BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang disebabkan oleh suatu infeksi telinga tengah, jika tidak diobati dapat terjadi osteomilitis (Brunner dan Suddarth, 2000). Mastoiditis adalah peradangan pada mastoid yaitu tulang yang terletak dibelakang dan bawah telinga (Boles, 1997). Mastoiditis adalah peradangan pada tulang mastoid biasanya berasal dari cavum timpany yang umumnya merupakan komplikasi dari otitis media yang tidak baik (RSUD Dr. Soetomo, 1994). Jadi, dapat disimpulkan bahwa mastoiditis adalah suatu peradangan pada telinga tengah yang merupakan komplikasi dari otitis media supurative chronis.
B. Anatomi dan Fisiologi Anatomi dan fisiologi telinga menurut (Syaifudin, 1997) adalah : 1. Telinga Bagian Luar (Auris Eksterna) a.. Aurikula (Daun Telinga) Menampung gelombang suara yang datang dari luar masuk ke dalam telinga.
b.. Meatus Akustikus Eksterna Saluran penghubung aurikula dengan membrane timpani, panjangnya ± 2,5 cm terdiri dari tulang rawan dan tulang keras. Saluran ini mengandung rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat khususnya menghasilkan sekret-sekret berbentuk serum. c.. Membrane Timpany Antara telinga luar dan telinga tengah terdapat selaput gendang telinga yang disebut membrane timpany. Gambar 2.1
(Sumber : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155, 7 Mei 2007) 2. Telinga Bagian Tengah (Auris Media) a.. Cavum Timpany Rongga di dalam tulang temporalis terdapat tiga buah tulang pendengaran yang terdiri dari malleus, inkus, dan stapes yang melekat pada bagian dalam membrane timpany dan bagian dasar tulang stapes membuka pada fenestra ovalise.
6
b.. Antrum Timpany Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak di bagian bawah samping dari cavum timpani. Antrum timpany dilapisi oleh mukosa merupakan lanjutan dari lapisan mukosa cavum timpany, rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat di belakang bawah antrum di dalam tulang temporalis. Dan adanya hubungan ini dapat mengakibatkan menjalarnya proses radang. c.. Tuba Auditiva Eustaki Saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan miring ke bawah agak ke depan, dilapisi oleh lapisan mukosa. 3. Telinga Bagian Dalam (Auris Interna) Serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh cairan dinamakan perilimfe. a. Vestibulum Bagian tengah labirintus osseous pada vestibulum ini membuka fenestra ovale dan venestra rotundum dan pada bagian belakang atas menerima muara canalis semisirkularis. b. Cochlea Berbentuk seperti rumah siput, pada koklea ini ada tiga pintu yang menghubungkan cochlea dengan vestibulum, cavum timpany dan dengan canalis cochlearis. c. Labirintus Membranosus 1). Utrichulus
7
Bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng terpaut pada tempatnya oleh jaringan ikat, di sini terdapat saraf (nervus akustikus) pada bagian depan dan sampingnya ada daerah yang lonjong disebut makula akustica utriculo. 2). Sachulus 3). Duktus Semi Sircularis 4). Duktus Cochlearis
Gambar 2.2 Anatomi telinga
(Sumber : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155, 7 Mei 2007).
C. Etiologi Penyebab
mastoiditis
menurut
(http://www.Geocities.Com/KoskapTri
Sakti/Lain - lain/Tarakan/THT/OMSK, 7 Mei 2007) adalah :
8
Penyebab terbesar otitis media supurative chronis yang berkembang menjadi mastoiditis adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans (streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus. Suatu teori patogenesis mengatakan terjadinya otititis media nekrotikans akut menjadi awal penyebab mastoiditis yang merupakan hasil invasi mukoperiusteum organisme yang virulen, terutama berasal dari nasofaring terbesar pada masa kanak-kanak, atau karena rendahnya daya tahan tubuh penderita sehingga terjadinya nekrosis jaringan akibat toxine nechrotik yang dikeluarkan oleh bakteri kemudian terjadi perforasi pada membrane timpani setelah penyakit akut berlalu membrane timpani tetap berlubang atau sembuh dengan membran atrofi. Pada saat ini kemungkinan besar proses primer untuk terjadinya mastoiditis adalah tuba eustachius, telinga tengah dan sel-sel mastoid. Faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis yang menjadi mastoiditis sangat majemuk, antara lain : 1. gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat : Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang dan obstruksi anatomic tuba eustachius parsial atau total. 2. perforasi membrane timpany yang menetap
9
3. terjadinya metaplasia skuamosa / perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah 4. obstruksi terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid 5. terdapat daerah dengan skuester atau otitis persisten di mastoid 6. faktor konstitusi dasar seperti alergi kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh. Mastoiditis timbul sebagai akibat terapi otitis media supurative akut yang tidak adekuat. Penyebab otitis media supurative adalah akibat infeksi bakteri Streptococcus B. Hemoliticus, Pneumococcus, dan Hemophilus Influenzae (Thane, 1993).
D. Patofisiologi Patofisiologi menurut (Adam, 1997) adalah : Infeksi dimulai dari infeksi telinga tengah yang kemudian menjalar mengenai tulang mastoid dan sel-sel di dalamnya, hal ini mengakibatkan terjadinya proses nekrosis tulang mastoid serta merusak struktur tulang. Bila tidak segera dilakukan pengobatan terhadap infeksinya maka dapat mengakibatkan terjadinya abses sub peritoneal pada mastoid. Apabila infeksi merusak tulang disekitarnya sampai nanah dapat keluar mungkin terjadi: 1. keluar melalui permukaan luar dan prosesus mastoid, sehingga terjadi abses sub peritoneal pada mastoid. 2. ke bawah mulai ujung prosesus masuk leher.
10
3. ke depan mulai dinding belakang liang telinga 4. ke atas melalui pegmen (atap) ronnga telinga masuk fosa chranial media 5. ke belakang melalui fosa chranial posterior Kebanyakan mastoiditis akut sehingga ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan yang mengalani infeksi telinga yang tidak cepat ditangani. Mastoiditid kronis ini dapat mengakibatkan terjadinya pembentukan kolestetoma yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpany laterale membentuk kantong luar berisi kulit yang rusak dan bahan sebaseus, kantong dapat melekat ke struktur telinga dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus facialis, kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak. Pembedahan pada mastoid yang mengalami kelainan peradangan ditunjukkan untuk mengangkat kolesteatoma mencapai struktur yang sakit dan dapat mencapai kondisi telinga yang aman, kering, dan sehat. Mastoidektomy biasanya dilakukan melalui insisi post aurikular dan infeksi dihilangkan dengan mengambil sel udara mastoid. Begitu pasien bangun, pembiusan harus diperhatikan setiap tanda paries fanalis yang harus segera dilaporkan ke dokter bila terjadi kelemahan fasial balutan pada mastoid harus dilonggarkan dan pasien dikembalikan ke meja operasi. Luka dibuka dan nervus fasialis
11
didekompresi untuk melonggarkan kanalis tulang yang mengelilingi nervus fasialis.
E. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik dari mastoiditis adalah nyeri telinga, otore (keluar cairan dari dalam telinga), demam, nyeri tekan, kemerahan dan penebalan sekitar prosesus mastoideus, dan biasanya pada pemeriksaan telinga menunjukkan banyak sekret purulen dari perforasi membrane timpany (Thane, 1993).
F. Komplikasi Komplikasinya adalah meningitis, paralisis wajah, abses otak, gangguan pendengaran sensori neural (Thane, 1993).
G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan menurut (Thane, 1993) yaitu : 1. Pengobatan radang mastoid dengan antibiotik intravena seperti pennisilin, ceftriaxone (rhocepin), dan metronidazole (flogil) selama 14 hari. 2. Jika pasien tidak membaik dengan antibiotic maka dilakukan operasi mastoidektomy. Tindakan ini untuk menghilangkan sel-sel tulang mastoid yang terinfeksi dan untuk mengalirkan nanah. Beberapa struktur telinga bagian (incus dan malleus) mungkin juga perlu dipotong. 3. Tympanoplasty yang merupakan pembedahan rekontruksi telinga bagian tengah untuk memelihara pendengaran
12
4. Radang
mastoid
kronis
membutuhkan
mastoidektomy
radikal
(menghilangkan dinding posterior dari kanal telinga, disisakannya gendang telinga, dan dua tulang telinga (incus dan malleus). Mastoidektomy radikal jarang dilakukan sebab merupakan terapi antibiotic, tidak secara drastic memperbaiki pendengaran seseorang.
H. Pengkajian Fokus Data yang muncul saat pengkajian menurut (Long, 1996) adalah : 1. Data Subyektif Tanda dan gejala utama infeksi telinga adalah nyeri dan hilangnya pendengaran. Data harus disertai pernyataan mulai serangan, lamanya, tingkat nyerinya. Rasa nyeri timbul karena adanya tekanan kepada kulit dinding saluran yang sangat sensitif dan kepada membrane timpany oleh cairan getah radang yang membentuk di dalam telinga tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah mengganggu lewatnya gelombang suara hal ini menyebabkan pendengaran berkurang. Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia mengerti tentang cara pencegahannya. 2. Data Obyektif Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar dan bila ada harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri. Gendang telinga sangat penting dalam pengkajian telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses penyakit pada telinga tengah. Membrane
13
timpani yang normal memperlihatkan warna yang sangat jelas, terlihat keabu-abuan. Untuk visualisasi telinga luar dan gendang telingadigunakan otoskop, bagian yang masuk ke telinga disebut spekulum (corong) dan dengan ini gendang telingadapat terlihat. Untuk pengkajian yang lebih cermat dapat dipakai kaca pembesar. 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang menurut (Thane, 1993) adalah : a. audiometric akan menunjukkan tuli konduktif b. rontgenogram akan memperlihatkan sklerosis nyata pada prosesus mastoideus dan sering dapat terlihat kolesteatoma. c. pemeriksaan laboratorium, contoh nanah harus diambil untuk kultur dan tes sensitifitas antibiotika. d. tes garpu tala menunjukkan adanya kurangnya pendengaran. I. Pathway Keperawatan Terlampir
J. Fokus Intervensi Intervensi yang dapat diambil menurut (Carpenito, 2001) adalah : 1. Nyeri akut berhubungan dengan retraksi membrane timpany Tujuan : nyeri klien berkurang / hilang. Intervensi : Kaji lokasi, tipe, durasi, dan frekuensi nyeri, kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0 – 10, kaji faktor yang memperberat dan
14
memperingan nyeri. Diskusikan tindakan penghilang nyeri yang efektif / tak efektif pada masa lalu, kaji keefektifan tindakan penghilang nyeri. Kemudian beri posisi nyaman, anjurkan teknik reduksi nyeri dengan kompres dingin, teknik relaksasi, sentuhan. Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotic, beri makanan lunak/cair dan hindari mengunyah, diskusikan alternatif intervensi seperti umpan balik biologis, prosedur control nyeri sendiri, anjurkan dukungan keluarga / orang terdekat. Evaluasi : Klien mengungkapkan pemahaman tentang faktor penyebab nyeri dan klien mendemonstrasikan kemampuan untuk mengurangi atau mengontrol nyeri. 2. Resiko
ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan ketidakseimbangan labirin Ditandai dengan : pening, mual, muntah, nafsu makan menurun. Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. Intervensi : Kaji status nutrisi, pola makan yang lalu dan obat – obatan, kaji makanan yang lebih disukai, disukai dan tidak disukai. Menyediakan makanan dalam lingkungan yang tenang dan menganjurkan klien makan dengan perlahandan mengunyah dengan baik, beri posisi yang nyaman selama makan, anjurkan keluarga, anggota keluarga lain yang terlibat selama makan, makan dengan klien, membawa makanan dari rumah, pelihara lingkungan yang bersih untuk mencegah mual, anoreksia. Diskusi dan
15
ajarkan klien/anggota keluarga lain mengenai petunjuk nutrisi, pentingnya makan yang teratur dan termasuk makanan. Evaluasi : Klien mengungkapkan pengertian kekurangan nutrisi dan memperlihatkan pengetahuan masukan nutrisi yang adekuat dan klien mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya. 3. Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan hantaran suara / udara yang diterima berkurang. Ditandai dengan : tinitus, menurunnya fungsi pendengaran, tuli konduktif ringan, Intervensi : Observasi tingkat penurunan pendengaran. Tunjukkan cara berkomunikasi yaitu pertama dengan membaca bibir, bicara dengan perlahan dan mengucapkannya dengan baik, jangan kuatkan suara, hanya satu orang yang bicara dalam satu waktu, berdiri sehingga klien melihat bibir perawat saat bicara, berbicaralah dengan kalimat sederhana, tunjukan obyek percakapan bila perlu, hindari mengunyah permen waktu bicara dengan klien, ulangi pernyataan yang tidak jelas bagi klien. Kedua dengan bahasa isyarat, dalam berkomunikasi dengan klien gunakan pensil dan kertas untuk mengganti bahasa isyarat, dapatkan kerjasama keluarga dalam berkomunikasi, alat bantu pendengaran, kaji kemampuan klien untuk menggunakan dan merawat alat – alat, tentukan alat Bantu pada tempatnya dan hidupkan sebelum bicara, buat tekanan nada nyaman untuk klien,
16
hindari berteriak. Dan yang ketiga dengan menggunakan catatan dan pensil, tuliskan pesan secara jelas, singkat, susunan kata – kata sederhana, kembangakan susunan kata–kata yang sering kali digunakan dan instruksikan pasien untuk meneliti ulang, sediakan waktu buat klien untuk memahami dan menjawab. Evaluasi : Klien mengungkapkan pengertian tentang penurunan sensori pendengaran dan klien mampu menggunakan alat bantu pendengaran. 4. Perubahan body image berhubungan dengan keluar cairan dalam telinga ; Otore. Ditandai dengan : sekret berbau dan keluar dari telinga. Tujuan :
: body image klien tidak mengalami perubahan dan klien bisa menerima keadaannya.
Intervensi : Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang perubahan body image, kaji mekanisme penanganan sebelumnya yang telah berhasil, sediakan waktu untuk klien mengungkapkan perasaannya, demonstrasikan penerimaan perasaan klien. Beri lingkungan yang tenang dan memfasilitasi, berikan penghargaan dan dorongan. Tingkatkan dukungan melalui orang terdekat, bantu klien dalam diskusi untuk menerima perubahan body image. Evaluasi : Klien mengungkapkan penerimaan terhadap perubahan fungsi tubuhnya, klien mengungkapkan minat dan keinginan untuk melanjutkan aktivitas
17
dan interaksi sosial, dan klien menggunakan sistem pendukung rumah sakit dan keluarga. 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang OMA yang tepat. Tujuan
: pengetahuan klien tentang penatalaksanaan OMA meningkat.
Intervensi : Kaji tingkat pengetahuan klien, berikan informasi berkenaan dengan kebutuhan klien, susun bersama hasil yang diharapkan dalam bentuk kecil dan realistic untuk memberikan klien tentang keberhasilan, beri upaya penguatan pada klien, gunakan bahasa yang mudah dipahami. Dapatkan umpan balik selama diskusi dengan klien, pertahankan kontak mata selama diskusi dengan klien. Berikan informasi langkah demi langkah dan lakukan demonstrasi ulang bila mengajarkan prosedur, berikan pujian atau reinforcement positif pada klien. Evaluasi : Klien menyatakan pemahaman tentang pemberian informasi dan klien mampu mendemonstrasikan prosedur dengan tepat.
18