop valve): ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 5, tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Injektor
2.7.2.4 Kolom Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok: 1. Kolom analitik: diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm. Untuk kemasan mikropartikel berpori, umumnya 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm. 2. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm. Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom tergantung pada mode KCKT yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2.5 Detektor Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh. Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan.
2.7.2.6 Pengolahan Data Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncakpuncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram.
Universitas Sumatera Utara
Rt Area H W1/2 H1/2 W Gambar 5. Kromatogram
Guna kromatogram: 1. Kualitatif Waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama dapat digunakan untuk identifikasi. 2. Kuantitatif Luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi. 3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pemisahan dan kinerja kolom (kapasitas ‘k’, selektifitas ‘α’, jumlah pelat teoritis ‘N’, jarak setara dengan pelat teoritis ‘HETP’ dan resolusi ‘R’).
2.7.2.7 Fase Gerak Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya
Universitas Sumatera Utara
elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Johnson & Stevenson, 1991). Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari fase gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase gerak. Fase gerak harus: • Murni; tidak ada pencemar/kontaminan • Tidak bereaksi dengan pengemas • Sesuai dengan detektor • Melarutkan cuplikan • Mempunyai viskositas rendah • Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan • Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama adalah yang paling penting. Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan (Putra, 2007). Elusi Gradien dan Isokratik Elusi pada KCKT dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu: sistem elusi isokratik. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap selama elusi).
Universitas Sumatera Utara
Sistem elusi gradien. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) (Putra, 2007).
2.7.3 Baku Dalam Baku
dalam
terutama
merupakan
ragam
yang
berguna
karena
pemakaiannya secara tepat dapat memperkecil galat yang disebabkan oleh penyiapan cuplikan, peralatan dan cara. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh senyawa baku yakni: a. harus terpisah sama sekali dari puncak cuplikan b. harus terelusi dekat dengan puncak yang diukur c. konsentrasi dan tanggapan detektornya harus sama dengan konsentrasi dan tanggapan detektor puncak yang diukur d. tidak boleh bereaksi dengan komponen cuplikan e. tidak terdapat dalam cuplikan asal Secara singkat, cara ini mencakup penambahan bahan baku yang jumlahnya diketahui. harus sangat murni dan mudah diperolehKemudian campuran itu dibuat untuk disuntikkan ke dalam kromatogram. Berdasarkan luas puncak senyawa baku dan luas puncak komponen yang diminati, kita dapat menentukan susunan. Cara ini tidak mengandaikan semua komponen terelusi dan dideteksi. Pada kenyataannya, cara ini sering menunjukkan bahwa memang ada komponen lain di dalam cuplikan asal, tetapi tidak ditentukan (Johnson dan Stevenson, 1991).
Universitas Sumatera Utara