BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Tuberkulosis adalah merupakan infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated hypersensitivity). Penyakit ini biasanya terletak di paru, tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif, bisa terjadi penyakit yang kronik, dan berakhir dengan kematian (Daniel, T. M., 1999). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang perenkim paru. Agen infeksius utama yaitu Mycobacterium tuberculosis yang merupakan batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. Tuberkulosis dapat juga ditularkan kebagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Brunner dan Suddarth, 2001). Menurut Herdin Sibuea tahun 2005 tuberkulosis paru adalah suatu infeksi kronik jaringan paru, yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosae. Menurut Irman Somantri tahun 2008 tuberkulosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru
9
disebabkan oleh Mycobabacterium tuberculosis. Penyakit ini juga dapat menyebar kebagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. Tuberculosis
(TB)adalah
penyakit
infeksi
menular
yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman Mycobacterium Tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000). Jadi penulis menyimpulkan bahwa TB Paru adalah penyakit infeksi yang
disebabkan
oleh
kuman
Mycobakterium
tuberculosis
yang
menyerang saluran pernapasan terutama parenkim paru. Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan mikrobiologis: 1. Tuberkulosis Paru. 2. Bekas tuberkulosis paru. 3. Tuberkulosis paru tersangka. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam: a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati( Sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain positif). b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati(Sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain meragukan). (Suyono, 2008).
10
B. Anatomi Dan Fisiologi 1. Anatomi
Gambar 1. Menjelaskan bagian-bagian dari sistem pernapasan (prestasiherfen.blogspot.com/2010)
Saluran yang menghantarkan udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus.Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara kedalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi dengan epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares anteriormemuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi oleh bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu
11
bermuara kedalam rongga hidung. Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung. Daerah pernapasan dilapisi epitelium silinder dan sel spitel berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lendir. Diatas sputum nasalis dan konkha selaput lendir ini paling tebal, yang diuraikan dibawah. Adanya tiga tulang kerang (konkhea) yang diselaputi epitelium pernapasan dan menjorok dari dinding lateral hidung kedalam rongga, sangat memperbesar permukaan selaput lendir tersebut. Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu yang terdapat didalam vestibulum, dan karena kontak dengan permukaan lendiryang dilaluinya maka udara menjadi hangat, dan penguapan air dari permukaan selaput lendir menjadi lembab. Hidung menghubungkan lubang-lubang dari sinus udara para-nasalis yang masuk kedalam ronggarongga hidung, dan juga lubang-lubang naso-lakrimal yang menyalurkan air mata dari mata kedalam bagian bawah rongga nasalis, kedalam hidung. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan usofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (naso-faring), dibelakang mulut (oro-faring) dan dibelakang laring (farink-laringeal). Laring (tenggorok) merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal
12
tenggorok itu dapat di tutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri daritulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya. Trakhea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronkhus (bronkhi). Trakhea tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trakhea, Selain itu juga memuat beberapa jaringan otot. Trakhea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Jurusan silia ini bergerak ialah keatas kearah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya yang turut masuk bersama dengan pernapasan dapat dikeluarkan. Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum
13
dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus. Yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkiolustidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,51,0 cm. Terdapatsekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan poripori kohn. Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius
14
dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas(PriceEvelyn, 2004). 2. Fisiologi Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Di dalam paru-paru karbon dioksida merupakan hasil buangan yang menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus dan berakhir pada mulut dan hidung. Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner: 1. Ventilasi pulmoner yaitu gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. 2. Arus darah melalui paru-paru yaitu darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, dan karbon dioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
15
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian. 4. Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbon dioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen. Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan yang akhirnya masuk mencapai kapiler. Darah mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbon dioksida untuk di bawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernapasan eksterna. Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500-5000 ml(4,5-5 liter). Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10 %, ±500ml disebut udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernapasan biasa. Kecepatan pernapasan pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Perenapasan secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat. Pada bayi ada kalanya terbalik, inspirasi-istirahat-ekspirasi, disebut pernapasan terbalik (syaifuddin, 2006).
16
C. Etiologi Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen Mycobakterium Tuberculosis adalah berupa lemak/ lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, Mycobacterium Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paruparu yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis. ( Somantri, I.,2008 ).
D. Patofisiologi Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri ), dan area paruparu lainnya (lobus atas). Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan proses inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit
17
spesifik tuberkulosis melisis (menghancurkan)
jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, yang membentuk dinding protektif. Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon. Bahan bakteri dan makrofag menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam keadaan ini, tuberkel ghon memecah melepaskan bahan seperti keju kedalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya (Smeltzer & Bare, 2001).
E. Manifestasi Klinis Gambaran klinis tuberkulosis mungkin belum muncul pada infeksi awal, dan mungkin tidak akan pernah timbul apabila tidak terjadi infeksi
aktif.
Apabila
timbul
infeksi
aktif,
pasien
biasanya
18
memperlihatkan tanda : demam (biasanya pada pagi hari), malaese, keringat malam,gejala flu, batuk darah, batuk purulen produktif disertai nyeri dada sering timbul pada infeksi aktif, hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan (Corwin, E.,2000).
F. Penatalaksanaan 1. Pengobatan Pengobatan
TB
bertujuan
untuk
menyembuhkan
pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Aktivitas obat tuberkulosis terdapat 2 macam sifat/ aktivitas obat terhadap tuberkulosis yaitu: a. Aktivitas bakterisid dimana obat ini bersifat membunuh kumankuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif(2 bulan dari permulaan pengobatan). b. Aktivitas sterilisasi dimana obat ini bersifat membunuh kumankuman yang pertumbuhannya lambat(metabolisme kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Jenis dan dosis OAT :
19
a) Isoniazid (H) Isouroniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuropati perifer karena interferensi fungsi biologi vitamin B6 atau piridoksin, demam bila terjadi ikterus dan pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dapat dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Padakeadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis. b) Rifampisin (R) Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten) hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia, dan flu-like syndrome’s. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan kepada keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. c) Pirazinamid (Z) Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah hiperurisemia, hepatotoksisitas, hepatitis
20
dan atralgia. d) Streptomisin (S) Streptomisin merupakan salah satu obat anti tuberkulosis pertama yang ditemukan. Streptomisin ini suatu antibiotik golongan aminoglikosida yang harus diberikan secara parenteral dan bekerja mencegah pertumbuhan organisme ekstra seluler. Efek samping obat ini adalah toksik pada saraf kranial ke VIII yang dapat menyebabkan disfungsi vestibular dan atau hilangnya pendengaran. e) Etambutol (E) Etambutol satu-satunya obat lapis pertama yang mempunyai efek bakteriostatis, tetapi bila dikombinasikan dengan INH dan rifampisin terbukti bisa mencegah terjadinya resisten obat. Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optik neuritis.
2. Prinsip Pengobatan Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan dengan kategori pengobatan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal dan sebaiknya digunakan
21
pada saat perut kosong. Apabila panduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TB akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) dan gunakan
Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan obat, pengobatan perlu dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu pada tahap awal (intensif) dan lanjutan. a. Tahap Awal (intensif) Pada tahap awal (intensif) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. b. Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini penting untuk membunuh kuman persister sehingga
22
mencegah terjadinya kekambuhan. 3. Panduan OAT yang digunakan di indonesia Panduan OAT yang digunakan oleh Program Penanggulangan tuberkulosis di indonesia : a. Kategori I : 2HRZE/ 4 (HR)3 Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H), dan Rifampisin (R), diberikan dalam 3 kali seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk pasien baru : a) Pasien baru TB paru BTA positif. b) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif. c) Pasien TB ekstra paru. b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/ HRZE/5(HR)3E3. Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E), dan suntikan streptomisin setiap hari dari unit pelayanan kesehatan. Dilanjutkan 1 bulan untuk Isoniasid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari. Setelah itu diteruskan dalam tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan dalam 3 kali dalam seminggu.
23
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya : a) Pasien kambuh. b) Pasien gagal. c) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default). c. Kategori 3 : 2HRZ/ 4H3R3 Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini berikan untuk pasien : a) Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan. b) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe (limfadenetis), pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. 4. Pembedahan Pasien kambuh adalah pasien yang telah menjalani terapi TB adekuat dan sudah dinyatakan sembuh oleh dokter secara klinis, mikrobiologis maupun radiologis, kemudian pada evaluasi berikutnya terdapat gejala klinis tuberkulosis positif (mikrobiologi positif). Terapi pembedahan, banyak dilakukan dalam upaya penyembuhan pasien tuberkulosis yang kambuh. Indikasi terapi bedah saat ini adalah Pasien dengan sputum BTA tetap positif
24
(persisten) setelah pengobatan diulang, pasien dengan batuk darah masif atau berulang, terapi fistula bronkopleura, drainase empiema tuberkulosis, dan untuk mengatasi gangguan mekanik yang timbul pada tuberkulosis tulang (seperti stabilitas tulang vertebra pada penyakit pott). 5. Pencegahan Untuk mengurangi kejadian tuberkulosis, kuman-kuman harus dicegah supaya tidak menular dari seseorang ke orang lain. Langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan pada semua orang yang menderita tuberkulosis dan mengobatinya secara adekuat, mengidentifikasi orang-orang yang harus mendapat kemoterapi, memperhitungkan orang-orang yang dulu pernah tuberkulosis dan mereka yang tidak mendapat pengobatan yang adekuat dengan kemoterapi, mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi yang adekuat, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberianimunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.
G. Komplikasi Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
25
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus. 2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas, SOFT (sindrom obstruksi pasca tuberkulosis ), kerusakan parenkim berat; fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa, sering terjadipada TB milier, dan kavitas TB (Aru,w, dkk., 2006).
H. Pengkajian Fokus Menurut doenges dkk, riwayat keperawatan yang dapat dikaji adalah : 1. Aktivitas / istirahat Subjektif : a. Kelelahan umum dan kelemahan. b. Napas pendek karena kerja. c. Kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam hari, menggigil atau berkeringat. d. Mimpi buruk. Objektif : a. Takikardi, takipnea / dipsnea pada kerja. b. Kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut). 2. Integritas Ego Subjektif : a. Adanya / faktor stress lama.
26
b. Masalah keuangan, rumah. c. Perasaan tak berdaya / tak ada harapan. d. Populasi budaya / etnik: amerika asli atau imigran dari amerika tengah, asia tenggara, indian anak benua. Objektif : a. Menyangkal (khususnya selama tahap dini). b. Ansietas, ketakutan, mudah terangsang. 3. Makanan / cairan Subjektif : a. Kehilangan nafsu makan. b. Tak dapat mencerna. c. Penurunan berat badan. Objektif : a. Turgor kulit buruk, kering / atau kulit bersisik. b. otot / hilang lemak subkutan. 4. Nyeri / kenyamanan Subjektif : a. Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Objektif : a. Berhati-hati pada area yang sakit. b. Perilaku distraksi, gelisah. 5. Sirkulasi Subjektif :
27
a. Palpitasi Objektif: a. Takikardia, disritmia. b. Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi). c. Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal. d. Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam mediastinum). e. TD: hipertensi/hipotensi. f. Distensi vena jugularis. 6.
Pernapasan Subjektif : a. Batuk, produktif atau tak produktif. b. Napas pendek. c. Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinfeksi.
Objektif : a. Peningkatan frekuensipernapasan (penyakit luas, atau fibrosis parenkim paru dan pleura). b. Pengembangan pernapasan tak simetris (effusi pleural). c. Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural). d. Bunyi napas menurun/ tak ada secara bilateral atau unilateral (effusi pleural/ pneumotorak).
28
e. Bunyi napas tubuler dan atau bisikan pektoral diatas lesi luas. f. Krekels tercatat diatas apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels posttussic). g. Karakteristik sputum: hijau atau purulen, mukoid kuning, atau bercak darah. h. Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). i. Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut). 7. Keamanan Subjektif : a. Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker. b. Test HIV positif. Objektif : a. Demam rendah atau sakit panas akut. 8. Interaksi sosial Subjektif : a. Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular. b. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melakasanakan peran. 9. Penyuluhan / pembelajaran Subjektif : a. Riwayat keluarga TB. b. Ketidak mampuan umum/ status kesehatan buruk.
29
c. Gagal untuk membaik/ kambuhnya TB.Tidak berpartisipasi dalam terapi. I. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Kultur sputum: Positif untuk mycobakterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit. 2. Ziehl- Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah): positif untuk basil asam cepat. 3. Tes kulit (PPD, Mantoux, potongan Vollmer): reaksi positif (area indurasi 10 mm lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi secara tidak berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mykobakterium yang berbeda. 4. Foto Torak: Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa. 5. ELISA/ Western Blot 6. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit): positif untuk Mycobacteriun Tuberculosis.
30
7. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granuloma TB, adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis. 8. Elektrolit: Dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tidak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luar. 9. GDA: Dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru. 10.Pemeriksaan Fungsi paru : penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim atau fibrosis, kehilangan jaringan paru, dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
31
J. Pathways Keperawatan Mycobacterium tuberculosis
Airbone/inhalasi droplet
Saluran pernapasan
Saluran pernapasan atas
Saluran pernapasan bawah
Bakteri besar bertahan di bronkus
Paru-paru
Alveolus
Peradangan bronkus ( Inflamasi )
Penumpukan sekret
Sekret dapat dikeluarkan
Batuk terusmenerus
Sekret sulit dikeluarkan Bershan jalan napas tidak efektif
Alveolus mengalami konsolidasi dan eksudasi
Anoreksia, malaese, mual,muntah
Penyebaran infeksi secara limfa hematogen
Mempengaruhi termoregulasi
Gangguan pertukaran gas
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan Keletihan
Terhirup orang sehat
Hipertermi
Gangguan pola istirahat tidur Intoleransi aktivitas
Resiko penyebaran infeksi
( Sylvia A. Price and Lourraine & Doengoes, 2000 ).
32
K. Diagnosa keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret yang berlebihan 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru, kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal. 3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat sekunder terhadap mual, muntah, dan nafsu makan menurun. 4. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigenasi untuk aktivitas. 6. Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri maupun orang lain berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen. 7. Hipertermi
berhubungan
dengan
peningkatan
kecepatan
metabolisme skunder terhadap infeksi paru.
33